“Untuk apa kamu ikut?” tanya Oma Mauren.“Ikut saja.” Dima masih tetap dengan pendiriannya.“Kalau kamu ikut, Oma tidak jadi berangkat.” Oma Mauren langsung berubah pikiran. Tadinya dia ingin menghindari Dima dan Dira, tapi justru cucunya itu mau ikut. “Kalau begitu aku akan makan di sini saja.” Dima tersenyum.“Terserah.” Oma Mauren masuk ke dalam rumah. Mengabaikan Dima dan Dira.Dima hanya tersenyum melihat sang nenek berlalu begitu saja. Tidak mempermasalahkan sikap neneknya itu.“Bagaimana ini? Oma masih tidak mau bicara dengan aku.” Dira begitu takut sekali. Dia merasa jika Oma Mauren benar-benar marah dengannya.“Tenang saja. Nanti juga oma akan luluh.” Dima meyakinkan sang istri. “Ayo.” Dima segera mengajak sang istri untuk masuk ke rumah.Mereka berdua masuk ke rumah. Saat masuk ke dalam rumah tampak Opa David keluar dari kamar.“Kalian di sini?” Opa David menatap cucu dan cucu mantunya itu.“Iya, Opa, mau makan siang di sini.” Dima menjawab apa adanya.“Kebetulan, Oma sedan
Setelah kemarin Oma Mauren mengabaikan Dima dan Dira. Kali ini, Dima dan Dira datang lagi. Dima dan Dira sengaja datang saat sore. Kebetulan dosen tidak ada. Jadi Dira pulang setelah absen.Saat sampai, ternyata Oma sedang masak untuk makan malam. Dira yang melihat hal itu langsung bergegas untuk membantu. Dia sudah bertekad untuk membantu oma agar dapat mengambil hati oma.“Oma, ini mau dipotong bagaimana?” Dira menatap sang oma.“Bi, tolong suruh potong kecil-kecil saja.” Oma Mauren bicara pada asisten rumah tangga.“Kata ibu—““Baik, Bi. Sudah tahu.” Dira langsung memotong ayam sesuai dengan yang diminta oleh Oma Mauren.Oma Mauren melirik ke arah Dira. Cucu menantunya itu tampak kebal ketika tetap diabaikan.“Sudah siap semua, Oma. Apa lagi yang belum?” Dira menatap sang oma lagi.Oma Mauren sampai bingung karena pekerjaan Dira begitu cepat. Sejak tadi dia memberikan pekerjaan, tetapi selalu saja bisa dikerjakan oleh Dira.“Suruh siapkan piring saji, Bi.” Oma Mauren masih berbicar
“Harusnya kalian ke sini setiap hari. Jangan hanya sekali dua kali. Oma menunggu kalian.” Oma Mauren berkaca-kaca. Merasa sedih karena dia menunggu cucunya.Dima dan Dira saling pandang. Mereka menyimpulkan jika sebenarnya Oma Mauren mau memaafkan mereka. Namun, belum mengatakannya.Dima segera memberikan kode pada Dira. Meminta sang istri untuk mendekat. Dengan segera Dira mendekat. Bersamaan dengan sang istri, Dima juga ikut mendekat. Dira duduk di sisi kiri, dan Dima duduk di sisi kanan. Mengapit oma.“Oma, maafkan kami. Kami kemarin memang mau ke sini, tetapi karena sibuk, kami tidak bisa.” Dira meraih tangan Oma Mauren. Menggenggamnya erat.“Oma, maafkan kami. Kami janji akan datang lagi ke sini. Bukan untuk minta maaf, tapi benar-benar menemani Oma.” Dima ikut meraih tangan Oma.Melihat dua cucunya yang meminta maaf begitu besarnya, membuat Oma Mauren menangis. Dia langsung memeluk Dima dan Dira.Dima dan Dira yang dipeluk saling pandang. Ternyata akhirnya Oma Mauren mau memaafk
Hari ini Dima dan Dira pergi ke rumah sakit. Mereka rencananya akan berkonsultasi tentang pencegahan kehamilan. Sesuai dengan rencana mereka, Dira ingin hamil setelah lulus kuliah.“Aku berdebar-debar sekali. Apakah akan ada efek samping jika dilakukan pencegahan kehamilan?” Dira menatap sang suami yang sedang sibuk menyetir.Dima menoleh sejenak. Membagi konsentrasinya pada jalanan. “Aku tidak tahu ada efek sampingnya atau tidak. Sebaiknya kita tanya dokter saja nanti. Coba kamu list apa saja yang ingin kamu tanyakan.” Dia berusaha menenangkan sang istri. Dima tahu pasti jika sang istri begitu takut sekali dengan ini.“Baiklah.” Dira mengangguk. Dia berpikir untuk menanyakan langsung pada dokter nanti.Akhirnya mobil sampai di rumah sakit. Mereka segera turun dan masuk ke rumah sakit. Walaupun sudah membuat janji secara online, mereka tetap hari mengonfirmasi pendaftaran. Saat nama Dira sudah terdaftar, mereka berdua segera menuju ke bagian kandungan.Saat mereka datang, ternyata sud
“Biasa spam.” Dima mengabaikan pesan itu. Dia tidak menganggap Alia ada. Lagi pula pilihan untuk tidak mengundang Alia adalah hal yang tepat. Tidak mau terganggu dengan kehadiran Alia.Dira mengangguk. Dia juga sering mendapatkan spam chat. Mulai bank sampai pinjaman online. Itu benar-benar mengganggu sekali.Mereka kembali bekerja kembali. Mereka hanya akan bekerja beberapa hari ke depan saja karena sebentar lagi mereka akan menikah. Mereka akan libur dua hari sebelum pernikahan. Mama Ale meminta untuk mereka beristirahat lebih dulu.***Hari ini Dima dan Dira ke hotel. Pernikahan mereka akan dilaksanakan besok. Jadi mereka sudah ke hotel. Semua saudara juga sudah tinggal di hotel untuk persiapan pernikahan besok.“Ingat, kalian tidak boleh terlalu lelah. Harus banyak istirahat.” Mama Ale menatap Dima dan Dira secara bergantian.“Iya, Ma.” Dima dan Dira mengangguk. Mereka berdua pun memang tidak berniat untuk melakukan apa pun.“Sudah pergilah ke kamar kalian.”“Baiklah” Mereka menja
Tak ada jawaban dari Dira. Hanya layar gelap yang terdapat di ponselnya. Dima benar-benar bingung sekali. Karena takut jika Dira terluka mendengar apa yang baru saja dibicarakan.Dima segera berlari ke kamarnya. Dia ingin tahu apa yang terjadi pada sang istri. Dima yang berlari sampai terengah-engah. Tepat di depan kamar, Dima segera membuka mengetuk kamar tersebut. Beberapa saat kemudian pintu terbuka. Tampak Dira di sana membuka pintu. Dima yang melihat Dira segera memeluk. Dia merasa lega karena Dira baik-baik saja.“Apa kamu mendengar semua tadi?” tanya Dima.Dira mengangguk. Walaupun video tidak berjalan, tetapi suara tetap terdengar. Dira mendengar semua yang dikatakan oleh Dima. Tak ada satu kata pun terlewatkan.“Aku bisa jelaskan.” Dima melepaskan pelukannya. Menatap Dira yang berada di depannya.“Kita bicara di dalam.” Pintu masih terbuka. Dira tidak mau ada yang mendengar pembicaraan mereka. Lebih baik bicara di dalam kamar saja.“Baiklah.” Dima mengangguk.Dira segera ke s
Dira melihat wajahnya dari pantulan kaca. Tampak begitu cantik dengan riasan. Dira suka sekali dengan riasan flawless. Meskipun terlihat memakai riasan, tidak membuat dirinya seperti orang lain.Setelah memakai make up, Dira segera memakai gaun yang dipesan oleh waktu itu. Gaun ditambah dengan riasan cantik membuat Dira semakin cantik.Saat melihat penampilannya dengan gaun pernikahan, Dira merasa sedih. Dia hanya sendiri. Tak ada seorang yang mendampingi. Tak ada orang tua yang mengantarkan sampai ke pelaminan. Rasanya ada yang kurang dalam hidupnya.Suara ketukan pintu membuat Dira mengalihkan pandangan. Asisten MUA membuka pintu. Saat pintu dibuka, tampak Mama Ale yang muncul dari balik pintu.“Apa pengantin sudah selesai?” Mama Ale bertanya seraya mengayunkan langkahnya masuk. Dari kejauhan dia melihat Dira yang begitu cantik sekali. “Kamu cantik sekali.” Mama Ale membelai lembut wajah Dira. Sejenak dia teringat dengan Zira. Melihat Dira dengan jelas itu adalah saat wanita itu dat
“Tentu saja tidak. Aku tidak mengundangnya. Kamu dengar sendiri ‘kan kemarin?” Dima mencoba menjelaskan.Dira tentu saja percaya yang dikatakan oleh Dima. Jadi dia tidak mau mempermasalahkan hal itu. Memilih kembali fokus pada kebahagiaanya. Dira kembali tersenyum ketika melihat para tamu undangan. Langkahnya terus diayunkan ke pelaminan.Dima dan Dira melewati serangkaian acara. Mulai memotong kue pesta pernikahan sampai berdansa bersama. Dira benar-benar bahagia sekali. Karena acara begitu meriah sekali. Pastinya rangkaian acara akan menjadi kenang-kenangan baginya.Saat berdansa, mereka berdua jadi pusat perhatian para tamu undangan. Mereka begitu senang melihat pasangan yang baru saja menikah itu.“Dira benar-benar seperti cerita dongeng. Dari cleaning servis, sampai jadi istri CEO.”“Aku pikir hanya cerita dongeng saja, tetapi ini adalah nyata.”Obrolan para karyawan itu mengiringi Dima dan Dira yang sedang berdansa di atas pelaminan.Dima dan Dira tentu saja tidak mendengar obro