Bola mata coklat keemasan milik Bianca seketika melebar dan menatap ke arah Noel dengan penuh tanda tanya.“Aku … sepertinya perlu memijat disitu juga. Rasanya itu pusat masalahnya,” desah Noel dengan napas memburu. Ucapan yang konyol karena sebenarnya yang sakit adalah pergelangan kakinya, yang tak ada hubungannya dengan pangkal pahanya. Tapi, oh betapa nikmatnya merasakan sentuhan suaminya di area itu, Bianca dengan gugup segera menyibak roknya sampai terbuka sambil menggigit bibir bawahnya.“Sepertinya kaosmu juga butuh dibuka, nanti menghalangi kamu kerja,” desah Bianca sambil menarik lepas kaos yang di kenakan Noel. Ini sebenarnya berhubungan, karena kalau berkeringat, sayang kan kaosnya bisa basah.Walau sebenarnya berkeringat kenapa? Hanya memijat pergelangan kaki tak akan berkeringat sampai basah. Tapi mereka berdua tahu semua ini akan berakhir bagaimana. Tapi tak ada yang mau berhenti, karena kerinduan yang melanda hati mereka. Tubuh mereka seakan bergerak tanpa diperintah.
Bibir pria itu segera merayap berpindah dari tengkuk menuju leher Emily sambil tetap mendekap wanita itu erat-erat. Jemarinya mengelus punggung wanita itu sementara dengan ahlinya menbuat Emily melayang dengan ciumannya yang panas. “Aku kangen,” bisiknya sambil terus mencium leher Emily. Para penjaga yang tadi siaga menjaga saling pandang dengan heran.Walau pria itu sangat terampil menggunakan bibir dan lidahnya, namun untungnya kali ini Emily sudah sadar, dengan cepat dia menggeliat dan mendorong dada Noah yang segera tertawa terkekeh dengan menyebalkan.“Kenapa sayang, kamu nggak kangen sama aku?” gumam pria tampan itu sambil menjilat bibirnya sendiri. Pria itu melirik para penjaga kastil yang segera berpura-pura tak melihat apa yang mereka lakukan.“Stop nggak!” erang Emily akhirnya berhasil melepaskan diri seutuhnya dari pelukan Noah. Pria itu kembali tertawa.“Ngambek ya, aku kemarin menghilang, maaf ya sayang aku itu harus mengurus kapal.” Pria itu kembali mendekati Emily dan
Hati Emily seakan dicengkram kuat. Wajah kecewa Andi membuatnya sesak napas. Pria itu terlihat bingung sekaligus marah.“Em … ada apa ini?” tanya Andi sambil menarik kekasih hatinya dengan posesif.“Um … pria ini,—” “Hai Andi, jangan pura-pura lupa dong,” ujar Noah yang segera membuat Emily terbelalak kaget. “Kamu … kamu kenal dia?” tanya Emily terkesiap.“Andi? Jelas kenal. Walau dia pasti sok lupa. Ya nggak Ndi?” tanya Noah sambil menepis rambutnya sendiri yang tebal.“Kamu kenal dia?” tanya Emily segera menatap pria yang masih dia anggap kekasihnya. “Kenapa kamu tanya? Bukannya kamu juga dah kenal, kenal akrab malah!” sindir pria bertubuh kurus sambil menatap ke arah Emily dengan sinis.“Aku nggak tau dia siapa! Dia ngaku,—” Emily menghentikan ucapannya lalu mulai berbisik ke pada Andi.“Kalau dia itu adiknya tuan Noel,” bisiknya dengan dramatis.Tapi yang awalnya Emily pikir kalau Andi akan terkejut tapi pria itu malah terbatuk pelan.“Yeah … adik tiri,” jawab Andi sambil mena
Wanita paruh baya yang masih cantik itu duduk di kursi favoritnya. Dekat piano sambil menyesap teh dalam cangkirnya. Duduknya tegak bak seperti sedang dilakukan sesi pemotretan untuk majalah. Namun ada sesuatu yang aneh. Wanita itu terlihat bahagia, mungkin karena itu wajah Mama Karen terlihat jauh lebih muda 10 tahun. Dengan resah Bianca mengikuti suaminya. Tangan pria itu menggandengnya, bagaikan dalam mimpi, jika pria itu terus memperlakukannya seperti ini, Bianca tak akan mau bangun lagi dalam mimpinya. “Siang mama,” ucap Noel untuk menandakan kedatangannya. Wanita itu menoleh dan Noel menyadari kenapa wanita itu terlihat begitu bahagia. Ada papanya di sana. “Liat dia, cantik kan?” ujar Karen sambil menyentuh lengan suaminya. Bianca tiba-tiba ditarik oleh Karen agar seorang pria bisa menilainya. Pria itu pernah dia lihat sekilas di upacara pernikahan mereka, pria itu adalah papa mertuanya. Sudah sangat jelas dari mana Noel dan Noah mendapatkan ketampanannya. Walau sudah
“Aku mencintaimu,” ucapan Bian kembali terngiang dalam benak Noel. Apa wanita itu sudah gila? Tak mungkin Bianca mencintai dirinya, bagaimana bisa? Mereka bukannya hanya dua orang asing yang terperangkap dalam pernikahan? Wanita itu duduk diam saat duduk di kursi penumpang sementara papa dan mama Noel duduk di bagian depan. Wajahnya yang cantik tampak memperlihatkan pemandangan jalan dengan tenang, sedangkan perasaan Noel berkecamuk. Mereka tak boleh saling mencintai. Bukannya hal itu terlarang dalam dunia mereka? Bagaimana kalau dalam beberapa tahun ke depan, keluarga mereka tidak lagi saling membutuhkan dan mereka harus berpisah? Cinta itu terlarang di kalangan mereka. Contohnya tentu saja papa mama Noel sendiri. Mama Karen yang sangat memuja suaminya, sedangkan papa Leon yang bahkan tak menyadari kalau dari tadi Karen mengajaknya berbicara. Melihatnya begitu menyedihkan. Karen mengatakan pada Noel dan Bianca kalau papa telah memesan meja di sebuah restoran terkenal, yang bahk
Bianca menatap gugup ke arah suaminya dan ke arah mertua laki -lakinya. Entah apa yang mereka bicarakan tadi saat Bianca ke kamar kecil bersama Karen. Sekarang kedua pria itu memandangnya seakan ada sisa makanan di wajahnya.“Nah … kalau sudah selesai, ayo kita ke studio!” ujar Leon sambil berdiri. Bianca segera ke arah suaminya dengan bingung.Di mobil, Noel tak banyak bicara sehingga Bianca semakin gugup. Ketika mobil masuk ke sebuah mansion putih, Bianca tak bisa menahan perasaannya. Wanita itu tiba-tiba menyentuh tangan Noel sehingga pria itu terkejut. “Kenapa kamu bilang tadi aku pintar membuat mozaik dari telur,” ujar Bianca dengan suara pelan. Awal menoleh ke arahnya dengan kaget. “Oh … bukannya kamu memang bisa buat?” tanya pria itu dengan bingung. Tanpa sadar pria itu menatap tangannya yang disentuh oleh Bianca. Hanya dengan sentuhan yang sesederhana itu, jantungnya segera berdebar dengan kencang. Pertanyaan dari ayahnya tadi tidak bisa Noel jawab, tapi kalau dilihat dari
Noah menatap kedip yang ada di tabletnya. Setiap kedipan lampu di layar itu memperjelas di mana keberadaan kakaknya. Pria tampan itu mendengus melihat lokasi yang sudah dia hapal itu. “Cih, sepertinya ada pertemuan anak dan ayah nih. Sungguh keluarga bahagia,” ujar Noah mencibir dengan penuh kebencian. Pria itu bangun dan menatap wajahnya yang dia benci.Walau sering dipuja akan ketampanannya oleh berbagai wanita yang menemaninya tidur, tapi sejujurnya Noah selalu membenci wajahnya yang sangat mirip dengan pria yang meninggalkannya begitu saja di kastil. Membuangnya, bukan meninggalkanya. Noah diasingkan tumbuh sendirian di kastil yang bagaikan sangkar emas. Semua dapat Noah miliki kecuali keluarga. Dia dididik oleh tutor pribadi dan dibesarkan oleh para pelayan tanpa sedikit pun bisa melihat ayahnya. Pria yang seharusnya menjadi keluarganya. Tidak, Noah sama sekali tak suka melihat wajah papanya terpampang di wajahnya sendiri. Dia tak suka sedikit pun kemiripan mereka. Saat meliha
Jika tadi Emily yang menarik Noah masuk, begitu pintu tertutup Noah segera mendorong tubuh Emily dan menekannya ke salah satu sisi lift. “Selamat pagi cintaku,” ujar pria tampan itu sambil menatap bola mata Emily yang terkejut.“Lepasin nggak!” “Kalau nggak apa?” kekeh Noah dengan geli. Lagi-lagi, mengganggu Emily sungguh menyenangkan. Bahkan, tanpa sadar begitu mengingat Emily, Noah segera menuju kantor kakaknya daripada mengganggu pertemuan keluarga mereka di studio. Emily tak menjawab tapi malah ingin menampar Noa, tapi sayangnya Noah sudah hapal dengan apa yang ada dipikiran wanita garang itu. Satu, dua tangan Emily ditangkapnya sehingga wanita itu tak berdaya. Bahkan, saat Emily mau menendang Noah, pria itu dengan tepat waktu menyingkir dan menekan Emily ke dinding lift. Wanita itu terkesiap saat merasakan sesuatu yang menonjol di bawah sana. Wanita itu juga sangat membenci pikiran kotornya yang segera mengingat kembali malam panas mereka. “Jangan galak- galak sayang, kamu m
Emosi pria itu masih meledak-ledak saat masuk ke dalam mobil. Bahkan baru kali ini Noel yang menyetir mobilnya sendiri, biasanya dia akan bersama supirnya, tapi pagi ini Noel begitu emosi sehingga tak sadar telah meninggalkan supirnya mengejar di belakang. Biasanya Noel tak seperti ini, dia adalah pria yang selalu memikirkan panjang- panjang setiap tindakan yang dia akan lakukan nanti. Tapi, selalu dirinya lepas kendali jika berhubungan dengan Bianca.Wanita itu seakan adalah titik lemahnya. Istri yang terpaksa menikah dengan dirinya itu adalah kelemahan Noel Klein. Dia sudah teramat mencintai wanita itu sehingga tak bisa berpikir jernih.Kini setelah menyetir beberapa lama dia baru menyadari kalau dia melupakan tas kerjanya juga selain meninggalkan supirnya di rumah. Pria itu segera menepikan mobilnya sambil memukul setir dengan kesal. “Vangke!” makinya dengan kesal. Pria itu dengan sebal melirik jam tangan yang hanya ada 6 di dunia itu dengan penuh emosi. Sejujurnya dia sudah terla
Bianca tak percaya apa yang baru saja terjadi. Pria itu benar- benar pergi meninggalkannya tanpa banyak bicara lagi. Bianca benar- benar tak mengerti apa yang ada di pikiran Noel. Kenapa dia tak bisa benar- benar mengerti apa yang dipikirkan suaminya itu? Secepat kilat mobil Noel menghilang saat Bianca mengejarnya, tentu saja wanita itu juga harus berpakaian dulu sebelum keluar dari kamar, sayangnya hal itu membuat Bianca hanya bisa menatap bagian belakang mobil suaminya yang melaju cepat meninggalkan pekarangan kastil mereka. “Semua salahku!” isaknya dalam hati sambil memutar tubuhnya. Seharusnya dia bisa menahan mulutnya. Biasanya dia bisa! Mama Alice sering membuat baret di punggungnya, dan Bianca tak pernah mengeluarkan suara apa pun! Harus bisa menahan lidahnya kalau tidak hukumannya akan lebih parah lagi dari punggung baret. Dengan langkah gontai, wanita itu melangkah kembali ke dalam kastil megah itu. Wanita itu mendengus saat melihat lukisan pernikahan mereka yang baru d
Bianca benar- benar takut saat mengantarkan Noel pergi. Wanita itu mengenakan gaun tidurnya dan segera mengikuti Noel menuju kamar mandi. Pria itu menatapnya dengan heran. “Kamu mau apa?” tanya pria itu saat membuka pintu kamar mandi. Bianca yang tak sengaja mencium punggung suaminya karena Noel tiba- tiba berhenti, mundur beberapa langkah dengan panik. “Oh … iya ini kamar mandi ya?” kekeh wanita itu sambil menggaruk rambutnya dengan kikuk. Noel memandangnya dengan tatapan bingung sekaligus sedikit meremehkan.“Aku mau mandi, kamu mau ikut?” tanya pria itu lalu mereka berdua saling pandang- pandangan dengan panik. Noel seketika itu memaki dalam hati. Kata-kata itu meluncur keluar dari mulutnya lebih cepat dari yang dia pikirkan. Sedangkan Bianca bingung apakah itu perintah atau ajakan atau malah ejekan?“Eh … nggak … kamu mandi aja duluan,” gumam Bianca setelah berhasil mengumpulkan suaranya lagi yang hilang. “Oke … aku masuk,” jawab Noel dengan kikuk karena bingung harus menjawab
Kevin benar- benar habis akal. Bagaimana bisa tiba- tiba keluarga Kelly mengetahui kalau keluarganya sedang diambang kebangkrutan. Semalam ayah Kelly memanggilnya dan bertanya banyak tentang bisnis fiktifnya. Walau gaya dari ayah Kelly itu seperti menelan bulat- bulat bualannya, tapi entah kenapa Kevin merasa tak yakin. Pria itu memandangnya dengan tatapan aneh.Lagi pula ada satu pria lagi yang harus dia pikirkan sekarang. Luuk Jaager. Entah kenapa pria itu kini terus mengawasinya juga. Hutang yang tadi dia pikir tak seberapa untuk Luuk, kini terasa sangat besar. Luuk meminta uangnya kembali sedangkan Kevin tak memiliki apapun sekarang kecuali nama keluarganya.“SIALAN!” maki Kevin sambil mau membanting handphonenya ke lantai, tapi tak jadi karena kalau sampai handphone itu rusak, Kevin tak memiliki uang untuk membeli handphone lagi. Akhirnya pria itu hanya bisa membanting tubuhnya ke sofa sambil kembali memaki.Pria itu meraih handphone dan melihat nama Bianca lalu menekannya. Seper
Pagi itu mereka bergulat dengan penuh gairah, seakan menumpahkan hasrat yang tertahan selama berbulan-bulan dalam satu hari. Noel hanya beristirahat sebentar sambil mengelus tubuh istrinya dengan mesra, mengagumi setiap sentinya dengan penuh perhatian. Jantung Bianca berdebar dengan kencang. Sejujurnya semua ini rasanya seperti mimpi saja. Dia terbangun dan ada Noel pun rasanya sudah seperti imajinasinya menjadi kenyataan. Tapi, kali ini pria itu bahkan memandangnya dengan penuh pemujaan sehingga hati Bianca seakan mau meledak rasanya. Saat pria itu bangkit, Bianca mengira kalau Noel akan pergi seperti biasa, tapi siapa sangka pria itu kembali mencumbu dan menyatu lagi dengannya sampai tiga kali di pagi itu.“Maaf, kamu pasti lelah ya,” erang pria itu dengan terengah-engah saat mencapai puncaknya lagi di atas tubuh istrinya. Wajah Bianca yang putih seperti keramik kini memerah setelah percintaan terakhir mereka. Dengan perlahan wanita itu tersenyum manja lalu menggeleng. “Nggak,”
Kenyang dan juga tidak tidur semalaman, Bianca sebenarnya sangat lelah. Sehingga saat merasakan kehangatan yang diberikan oleh suaminya, wanita itu seakan pesawat yang sudah tinggal landas. Apalagi saat Noel mulai mengusap rambutnya dengan lembut, bibirnya merayap di sekujur wajah dan lehernya. Hangat, nyaman dan kenyang, Bianca menutup mata dengan nyaman. Kedua tangannya merangkul pria yang sangat dia cintai. Namun sayangnya karena ini terlalu nyaman, wanita itu benar- benar tinggal landas dan tertidur pulas. Noel menghentikan ciumannya saat mendengar dengkuran wanita itu.“Cih … serius ciumanku segitu membosankannya sampai dia tertidur?” pikir Noel dengan tersinggung sambil terus mencoba mencium cerukan leher istrinya. Bibir wanita itu bergerak-gerak seakan membalas ciuman Noel, tapi matanya tetap terpejam dan dengkurannya terus terdengar rata.“Bian?” desah Noel berbisik di telinga istrinya lalu mengecupnya dengan mesra hal yang biasanya membuat Bianca mengerang nikmat kali ini h
Bagaikan mimpinya berlanjut, bibir Noel menguasai dirinya, ciuman yang panas dan penuh gairah membuat Bianca lupa mau bicara apa tadi. Dia hanya ingin pria itu tetap bersamanya, dan ternyata pria itu memang tak mau pergi. Tangannya kini berjalan perlahan, menyentuh bagian tubuh tersensitif Bianca. Sentuhan yang sangat Bianca rindukan. Separuh tubuh jiwa Bianca yang haus kini seakan melayang, jemari itu menguasai Bianca sehingga wanita itu berserah sepenuhnya. Lalu seakan tersadar pria itu terdiam dan menarik dirinya. “Jangan pergi…” pekik Bianca meratap segera menangkap dan memeluk suaminya dengan seerat dia bisa.Noel terkesiap kaget saat merasakan tubuh hangat Bianca dalam dekapannya. Segera otaknya menyuruh tangan melepaskan dekapan itu. Sudah gila dia mencium wanita itu? Wanita yang sudah berkhianat dan bersama kekasihnya kemarin! Tapi mendengar rengekkannya kembali membuat pikiran dan hati Noel tak sejalan.“Aku mau taruh ini Bian,” ujar Noel beralasan agar Bianca melepaskan pe
Bianca adalah wanita yang lembut, suaranya kecil dan jarang beremosi. Namun kali ini wanita itu mengusirnya dengan kasar, dan terlebih dari itu, Bianca membentak Noel untuk keluar dari kamar di rumahnya sendiri.Pria itu terdiam dan menatap gulungan selimut berisi Bianca di atas tempat tidur dengan perasaan campur aduk.Pelayan mengetuk dan datang membawa sup dan berbagai perlengkapan makan dalam kereta dorong. Aroma bawang putih mulai memenuhi kamar tidur membuat perut Noel mulai bergoyang karena sebenarnya pria itu berbohong, karena menunggu Bianca siuman, pria itu juga belum makan seharian. “Makanan sudah datang, ayo bangun dan makan!” perintah Noel mengabaikan Bianca. Wanita itu tak bergeming dalam gulungan selimutnya.“Bian!” “Nggak mau, kamu denger ‘kan apa kata dokter tadi, aku tu cuma kelelahan, aku lelah aku mo tidur!” ujar wanita itu dengan keras kepala. “Nggak, kamu butuh makan, nggak usah pake diet! Badan dah kurus begitu pakai diet!” desis Noel sambil menarik selimut
Dengan panik Noel membopong tubuh lunglai itu ke atas tempat tidur. Pria itu segera menutupi tubuh istrinya yang hanya mengenakan sehelai gaun tidur tipisnya dengan selimut, lalu segera berlari menekan tombol intercon memanggil pelayan berulang kali dengan panik. Dalam hati Noel sungguh bersyukur kalau dia memasang CCTV di kamarnya. Dia harus melihat apa yang terjadi semalaman, kenapa Bianca bisa tiba- tiba seperti ini?Lalu suara gemericik air membuatnya heran, pria itu masuk ke kamar mandi dan terkejut dengan air yang sudah luber memenuhi bathup. Tanpa menghiraukan kakinya akan basah, pria itu segera mematikan air yang masih mengalir dengan kening berkerut.“Apa dia mau mandi?” pikir pria itu dengan heran dan memandang ke sekitarnya secara sekilas namun tatapannya berhenti ke sebuah benda berkilat yang harusnya tidak ada di sana. Pria itu berjalan dengan ngeri lalu mengangkat benda pipih mengkilap itu. “Cutter?” Pria itu segera menutup cutter yang dalam keadaan terbuka itu. “Buat