Kinara terus berlari hingga kini sudah sampai didepan pagar yang tidak terlalu tinggi, dengan niat yang penuh akhirnya ia bisa memanjat pagar itu. Kala sudah berhasil, Kinara menghela napas lega. Ia mencari keberadaan Fero, kebetulan kekasihnya itu sudah menunggu didepan pintu mobil nya. Tanpa banyak berpikir lagi, Kinara berlari menyusul Fero. "Fero!" panggil nya, sang pemilik nama menatap kearah nya. Kinara takut sekali, kalau Bodyguard itu menemukan nya disini. Tapi, nasib baik lagi berpihak pada Nara. Ia bisa bertemu dengan Fero tanpa diketahui oleh Bodyguard itu, dan Nara berniat akan mengucapkan kata terimakasih yang banyak pada sahabat nya itu. "Kenapa harus dari pagar si?" Tanya Fero, menurutnya bisa meminta izin secara baik-baik dengan Bodyguard dari ayah tiri nya itu. Kinara tersenyum tipis, tidak mungkin ia mengatakan alasan yang sebenarnya. "Sudahlah jangan dipikirkan, sekarang aku ingin pergi dengan mu." Ucap Kinara, ia masuk kedalam mobil karena takut bodyguard itu ti
Fero dan Kinara menikmati waktu bersama-sama hingga Kinara seperti lupa waktu, ia nyaman seperti ini. Rasanya sudah lama sekali Kinara tidak hidup bebas seperti dulu, semuanya hilang kala sang ibu menikah dengan Relga. Segala sikap Kinara harus diperhatikan sebagai anak tiri dari Relga Morelli, hal itu membuat Arumi membatasi segala hal dalam diri Kinara. Kinara kelelahan setelah bermain lempar bola, ia duduk di bangku yang ada di pasar malam. Matanya penuh memandang Fero yang sedang antri membeli minuman dingin, kekasihnya itu sangat tampan. "Tampan sekali kekasih ku.." Puji nya, ia tersenyum sambil menatap Fero yang kini sedang menuju kearah nya. Fero membawa dua gelas jus alpukat, buah yang sangat disukai Nara. "Satu untuk pacar ku yang cantik, satu untuk..""Pacar ku yang tampan." Potong Kinara, lalu mereka tertawa bersama. Kinara meminum jus alpukat itu, rasanya sangat enak hingga tubuh nya bergoyang-goyang karna sangat enak. Fero tertawa melihat nya, ia tersenyum senang kar
"Kalau suami lagi dipangkuan begini, kepalanya itu dielus." Ucap Enzo sambil membawa tangan Kinara untuk mengelus kepalanya. Kinara tersenyum tipis, memang pernikahan mereka itu terpaksa.. tapi, tetap saja sah dimata hukum dan Negara. Karena tidak ingin mendengar Enzo mengomel lagi, Kinara mengelus kepala Enzo dengan sangat lembut. Ia puas memandang ketampanan Enzo yang sedikit ada bule nya, mata cokelat itu sangat indah kala sedang menerawang jauh seperti itu. "Kakak seperti bule, apa Ibu kakak dulu adalah seorang bule juga?" Tanya Kinara, bagaimana pun ia ingin tahu tentang kehidupan Enzo dulunya. "Ibu ku keturunan Belanda, begitu pula Ayah. Apa kau tidak menyadari kalau Ayah Relga itu sedikit bule?"Seketika Kinara langsung mengangguk mantap, ia baru menyadari kalau Relga benar-benar sangat mirip dengan Enzo. Beda nya Relga itu ramah tidak seperti Enzo, yang pendiam dan bersikap dingin. "Kalau dia bersikap lembut begini pasti akan sangat menyenangkan, tidak bentak bentak dan ma
"Ma-maaf Tuan.." Suara itu membuat Enzo menghentikan aktivitas nya, ia dan Kinara saling tatap satu sama lain. Apa lagi Kinara yang melotot sempurna kearah Enzo, ia mengenali suara itu. Kinara mendorong tubuh Enzo yang berada diatas nya, hingga terlihat lah Bi Surti yang masih terdiam berdiri didepan pintu. "Ada apa, Bi?" Tanya Enzo dengan ekspresi wajah yang tenang, hal itu mengejutkan Nara. Bi Surti susah payah menelan saliva nya, ia tahu seperti apa Enzo dalam bersikap. "Saya ingin memberi tahu, kalau Tuan besar akan pulang besok." Ucap Bi Surti, dari tatapan Enzo ia sudah mengerti hal apa yang harus ia lakukan. "Sepertinya bukan itu yang membuat mu, mengikuti kami.. atau mengintip aktivitas kami bukan?" Pertanyaan Enzo membuat Bi Surti semakin takut, kedua mata nya mengerjap pelan. "Maafkan saya, Tuan muda. Saya telah lancang ikut campur dengan urusan, Tuan..""Berjanjilah untuk merahasiakan apa yang kau lihat dan apa yang sudah kau ketahui, jika tidak.." Enzo bangkit dari t
Kinara berusaha melepaskan tangan Enzo dari atas paha nya, ia takut dilihat oleh Relga atau Arumi nanti. Enzo tetap bersikukuh memegang paha nya, mengelus nya dengan gerakan perlahan yang membuat Nara merasa geli. "Cepat selesai kan makan mu, Nara. Teman mu sudah menunggu, tidak baik seperti itu." Ucap Arumi, kebetulan juga makanan Nara sudah habis tidak tersisa lagi. Nara mengangguk mantap, ia berlalu pergi meninggalkan Enzo yang menatap nya tajam. Setelah bayangan Nara tidak terlihat lagi, Enzo menyudahi makannya. Ia memerhatikan Relga yang tertawa dengan Arumi, membicarakan hal yang tidak Enzo mengerti. Arumi berlalu pergi membantu Bi Surti membereskan sisa pekerjaan yang ada, tinggallah Enzo dan Relga di meja makan. "Kenapa tatapan mu sangat dingin dengan Ibu Arumi, Nak?" Tanya Relga, ia tahu pasti putra nya tidak akan mudah menerima keluarga barunya. "Biasa aja, Ayah. Tidak ada yang beda, dan aku tidak bisa semudah itu menerima orang asing." Jawaban ketus ala Enzo hanya men
Kinara tidak semangat sama sekali dengan kelas nya di pagi ini, tentunya membuat Reni heran. Biasanya sahabat nya itu selalu bersemangat untuk belajar, kenapa kali ini tidak? "Nara, kau kenapa?" Muncul juga pertanyaan yang sadari tadi ditahan Reni. "Aku? kenapa?" Ayolah, Nara malah bertanya balik. Nara dalam posisi kepala tertidur di meja. Ia langsung bangkit, tangannya menopang wajah cantik nya yang sedang cemberut. Reni tidak sengaja melihat sesuatu, ada bekas percintaan di leher Nara. "Eh, apa ini?" Reni menunjuk kearah bekas itu, membuat Kinara menjadi geli. "Apa?""Hahaha, aku tidak menyangka jika Fero dan dirimu bisa melakukan hal seperti ini." Ejek Reni, yang ia pikirkan selama ini jika Nara dan Fero pacaran sehat tidak seperti para remaja pada umum nya. "Apa si?"Karna Nara tidak kunjung mengerti, Reni memberikan cermin kecil nya yang selalu saja ia simpan di tas selempang nya. Nara melihat ada bekas kebiruan di leher nya, seketika ia langsung terkejut. "Astaga!""Seper
"Kenapa kau tidak menjaga dengan baik milikku ini, hmm?" Perkataan itu membuat Nara mengerjap pelan, semua hal yang ada dalam dirinya selalu dikatakan milik pria itu. Nara semakin membenarkan satu hal, bahwa Enzo adalah pria yang paling egois yang pernah ia temui. "Apa kakak tidak lihat kemesraan orang tua kita tadi?" Tanya Nara, siapa tahu Enzo akan sadar. Tapi, Enzo malah menjawab nya dengan senyuman manis nya. "Lihat, hanya saja itu tidak urusan ku. Kita ya kita, mereka ya mereka. " Penjelasan yang sangat logis, tapi tidak masuk akal untuk Nara. Lengan kekar Enzo masih memenjarakan Nara, ia terus menatap bibir Nara yang masih menggigit bibir nya sendiri. Tangan Enzo menyentuh pipi Nara yang tirus, lalu beralih menarik tengkuknya hingga sangat dekat dengan Enzo. Enzo melakukan pergulatan bibir yang lembut, bahkan Nara sampai terbuai dengan lumatan bibir itu. Enzo menghisap bibir nya selayak nya vacum cleaner, Nara kewalahan membalas nya. Tok.. Tok.. TokSeketika Nara langsung
Enzo menarik tangan Nara hingga kini berdiri berhadapan dengannya, tanpa banyak berkata lagi.. Enzo menggendong Nara bagaikan karung beras. Membawa Nara menuju ruang istirahat yang ada di ruang kerja nya, hanya orang tertentu yang tahu tempat itu. Nara memberontak, dalam posisi itu ia terus memukul punggung Enzo sekuat tenaga. Berharap agar pria itu kesakitan, karna Nara tidak mau hal itu terjadi lagi. Tapi, Enzo tidak merasakan sakit sedikitpun. Ia malah merebahkan Nara di atas kasur. Menatap Nara dengan tatapan yang penuh kabut gairah, dengan susah payah Nara melindungi dirinya dari tatapan itu. Enzo merangkak naik keatas kasur, Nara berusaha menghindar. Ia terus mundur kala Enzo ingin mendekati nya, hingga mentok dikepala ranjang. "Mau kemana, hmm?" Suara deep voice itu membuat Nara semakin gugup. "Kak, jangan lakukan ini lagi.""Kenapa? apa salah seorang suami meminta itu dengan istri nya?" Pertanyaan Enzo membuat Nara kebingungan harus menjawab apa. Memang secara logika merek
Menurut Kinara Enzo sangat ngawur, jika memanggil nya sayang didepan orang tua pasti akan terjadi masalah besar. Dan Nara tidak mau itu terjadi, ia masih ingin hidup. “Jangan aneh-aneh deh, Kak. Manggil sayang didepan ibu dan ayah..”“Siapa yang mengatakan kalau manggil sayang nya didepan mereka, hmm?” Tanya Enzo dengan kedua alis naik turun, ia gemas sekali melihat Nara yang salah tanggap itu. “Ah atau kau mau segera aku panggil sayang didepan umum, begitu?” Tanya Enzo lagi, kali ini sambil menarik gemas hidung mancung Nara. “Ihhh apaan si?! Ngeselin amat!”Nara memukul lengan Enzo, membuat pria itu tertawa. Bahkan Enzo tertawa kencang, baru kali ini Nara melihat nya. Ternyata Enzo sangat tampan kala tertawa, Nara baru menyadari itu. Tangan Enzo meraih tangan Nara untuk duduk dipangkuan nya, kali ini Nara mode pasrah saja. Mood Enzo yang marah-marah tadi telah hilang, dan Nara tidak mau memancing nya lagi. Enzo memeluk Nara erat, mencium aroma Nara yang membuat nya tenang. “Kak
Nara langsung menyingkirkan tangan Enzo dari wajahnya, ia benci sekali dengan pria yang telah berani menguasai hidupnya. “Aku benci pada mu!” Teriak Nara, ia menatap nyalang Enzo yang hanya tersenyum saja dengan cacian nya. Malah Enzo menarik tengkuk Nara, melakukan lumatan bibir ya sekalipun Nara tidak mau membuka bibirnya sedikitpun. Enzo menggigit bibir bagian bawah Nara, hingga terbukalah bibir itu. Enzo mengesap bibir Nara bagaikan mesin penyedot debu, dihisap terus menerus hingga suara pintu terdengar terbuka. Barulah Enzo menyudahi kelakuan nya, ia tersenyum saja kala melihat Nara yang meneteskan air mata sambil menatap nya. “Sayang, maaf ya lama..” Ucap Bella, ia tidak menyadari apapun yang baru saja terjadi. Didalam kediaman nya, Nara menatap Enzo yang hanya diam mendengar kan celotehan Bella. Ia tahu, pria itu hanya menjadikan nya budak nafsu saja. Tapi, bahkan Nara tidak tahu harus melakukan apa sekarang. ~~Diperjalanan pulang, Nara hanya diam menatap jalanan yang me
Masih di posisi yang sama, bahkan tangan Enzo kini sudah berlalih menuju perut Nara. mengelus nya dengan lembut, membuat Nara langsung menatap nya tajam. "Kak, hentikan.." Nara menjauhkan tangan Enzo dari perut nya. "Malu tahu, nanti ada orang lihat!"Enzo tertawa saja, ia memerhatikan sekeliling nya, semua pada sibuk dengan kekasih mereka. Bahkan ada yang sedang berciuman, Enzo harus melakukan hal yang sama bukan? iya dong! Enzo mendekatkan diri kepada Nara, menatap Nara intens dan penuh kekaguman. Mata bulat itu yang selalu saja berkilau kala menatap nya, Enzo benar-benar mengagumi nya. Perlahan-lahan bibir Enzo mendekat pada bibir Nara, bukannya marah atau apa.. Nara hanya pasrah saja. Ia malah memejamkan mata seolah tahu hal apa yang akan terjadi sebentar lagi. Enzo melakukan lumatan bibir dengan gerakan lembut membuat Nara merasa kan kenikmatan dalam ciuman itu. Terus bertukar saliva dan menikmati serangan bibir satu sama lain, kali ini Nara sudah lihai membalasnya. Karna Enz
Bukannya panik atau apa, Enzo kelihatan tenang dan tidak berekspresi apapun. Terkadang Nara bingung, kenapa Enzo mudah sekali bersikap seperti itu. "Kebetulan tadi bertemu dengan Nara dijalan, Ayah. Apa salah nya kami jalan bersama, hemat waktu." Jelas Enzo. Relga mengangguk saja mendengar nya, ia tidak curiga sedikitpun. Nara melirik kearah Enzo yang berjalan terlebih dahulu bersama dengan Relga, dari bekalang seperti ini.. mereka benar-benar sangat mirip. Nara mengikuti mereka dari belakang, bahkan Relga baru menyadari satu hal. Ia menghentikan langkah nya, berbalik arah untuk melihat Nara. "Sayang, kemarilah.." panggil nya, Nara menatap Enzo yang juga menatap nya dengan datar. Nara berjalan menghampiri Relga, mereka berjalan bersama-sama dengan Nara ditengah di antara Enzo dan Relga. Enzo mendengar kan saja cerita Nara pada ayah nya, ia tersenyum tipis kala Nara menceritakan hal yang lucu. Hingga mereka sampai di ruangan VVIP, ruangan yang telah di reservasi oleh Relga sedari
Enzo menarik tangan Nara hingga kini berdiri berhadapan dengannya, tanpa banyak berkata lagi.. Enzo menggendong Nara bagaikan karung beras. Membawa Nara menuju ruang istirahat yang ada di ruang kerja nya, hanya orang tertentu yang tahu tempat itu. Nara memberontak, dalam posisi itu ia terus memukul punggung Enzo sekuat tenaga. Berharap agar pria itu kesakitan, karna Nara tidak mau hal itu terjadi lagi. Tapi, Enzo tidak merasakan sakit sedikitpun. Ia malah merebahkan Nara di atas kasur. Menatap Nara dengan tatapan yang penuh kabut gairah, dengan susah payah Nara melindungi dirinya dari tatapan itu. Enzo merangkak naik keatas kasur, Nara berusaha menghindar. Ia terus mundur kala Enzo ingin mendekati nya, hingga mentok dikepala ranjang. "Mau kemana, hmm?" Suara deep voice itu membuat Nara semakin gugup. "Kak, jangan lakukan ini lagi.""Kenapa? apa salah seorang suami meminta itu dengan istri nya?" Pertanyaan Enzo membuat Nara kebingungan harus menjawab apa. Memang secara logika merek
"Kenapa kau tidak menjaga dengan baik milikku ini, hmm?" Perkataan itu membuat Nara mengerjap pelan, semua hal yang ada dalam dirinya selalu dikatakan milik pria itu. Nara semakin membenarkan satu hal, bahwa Enzo adalah pria yang paling egois yang pernah ia temui. "Apa kakak tidak lihat kemesraan orang tua kita tadi?" Tanya Nara, siapa tahu Enzo akan sadar. Tapi, Enzo malah menjawab nya dengan senyuman manis nya. "Lihat, hanya saja itu tidak urusan ku. Kita ya kita, mereka ya mereka. " Penjelasan yang sangat logis, tapi tidak masuk akal untuk Nara. Lengan kekar Enzo masih memenjarakan Nara, ia terus menatap bibir Nara yang masih menggigit bibir nya sendiri. Tangan Enzo menyentuh pipi Nara yang tirus, lalu beralih menarik tengkuknya hingga sangat dekat dengan Enzo. Enzo melakukan pergulatan bibir yang lembut, bahkan Nara sampai terbuai dengan lumatan bibir itu. Enzo menghisap bibir nya selayak nya vacum cleaner, Nara kewalahan membalas nya. Tok.. Tok.. TokSeketika Nara langsung
Kinara tidak semangat sama sekali dengan kelas nya di pagi ini, tentunya membuat Reni heran. Biasanya sahabat nya itu selalu bersemangat untuk belajar, kenapa kali ini tidak? "Nara, kau kenapa?" Muncul juga pertanyaan yang sadari tadi ditahan Reni. "Aku? kenapa?" Ayolah, Nara malah bertanya balik. Nara dalam posisi kepala tertidur di meja. Ia langsung bangkit, tangannya menopang wajah cantik nya yang sedang cemberut. Reni tidak sengaja melihat sesuatu, ada bekas percintaan di leher Nara. "Eh, apa ini?" Reni menunjuk kearah bekas itu, membuat Kinara menjadi geli. "Apa?""Hahaha, aku tidak menyangka jika Fero dan dirimu bisa melakukan hal seperti ini." Ejek Reni, yang ia pikirkan selama ini jika Nara dan Fero pacaran sehat tidak seperti para remaja pada umum nya. "Apa si?"Karna Nara tidak kunjung mengerti, Reni memberikan cermin kecil nya yang selalu saja ia simpan di tas selempang nya. Nara melihat ada bekas kebiruan di leher nya, seketika ia langsung terkejut. "Astaga!""Seper
Kinara berusaha melepaskan tangan Enzo dari atas paha nya, ia takut dilihat oleh Relga atau Arumi nanti. Enzo tetap bersikukuh memegang paha nya, mengelus nya dengan gerakan perlahan yang membuat Nara merasa geli. "Cepat selesai kan makan mu, Nara. Teman mu sudah menunggu, tidak baik seperti itu." Ucap Arumi, kebetulan juga makanan Nara sudah habis tidak tersisa lagi. Nara mengangguk mantap, ia berlalu pergi meninggalkan Enzo yang menatap nya tajam. Setelah bayangan Nara tidak terlihat lagi, Enzo menyudahi makannya. Ia memerhatikan Relga yang tertawa dengan Arumi, membicarakan hal yang tidak Enzo mengerti. Arumi berlalu pergi membantu Bi Surti membereskan sisa pekerjaan yang ada, tinggallah Enzo dan Relga di meja makan. "Kenapa tatapan mu sangat dingin dengan Ibu Arumi, Nak?" Tanya Relga, ia tahu pasti putra nya tidak akan mudah menerima keluarga barunya. "Biasa aja, Ayah. Tidak ada yang beda, dan aku tidak bisa semudah itu menerima orang asing." Jawaban ketus ala Enzo hanya men
"Ma-maaf Tuan.." Suara itu membuat Enzo menghentikan aktivitas nya, ia dan Kinara saling tatap satu sama lain. Apa lagi Kinara yang melotot sempurna kearah Enzo, ia mengenali suara itu. Kinara mendorong tubuh Enzo yang berada diatas nya, hingga terlihat lah Bi Surti yang masih terdiam berdiri didepan pintu. "Ada apa, Bi?" Tanya Enzo dengan ekspresi wajah yang tenang, hal itu mengejutkan Nara. Bi Surti susah payah menelan saliva nya, ia tahu seperti apa Enzo dalam bersikap. "Saya ingin memberi tahu, kalau Tuan besar akan pulang besok." Ucap Bi Surti, dari tatapan Enzo ia sudah mengerti hal apa yang harus ia lakukan. "Sepertinya bukan itu yang membuat mu, mengikuti kami.. atau mengintip aktivitas kami bukan?" Pertanyaan Enzo membuat Bi Surti semakin takut, kedua mata nya mengerjap pelan. "Maafkan saya, Tuan muda. Saya telah lancang ikut campur dengan urusan, Tuan..""Berjanjilah untuk merahasiakan apa yang kau lihat dan apa yang sudah kau ketahui, jika tidak.." Enzo bangkit dari t