Semua anggota keluarga Jackson berkumpul di sebuah kamar rumah sakit di mana Inggrid terbaring di sana pasca melahirkan. Mereka menunggu bayi yang baru saja lahir itu untuk dibawa ke kamar tersebut.Senyum penuh kebahagiaan terpancar di wajah Axton dan istrinya, menyambut kelahiran anak mereka.“Kami memiliki anak kembar, mereka dua perempuan yang sangat cantik seperti mamanya dengan keadaan yang sehat dan normal. Meski lahir lebih cepat, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan,” ucap Axton dengan bangga sambil menatap Inggrid dengan penuh cinta.Semua orang yang ada di ruangan tersebut bertepuk tangan dan mengucapkan selamat, mereka ikut larut dalam kebahagiaan suami istri tersebut.Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka dan seorang perawat menggendong seorang bayi lalu menyerahkannya pada Inggrid.“Cantik sekali cucuku,” seru Johana sambil mengusap wajah cucu ketiganya tersebut.Orang-orang mengerubungi Inggrid untuk melihat bayi itu dan memuji kecantikannya, tak memungkiri ketampana
“Dasar Bodoh!” umpat Douglas sambil mengepalkan tangannya kuat saat anak buahnya mengunjungi di penjara.Keterbatasan ruang gerak dan pengawasan ketat oleh petugas penjara membuatnya tidak bisa memberi pelajaran dan melampiaskan kemarahannya pada anak buahnya.Sambil menurunkan nada suaranya agar tidak ada yang mendengar apa yang dia bicarakan selain anak buahnya, dia mendekatkan wajahnya dan berbisik pada lawan bicaranya.“Bagaimana bisa pria brengsek itu membawa kabur bayinya?”“Saya menunggu Benjamin keluar dari rumah sakit, tetapi setelah lama pria itu tidak kunjung datang, saya baru menyadari jika Benjamin telah kabur membawa bayi itu.” Anak buah Douglas balas berbisik.“Cari keberadaan Benjamin dan pastikan jika anak Axton dan Inggrid mati! Aku ingin hidup keluarga Jackson tidak pernah merasa tenang. Aku akan membuat mereka tidak pernah merasakan kebahagiaan, sama seperti mereka yang telah merenggut kebahagiaanku,” ujar Douglas.“Saya akan segera mencari Benjamin dan bayi itu da
Mattew terbangun ketika mendengar suara tangis bayi, dia mengucek mata dan merasa bingung karena berada di tempat yang berbeda dari sebelum dia tidur. Kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri, dia semakin bingung karena semua bangku di dalam bus telah kosong.“Gramy …?” dia memanggil Winie yang tidak terlihat dimanapun.“Gramy, kamu dimana? Geena terus menangis,” seru Mattew sambil turun dari tempat duduknya dan mencari Winie.Dia berlari dari tempat duduknya ke kursi paling depan lalu memeriksanya satu persatu sampai belakang, namun bus itu kosong, tidak ada satupun orang di dalamnya.“Gramy …?” teriak Mattew panik. Dia berlari ke kursi Geena yang tangisannya semakin kencang.Mattew yang masih berumur 12 tahun, tidak mengerti apa yang harus dia lakukan bersama dengan bayi yang baru berumur beberapa hari.Tangisan Geena yang keras terdengar sampai luar bus membuat seorang sopir yang sedang beristirahat tidak jauh dari bus tersebut datang untuk memeriksanya, dia terkejut mendapati anak
Menyambut acara penggalangan dana, semua anak panti asuhan dikumpulkan dalam ruangan besar untuk menyambut para tamu yang mulai berdatangan satu persatu. Hanya Mattew yang tidak terlihat di antara mereka karena masih terkunci di sebuah ruangan.Geena yang duduk bersama dengan teman-temannya tampak gelisah, matanya mengamati keadaaan dan merasa cemas ketika kursi tamu mulai penuh terisi. Dia harus bisa pergi dari ruangan tersebut sebelum acara dimulai.Diam-diam dia mengamati pergerakan Barbara, lalu segera beranjak dari tempat duduknya untuk meninggalkan ruangan tersebut. Baru saja dia hendak mencapai pintu, suara Barbara menegur dan menghentikan langkahnya.“Geena! Mau kemana kamu? Kenapa kamu tidak duduk di tempatmu?” tanya wanita itu.Geena menoleh dengan wajah pucat dan jantung berdetak kencang. “Tamu-tamu itu membuatku gugup, bolehkah aku ke kamar kecil terlebih dahulu sebelum acara dimulai,” jawab Geena.Mata Barbara menyipit curiga, wanita itu mengamati ekspresi Geena yang terl
Barbara datang kembali menemui Inggrid dan Axton dengan raut wajah penuh rasa bersalah dan ketakutan, raut wajah yang tidak diinginkan untuk dilihat oleh Inggrid.Melihat wanita itu datang dengan tangan kosong, membuat Inggrid terduduk lunglai di kursi di belakangnya dengan air mata meleleh.“Jangan bilang kamu membawa kabar buruk,” kata Inggrid menatap tajam ke arah Barbara.“Maafkan saya Nyonya Hogan, saya tidak bisa menemukan Geena meski telah mencarinya kemana-mana.” Barbara mengatakannya dengan suara bergetar karena takut dengan kemarahan yang sudah pasti menimpanya.“Apa maksudmu tidak bisa menemukannya? Apakah dia hilang? Bagaimana sistem keamanan panti asuhan ini?” geram Inggrid dengan kemarahan memuncak.“Sekali lagi, maaf atas kelalaian kami. Kami akan menyelidiki ...”Perkataan Barbara terpotong ketika seorang penjaga keamanan datang mendekati wanita itu dan berbisik di telinganya. Wajah Barbara seketika memucat ketika mendapatkan informasi dari penjaga tersebut.“Nyonya Ho
Saat bus yang ditumpangi Mattew dan Geena berhenti di tujuan akhir, hujan turun deras dengan halilintar yang menyambar menyambut mereka, tubuh Geena gemetar di pelukan kakaknya.“Apakah tidak sebaiknya kita pulang ke panti asuhan saja? Keadaan di sini sangat menakutkan,” ujar Geena dengan suara gemetar.“Kita tidak bisa kembali ke panti asuhan, jaraknya terlalu jauh dan Barbara sudah pasti sangat marah pada kita,” balas Mattew.“Tapi aku takut dengan hujan dan halilintarnya,” kata Geena.“Aku ada disini untuk melindungimu, kamu akan baik-baik saja,” Mattew menyakinkan adiknya.“Bisakah kita tetap di dalam mobil? aku merasa lebih aman berada di sini,” pinta Geena.“Mereka akan mengusir kita jika kita tetap di sini. Bus ini akan pergi lagi dan tidak mungkin mereka menunggu hujan reda karena mereka memiliki jadwal yang tidak bisa ditunda,” jelas Mattew.Mengikuti perkataan kakaknya, Geena akhirnya turun dari bus dan tak lagi protes ketika Mattew mengajaknya pergi mencari tempat berteduh.
13 tahun kemudian ...Teriakan melengking kesakitan terdengar dari sebuah lorong gelap dan kumuh di pinggiran kota kecil, suara pukulan mengiringi teriakan tersebut.“Maafkan aku! ampuni aku! aku tidak akan melakukan kesalahan lagi,” seorang pria berlutut sambil menangkup kedua tangannya, memohon pada seseorang yang menatapnya tajam.“Kembalikan uang yang telah kamu ambil, maka aku akan membiarkanmu hidup,” balas pria yang memiliki tatapan menakutkan itu.“Aku tidak memiliki uang, bagaimana aku harus mengembalikannya?” ucap pria yang berlutut itu.“Mattew, jangan percaya ucapannya!” terdengar suara lain memperingatkan.Mattew menyeringai sinis merespon jawaban dari pria yang baru saja dia pukuli. Tangannya mengepal kuat dan pukulan kembali melayang di wajah pria yang berlutut di hadapannya, hingga pria itu terjatuh dan memuntahkan darah.“Masih mau bilang tidak memiliki uang, hmm ...?” geram Mattew sambil mencengkram baju pria itu.“Aku benar-benar tidak memiliki uang, percayalah pada
Matahari belum sepenuhnya terbit dan kegelapan masih melingkupi pagi ketika dua tubuh bergerak mengalahkan udara dingin yang menyerang. Peluh membasahi kulit mereka, namun tak ada satu pun yang ingin berhenti bergerak.Meski tubuh mereka semakin tua, namun gairah tak pernah surut bahkan semakin memanas setiap harinya.“Axton!” teriak Inggrid ketika denyut kuat di inti miliknya menghentakkan dirinya, membawanya menuju puncak.“Sebentar lagi Sayang, aku belum ingin mengakhirinya,” erang Axton yang terus bergerak di atas tubuh istrinya.Inggrid meremas kuat selimut yang kini sudah menjadi alas mereka, desahannya semakin keras dengan lenguhan panjang yang menggema di dinding kamar. Dia berusaha mengimbangi kekuatan suaminya hingga mereka bisa mencapai puncak bersama.Inilah gunanya berolahraga setiap hari agar tubuhnya tetap bugar sehingga bisa memuaskan suaminya yang memiliki gairah besar terhadap dirinya.Denyutan di inti milik Inggrid membuat tubuh Axton bergetar, erangan pria itu sema
Sebuah rumah klasik elegan dengan halaman yang luas disulap menjadi taman yang indah penuh dengan bunga segar dilengkapi kelambu putih sehingga menciptakan suasana romantis.Karpet putih dengan rangkaian bunga harum tergelar menuju sebuah altar dengan dekorasi yang mengagumkan. Kanan kiri karpet tersebut berjajar rapi kursi kayu yang siap menampung para tamu undangan dalam pesta pernikahan Jackson.Saat matahari merangkak meninggi, satu persatu kursi tersebut mulai terisi yang didominasi oleh keluarga besar Jackson.Pernikahan Allie dan Arlo digelar dua minggu setelah lamaran mereka. Meski dengan persiapan yang singkat namun pesta yang digelar tidak mengecewakan. Keduanya sepakat hanya mengundang tamu terbatas demi menjaga kesakralan upacara pernikahan.Acara tersebut digelar di rumah yang akan menjadi tempat tinggal Arlo dan keluarga kecilnya bersama Allie, rumah yang didesain oleh Arlo sendiri sesuai dengan impian yang pernah Allie ceritakan padanya.Tak lama setelah kursi penuh par
“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Arlo berlari mendapatkan Allie ketika wanita itu keluar bersama Britne untuk menemui keluarga Jackson yang masih berkumpul di ruang makan. Ketegangan masih tampak jelas di raut wajah mereka.Allie menatap Arlo dengan tatapan bersalah membuat jantung pria itu berdetak kencang dan rasa gelisah mencengkram hatinya, mengira jika Allie menolak lamarannya.“Apakah kamu ingin bicara berdua saja denganku sebelum kita bertemu keluargaku? Aku tidak ingin kamu terbeban dengan lamaran yang aku ajukan,” lanjut Arlo ingin menenangkan wanita yang dia cintai.“Maafkan aku karena merusak lamaranmu,” balas Allie dengan nada tercekat.“Aku yang seharusnya meminta maaf karena terlalu terburu-buru melamarmu dan membuatmu syok. Aku bisa mengerti jika kamu belum bisa memberikan jawaban, sekarang yang terpenting kamu baik-baik saja.”Britne yang mencuri dengar perkataan Arlo, menepuk pundak sepupunya itu. “Jangan terlalu cepat menyimpulkan, beri Allie waktu untuk bicara!”
“Apakah kamu merasa gugup?” tanya Arlo menggenggam tangan Allie yang terkait dan terlihat gemetar.Keduanya berada di dalam mobil yang berhenti di depan teras kediaman Jackson, sedangkan Barnes tidur di bahu Arlo.“Sedikit,” jawab Allie pelan. “Ada siapa saja di sana?” lanjutnya sambil menatap rumah besar dan megah milik keluarga Jackson.“Semuanya ada di sana, Britne pun ada di sana.”“Bisakah kamu memberi waktu sebentar, aku masih terlalu gugup,” pinta Allie.“Aku akan menemanimu di sini,” balas Arlo tak ingin meninggalkan wanita yang dicintainya, tanpa ragu memeluk dan mengusap punggung Allie.Setelah keberanian Allie terkumpul, dia mengajak Arlo untuk masuk. “Aku sudah siap,” ujarnya.Arlo menggandeng tangan wanita yang dicintainya dengan posesif dan membawanya ke ruang tengah rumah itu, dimana keluarga besarnya sering berkumpul di sana.“Selamat malam,” sapa Arlo membuat semua orang di ruangan itu menoleh dan menatap kedatangan mereka.Keadaan seketika menjadi sunyi, semua mata t
“Tidak perlu khawatir, aku bisa mengajarimu bagaimana menjadi wanita Jackson,” suara Kimberly mengagetkan Allie.Dia menoleh dan mendapatkan wanita itu berjalan mendekatinya dengan Barnes ada di gendongannya.“Apakah Barnes merepotkanmu, Nyonya Kimberly?” ucap Allie sambil mengambil putranya dari gendongan Kimberly.“Dia anak yang cerdas dan menggemaskan, wajahnya sangat mirip dengan Arlo saat masih seumurannya, Barnes sama sekali tidak merepotkanku,” kata Kimberly.“Terima kasih telah menjaganya.”“Kamu tidak perlu berterima kasih karena dia juga cucuku. Aku berharap malam ini kamu dan Barnes akan menginap di kediaman Jackson sehingga aku punya banyak waktu untuk mengenal cucuku,” balas Kimberly tersenyum mendengar ocehan Barnes.Tubuh Allie menegang mendengar harapan Kimberly akan dirinya dan Barnes. Rasanya terlalu cepat untuk masuk ke dalam keluarga billionaire tersebut.“Aku akan bicara dengan Arlo terlebih dahulu,” Allie mencari alasan untuk menghindar dan berniat untuk melarang
Allie membuka mata dengan senyum cerah mengingat percintaan panasnya bersama Arlo semalam serta hubungan mereka yang membaik. Dia mencari keberadaan pria itu dan menemukannya sedang duduk di pinggir ranjang membelakanginya.Pria itu masih belum berpakaian hingga memperlihatkan punggungnya yang menawan membuat matanya tak berkedip dan tatapannya tak bisa lepas dari sana.Sadar jika Arlo sedang menerima panggilan dari ponselnya, membuat Allie sengaja tidak mengganggunya. Dia menggeser tubuhnya mendekati Arlo lalu mengusap punggung pria itu.“Siapa yang menelepon sepagi ini?” tanyanya saat melihat Arlo mengakhiri panggilan.Pria itu menoleh dan memperlihatkan wajah tegang yang tidak bisa disembunyikan membuat Allie merasa cemas. “Apakah semua baik-baik saja?”“Mamamu masuk rumah sakit,” ujarnya.“Ada apa dengan mamaku? terakhir kali aku bicara dengannya, dia baik-baik saja.”“Dia mengalami kekerasan dari papa tirimu, aku meminta bantuan papa untuk menangani kasus mamamu.”“Aku harus kemb
Allie merasa senang telah mengizinkan Arlo menghabiskan waktu bersama putranya. Wajah pria itu terus berbinar penuh kebahagiaan, hal itu membuat Allie bertekad bulat untuk menjadi wanita yang pantas untuk Arlo, wanita dewasa dan elegan yang tidak gegabah menyimpulkan sesuatu yang dia lihat dan dengar.Malam harinya Allie mengunci diri di kamar mandi cukup lama, menatap dirinya di cermin dengan pakaian menantang. Lingerie transparan dipakainya, hingga tubuhnya terlihat sangat menggoda dengan aset-aset yang tak bisa disembunyikan.“Apakah aku terlihat seperti wanita jalang?” gumamnya pada diri sendiri.“Persetan dengan hal itu, aku ingin menyenangkan Arlo malam ini,” Allie berusaha menghapus keraguan yang menyelimuti.“Sayang, apakah kamu baik-baik saja?” suara Arlo dari luar mengagetkan.“Aku baik-baik saja,” jawab Allie cepat.“Kamu sudah terlalu lama di kamar mandi, itu bisa membuatmu sakit,” Arlo mengingatkan.“Sebentar lagi aku akan keluar.”“Apakah kamu tidak nyaman aku berada di
Allie menghentikan kegiatan memasak ketika ada yang mengetuk pintu rumah. Dia membersihkan tangan dengan serbet lalu pergi untuk membuka pintu bagi tamunya.Keningnya berkerut heran ketika melihat seorang wanita cantik setengah baya dengan kacamata hitam dan pakaian elegan berdiri di depannya.“Ada yang bisa aku bantu?” tanya Allie sopan.Wanita itu membuka kacamata dan tersenyum ramah. “Apakah kamu bernama Allie?” wanita itu ganti bertanya.“Benar Nyonya, apakah aku mengenalmu?” Allie semakin heran dengan identitas tamunya.Wanita itu kemudian mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri. “Namaku Kimberly Jackson, istri dari Richard Jackson, mama Arlo. Senang bertemu denganmu, Allie. Sudah lama aku ingin melihat wajahmu.”Wajah Allie seketika memucat mengetahui siapa yang berdiri di depannya, tubuhnya menegang merasa terancam oleh kedatangan wanita itu. Dia teringat bagaimana papa Arlo mengusir dan menyuruhnya pergi menjauh dari putranya.“Arlo sedang berada di rumah Britne, kamu bis
“Aku mengambil resiko besar dengan kembali membiarkanmu menyentuhku lagi,” ujar Allie sambil mengusap dagu Arlo yang ditumbuhi rambut-rambut kecil kasar, menelusuri dengan jari lentiknya.Mata Arlo terpejam menikmati sentuhan yang mengalirkan sengatan listrik kecil, lalu mengerang merespon. Saat pria itu membuka mata, Allie bisa melihat tatapan yang menggelap penuh gairah.“Fokuslah padaku saja! Abaikan semua hal yang menjadi penghalang hubungan kita,” pinta Arlo dengan tatapan penuh komitmen akan hubungan kita.“Berjanjilah kamu tidak akan mengambil Barnes dariku!”“Aku berjanji. Tak sedikitpun terlintas dalam pikiranku untuk memisahkanmu dengan putra kita. Dia akan tetap bersamamu, bersama kita.”“Kita …?” gumam Allie lirih.Arlo merendahkan kepala lalu mendekatkan bibir di telinga Allie. “Ya, kita. Kita akan menjadi keluarga yang utuh. Jangan sampai karena keegoisan, Barnes kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan.”Bisikan Arlo seperti mantra yang meluluhkan hati. Desah
Saat matahari sudah tinggi, Allie terbangun dari tidurnya dan terkejut karena dia bangun terlalu siang. Hal ini karena dirinya baru saja tidur beberapa menit sebelum matahari terbit.Dia segera membersihkan diri dan pergi ke kamar Barnes untuk memeriksa keadaan putranya. Lagi-lagi dia dikejutkan dengan keberadaan Arlo yang ada disana. Ada warna gelap di kantung mata pria itu, membuatnya sadar jika Arlo tidak tidur semalaman.“Apakah kamu tidak tidur?” tanya Allie.“Aku tidak bisa tidur, hujan dan petirnya baru berhenti dini hari dan mungkin juga karena aku terlalu senang bisa menghabiskan malam bersama putraku. Tapi jangan khawatir, semalam Barnes bisa tidur dengan nyenyak dan aku tidak mengganggunya,” jawab Arlo tidak ingin Allie salah paham padanya.“Bersihkan dirimu! aku akan membuat sarapan. Setelah kamu makan, kamu bisa tidur lalu pulang ke New City,” tegas Allie masih memasang dinding tebal terhadap Arlo.Selesai sarapan, Allie mengizinkan Arlo untuk tidur di kamarnya. Dia tidak