Sesampainya di kamar, bukannya segera memeriksa luka Allie, Petric malah mondar-mandir di tengah ruangan sambil meracau tidak begitu jelas, suaranya bergetar dan tangannya pun gemetar.“Bagaimana jika lukamu parah? Bagaimana jika kamu mati? apa yang harus aku lakukan?” Petric terus mengulang kata-kata itu mengabaikan kondisi Allie.“Petric!” seru Allie menyadarkan pria itu.Langkah Petric seketika terhenti dan dia menatap nanar ke arah Allie.“Dengarkan aku, Petric. Pergilah ke apotek dan belilah obat ini!” perintah Allie sambil mengulurkan kertas catatan dengan tangan yang berlumuran darah. Bahkan Petric tidak tahu kapan Allie menulis apa yang dia butuhkan.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Petric memastikan.“Aku baik-baik saja, ini hanya luka goresan dan waktu kecil aku sering mendapatkan luka seperti ini. Aku hanya butuh semua barang yang aku tuliskan untuk menghentikan darahnya,” jawab Allie berusaha menenangkan Petric.Mendengar hal itu, Petric segera bergegas pergi untuk menc
“Kamu tidak bisa melakukannya, aku sangat membutuhkan uang itu,” mohon Allie menekan harga diri demi operasi putranya.Dengan tampang dingin dan tatapan mengunci, Arlo berjalan mendekati Allie, memutari tubuh wanita itu dan berhenti di belakangnya.Allie terpekik kaget ketika tangan pria itu melingkar di perutnya dan menarik tubuhnya, sehingga punggungnya menabrak dada Arlo yang terasa lebih liat dan keras dari terakhir kali dia merasakannya.Nafasnya tercekat merasakan tangan pria itu bergerak mengusap ke permukaan perutnya lalu naik menyentuh leher jenjangnya.Bibir Arlo mendekat ke telinga Allie dan berbisik halus di sana. “Aku bisa memberimu uang lebih banyak dari yang ingin kamu pinjam dan kamu tidak perlu membayarnya kembali, tetapi tentu saja semua itu tidak ada yang gratis.”Tubuh Allie gemetar merasakan nafas panas yang menyapu daun telinganya, bahkan Arlo sengaja menyentuhkan ujung lidahnya ke sepanjang daun telinga tersebut, meninggalkan jejak dingin ketika sesuatu yang lem
Allie terkejut tetapi tidak bisa melakukan apapun saat Arlo mengungkungnya. Tubuhnya membeku saat tangan pria itu membuka satu persatu kancing bajunya hingga memperlihatkan kedua bukit kembar yang masih tertutup rapat.Dengan kasar, Arlo menurunkan penutupnya hingga pemandangan indah terpampang jelas di depan mata. Sinar matahari yang menempa kulit Allie membuat kulit itu bersinar mengagumkan. Arlo menatapnya dengan binar senang, namun ekspresi pria itu membuat Allie merasa muak.Pria itu menelusuri leher jenjang Allie lalu turun menyapu puncak dadanya. Allie menggigit bibir agar tidak mendesah sambil memalingkan muka ketika tangan pria itu meremas dadanya dan menggodanya.Sikap Allie yang menghindarinya membuat Arlo marah, dia mencengkram rahang Allie dan menghadapkan wajah wanita itu ke arahnya.“Aku tidak suka kamu memalingkan muka dariku. Tatap aku! Lihatlah pria yang kamu campakkan ini, sekarang dia bisa memuaskanmu,” geram Arlo yang kemudian melumat bibir Allie dengan kasar dan
“Mana uang yang kamu janjikan?” tanya Allie saat melihat Arlo keluar dari kamar mandi.Dia menekan harga diri demi mendapatkan hak yang sudah dijanjikan karena jika hari ini dia tidak mendapatkan uang tersebut, maka operasi putranya akan diundur.“Kenapa kamu sekarang jadi tidak sabaran jika berurusan dengan uang?” balas Arlo dingin menahan rasa kesal karena yang dipikiran Allie hanya sekedar uang, bahkan dia tidak tahu apakah wanita itu menikmati percintaan mereka atau tidak.“Aku sangat membutuhkannya,” jawab Allie.“Untuk apa? Untuk jaminan hidupmu atau untuk bersenang-senang?” sindir Arlo.“Itu bukan urusanmu. Jangan jadi pria yang melanggar janjimu sendiri!” singgung Allie karena khawatir jika Arlo hanya mempermainkannya dan tidak benar-benar memberikan uang yang dia butuhkan.“Bukan aku yang suka melanggar janji, tetapi kamu yang melakukannya. Bercerminlah sebelum menuduh orang,” geram Arlo, membuat Allie bungkam karena tak bisa membela diri.Dia hanya bisa menunduk pasrah, berh
Setelah menyelesaikan semua berkas dan membayar biaya awal yang dibutuhkan untuk operasi putranya, Allie berjalan terseok di lorong rumah sakit. Nyeri di pinggang bekas benda tajam yang menggoresnya membuatnya kesakitan.Cengkeraman Arlo sepertinya membuat lukanya kembali terbuka dan berdarah, dia berniat untuk membersihkan luka tersebut dan mengobatinya tetapi tiba-tiba pandangannya menggelap. Keringat dingin membasahi tubuh dan wajahnya terlihat sangat pucat.Tak mampu mempertahankan kesadarannya, Allie jatuh tersungkur di lantai rumah sakit yang keras dan dingin.Saat membuka mata, dia sudah terbaring di ranjang rumah sakit dengan infus yang terpasang di tangan. Dia menoleh dan mendapati seorang dokter sedang menatapnya.“Ada apa denganku? apa yang terjadi?” tanya Allie dengan suara parau lirih.“Luka di pinggangmu mengalami infeksi membuatmu demam dan hilang kesadaran,” jelas dokter tersebut.“Berapa lama aku pingsan?”“Satu hari lebih karena kami memberimu obat saat menanganimu.”
“Allie, kamu mau kemana?” seru Petric dari ambang pintu kamar dimana Allie dirawat.Pria itu langsung berlari cepat melihat Allie tertatih turun dari ranjang berusaha untuk berdiri dengan tiang infus sebagai penopangnya. Dengan sigap dia membantu Allie dan memastikan jika wanita itu baik-baik saja.“Aku ingin keluar sebentar,” balas Allie tanpa menjelaskan lebih rinci tentang tujuannya.“Tubuhmu belum sepenuhnya membaik, dokter menyarankanmu jangan banyak bergerak,” Petric mengingatkan.“Pergilah jika kamu datang ke sini hanya untuk melarangku ini dan itu,” tolak Allie.Tidak menanggapi perkataan wanita itu, Petric menggandeng tangan Allie dan tak melarang lagi kemana wanita itu akan pergi. “Aku akan mengantarmu dan memastikan keadaanmu baik-baik saja. Jadi, kemana kamu akan pergi?”Mendengar hal tersebut langkah Allie terhenti, dia menatap Petric dan terdiam sejenak, membuat pria itu salah tingkah dengan sikap anehnya.“Aku ingin pergi ke ruang rawat anak,” jawab Allie kemudian.“Unt
Allie duduk di ruang tunggu gedung Jackson dengan perasaan cemas, kakinya terus bergerak di bawah meja dengan tangan saling terkait, sesekali dia meremas jari-jari tangan untuk mengurangi kegugupan yang melanda.Rasa syok melingkupi ketika Petric memberitahu tentang kepindahannya ke kantor pusat. Jika saja dirinya tidak butuh uang untuk pengobatan Barnes serta tidak terikat kontrak dengan Arlo, saat itu juga dia pasti sudah mengajukan pengunduran diri. Namun kenyataannya, Arlo berhasil mengikatnya demi memuaskan hasrat dan balas dendam.Allie menegakkan tubuh ketika pintu ruangan terbuka, seorang wanita dengan rambut disanggul rapi dan sepatu hak tinggi muncul dari balik pintu lalu berjalan mendekatinya.“Nona Allie, Tuan Jackson memanggil Anda. Mari ikut dengan saya, saya akan mengantar Anda ke ruangannya,” ujar wanita itu dengan sopan.Allie mengangguk lalu beranjak dari tempat duduk, perasaannya campur aduk, dia pun pasrah berjalan di belakang wanita itu seakan sedang diantar ke pe
Setelah melakukan semua perintah Arlo, Allie menjauhkan diri dari kerumunan. Dia mencari keberadaan pria itu yang tiba-tiba menghilang entah kemana. Beberapa kali dia melihat jam di tangan karena tidak ingin terlalu malam kembali ke New City, mengingat Barnes di rumah sakit.“Nona Allie?” suara seorang wanita mengagetkan.“Ya,” jawab Allie heran karena ada yang mengenalnya di tempat asing tersebut selain Arlo.“Tuan Jackson meminta Anda untuk ke kamar terlebih dahulu karena dia masih ada urusan. Ini adalah kunci kamar Anda, di dalamnya sudah ada nomor kamar dan lantainya,” kata wanita itu sambil menyerahkan amplop berisi kartu kamar hotel yang jadi satu dengan gedung konferensi.“Kamar? Apa maksudmu? Aku harus segera kembali ke New City sebelum malam,” protes Allie yang bingung dengan rencana Arlo, dia tidak mungkin menginap di Skyland.“Anda diminta menemani Tuan Jackson sampai acara konferensi selesai.”“Bukankah acaranya sudah selesai? Aku sudah menemui para tamu seperti yang dia p
Sebuah rumah klasik elegan dengan halaman yang luas disulap menjadi taman yang indah penuh dengan bunga segar dilengkapi kelambu putih sehingga menciptakan suasana romantis.Karpet putih dengan rangkaian bunga harum tergelar menuju sebuah altar dengan dekorasi yang mengagumkan. Kanan kiri karpet tersebut berjajar rapi kursi kayu yang siap menampung para tamu undangan dalam pesta pernikahan Jackson.Saat matahari merangkak meninggi, satu persatu kursi tersebut mulai terisi yang didominasi oleh keluarga besar Jackson.Pernikahan Allie dan Arlo digelar dua minggu setelah lamaran mereka. Meski dengan persiapan yang singkat namun pesta yang digelar tidak mengecewakan. Keduanya sepakat hanya mengundang tamu terbatas demi menjaga kesakralan upacara pernikahan.Acara tersebut digelar di rumah yang akan menjadi tempat tinggal Arlo dan keluarga kecilnya bersama Allie, rumah yang didesain oleh Arlo sendiri sesuai dengan impian yang pernah Allie ceritakan padanya.Tak lama setelah kursi penuh par
“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Arlo berlari mendapatkan Allie ketika wanita itu keluar bersama Britne untuk menemui keluarga Jackson yang masih berkumpul di ruang makan. Ketegangan masih tampak jelas di raut wajah mereka.Allie menatap Arlo dengan tatapan bersalah membuat jantung pria itu berdetak kencang dan rasa gelisah mencengkram hatinya, mengira jika Allie menolak lamarannya.“Apakah kamu ingin bicara berdua saja denganku sebelum kita bertemu keluargaku? Aku tidak ingin kamu terbeban dengan lamaran yang aku ajukan,” lanjut Arlo ingin menenangkan wanita yang dia cintai.“Maafkan aku karena merusak lamaranmu,” balas Allie dengan nada tercekat.“Aku yang seharusnya meminta maaf karena terlalu terburu-buru melamarmu dan membuatmu syok. Aku bisa mengerti jika kamu belum bisa memberikan jawaban, sekarang yang terpenting kamu baik-baik saja.”Britne yang mencuri dengar perkataan Arlo, menepuk pundak sepupunya itu. “Jangan terlalu cepat menyimpulkan, beri Allie waktu untuk bicara!”
“Apakah kamu merasa gugup?” tanya Arlo menggenggam tangan Allie yang terkait dan terlihat gemetar.Keduanya berada di dalam mobil yang berhenti di depan teras kediaman Jackson, sedangkan Barnes tidur di bahu Arlo.“Sedikit,” jawab Allie pelan. “Ada siapa saja di sana?” lanjutnya sambil menatap rumah besar dan megah milik keluarga Jackson.“Semuanya ada di sana, Britne pun ada di sana.”“Bisakah kamu memberi waktu sebentar, aku masih terlalu gugup,” pinta Allie.“Aku akan menemanimu di sini,” balas Arlo tak ingin meninggalkan wanita yang dicintainya, tanpa ragu memeluk dan mengusap punggung Allie.Setelah keberanian Allie terkumpul, dia mengajak Arlo untuk masuk. “Aku sudah siap,” ujarnya.Arlo menggandeng tangan wanita yang dicintainya dengan posesif dan membawanya ke ruang tengah rumah itu, dimana keluarga besarnya sering berkumpul di sana.“Selamat malam,” sapa Arlo membuat semua orang di ruangan itu menoleh dan menatap kedatangan mereka.Keadaan seketika menjadi sunyi, semua mata t
“Tidak perlu khawatir, aku bisa mengajarimu bagaimana menjadi wanita Jackson,” suara Kimberly mengagetkan Allie.Dia menoleh dan mendapatkan wanita itu berjalan mendekatinya dengan Barnes ada di gendongannya.“Apakah Barnes merepotkanmu, Nyonya Kimberly?” ucap Allie sambil mengambil putranya dari gendongan Kimberly.“Dia anak yang cerdas dan menggemaskan, wajahnya sangat mirip dengan Arlo saat masih seumurannya, Barnes sama sekali tidak merepotkanku,” kata Kimberly.“Terima kasih telah menjaganya.”“Kamu tidak perlu berterima kasih karena dia juga cucuku. Aku berharap malam ini kamu dan Barnes akan menginap di kediaman Jackson sehingga aku punya banyak waktu untuk mengenal cucuku,” balas Kimberly tersenyum mendengar ocehan Barnes.Tubuh Allie menegang mendengar harapan Kimberly akan dirinya dan Barnes. Rasanya terlalu cepat untuk masuk ke dalam keluarga billionaire tersebut.“Aku akan bicara dengan Arlo terlebih dahulu,” Allie mencari alasan untuk menghindar dan berniat untuk melarang
Allie membuka mata dengan senyum cerah mengingat percintaan panasnya bersama Arlo semalam serta hubungan mereka yang membaik. Dia mencari keberadaan pria itu dan menemukannya sedang duduk di pinggir ranjang membelakanginya.Pria itu masih belum berpakaian hingga memperlihatkan punggungnya yang menawan membuat matanya tak berkedip dan tatapannya tak bisa lepas dari sana.Sadar jika Arlo sedang menerima panggilan dari ponselnya, membuat Allie sengaja tidak mengganggunya. Dia menggeser tubuhnya mendekati Arlo lalu mengusap punggung pria itu.“Siapa yang menelepon sepagi ini?” tanyanya saat melihat Arlo mengakhiri panggilan.Pria itu menoleh dan memperlihatkan wajah tegang yang tidak bisa disembunyikan membuat Allie merasa cemas. “Apakah semua baik-baik saja?”“Mamamu masuk rumah sakit,” ujarnya.“Ada apa dengan mamaku? terakhir kali aku bicara dengannya, dia baik-baik saja.”“Dia mengalami kekerasan dari papa tirimu, aku meminta bantuan papa untuk menangani kasus mamamu.”“Aku harus kemb
Allie merasa senang telah mengizinkan Arlo menghabiskan waktu bersama putranya. Wajah pria itu terus berbinar penuh kebahagiaan, hal itu membuat Allie bertekad bulat untuk menjadi wanita yang pantas untuk Arlo, wanita dewasa dan elegan yang tidak gegabah menyimpulkan sesuatu yang dia lihat dan dengar.Malam harinya Allie mengunci diri di kamar mandi cukup lama, menatap dirinya di cermin dengan pakaian menantang. Lingerie transparan dipakainya, hingga tubuhnya terlihat sangat menggoda dengan aset-aset yang tak bisa disembunyikan.“Apakah aku terlihat seperti wanita jalang?” gumamnya pada diri sendiri.“Persetan dengan hal itu, aku ingin menyenangkan Arlo malam ini,” Allie berusaha menghapus keraguan yang menyelimuti.“Sayang, apakah kamu baik-baik saja?” suara Arlo dari luar mengagetkan.“Aku baik-baik saja,” jawab Allie cepat.“Kamu sudah terlalu lama di kamar mandi, itu bisa membuatmu sakit,” Arlo mengingatkan.“Sebentar lagi aku akan keluar.”“Apakah kamu tidak nyaman aku berada di
Allie menghentikan kegiatan memasak ketika ada yang mengetuk pintu rumah. Dia membersihkan tangan dengan serbet lalu pergi untuk membuka pintu bagi tamunya.Keningnya berkerut heran ketika melihat seorang wanita cantik setengah baya dengan kacamata hitam dan pakaian elegan berdiri di depannya.“Ada yang bisa aku bantu?” tanya Allie sopan.Wanita itu membuka kacamata dan tersenyum ramah. “Apakah kamu bernama Allie?” wanita itu ganti bertanya.“Benar Nyonya, apakah aku mengenalmu?” Allie semakin heran dengan identitas tamunya.Wanita itu kemudian mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri. “Namaku Kimberly Jackson, istri dari Richard Jackson, mama Arlo. Senang bertemu denganmu, Allie. Sudah lama aku ingin melihat wajahmu.”Wajah Allie seketika memucat mengetahui siapa yang berdiri di depannya, tubuhnya menegang merasa terancam oleh kedatangan wanita itu. Dia teringat bagaimana papa Arlo mengusir dan menyuruhnya pergi menjauh dari putranya.“Arlo sedang berada di rumah Britne, kamu bis
“Aku mengambil resiko besar dengan kembali membiarkanmu menyentuhku lagi,” ujar Allie sambil mengusap dagu Arlo yang ditumbuhi rambut-rambut kecil kasar, menelusuri dengan jari lentiknya.Mata Arlo terpejam menikmati sentuhan yang mengalirkan sengatan listrik kecil, lalu mengerang merespon. Saat pria itu membuka mata, Allie bisa melihat tatapan yang menggelap penuh gairah.“Fokuslah padaku saja! Abaikan semua hal yang menjadi penghalang hubungan kita,” pinta Arlo dengan tatapan penuh komitmen akan hubungan kita.“Berjanjilah kamu tidak akan mengambil Barnes dariku!”“Aku berjanji. Tak sedikitpun terlintas dalam pikiranku untuk memisahkanmu dengan putra kita. Dia akan tetap bersamamu, bersama kita.”“Kita …?” gumam Allie lirih.Arlo merendahkan kepala lalu mendekatkan bibir di telinga Allie. “Ya, kita. Kita akan menjadi keluarga yang utuh. Jangan sampai karena keegoisan, Barnes kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan.”Bisikan Arlo seperti mantra yang meluluhkan hati. Desah
Saat matahari sudah tinggi, Allie terbangun dari tidurnya dan terkejut karena dia bangun terlalu siang. Hal ini karena dirinya baru saja tidur beberapa menit sebelum matahari terbit.Dia segera membersihkan diri dan pergi ke kamar Barnes untuk memeriksa keadaan putranya. Lagi-lagi dia dikejutkan dengan keberadaan Arlo yang ada disana. Ada warna gelap di kantung mata pria itu, membuatnya sadar jika Arlo tidak tidur semalaman.“Apakah kamu tidak tidur?” tanya Allie.“Aku tidak bisa tidur, hujan dan petirnya baru berhenti dini hari dan mungkin juga karena aku terlalu senang bisa menghabiskan malam bersama putraku. Tapi jangan khawatir, semalam Barnes bisa tidur dengan nyenyak dan aku tidak mengganggunya,” jawab Arlo tidak ingin Allie salah paham padanya.“Bersihkan dirimu! aku akan membuat sarapan. Setelah kamu makan, kamu bisa tidur lalu pulang ke New City,” tegas Allie masih memasang dinding tebal terhadap Arlo.Selesai sarapan, Allie mengizinkan Arlo untuk tidur di kamarnya. Dia tidak