“Benarkah ini kamu, Carra?” ucap Axton sambil memeluk erat tubuh Kimberly.Kini dia merasakan keterikatan dengan Kimberly, hal yang tidak dia dapatkan dari wanita yang selama ini mengaku sebagai Carra.“Bagaimana keadaan papa dan mama? Aku melihat tubuh mereka penuh dengan darah,” tanya Kimberly dengan ingatan yang masih bercampur sehingga belum sadar jika orang tuanya sudah meninggal.Axton melepaskan pelukannya dan menangkup wajah Kimberly. Matanya menatap wanita itu dengan tatapan sendu. “Papa dan mama sudah meninggal puluhan tahun yang lalu dan kamu menghilang untuk waktu yang sangat lama.”Tubuh Kimberly seketika gemetar, tangisannya pecah mengingat semua kecelakaan yang menimpa dirinya dan orang tuanya.“Tenangkan dirimu! aku akan memanggil dokter. Kamu sudah tidur terlalu lama,” ucap Axton hendak pergi, namun Kimberly menahan kepergiannya.“Jangan tinggalkan aku sendiri, aku takut.”“Kamu aman di sini. Tidak ada yang akan melukaimu,” Axton berusaha menyakinkan Kimberly, namun K
Richard termenung di penthouse ditemani sebotol wiski. Wajahnya kusut dengan rambut yang mulai tumbuh di wajahnya dan dia sama sekali tidak berniat membersihkannya.Hatinya kosong dan hidupnya terasa hampa karena kehilangan istrinya. Berkali-kali dia mencoba menghubungi Kimberly tetapi nomornya tidak terhubung. Benarkah pertengkaran mereka yang sepele membuat wanita itu meninggalkannya?“Sepele?” gumam Richard lirih.Pikiran lain terlintas di kepalanya. Apakah untuk seorang wanita, apa yang dia perbuat adalah hal fatal yang tidak termaafkan? Tidakkah cukup bagi Kimberly setelah dirinya mengatakan jika hanya wanita itu yang bisa menyentuhnya? bahkan Carra tidak berarti lagi baginya.Segala pemikiran tentang Kimberly benar-benar membuatnya pusing dan menyita seluruh pikiran dan tenaga. Hal yang tak pernah terjadi dalam hidupnya.Pekerjaan seberat apapun masih bisa dia tanggung. Perselisihan antara dirinya dengan Johana pun masih bisa dia kendalikan, namun urusan Kimberly membuat duniany
Beberapa hari setelah kedatangan Richard, Kimberly mengurung diri di kamar. Dia hanya duduk termenung dengan tatapan kosong menatap keluar jendela dengan pikiran yang melayang entah kemana.Bahkan ketika Axton masuk ke kamar itu membawakan makanan, Kimberly tidak menyadarinya.“Seharian kamu tidak makan, makanlah sedikit sup hangat ini,” suara Axton berhasil membuat Kimberly mengalihkan tatapannya dari jendela.“Aku tidak lapar,” tolak Kimberly.“Meski kamu tidak lapar, tetapi kamu harus tetap makan. Ingat janin yang ada di dalam kandunganmu, dia butuh nutrisi untuk tumbuh dan berkembang,” bujuk Axton dengan lembut.Kimberly kemudian mengusap perutnya yang masih rata dengan pikiran yang menerawang jauh, membuat Axton bersuara kembali untuk membawa pikiran Kimberly pulang.“Jangan biarkan dirimu sakit! anakmu butuh rasa aman dan perhatian darimu. Dia bisa merasakan apa yang kamu rasakan saat ini. Jika kamu sedih, maka anakmu juga akan merasa sedih.”Perkataan Axton membuat Kimberly men
Setelah tiga hari di rawat di rumah sakit, seminggu kemudian Richard sudah kembali bekerja. Dia masih berkutat dengan pekerjaannya yang menumpuk ketika pintu ruang kerjanya terbuka dengan kasar.Richard menegakkan wajah untuk melihat siapa orang yang sangat tidak sopan yang berani masuk ruangannya tanpa mengetuk pintu. Rahangnya mengeras dengan senyum sinis terkembang di bibir, mengetahui siapa yang datang.“Tidak heran jika kamu yang datang, orang lain tidak ada yang sepertinya yang tidak punya rasa sopan santun saat bertamu,” sindirnya pada ibu tirinya.“Aku mendengar dari pengacara keluarga jika kamu sedang mengurus perceraianmu dengan Kimberly, apa yang terjadi? Bukankah rumah tanggamu baik-baik saja selama ini?” cecar Johana.“Rumah tangga papa dan mama juga baik-baik saja sebelum kamu datang dan menghancurkan kebahagiaan kami. Kini aku dan Kimberly tidak ada bedanya dengan kalian,” balas Richard sambil kembali berkutat pada pekerjaannya, tidak peduli dengan kehadiran Johana.“Ak
Beberapa hari setelah kedatangan Johana, apa yang dikatakan wanita itu benar terjadi, surat perceraian dari Richard datang dan kini Kimberly memegangnya dengan hati yang hancur. Matanya menatap nanar surat yang ada di tangannya, air matanya kemudian jatuh ke dokumen yang harus ditandatangani olehnya.“Beginikah akhir dari kisah kita? Pernikahan yang seharusnya kita jaga dengan baik ternyata tidak bisa kita pertahankan. Aku tidak punya kekuatan untuk melindungi anak kita, hanya ini yang mampu aku lakukan untuk melindunginya. Aku tidak ingin kehilangan anakku seperti Johana kehilangan anaknya,” Kimberly bicara pada dirinya.Dengan tangan gemetar, Kimberly menandatangani dokumen perceraiannya lalu menyerahkannya pada Axton.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Axton mengkhawatirkan adiknya.Kimberly menggeleng pelan menjawab pertanyaan kakaknya. “Bagaimanapun aku harus kuat bertahan demi anakku.”“Apa yang bisa aku lakukan untuk meringankan sedikit bebanmu?”“Entahlah, bahkan aku sendiri
“Apakah dia sudah pergi?” tanya Kimberly menyambut kakaknya saat masuk ke kamarnya.“Ya, Johana sudah pergi,” jawab Axton.“Apa yang dia inginkan? Kenapa dia datang lagi ke sini? bukankah aku sudah bercerai dengan Richard? aku tidak memiliki hubungan lagi dengan keluarga Jackson,” ujar Kimberly yang kini sudah merasa putus hubungan dengan orang-orang yang dulu sangat dekat dengannya.Awalnya Axton tampak ragu, tetapi dia kemudian mengulurkan undangan yang Johana berikan kepada Kimberly.“Richard akan menikah dengan Carra. Dia mengingatkanmu jika ini adalah kesempatan terakhir bagimu untuk kembali bisa kembali kepada Richard dan mempertahankan hubungan yang sempat terjalin sebelumnya.”“Menikah dengan Carra? secepat itu?” ucap Kimberly memastikan apa yang dia dengar sambil mengambil undangan tersebut dari tangan Axton.“Ya, mereka akan menikah,” ulang Axton.Kimberly duduk lunglai di pinggir ranjang dengan hati yang hancur. Mereka memang sudah bercerai, namun perasaan dirinya pada Rich
“Apa-apaan ini?” seru Richard sambil melempar sebuah undangan ke meja kerja Douglas.“Ini adalah undangan pernikahanmu dengan Carra seperti yang pernah kita bicarakan sebelumnya. Uncle sudah membicarakannya dengan Carra dan dia sangat senang dengan hal itu, jadi uncle membuatnya untuk kalian,” jawab Douglas tanpa rasa bersalah.“Aku tidak pernah menyetujui apa yang uncle katakan, kenapa uncle membuat undangan pernikahan seperti ini dan undangan itu sudah tersebar tanpa sepengetahuanku?” geram Richard.“Uncle mengkhawatirkanmu, Richard. Semenjak perceraianmu dengan Kimberly, hidupmu begitu kacau, produktivitas mu menurun, jam kerjamu makin lama, tetapi hasilnya malah sebaliknya. Kamu selalu pulang larut malam namun tidak ada tender satu pun yang kamu selesaikan. Kamu harus melupakan Kimberly dan uncle yakin hanya Carra cinta pertamamu yang bisa mengembalikanmu ke performa mu yang dulu.”“Cintaku pada Carra sudah luntur. Aku tidak mungkin menikahi wanita yang tidak aku cintai,” ujar Ric
Braakkk …Pintu apartemen Carra terbuka dengan kasar, terlihat Richard muncul dengan wajah garang dari balik pintu tersebut. Dia kemudian menutup kembali pintu di belakangnya dengan menendangnya. Carra yang ada di dalam apartemen, terkejut dengan kedatangan Richard.Wanita itu awalnya tidak tahu jika Richard sudah mengetahui kebohongannya. Dengan penuh sandiwara, dia memasang muka sedih lalu berlari ke arah Richard hendak memeluknya, namun Richard langsung menghindar.“Mamamu tiba-tiba mengurungku dan marah padaku tanpa alasan yang jelas. Bujuklah dia sehingga aku tidak terkurung lagi disini, aku yakin dia tidak setuju dengan pernikahan kita sehingga melakukan hal sekejam ini padaku.” Masih dengan tidak tahu diri, Carra merengek di hadapan Richard, membuat Richard semakin muak.“Masih bagus Johana mengurungmu di sini, bukan di penjara. Lagi pula siapa yang akan menikah denganmu?” balas Richard sinis.“Apa maksudmu?” ujar Carra mengerutkan keningnya tajam.Richard yang mendapat pertany
Sebuah rumah klasik elegan dengan halaman yang luas disulap menjadi taman yang indah penuh dengan bunga segar dilengkapi kelambu putih sehingga menciptakan suasana romantis.Karpet putih dengan rangkaian bunga harum tergelar menuju sebuah altar dengan dekorasi yang mengagumkan. Kanan kiri karpet tersebut berjajar rapi kursi kayu yang siap menampung para tamu undangan dalam pesta pernikahan Jackson.Saat matahari merangkak meninggi, satu persatu kursi tersebut mulai terisi yang didominasi oleh keluarga besar Jackson.Pernikahan Allie dan Arlo digelar dua minggu setelah lamaran mereka. Meski dengan persiapan yang singkat namun pesta yang digelar tidak mengecewakan. Keduanya sepakat hanya mengundang tamu terbatas demi menjaga kesakralan upacara pernikahan.Acara tersebut digelar di rumah yang akan menjadi tempat tinggal Arlo dan keluarga kecilnya bersama Allie, rumah yang didesain oleh Arlo sendiri sesuai dengan impian yang pernah Allie ceritakan padanya.Tak lama setelah kursi penuh par
“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Arlo berlari mendapatkan Allie ketika wanita itu keluar bersama Britne untuk menemui keluarga Jackson yang masih berkumpul di ruang makan. Ketegangan masih tampak jelas di raut wajah mereka.Allie menatap Arlo dengan tatapan bersalah membuat jantung pria itu berdetak kencang dan rasa gelisah mencengkram hatinya, mengira jika Allie menolak lamarannya.“Apakah kamu ingin bicara berdua saja denganku sebelum kita bertemu keluargaku? Aku tidak ingin kamu terbeban dengan lamaran yang aku ajukan,” lanjut Arlo ingin menenangkan wanita yang dia cintai.“Maafkan aku karena merusak lamaranmu,” balas Allie dengan nada tercekat.“Aku yang seharusnya meminta maaf karena terlalu terburu-buru melamarmu dan membuatmu syok. Aku bisa mengerti jika kamu belum bisa memberikan jawaban, sekarang yang terpenting kamu baik-baik saja.”Britne yang mencuri dengar perkataan Arlo, menepuk pundak sepupunya itu. “Jangan terlalu cepat menyimpulkan, beri Allie waktu untuk bicara!”
“Apakah kamu merasa gugup?” tanya Arlo menggenggam tangan Allie yang terkait dan terlihat gemetar.Keduanya berada di dalam mobil yang berhenti di depan teras kediaman Jackson, sedangkan Barnes tidur di bahu Arlo.“Sedikit,” jawab Allie pelan. “Ada siapa saja di sana?” lanjutnya sambil menatap rumah besar dan megah milik keluarga Jackson.“Semuanya ada di sana, Britne pun ada di sana.”“Bisakah kamu memberi waktu sebentar, aku masih terlalu gugup,” pinta Allie.“Aku akan menemanimu di sini,” balas Arlo tak ingin meninggalkan wanita yang dicintainya, tanpa ragu memeluk dan mengusap punggung Allie.Setelah keberanian Allie terkumpul, dia mengajak Arlo untuk masuk. “Aku sudah siap,” ujarnya.Arlo menggandeng tangan wanita yang dicintainya dengan posesif dan membawanya ke ruang tengah rumah itu, dimana keluarga besarnya sering berkumpul di sana.“Selamat malam,” sapa Arlo membuat semua orang di ruangan itu menoleh dan menatap kedatangan mereka.Keadaan seketika menjadi sunyi, semua mata t
“Tidak perlu khawatir, aku bisa mengajarimu bagaimana menjadi wanita Jackson,” suara Kimberly mengagetkan Allie.Dia menoleh dan mendapatkan wanita itu berjalan mendekatinya dengan Barnes ada di gendongannya.“Apakah Barnes merepotkanmu, Nyonya Kimberly?” ucap Allie sambil mengambil putranya dari gendongan Kimberly.“Dia anak yang cerdas dan menggemaskan, wajahnya sangat mirip dengan Arlo saat masih seumurannya, Barnes sama sekali tidak merepotkanku,” kata Kimberly.“Terima kasih telah menjaganya.”“Kamu tidak perlu berterima kasih karena dia juga cucuku. Aku berharap malam ini kamu dan Barnes akan menginap di kediaman Jackson sehingga aku punya banyak waktu untuk mengenal cucuku,” balas Kimberly tersenyum mendengar ocehan Barnes.Tubuh Allie menegang mendengar harapan Kimberly akan dirinya dan Barnes. Rasanya terlalu cepat untuk masuk ke dalam keluarga billionaire tersebut.“Aku akan bicara dengan Arlo terlebih dahulu,” Allie mencari alasan untuk menghindar dan berniat untuk melarang
Allie membuka mata dengan senyum cerah mengingat percintaan panasnya bersama Arlo semalam serta hubungan mereka yang membaik. Dia mencari keberadaan pria itu dan menemukannya sedang duduk di pinggir ranjang membelakanginya.Pria itu masih belum berpakaian hingga memperlihatkan punggungnya yang menawan membuat matanya tak berkedip dan tatapannya tak bisa lepas dari sana.Sadar jika Arlo sedang menerima panggilan dari ponselnya, membuat Allie sengaja tidak mengganggunya. Dia menggeser tubuhnya mendekati Arlo lalu mengusap punggung pria itu.“Siapa yang menelepon sepagi ini?” tanyanya saat melihat Arlo mengakhiri panggilan.Pria itu menoleh dan memperlihatkan wajah tegang yang tidak bisa disembunyikan membuat Allie merasa cemas. “Apakah semua baik-baik saja?”“Mamamu masuk rumah sakit,” ujarnya.“Ada apa dengan mamaku? terakhir kali aku bicara dengannya, dia baik-baik saja.”“Dia mengalami kekerasan dari papa tirimu, aku meminta bantuan papa untuk menangani kasus mamamu.”“Aku harus kemb
Allie merasa senang telah mengizinkan Arlo menghabiskan waktu bersama putranya. Wajah pria itu terus berbinar penuh kebahagiaan, hal itu membuat Allie bertekad bulat untuk menjadi wanita yang pantas untuk Arlo, wanita dewasa dan elegan yang tidak gegabah menyimpulkan sesuatu yang dia lihat dan dengar.Malam harinya Allie mengunci diri di kamar mandi cukup lama, menatap dirinya di cermin dengan pakaian menantang. Lingerie transparan dipakainya, hingga tubuhnya terlihat sangat menggoda dengan aset-aset yang tak bisa disembunyikan.“Apakah aku terlihat seperti wanita jalang?” gumamnya pada diri sendiri.“Persetan dengan hal itu, aku ingin menyenangkan Arlo malam ini,” Allie berusaha menghapus keraguan yang menyelimuti.“Sayang, apakah kamu baik-baik saja?” suara Arlo dari luar mengagetkan.“Aku baik-baik saja,” jawab Allie cepat.“Kamu sudah terlalu lama di kamar mandi, itu bisa membuatmu sakit,” Arlo mengingatkan.“Sebentar lagi aku akan keluar.”“Apakah kamu tidak nyaman aku berada di
Allie menghentikan kegiatan memasak ketika ada yang mengetuk pintu rumah. Dia membersihkan tangan dengan serbet lalu pergi untuk membuka pintu bagi tamunya.Keningnya berkerut heran ketika melihat seorang wanita cantik setengah baya dengan kacamata hitam dan pakaian elegan berdiri di depannya.“Ada yang bisa aku bantu?” tanya Allie sopan.Wanita itu membuka kacamata dan tersenyum ramah. “Apakah kamu bernama Allie?” wanita itu ganti bertanya.“Benar Nyonya, apakah aku mengenalmu?” Allie semakin heran dengan identitas tamunya.Wanita itu kemudian mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri. “Namaku Kimberly Jackson, istri dari Richard Jackson, mama Arlo. Senang bertemu denganmu, Allie. Sudah lama aku ingin melihat wajahmu.”Wajah Allie seketika memucat mengetahui siapa yang berdiri di depannya, tubuhnya menegang merasa terancam oleh kedatangan wanita itu. Dia teringat bagaimana papa Arlo mengusir dan menyuruhnya pergi menjauh dari putranya.“Arlo sedang berada di rumah Britne, kamu bis
“Aku mengambil resiko besar dengan kembali membiarkanmu menyentuhku lagi,” ujar Allie sambil mengusap dagu Arlo yang ditumbuhi rambut-rambut kecil kasar, menelusuri dengan jari lentiknya.Mata Arlo terpejam menikmati sentuhan yang mengalirkan sengatan listrik kecil, lalu mengerang merespon. Saat pria itu membuka mata, Allie bisa melihat tatapan yang menggelap penuh gairah.“Fokuslah padaku saja! Abaikan semua hal yang menjadi penghalang hubungan kita,” pinta Arlo dengan tatapan penuh komitmen akan hubungan kita.“Berjanjilah kamu tidak akan mengambil Barnes dariku!”“Aku berjanji. Tak sedikitpun terlintas dalam pikiranku untuk memisahkanmu dengan putra kita. Dia akan tetap bersamamu, bersama kita.”“Kita …?” gumam Allie lirih.Arlo merendahkan kepala lalu mendekatkan bibir di telinga Allie. “Ya, kita. Kita akan menjadi keluarga yang utuh. Jangan sampai karena keegoisan, Barnes kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan.”Bisikan Arlo seperti mantra yang meluluhkan hati. Desah
Saat matahari sudah tinggi, Allie terbangun dari tidurnya dan terkejut karena dia bangun terlalu siang. Hal ini karena dirinya baru saja tidur beberapa menit sebelum matahari terbit.Dia segera membersihkan diri dan pergi ke kamar Barnes untuk memeriksa keadaan putranya. Lagi-lagi dia dikejutkan dengan keberadaan Arlo yang ada disana. Ada warna gelap di kantung mata pria itu, membuatnya sadar jika Arlo tidak tidur semalaman.“Apakah kamu tidak tidur?” tanya Allie.“Aku tidak bisa tidur, hujan dan petirnya baru berhenti dini hari dan mungkin juga karena aku terlalu senang bisa menghabiskan malam bersama putraku. Tapi jangan khawatir, semalam Barnes bisa tidur dengan nyenyak dan aku tidak mengganggunya,” jawab Arlo tidak ingin Allie salah paham padanya.“Bersihkan dirimu! aku akan membuat sarapan. Setelah kamu makan, kamu bisa tidur lalu pulang ke New City,” tegas Allie masih memasang dinding tebal terhadap Arlo.Selesai sarapan, Allie mengizinkan Arlo untuk tidur di kamarnya. Dia tidak