"Awas ya sampe lo berani-berani ganggu hubungan gue sama Algazka lagi, gue nggak segan-segan bikin lo diusir dari rumah ini dan nyawa lo melayang!"
Itu lah kalimat terakhir Zie sebgai peringatan sekaligus ancaman yang dilontarkan pada Allesa saat sebelum dia belum pulang."Duh pasti sakit banget ya, Al? Liat tuh sampe merah gitu." Reina mengompres pipi Allesa akibat tamparan Zie yang memang keras, kasihan melihat Allesa.Wajah Allesa menyunggingkan senyuman ceria." Udah gapapa, ah. Gini doangg." Allesa menurunkan tangan Reina yang sejak tadi mengompres pipinya."Tapi tuh masih merah, Al. Biar sini aku kompres dulu." Reina masih bersikeras mengompres pipi Allesa dengan air dingin, tapi Allesa langsung menahannya."Gapapa udah aku bilang, anggap aja aku pakai blush on. Cantik kan aku?" Allesa mengedipkan matanya berkali-kali, memperlihatkan sifat centilnya yang bikin Reina jadi tersenyum."Kamu nih ya selalu aja anggap sepele hal-hSentuhan tangan Algazka yang menyentuh pipi Allesa. Pria berdarah dingin yang Allesa kenali justru memberikan rasa hangat yang tidak pernah dia bayangkan sama sekali. Jangan kan membayangkan, melihat Algazka yang berperilaku peduli saja membuat Allesa mimpi. Mungkin kah Algazka benar-benar peduli?"Siapa yang nampar kamu, hmm?" Pertanyaan Algazka kedua kali.Pipi Allesa yang memerah terlihat saat pergerakan Allesa sempat memalingkan wajahnya sesaat dihadapan Algazka. Ada tanda merah yang semakin tampak jelas ketika Algazka menyingkirkan rambut Allesa. Tanda marah yang dia yakini datang dari sebuah tamparan.Allesa jadi kikuk dengan sikap Algazka menurunkan tangan lelaki mafia itu. Entah kenapa jantung dia memacu seperti kuda yang berlari menuju garis finish."Gapapa." Allesa buka suara, gugup, dan mulai salah tingkah.Sentuhan Algazka bagaikan aliran listrik di tubuh Allesa, meski begitu entah kenapa rasanya menenangkan saat Algazka yang bertanya pada dirinya tadi."Berarti bener ada
Allesa melebarkan kedua matanya selebar-lebar mungkin. Apa yang dikatakan oleh Algazka membuat dia duduk mematung. Lagi dan lagi jantung Allesa yang berdegup cepat."Pikiran kamu jangan kotor, yang saya maksud ingin menampar bibir kamu agar kamu itu diam. Karena saya pusing selalu mendengar kebawelan kamu." Algazka memperjelas bahasanya, tahu sekali dengan otak Allesa yang sering menilai dirinya kotor. Padahal Allesa sendiri yang sering berpikiran kotor.Alesa menyembunyikan rasa malunya. Dia pikir Algazka yang ingin menampar bibir adalah sebuah ciuman. Bisa-bisanya otak Allesa yang jadi kotor. Allesa mengutuk dirinya sendiri."Ngomong apa sih, aku nggak ngerti. Mendingan kamu makan deh." Allesa mengalihkan, buru-buru dia mengambil nampan makanan untuk makn siang Algazka dari atas nakas, lalu meletakkan dihadapan Algazka sebagai penghalang posisi mereka yang saling duduk berhadapan.Algazka mengamati menu makanan yang tersedia diatas nampan. Ada c
Allesa menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur setelah dia kembali ke kamar dan usah menemani Algazka makan siang. Ucapan Algazka yang masih terngiang di telinganya saat dia berada di dalam kamar lelaki tampan itu. Algazka mengatakan bahwa dia adalah istrinya?"Istri?" Gumam Allesa yang tidak lama tersenyum di wajahnya.Kata-kata Algazka yang membuat senyuman di wajah Allesa merekah. Status yang tidak pernah dianggap itu menjadi sebuah status yang terlontarkan sendiri dari mulut Algazka. Entah apa penyebabnya, yang penting Allesa merasa senang dan juga lega.Keberadaannya memiliki arti walau hati dia tetap merasa rindu pada keluarga di rumah."Apa Algazka udah berubah?" tanya Allesa pada dirinya sendiri.Sikap Algazka yang tampak berubah menjadikan hati Allesa senang meski memilih tidak menampakkannya. Allesa jadi yakin kalau Algazka tidak sepenuhnya kejam. Mungkin akan ada waktunya Allesa bisa bertemu dengan keluarganya lagi, A
Tembakan yang dilepaskan Algazka jatuh tepat pada sasaran yang dia inginkan. Algazka tersenyum sinis saat busur panah miliknya berakhir pada target yang ada di hadapannya. Busur panah itu melewati sisi kanan Daskar sehingga akhirnya mendarat tepat di zona emas kembali.Daskar yang masih berdiri di depan target masih diam. Tatapannya mengamati Algazka yang berjalan menghampirinya. Bohong jika jantung Daskar baik-baik saja, sekalipun semua penjaga Algazka memiliki keberanian penuh, namun saat menghadapi Algazka yang tidak pernah tidak serius itu pasti merasakan panik dengan jantungnya yang lebih berdegup cepat.Posisi Algazka yang sudah berada di hadapan Daskar melihat sekilas telinga kanan milik Daskar yang tergores. Yah, busur panahnya memang mendarat tepat di zona emas papan target, namun Algazka membuat busur panahnya melewati telinga kanan Daskar secara tipis sekali meski dia jauh lebih mampu mendaratkan di jantung Daskar."Kamu tahu itu artinya apa?" t
Langkah kaki Algazka yang membawa posisinya masuk ke dalam kamar Allesa justru membuat Allesa jadi kelabakan sendiri. Jantung Allesa yang lagi-lagi dibuat berdegup cepat akan tingkah Algazka.Allesa mengatur nafasnya saat melihat Algazka yang sudah menutup pintu kamar."Eh, eh kamu ngapain sih, Algazka?" tanya Allesa panik, langkahnya mundur teratur meski tatapan dia terus mengamati posisi Algazka."Kamu nantang saya." Algazka menanggapi tenang."Ya tapi kamu nggak sopan ya masuk kamar orang. Diem nggak kamu disitu, stop aku bilang." Allesa memperingatkan Algazka agar tidak memajukan langkahnya ke arah Allesa.Wajah Algazka mengulas senyuman. "Kamar orang? Siapa? Kamu?""Iyaaa, pokoknya kamu diem. Stop, stop, stoppp." Allesa semakin panik melihat Algazka yang terus memajukan langkahnnya."Bukannya kamu adalah istri saya?" Algazka melihat kepanikan di wajah Allesa. Semakin tertantang dan menarik perhatiannya untuk terus membuat nafas Allesa hilang. Siapa suruh menantang dirinya?"Istri
Jantung Allesa hampir berhenti berdetak saat Algazka mendekatkan wajahnya yang ingin benar-benar mencium Allesa.Algazka tersenyum, tahu kalau Allesa yang kaku seperti patung."Jangan suka nantang saya." Algazka berbisik lalu melepaskan tangan Allesa dan memundurkan posisinya.Allesa masih diam. Syok sekali saat Algazka mengutarakan kata ciuman sampai akhirnya dia beralih memajukan wajahnya ke telinga Allesa untuk membisikan ucapannya. Sekuat tenaga dia berusaha menetralkan nafasnya yang hampir hilang. Algazka keterlaluan.Allesa menatap sebal Algazka yang tampak puas sekali."Kenapa? Kamu ngomong lagi?" tanya Algazka melihat ekspresi Allesa yang tampak ingin mengumpat dan mengocehi dirinya.Tapi tidak sampai tiga detik Allesa sudah menggelengkan kepalanya."Saya mau nanya satu hal sama kamu." Algazka sudah memasang wajah serius."Apa?"Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana dan tatapannya menatap Allesa yang tampak penasaran."Kamu tahu dari mana nama adik kamu Almana?" tany
"Nggak, gue nggak terimaaa!" Zie melempar hpnya kesal.Keputusan Algazka yang sama sekali tidak Zie terima, ditambah dia juga tidak bisa menghubungi Algazka lagi. Curiga kalau nomor Zie yang diblokir oleh Algazka. Semua memang karena pelayan brengsek itu, seandainya saja tadi dia tidak muncul, mungkin Zie masih bisa berlama-kama menghabiskan waktu bersama Algazka dan lelaki tampan itu masih dalam keadaan mood yang baik."Emang dasar pelayan nggak tau malu dan nggak tau diri. Lo liat aja ya gue bakal ngasih pelajaran sama lo!" ancam Zie kesal.Dia meremas rambutnya frustasi atas keputusan yang dia dengar dari mulut Algazka. Keputusan yang tidak akan pernah mau Zie dengar.Pikirannya berhenti pada sosok yang tiba-tiba muncul di dalam pikirannya. Zie langsung mengambil hp yang dia lempar keatas kasur tadi, mengutak-atik mencari nomor dan menmpelkan ke telinganya."Gue mau lo ngelakuin satu hal buat gue.""Siapa?" Tanya suara diseber
"Kamu nih ya bener-bener deh, ada aja kelakuan kamu, Daskar." Reina yang tidak berhenti menceramahi Daskar saat mengetahui kejadian tadi yang membuat murka Tuan Algazka. Daskar meneguk teh hangat yang disuguhi oleh Reina beserta cemilan yang telah dibuatkan untuknya. Teman dekatnya itu memang perhatian sekali terhadap dirinya sejak sama-sama bekerja di rumah milik Algazka meski Daskar jauh lebih lama bekerja disana. "Besok-besok yang ada busur panahnya itu beneran nancep ke jantung kamu." Daskar tersenyum mendengar ocehan Reina yang belum kunjung usai. "Emangnya kamu rela kalo aku hilang dari sini?" tanya Daskar yang tampak santai-santai saja setelah kejadian tadi. "Kamu bilang apa?" "Iya, emangnya kamu rela kalo ... ehhh." Daskar melebarkan tangannya untuk menghalangi Reina yang siap-siap menusuk dengan garpu. "Kenapa? Takut?" tanya Reina masih tersulut emosi, satu tangannya menggenggam garpu yang siap dia arahkan ke tubuh Daskar. "Kamu tega banget sih, Reina. Masa iya a
"Kalo kamu sampai ditampar, kamu harus tampar balik tiga kali dari yang kamu terima."Hanya itu yang bisa Algazka sampaikan pada Allesa yang memilih mau berbicara pada Zie. Gadis polosnya sudah pergi ke luar setelah meyakinkan dirinya kalau dia akan baik-baik saja.Algazka tidak bisa menahan Allesa karena dia yang benar-benar tampak ingin juga berbicara dengan Zie. Entah apa yang akan mereka bicarakan namun Algazka memilih menunggu meski dengan kerisauannya.Dan sementara itu Allesa mengikuti apa yang Zie mau untuk berbicara berdua di luar. Tepatnya di halaman belakang rumah Algazka dan tidak jauh dari kandang kuda Queen."Kamu mau ngomong apa, Zie?" tanya Allesa dengan nada tenang dan senyuman hangat setelah Zie berdiri menghadap dia dan siap berbicara.Tapi kehangatan Allesa tidak akan mudah diterima begitu saja oleh Zie. Apalagi saat mendengar Allesa menyebut namanya dngan tidak menggunakan kata 'nona' lagi. Hal itu semakin membuat hat
"Queen itu udah milik aku, Algazka. Kenapa aku nggak boleh bawa dia?" tanya Zie kesal.Zie tidak terima dengan jawaban Algazka yang tidak memuaskan dirinya."Aku bukannya melarang kamu, tapi aku meminta waktu." Algazka yang terdengar membuat perundingan pada Zie.Di hatinya dia pun malas dengan drama yang berhubungan dengan perempuan. Sama sekali tidak ada niat untuk membuat drama yang berlarut. Algazka hanya meminta waktu untuk bisa melihat kondisi hati Allesa yang dia pedulikan."Waktu untuk apa sih? Kamu nggak cukup mutusin dan pergi dari aku? Sekarang aku mau bawa Queen yang kamu kasih pun nggak kamu bolehin. Kenapa sih, Algazka? Kenapa kamu berubah total kayak giniii?" Zie semakin bertambah kesal.Perubahan yang dia yakini memang berhubungan dengan Allesa. Sudah pasti itu. Pelayan super brengsek yang sangat Zie benci seumur hidupnya."Apa kamu mau ngambil lagi sama barang-barang yang kamu kasih? Apa memang tipikal kamu kayak
Zie duduk manis menunggu kedatangan Algazka yang sangat tidak sabar dia temui. Tapi setidaknya sekarang dia sudah bisa tenang karena Algazka pasti akan menemui dia mengingat dirinya yang berhasil masuk dan sekarang tengah menanti kehadiran calon suami masa depannya.Rasa senang semakin dirasakan oleh Zie ketika tatapannya mendapatkan Algazka yang sudah muncul dan berjalan mendekati dia. Meski di satu sisi Zie tetap merasa resah setiap mengingat perilaku Algazka yang sampai menggendong Allesa si pelayan brengsek itu.Zie beranjak dari duduknya dengan wajah tersenyum. Algazka yang begitu gagah, tampan, dan sorot mata yang dingin tanpa pernah bisa menghilangkan ketampanannya."Hai, kamu apa kabar?" tanya Zie hangat."Ada apa?" Algazka yang malas berbasa-basi.Sikap Algazka yang seratus persen berubah memang membuat rasa sedih di dalam hati Zie semakin sesak. Hubungan yang sempat dia jalani dan tidak memiliki masalah apapun dan sekarang Algaz
"Gimana Allesa? Apa dia baik-baik?" tanya Garvin pada Nadya yang sudah pulang."Baik." Nadya menjawab singkat.Dia sudah selesai menyusui Almana tadi dan bayi mungilnya itu kini terlelap tidur. Sekarang Nadya bersama Garvin duduk di ruang tengah berdua."Kenapa kamu?" tanya Garvin melihat Nadya yang tampak banyak berpikir. "Apa sebenernya Allesa terluka?""Nggak kok.""Terus?""Allesa baik-baik aja, nggak ada luka sama sekali. Malah dia ditempatkan di kamar yang bagus dan penuh fasilitas. Seenggaknya dia memang nggak kekurangan." Nadya menjelaskan.Ternyata pikiran buruk dia saat membayangkan Allesa yang mendapatkan perilaku kejam di luar bayangan Nadya. Anaknya tidak terluka, dia makan dengan layak, tidur di kamar yang bagus, dan tidak ada yang tampak bahwa Allesa sedang mendapatkan siksaan.Garvin yang mendengar itu jadi terdiam sejenak. Keresahannya selama ini hanya berada di dalam pikirannya saja. Kekejaman
"Tuan Algazka tidak ada disini.""Nggak ada disini gimana? Gue liat mobilnya, jangan coba bohong-bohongin gue ya." Zie menatap kesal salah satu penjaga yang berdiri di depan pintu utama.Malam itu dia datang ingin menemui Algazka. Ada hal yang Zie ingin bicarakan."Maaf, Nona Zie.""Gue nggak butuh maaf, tapi gue cuma butuh ketemu sama Algazka. Gue bener-bener mau ngomong sama dia.""Maaf, Nona Zie tapi Tuan Algazka tidak bisa ditemui.""Tuh kan, tadi kata lo nggak ada dan sekarang nggak bisa diganggu, artinya dia emang ada di dalam. Emang dasar ya lo tukang bohong semua." Zie menatap sinis penjaga-penjaga Algazka yang ditugaskan berdiri menjaga pintu utama rumahnya.Semua menjadi menyebalkan ditambah pikiran dia yang masih mengingat bahwa Allesa berada di dalam."Panggilin Algazka sekarang atau gue akan ...""Akan apa?" Sambung suara yang sudah ada di tengah-tengah pembicaraan dia terhadap penjaga tadi
Jadi begitu ceritanya dan dia bukan pacar aku kayak yang kamu bilang." Allesa menjelaskan cerita yang ingin Algazka dengar.Lelaki tampan itu tampak penasaran sekali dengan sosok yang bernama Argantara Ragadian. Maka dari itu Allesa jadi menjelaskannya secara singkat, tapi cukup jelas untuk dipahami oleh Algazka.Lelaki yang biasanya Allesa panggil Arga itu memang bukan lah kekasih Allesa. Dia hanya lelaki yang pernah ada di dalam kehidupan Allesa tanpa status apapun. Meski begitu, Arga adalah sosok lelaki yang baik, perhatian, dan peduli pada keluarga Allesa juga.Statusnya tidak lain hanya sebatas teman baik Allesa. Dia selalu menemani Allesa sejak dulu sampai akhirnya Arga yang harus pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan mengikuti keinginan orang tuanya. Kepergiannya itu membawa kesedihan untuk Allesa karena Arga selalu berada di sisi dirinya sejak dulu.Arga pernah berjanji kalau dia akan pulang sekitar lima bulan lalu dari kepergi
"Bener-bener nyebelin, emang ternyata dia tuh nggak berubah." Allesa menggerutu. "Mungkin bener kalo dia emang main-main dan seriusnya cuma sama Zie." Allesa menghentak-hentakkan kakinya penuh kekesalan.Bisa-bisanya dia percaya dengan perubahan sikap Algazka beberapa hari ini. Semua memang memang mimpi dan Allesa tidak boleh memiliki angan-angan terlalu jauh.Dia kembali mengambil hpnya dan melakukan scroll, mengutak-atik sesuatu, dan kembali meletakkan secara kesal."Mungkin emang bener kalo gue harus keluar dari sini sesuai yang Mama bilang." Allesa teringat akan ucapan Nadya yang menyampaikan niatnya untuk membawa dia pergi dari tempat Algazka.Meski Allesa tidak mengetahui bagaimana caranya, tapi melihat keyakinan Nadya membuat Allesa memiliki harapan dan tidak ada alasan lagi untuk tinggal disini. Ditambah dia yang super menyesal karena tadi sempat memihak sama Algazka di hadapan Nadya.Allesa menghela nafasnya. Kasihan Nadya, pasti
"Mulai deh kayak setrikaan." Daskar yang sudah kembali ke pantry mengamati tingkah Reina yang mondar-mandir dengan wajah cemasnya. Sudah bisa ditebak kalau tingkahnya itu pasti karena mengkhawatirkan Allesa. Kondisi Allesa yang sejujurnya membuat Daskar ikut heran ditambah kata-kata Algazka tadi yang tadi terdengar tidak peduli. "Aku tuh kayaknya bisa umur pendek ya kalo kerja disini. Mikirin keadaan yang macem-macem aja." Reina menggerutu setelah akhirnya dipaksa Daskar untuk duduk dan disodorkan air dingin untuk menjernihkan otaknya. "Ngomong tuh dijaga." Daskar menasihati. Reina menghela nafasnya. "Abisnya tuh tuan kamu aneh banget." Reina berbisik meski di pantry tidak ada orang selain mereka. "Tuan kamu juga kan." Daskar meledeki. Reina tidak menanggapi. Dia masih memikirkan kondisi Allesa yang tidak mau makan dan sekarang Algazka yang tidak peduli. Padahal kemarin waktu Allesa sakit tuann
"Nggak mau.""Tapi kamu harus makan loh.""Aku bilang nggak mau.""Tapi, Al ...""Ihh aku nggak mau, Reinaaa." Allesa menghentak-hentakkan kakinya diatas tempat tidur dengan posisi dia yang telungkup sejak tadi.Reina datang membawakan Allesa makanan ke kamar, tapi Allesa menolaknya. Sudah dibujuk dari tadi pun Allesa enggan menyentuh makanan yang dibawakan Reina untuknya.Allesa tidak mau makan pokoknya."Bawa aja keluarrr." Allesa yang melipat kedua tangannya diatas bantal dengan wajah merengut.Entah kenapa Allesa sampai membuat Reina kewalahan. Padahal biasanya Allesa tidak pernah ngambek atau murung jika dirinya datang. Allesa yang kadang bercerita dan kali ini Allesa juga tidak mau bercerita. Dia hanya mengatakan kalau dia tidak mau makan dan ingin sendiri di kamar."Udah cantik gitu kok ngambek dan merengut sih." Reina yang masih berusaha menghibur hati Allesa.Namun Allesa tidak menangg