Allie berdiri di depan jendela kaca dengan tatapan sendu dan mata sembab. Tangannya menyentuh dan mengusap kaca tersebut, seolah sedang mengusap anaknya yang terbaring lemah di dalam ruangan.Peralatan medis terpasang di tubuh kecil itu untuk memonitor detak jantung dan nafasnya, memastikan jika alat vitalnya berfungsi dengan normal.“Kamu butuh istirahat, tidak ada gunanya berdiri disini tanpa bisa berbuat apa-apa,” suara Britne mengagetkan Allie.Dia mengusap air mata yang sempat menetes dan menatap Britne dengan tatapan menyedihkan. “Sudah tiga bulan anakku terbaring di sana dan dokter belum mengambil tindakan apapun.”“Tubuh anakmu masih terlalu kecil, dokter menunggu dia siap untuk dioperasi. Percayakan semuanya pada petugas medis, tugas kita adalah mendoakan keselamatannya dan memohon agar operasinya bisa segera dilakukan serta berjalan lancar,” ujar Britne menguatkan.“Maaf jika aku belum bisa mengurus toko, aku jadi merepotkanmu untuk mengurusnya padahal toko kita baru berjala
“Apakah kamu sudah mau berangkat kerja?” tanya dokter yang mengurus Barnes melihat Allie yang berdiri memandangi putranya dari balik kaca.Hal yang selalu dilakukan wanita itu sampai dokter sangat hafal kebiasaannya.Allie mengangguk mengiyakan tanpa menatap dokter tersebut. Tatapannya hanya tertuju pada putranya yang masih terbaring lemah. “Sampai kapan keadaan putraku akan terus seperti ini?”“Kami sudah menjadwalkan operasi untuk putramu,” ujar dokter yang berhasil mengalihkan tatapan Allie, sehingga wanita itu menatap lekat padanya.“Benarkah? Apakah itu berarti Barnes memiliki harapan?” tanya Allie mendapat semangat baru.“Aku tidak bisa memberimu kepastian karena hasilnya belum pasti. Yang patut disyukuri saat ini adalah keadaan putramu cukup stabil sehingga kami bisa menyiapkannya untuk operasi,” jawab dokter itu.“Hal itu sudah menjadi kabar yang menggembirakan bagiku, apapun hasilnya aku percaya hal itu bisa membuat keadaan Barnes menjadi lebih baik. Kapan operasinya bisa dil
Tubuh Arlo menegang menatap wanita yang dicarinya selama ini. Dia tidak menyangka jika Allie akan mendatanginya dengan cara yang tak terduga. Betapa bodoh dirinya yang tidak mengetahui jika wanita itu adalah salah satu dari ribuan karyawannya.Seringai sinis tergambang jelas di wajahnya, matanya menatap tajam penuh kebencian. Alih-alih mempermalukan Allie seperti yang selama ini dia inginkan, dia memilih bersikap profesional dan pura-pura tak mengenal wanita itu.“Senang bertemu denganmu, Petric. Aku yakin kamu sudah siap dengan presentasimu,” ujar Arlo mengabaikan Allie, mengalihkan tatapannya ke arah pria yang berada di samping wanita itu.“Saya membawa karyawan saya, namanya Allie. Dia yang akan mempresentasikan proposal yang sudah kami ajukan karena ide tersebut awalnya berasal darinya. Saya hanya memberi sedikit bantuan untuk mengembangkannya,” Petric memberi ruang pada Allie untuk memperlihatkan kemampuan wanita itu.Arlo melirik sekilas ke arah Allie, meragukan kemampuan wanita
Intimidasi Arlo sangat kental terasa, tetapi Allie tidak sedang ingin menanggapinya. Nasib Petric lebih penting dari ejekan pria itu tentang dirinya.Atasannya adalah pria yang baik dan cerdas, yang menghargai setiap kerja kerasnya, dia tidak ingin Petric menjadi korban karena kemarahan Arlo yang sebenarnya ditujukan pada dirinya.“Apakah kamu menolak proposal kami hanya karena ingin membalas dendam padaku? Jangan libatkan Petric dalam masalah kita karena semua yang terjadi di masa lalu sepenuhnya adalah salahku, pria itu tidak tahu apa-apa tentang kita.”Senyum sinis menghiasi bibir Arlo merespon apa yang Allie katakan. “Kamu pikir aku memiliki pikiran sepicik itu hanya karena dirimu? pimpinan perusahaan seperti Petric jauh lebih berharga daripada karyawan rendahan sepertimu.”“Kalau begitu, biarkan karir Petric berkembang sesuai prestasi dan pencapaiannya. Aku akan memperbaiki proposalnya dan menyerahkan semuanya pada Petric. Dia yang akan menyampaikannya langsung kepadamu,” Allie m
Sesampainya di kamar, bukannya segera memeriksa luka Allie, Petric malah mondar-mandir di tengah ruangan sambil meracau tidak begitu jelas, suaranya bergetar dan tangannya pun gemetar.“Bagaimana jika lukamu parah? Bagaimana jika kamu mati? apa yang harus aku lakukan?” Petric terus mengulang kata-kata itu mengabaikan kondisi Allie.“Petric!” seru Allie menyadarkan pria itu.Langkah Petric seketika terhenti dan dia menatap nanar ke arah Allie.“Dengarkan aku, Petric. Pergilah ke apotek dan belilah obat ini!” perintah Allie sambil mengulurkan kertas catatan dengan tangan yang berlumuran darah. Bahkan Petric tidak tahu kapan Allie menulis apa yang dia butuhkan.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Petric memastikan.“Aku baik-baik saja, ini hanya luka goresan dan waktu kecil aku sering mendapatkan luka seperti ini. Aku hanya butuh semua barang yang aku tuliskan untuk menghentikan darahnya,” jawab Allie berusaha menenangkan Petric.Mendengar hal itu, Petric segera bergegas pergi untuk menc
“Kamu tidak bisa melakukannya, aku sangat membutuhkan uang itu,” mohon Allie menekan harga diri demi operasi putranya.Dengan tampang dingin dan tatapan mengunci, Arlo berjalan mendekati Allie, memutari tubuh wanita itu dan berhenti di belakangnya.Allie terpekik kaget ketika tangan pria itu melingkar di perutnya dan menarik tubuhnya, sehingga punggungnya menabrak dada Arlo yang terasa lebih liat dan keras dari terakhir kali dia merasakannya.Nafasnya tercekat merasakan tangan pria itu bergerak mengusap ke permukaan perutnya lalu naik menyentuh leher jenjangnya.Bibir Arlo mendekat ke telinga Allie dan berbisik halus di sana. “Aku bisa memberimu uang lebih banyak dari yang ingin kamu pinjam dan kamu tidak perlu membayarnya kembali, tetapi tentu saja semua itu tidak ada yang gratis.”Tubuh Allie gemetar merasakan nafas panas yang menyapu daun telinganya, bahkan Arlo sengaja menyentuhkan ujung lidahnya ke sepanjang daun telinga tersebut, meninggalkan jejak dingin ketika sesuatu yang lem
Allie terkejut tetapi tidak bisa melakukan apapun saat Arlo mengungkungnya. Tubuhnya membeku saat tangan pria itu membuka satu persatu kancing bajunya hingga memperlihatkan kedua bukit kembar yang masih tertutup rapat.Dengan kasar, Arlo menurunkan penutupnya hingga pemandangan indah terpampang jelas di depan mata. Sinar matahari yang menempa kulit Allie membuat kulit itu bersinar mengagumkan. Arlo menatapnya dengan binar senang, namun ekspresi pria itu membuat Allie merasa muak.Pria itu menelusuri leher jenjang Allie lalu turun menyapu puncak dadanya. Allie menggigit bibir agar tidak mendesah sambil memalingkan muka ketika tangan pria itu meremas dadanya dan menggodanya.Sikap Allie yang menghindarinya membuat Arlo marah, dia mencengkram rahang Allie dan menghadapkan wajah wanita itu ke arahnya.“Aku tidak suka kamu memalingkan muka dariku. Tatap aku! Lihatlah pria yang kamu campakkan ini, sekarang dia bisa memuaskanmu,” geram Arlo yang kemudian melumat bibir Allie dengan kasar dan
“Mana uang yang kamu janjikan?” tanya Allie saat melihat Arlo keluar dari kamar mandi.Dia menekan harga diri demi mendapatkan hak yang sudah dijanjikan karena jika hari ini dia tidak mendapatkan uang tersebut, maka operasi putranya akan diundur.“Kenapa kamu sekarang jadi tidak sabaran jika berurusan dengan uang?” balas Arlo dingin menahan rasa kesal karena yang dipikiran Allie hanya sekedar uang, bahkan dia tidak tahu apakah wanita itu menikmati percintaan mereka atau tidak.“Aku sangat membutuhkannya,” jawab Allie.“Untuk apa? Untuk jaminan hidupmu atau untuk bersenang-senang?” sindir Arlo.“Itu bukan urusanmu. Jangan jadi pria yang melanggar janjimu sendiri!” singgung Allie karena khawatir jika Arlo hanya mempermainkannya dan tidak benar-benar memberikan uang yang dia butuhkan.“Bukan aku yang suka melanggar janji, tetapi kamu yang melakukannya. Bercerminlah sebelum menuduh orang,” geram Arlo, membuat Allie bungkam karena tak bisa membela diri.Dia hanya bisa menunduk pasrah, berh
Sebuah rumah klasik elegan dengan halaman yang luas disulap menjadi taman yang indah penuh dengan bunga segar dilengkapi kelambu putih sehingga menciptakan suasana romantis.Karpet putih dengan rangkaian bunga harum tergelar menuju sebuah altar dengan dekorasi yang mengagumkan. Kanan kiri karpet tersebut berjajar rapi kursi kayu yang siap menampung para tamu undangan dalam pesta pernikahan Jackson.Saat matahari merangkak meninggi, satu persatu kursi tersebut mulai terisi yang didominasi oleh keluarga besar Jackson.Pernikahan Allie dan Arlo digelar dua minggu setelah lamaran mereka. Meski dengan persiapan yang singkat namun pesta yang digelar tidak mengecewakan. Keduanya sepakat hanya mengundang tamu terbatas demi menjaga kesakralan upacara pernikahan.Acara tersebut digelar di rumah yang akan menjadi tempat tinggal Arlo dan keluarga kecilnya bersama Allie, rumah yang didesain oleh Arlo sendiri sesuai dengan impian yang pernah Allie ceritakan padanya.Tak lama setelah kursi penuh par
“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Arlo berlari mendapatkan Allie ketika wanita itu keluar bersama Britne untuk menemui keluarga Jackson yang masih berkumpul di ruang makan. Ketegangan masih tampak jelas di raut wajah mereka.Allie menatap Arlo dengan tatapan bersalah membuat jantung pria itu berdetak kencang dan rasa gelisah mencengkram hatinya, mengira jika Allie menolak lamarannya.“Apakah kamu ingin bicara berdua saja denganku sebelum kita bertemu keluargaku? Aku tidak ingin kamu terbeban dengan lamaran yang aku ajukan,” lanjut Arlo ingin menenangkan wanita yang dia cintai.“Maafkan aku karena merusak lamaranmu,” balas Allie dengan nada tercekat.“Aku yang seharusnya meminta maaf karena terlalu terburu-buru melamarmu dan membuatmu syok. Aku bisa mengerti jika kamu belum bisa memberikan jawaban, sekarang yang terpenting kamu baik-baik saja.”Britne yang mencuri dengar perkataan Arlo, menepuk pundak sepupunya itu. “Jangan terlalu cepat menyimpulkan, beri Allie waktu untuk bicara!”
“Apakah kamu merasa gugup?” tanya Arlo menggenggam tangan Allie yang terkait dan terlihat gemetar.Keduanya berada di dalam mobil yang berhenti di depan teras kediaman Jackson, sedangkan Barnes tidur di bahu Arlo.“Sedikit,” jawab Allie pelan. “Ada siapa saja di sana?” lanjutnya sambil menatap rumah besar dan megah milik keluarga Jackson.“Semuanya ada di sana, Britne pun ada di sana.”“Bisakah kamu memberi waktu sebentar, aku masih terlalu gugup,” pinta Allie.“Aku akan menemanimu di sini,” balas Arlo tak ingin meninggalkan wanita yang dicintainya, tanpa ragu memeluk dan mengusap punggung Allie.Setelah keberanian Allie terkumpul, dia mengajak Arlo untuk masuk. “Aku sudah siap,” ujarnya.Arlo menggandeng tangan wanita yang dicintainya dengan posesif dan membawanya ke ruang tengah rumah itu, dimana keluarga besarnya sering berkumpul di sana.“Selamat malam,” sapa Arlo membuat semua orang di ruangan itu menoleh dan menatap kedatangan mereka.Keadaan seketika menjadi sunyi, semua mata t
“Tidak perlu khawatir, aku bisa mengajarimu bagaimana menjadi wanita Jackson,” suara Kimberly mengagetkan Allie.Dia menoleh dan mendapatkan wanita itu berjalan mendekatinya dengan Barnes ada di gendongannya.“Apakah Barnes merepotkanmu, Nyonya Kimberly?” ucap Allie sambil mengambil putranya dari gendongan Kimberly.“Dia anak yang cerdas dan menggemaskan, wajahnya sangat mirip dengan Arlo saat masih seumurannya, Barnes sama sekali tidak merepotkanku,” kata Kimberly.“Terima kasih telah menjaganya.”“Kamu tidak perlu berterima kasih karena dia juga cucuku. Aku berharap malam ini kamu dan Barnes akan menginap di kediaman Jackson sehingga aku punya banyak waktu untuk mengenal cucuku,” balas Kimberly tersenyum mendengar ocehan Barnes.Tubuh Allie menegang mendengar harapan Kimberly akan dirinya dan Barnes. Rasanya terlalu cepat untuk masuk ke dalam keluarga billionaire tersebut.“Aku akan bicara dengan Arlo terlebih dahulu,” Allie mencari alasan untuk menghindar dan berniat untuk melarang
Allie membuka mata dengan senyum cerah mengingat percintaan panasnya bersama Arlo semalam serta hubungan mereka yang membaik. Dia mencari keberadaan pria itu dan menemukannya sedang duduk di pinggir ranjang membelakanginya.Pria itu masih belum berpakaian hingga memperlihatkan punggungnya yang menawan membuat matanya tak berkedip dan tatapannya tak bisa lepas dari sana.Sadar jika Arlo sedang menerima panggilan dari ponselnya, membuat Allie sengaja tidak mengganggunya. Dia menggeser tubuhnya mendekati Arlo lalu mengusap punggung pria itu.“Siapa yang menelepon sepagi ini?” tanyanya saat melihat Arlo mengakhiri panggilan.Pria itu menoleh dan memperlihatkan wajah tegang yang tidak bisa disembunyikan membuat Allie merasa cemas. “Apakah semua baik-baik saja?”“Mamamu masuk rumah sakit,” ujarnya.“Ada apa dengan mamaku? terakhir kali aku bicara dengannya, dia baik-baik saja.”“Dia mengalami kekerasan dari papa tirimu, aku meminta bantuan papa untuk menangani kasus mamamu.”“Aku harus kemb
Allie merasa senang telah mengizinkan Arlo menghabiskan waktu bersama putranya. Wajah pria itu terus berbinar penuh kebahagiaan, hal itu membuat Allie bertekad bulat untuk menjadi wanita yang pantas untuk Arlo, wanita dewasa dan elegan yang tidak gegabah menyimpulkan sesuatu yang dia lihat dan dengar.Malam harinya Allie mengunci diri di kamar mandi cukup lama, menatap dirinya di cermin dengan pakaian menantang. Lingerie transparan dipakainya, hingga tubuhnya terlihat sangat menggoda dengan aset-aset yang tak bisa disembunyikan.“Apakah aku terlihat seperti wanita jalang?” gumamnya pada diri sendiri.“Persetan dengan hal itu, aku ingin menyenangkan Arlo malam ini,” Allie berusaha menghapus keraguan yang menyelimuti.“Sayang, apakah kamu baik-baik saja?” suara Arlo dari luar mengagetkan.“Aku baik-baik saja,” jawab Allie cepat.“Kamu sudah terlalu lama di kamar mandi, itu bisa membuatmu sakit,” Arlo mengingatkan.“Sebentar lagi aku akan keluar.”“Apakah kamu tidak nyaman aku berada di
Allie menghentikan kegiatan memasak ketika ada yang mengetuk pintu rumah. Dia membersihkan tangan dengan serbet lalu pergi untuk membuka pintu bagi tamunya.Keningnya berkerut heran ketika melihat seorang wanita cantik setengah baya dengan kacamata hitam dan pakaian elegan berdiri di depannya.“Ada yang bisa aku bantu?” tanya Allie sopan.Wanita itu membuka kacamata dan tersenyum ramah. “Apakah kamu bernama Allie?” wanita itu ganti bertanya.“Benar Nyonya, apakah aku mengenalmu?” Allie semakin heran dengan identitas tamunya.Wanita itu kemudian mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri. “Namaku Kimberly Jackson, istri dari Richard Jackson, mama Arlo. Senang bertemu denganmu, Allie. Sudah lama aku ingin melihat wajahmu.”Wajah Allie seketika memucat mengetahui siapa yang berdiri di depannya, tubuhnya menegang merasa terancam oleh kedatangan wanita itu. Dia teringat bagaimana papa Arlo mengusir dan menyuruhnya pergi menjauh dari putranya.“Arlo sedang berada di rumah Britne, kamu bis
“Aku mengambil resiko besar dengan kembali membiarkanmu menyentuhku lagi,” ujar Allie sambil mengusap dagu Arlo yang ditumbuhi rambut-rambut kecil kasar, menelusuri dengan jari lentiknya.Mata Arlo terpejam menikmati sentuhan yang mengalirkan sengatan listrik kecil, lalu mengerang merespon. Saat pria itu membuka mata, Allie bisa melihat tatapan yang menggelap penuh gairah.“Fokuslah padaku saja! Abaikan semua hal yang menjadi penghalang hubungan kita,” pinta Arlo dengan tatapan penuh komitmen akan hubungan kita.“Berjanjilah kamu tidak akan mengambil Barnes dariku!”“Aku berjanji. Tak sedikitpun terlintas dalam pikiranku untuk memisahkanmu dengan putra kita. Dia akan tetap bersamamu, bersama kita.”“Kita …?” gumam Allie lirih.Arlo merendahkan kepala lalu mendekatkan bibir di telinga Allie. “Ya, kita. Kita akan menjadi keluarga yang utuh. Jangan sampai karena keegoisan, Barnes kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan.”Bisikan Arlo seperti mantra yang meluluhkan hati. Desah
Saat matahari sudah tinggi, Allie terbangun dari tidurnya dan terkejut karena dia bangun terlalu siang. Hal ini karena dirinya baru saja tidur beberapa menit sebelum matahari terbit.Dia segera membersihkan diri dan pergi ke kamar Barnes untuk memeriksa keadaan putranya. Lagi-lagi dia dikejutkan dengan keberadaan Arlo yang ada disana. Ada warna gelap di kantung mata pria itu, membuatnya sadar jika Arlo tidak tidur semalaman.“Apakah kamu tidak tidur?” tanya Allie.“Aku tidak bisa tidur, hujan dan petirnya baru berhenti dini hari dan mungkin juga karena aku terlalu senang bisa menghabiskan malam bersama putraku. Tapi jangan khawatir, semalam Barnes bisa tidur dengan nyenyak dan aku tidak mengganggunya,” jawab Arlo tidak ingin Allie salah paham padanya.“Bersihkan dirimu! aku akan membuat sarapan. Setelah kamu makan, kamu bisa tidur lalu pulang ke New City,” tegas Allie masih memasang dinding tebal terhadap Arlo.Selesai sarapan, Allie mengizinkan Arlo untuk tidur di kamarnya. Dia tidak