Beranda / Thriller / Istri Tanpa Suami / 7. Kesialan Jelita dan Devano

Share

7. Kesialan Jelita dan Devano

last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-11 10:12:14

Narsih memilih keluar dari ruang makan, ia berjalan menuju taman belakang, untuk mengangkat jemuran yang kemarin ia jemur. Sesekali melirik ke dalam ruang makan, sambil tersenyum licik. "Makan tuh iler gue," ledeknya sambil menahan tawa. Ia kembali melanjutkan aktifitasnya dengan menyetrika pakaian yang ada di dalam keranjang. Entah berapa abad sang suami laknat tidak menyetrika pakaiannya. Tumpukan pakaian begitu banyak di dalam empat bak besar bewarna hitam.

Huk!

Huk!

Suara batuk-batuk wanita terdengar dari ruang makan. Narsih tersenyum sambil memainkan matanya, barisan gigi kuningnya ia perlihatkan pada tumpukan pakaian yang audah mengantre minta disetrika.

"Alhamdulillah," gumamnya, lalu melanjutkan aktifitas main mobil-mobilan.

Huk!

Huk!

Kini suara batuk Devano yang terdengar nyaring, bahkan kini keduanya saling batuk bersahutan.

"Emang enak, kena corona, ha ha ha hi hi hi," Narsih tertawa geli menutup mulutnya.

"Giyem! Huk...huk..." teriak Devano memanggil Narsih. Dengan malas, Narsih menekan tombol pause pada setrikaannya, lalu berjalan masuk ke dalam ruang makan. Dua orang di sana masih saja terbatuk-batuk, bahkan wajah Jelita memerah karena mungkin tenggorokannya sangatlah gatal.

"Ada apa, Paduka?" tanya Narsih sambil membungkukkan tubuhnya. Jika Devano memanggilnya Giyem, maka panggilan Devano juga akan dia ganti.

"Ck, panggilan apa itu Paduka? Ngaco aja! Sana, buatkan kecap dan jeruk nipis untuk kami minum!" titah Devano pada Narsih.

"Kecap tidak ada Paduka, jeruk nipis sudah kisut di dalam kulkas. Paduka yang Mulia sudah satu bulan tidak belanja ke supermarket. Saya saja makan cuma pakai nasi dan telur," terang Narsih dengan mimik muka dibuat semelas mungkin. Maksud hati agar wanita yang kini tengah di rangkul pundaknya oleh Devano itu, ilfeel. Tetapi wanita itu malah kini berwajah sumringah.

"Ayo, kita belanja saja, Sayang," ucap Jelita mendayu-dayu.

"Tapi aku ada meeting jam sembilan, tidak bisa. Kamu saja yang belanja ya. Beli apa saja yang kamu inginkan," ujar Vano sambil mengeluarkan kartu sakti dari dalam dompetnya.

"Terimakasih, Sayang. Aku boleh beli tas juga ga? Ada keluaran baru dari produk ZARA," rengek Jelita pada Devano.

"Tentu boleh, Sayang. Kartu ini unlimited. Sekalian cari juga gaun untuk pernikahan kita ya," ujar Devano sambil melirik Narsih sekilas.

Pemandangan yang membuat Narsih miris. Sekuat tenaga ia menahan air mata agar tidak tumpah. Dia istri, minum saja masih dengan air mentah. Ini, wanita jadi-jadian malah disuruh belanja, membeli baju pernikahan pula. Narsih menggeram dalam hati. Ia lebih memilih kembali ke ruang belakang, sambil sesekali menghapus air matanya. Mulai saat ini, detik ini, ia tidak akan berharap apapun dari pernikahan gila ini. Anggap saja ia memang hanya sebagai pembantu di rumah keluarga Vano.

"Giyem, tolong pijatkan kaki saya! Kok pegal banget." Jelita memanggil Narsih agar mau memijatnya. Narsih menggigit gemas sempak Devano, sebelum akhirnya dia melemparkan kasar celana dalam itu ke atas meja setrika.

"Iya, Mbak. Sebentar," sahut Narsih, lalu berjalan ke arah ruang televisi. Sudah ada Jelita sang calon nyonya yang tengah berbaring di sofa sambil membaca majalah. Mata Narsih mencari di mana kiranya keberadaan Vano, namun tidak ia temukan sama sekali tanda kehidupan Vano di dalam rumah.

"Majikan kamu sudah berangkat. Ayo sini, tolong pijat kaki saya!" titah Jelita.

"Saya tenaganya kuat, Mbak. Nanti Mbak tidak kesakitan?"

"Mulai hari ini, belajar panggil saya Nyonya, ya. Karena mungkin dua pekan lagi, saya akan menjadi nyonya rumah ini," ujar Jelita penuh percaya diri. Narsih kembali merasakan perih di dalam hatiya, namun senyuman tetap ia berikan pada sang wanita yang terlalu percaya diri di depannya ini.

"Baik, Nya."

"Bagus."

"Muk," lanjut Narsih sangat pelan, hingga Jelita tidak menyadari ucapan Narsih. Nya-muk. Ha ha ha ...

"Saya ambil minyak kayu putih dulu di belakang ya, Nya-muk."

"Oke, silakan!" Narsih meninggalkan Jelita di ruang televisi. Kakinya melangkah lebar menuju dapur, lalu membuka kotak obat. Senyumnya terbit, tatkala melihat ada param kocok panas dan juga minyak kayu putih botol besar di dalam kotak obat. Dengan sejuta muslihat, isi botol tersebut ia tukar. 

Dari kejauhan, senyum manis ia berikan  pada Jelita yang kini juga ikut tersenyum padanya.

"Sini, Nya. Kakinya!" Narsih meluruskan kedua kaki Jelita. Lalu dengan perlahan menuangkan cukup banyak minyak param kocok yang bercampur aroma minyak kayu putih yang telah ia tukar.

Narsih mulai memijat kaki Jelita dengan tenaga penuh, hingga wanita itu meringis sakit.

"Au, pelan Giyem! Sakit," keluhnya.

"Ini urat kakinya ada yang bengkok, Nya. Sabar ya," ujar Narsih menenangkan.

"Kamu pakai minyak apa? Kok panas sih?"

"Ini, Nya. Ada di kotak obat belakang." Narsih menunjulkan botol minyak kayu putih yang berisi minyak param kocok.

"Aduh, panas nih. Aduh...udahan aja deh. Saya mau ke kamar mandi dulu, panas banget," ujar Jelita blingsatan mengibas kakinya dengan tangan.

Wanita itu bergegas naik ke lantai atas untuk mandi, sedangkan Narsih tertawa senang. Ia berjalan santai ke dapur untuk mencuci tangan di wastafel.

Merendam jemarinya dengan air sabun cuci piring yang diberi air hangat. Walaupun ini berlaku untuk tangan yang panas karena cabai, tetapi efektif juga untuk mengurangi rasa panas akibat minyak gosok.

****

Sementara itu, Devano tengah berada di sebuah bengkel mobil. Di tengah jalan tadi, ban mobilnya pecah, sehingga ia terpaksa mendorong mobilnya ke bengkel terdekat yang dibantu oleh tiga orang. Untung saja, pagi ini ia menggunakan mobil sedan miliknya yang masih manual. Apa jadinya jika ia menggunakan mobil sport miliknya, dijamin tidak bisa bergerak, harus memanggil mobil derek.

Ponselnya dari tadi berdering, sang papa yang memanggilnya di seberang sana. Sudah hampir pukul sembilan, ia belum juga sampai di kantor. Masih menunggu montir menyelesaikan pekerjaan pada ban mobilnya.

[Hallo, kamu di mana, Van? Sudah mau mulai ini.]

[Ban mobil Vano pecah, Pa. Tunggu ya, mungkin lima belas menit lagi selesai.]

[Ya sudah, papa tunggu.]

Vano mematikan ponselnya, lalu memasukkan ponsel tersebut ke dalam saku celananya. 

"Sudah selesai, Pak. Semuanya enam puluh lima ribu," ucap sang montir.

"Oke." Vano meraba saku celana sebelah kanan, tempat ia biasa menaruh dompet. Berkali-kali meraba sakunya, tidak ia rasakan ada benda bernama dompet di sana. Wajahnya seketika panik, di mana dompetnya?

"Kenapa, Pak?" tanya montir.

"Tunggu ya, saya cek di mobil. Kenapa saya tidak bawa dompet ya," ujar Vano sambil berjalan cepat membuka pintu mobilnya. Matanya terus saja mencari di mana keberadaan dompetnya, tetapi tetap tidak ada.

"Bagaimana, Pak?" wajah montir yang kumal belepotan oli kini menatap horor wajah Devano.

"Mm...begini, Mas. Saya kelupaan membawa dompet. Bisa saya bayarnya nanti sepulang saya dari kantor?"

"Kalau tidak bisa bayar, silakan tinggalkan saja mobil di sini. Nanti, setelah punya uang silakan diambil. Bawa saja kuncinya," terang montir memberi solusi.

"Duh, saya buru-buru, Mas," timpal Vano lagi.

"Jam tangan bapak saja jadi jaminan," tunjuk montir pada jam tangan mahal yang melingkar di tangan Devano.

"Ya sudah, sore saya ambil, Mas." Devano membuka jam tangannya, lalu memberikan pada montir. Secepat kilat ia kembali masuk ke dalam mobil dan melanjutkan perjalanannya ke kantor.

"Aduh, hari ini repot sekali!" gerutu Devano di dalam mobil. 

Huk!

Huk!

Ia kembali terbatuk-batuk di dalam mobil, tangannya meraba tempat air yang biasa ia selalu bawa. Sial! Dia lupa membawanya pagi ini.

Huk!

Huk!

Devano terbatuk-batuk di dalam mobil, begitu juga Jelita di rumah. Bahkan lipstik yang ia pakai sampai mencoret pipi karena batuk yang sangat kencang. Dengan berlari, Jelita turun ke bawah. Bermaksud minum air hangat.

Narsih hanya melirik sekilas sambil menahan tawa. Masa ia kena iler doang, sama hawa selangkan gue langsung TBC, ha ha ha ha Narsih bersorak dalam hatinya.

"Giyem...huk...huk, air uhuk..panas mana uhuk...sa..huuk!"

"Sebentar saya masak dulu, Nya. Dispensernya rusak, jadi ga ada air panas," sahut Narsih sambil masuk ke dapur, memasak sedikit air untuk Jelita. Untuk menghilangkan rasa gatal ditenggorokannya, Jelita meminum air dingin yang ada di dalam lemari es. Bukannya hilang, tenggorokannya malah semakim gatal. Tanpa sepengetahuan Jelita, yang sibuk merejan karena batuk, Giyem, eh...Narsih kembali meludahi gelas air  putih hangat untuk jelita. Kemudian dicampur dengan air dingin yang ada di dalam kulkas. 

Jelita langsung menenggak air hangat yang diberikan  Narsih. Tanpa memperhatikan ada buih di dalam sana. Dalam hati, Narsih berkata, "semoga kesialan lainnya segera menyusul."

****

Sore hari, sepulang dari kantor. Devano kembali menyambangi bengkel mobil tempat ia menjaminkan jam tangannya. Ia dipinjamkan uang satu juta oleh Pak Broto untuk menebus jam tangan miliknya.

Terlibat sepi, tidak ada kustomer. Hanya ada satu orang montir berusia senja sedang menikmati sebatang rokok sambil bermain ponsel. Devano memarkirkan mobilnya tepat di depan bengkel. Lalu turun dengan sedikit tergesa. Karena ia harus segera menjemput Jelita di sebuah mall.

"Permisi,Pak. Saya mau bertemu dengan montir muda yang memiliki tahi lalat besar di hidung," ujar Devano pada pria baruh baya itu.

"Oh, si Maman baru aja pulang kampung, istrinya sakit."

"Oh gitu, tapi Mas Maman ada menitipkan jam tangan tidak, Pak?"

"Tidak ada."

****

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sudarsih Sudarsih
cerita lucuuuu...benar2 menghibur, lima bintang deh buat penulisnya, syukaa aku syuka
goodnovel comment avatar
Siti Bue Azzam
Syukuriin kualat sm bini luh maka sial mulu km vano
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Tanpa Suami   8. Devano yang Menyebalkan

    Memang dasar wanita, tubuh masih terasa panas, serta terus saja terbatuk-batuk, tetap tidak menyurutkan semangatnya untuk berbelanja di mall. Apalagi sudah memegang kartu sakti unlimited, maka ia akan berbelanja sepuasnya dan penyakitpun hilang.Sambil mendorong troli belanja yang sudah penuh barang belanjaan, sesekali juga ia mengecek ponselnya, belum ada kabar dari Devano, padahal lelaki itu berjanji menjemputnya. Tidak mungkin ia membawa berkantong-kantong belanjaan barang dapur sambil membeli baju dan sepatu."Ck,mana sih?" matanya terus saja mencari keberadaan Devano yang tidak kunjung terlihat."Dasar Giyem aneh! Masa calon majikan disuruh beli udang, ikan, telur, gula, beras, dan masih banyak lagi. Hadeeeh," gerutu Jelita sambil menggelengkan kepala.Jelita memutuskan untuk masuk ke antrean kasir yang sudah kosong, dengan mahir sang kasir menghitung satu per satu barang belanjaan Jelita, lalu dimasukkan ke dalam goodie bag besar sebanyak tiga kanto

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-11
  • Istri Tanpa Suami   9. Jin Penungu Rumah

    Narsih terbangun dari tidurnya, saat adzan shubuh berkumandang. Dengan malas ia menoleh pada lelaki yang menjadi suaminya kini, ada air liur yang menetes di sudut bibir lelaki itu karena tidur dengan mulut terbuka. Mati-matian Narsih menahan tawanya. Dasar aneh! Pikirnya. Dengan perlahan, Narsih masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci muka dan juga menyikat giginya dengan telunjuk. Karena sikat gigi pesanan Narsih tidak dibeli oleh Jelita. Setelahnya, ia kemudian berwudhu dan melaksanakan sholat shubuh seadanya karena tidak ada mukena di rumah keluarga Devano ini.Devano masih terlelap, sambil sesekali tersenyum dalam tidurnya. Narsih yang memperhatikan tingkah suaminya, tentu saja tersenyum kecil. Mulut saja yang pedas, wajah polosnya seperti anak PAUD lagi mimpi dibelikan es krim, gumam Narsih sebelum ia akhirnya keluar kamar. Narsih melewati kamar wanita calon istri kedua suaminya. Masih sepi tiada suara apapun di sana.Narsih melanjutkan aktifitasnya menyalakan me

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Istri Tanpa Suami   10. Berencana Kabur

    Tuk!Tuk!Tuk!"Vano...Giyem! Buka pintunya!" teriak Jelita dari luar kamar Devano. Jelita menunggu dengan gelisah, sambil menggigit kukunya dengan kasar, ia kembali mengetuk pintu kamar Devano.Bugh!Bugh!Kali ini ia menggunakan kepalan tangannya untuk menggedor pintu kamar Devano dengan keras."Non, sini!" Pak Samsul menarik Jelita menjauh dari depan kamar majikannya."Lepas! Ngapain sih, pegang-pegang?" Jelita menghempaskan tangan Pak Samsul yang memegang lengannya."Ck, jangan ganggu Tuan dan Nyonya Devano," bisik Pak Samsul dengan ekor mata melirik kamar Devano."Maksud kamu apa? Siapa yang nyonya di sini?""Itu Narsih, istri Tuan Devano.""Siapa Narsih?""Narsih itu yang Non panggil Giyem. Dia istri sah Tuan Devano baru seminggu nikah.""Lha, bukannya Devano duda?""Siapa bilang? Tuan Devano sudah menikah kembali sepekan yang lalu dengan Aminarsih.""Tahu gak, kenapa Tuan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Istri Tanpa Suami   11. Dibuang

    Plaak!Plaak!"Berani sekali kamu mau kabur, hah!" teriak Devano di depan wajah Narsih. Dua tamparan dari sang suami membuat kedua sudut bibirnya mengeluarkan darah segar. Narsih tak gentar, walau darah semakin banyak menetes mengotori lantai. Narsih dengan berani menatap wajah lelaki yang masih berstatuskan suaminya. Mencari sorot rasa kasihan di sana, namun sayang, Narsih tidak menemukannya. Lelaki itu benar-benar membenci dan hanya memanfaatkannya saja.Pak Broto yang memergoki Narsih saat hendak kabur, hanya memperhatikan perlakuan anaknya dari balik kaca mata, tanpa komentar. Ia membiarkan Devano melakukan apapun pada wanita yang berstatus istri siri dari anaknya itu."Berani kamu tatap saya!" bentaknya lagi, bahkan tangannya kini mencengkeram dagu Narsih dengan kuat."Saya sudah bilang, kenapa tidak kamu bunuh saja saya?" tantang Narsih berbicara dengan mulut yang sangat sakit."Oke, kalau itu mau kamu. Saya akan bunuh kamu, tapi perlaha

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-27
  • Istri Tanpa Suami   12. Kebakaran

    Rumah besar yang terlihat kokoh itu, kini rata dengan tanah. Semua barang hangus terbakar, tidak ada yang dapat diselamatkan termasuk berkas-berkas penting, dua mobil mewah Devano, satu motor Harley miliknya, serta satu mobil sport milik Pak Broto, semua hangus terbakar dilalap si Jago Merah. Bahkan memerlukan enam mobil pemadam kebakaran untuk mematikan api tersebut. Tetapi anehnya, begitu api sangat besar melahap rumah Devano beserta isinnya, namun tidak mengenai bangunan tetangga kanan dan kirinya, bahkan asapnya saja tidak tercium para tetangga."Kapan kebakarannya? Kok kita tidak tahu," celetuk seorang ibu dari depan rumahnya."Iya, Nya. Padahal lima belas menit lalu, saya buang sampah di depan, Nya, tetapi tidak ada api," sahut pembantu si ibu sambil bergidik ngeri."Seram ya, Ma. Ayo kita masuk!" sela seorang lelaki muda pada ibunya."Dibakar jin kali," celetuk tetangga yang lainnya.Semua tetangga satu per satu meninggalkan Devano yan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29
  • Istri Tanpa Suami   13. Impot*n

    Narsih terbangun dari tidurnya, saat mendengar suara klakson mobil begitu nyaring. Sigap ia berdiri, untuk melihat siapa yang ada di luar sana. Jauh sekali, itu yang dilihat oleh Narsih saat ini. Sepertinya rumah tempat ia berada saat ini berada di atas gunung, sehingga pemandangan area sekitar terlihat berada di bawah.BughBugh"Tolong!" teriak Narsih."Tolong!" teriaknya lagi.Namun, bagaikan angin saja yang menangkap suaranya. Tidak ada siapa pun yang menyahut. Dari tempat Narsih berpijak saat ini, dapat dilihat dengan jelas, begitu banyak kendaraan yang berlalu-lalang. Walaupun tidak seramai ibu kota, tetapi tetap saja keadaan ramai. Mobil, motor, orang bersepeda, bahkan para pejalan kaki tampak jelas di mata Narsih. Sungguh di sayangkan, mereka sangat jauh dari jangkauan. Hanya dengan TOA masjid mungkin, baru akan terdengar.Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Gumam Narsih kembali dengan air mata yang jatuh satu per s

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29
  • Istri Tanpa Suami   14. Impot*n Dua

    "Cih, dasar belagu! Dasar kamunya aja yang ga bisa membuat senjataku naik," umpat Devano setelah wanita penghibur itu keluar dari kamar yang disewa Devano.Cepat lelaki itu mengambil ponselnya, lalu memencet nomor Mami yang biasa ia gunakan sebagai perantara untuk mendapatkan kepuasan ranjang.[Hallo, Mi. Kirim lo***e yang benar dong. Masa amatiran yang dikirim ke saya. Mami kan dah saya bagi panjer dua juta.][Lho, dia bintangnya di rumah Mami lho, masa gak bisa bikin kamu puas?][Iya, senjataku tidak mau bangun lagi][Ada yang sumpahin kali. Ha ha ha ha... bercanda Vano. Tunggu sebentar ya. Lima belas menit lagi Mami kirim yang paling bagus]Vano melemparkan ponselnya ke atas ranjang. Ia memilih memejamkan mata sesaat, sebelum bertempur dengan wanita penghibur. Baru mulai terlelap, suara bel kamarnya berbunyi. Masih tanpa busana, Devano berjalan ke arah pintu, lalu membukanya lebar."Masuk!" titahnya pada wanita cantik nan seksi yan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29
  • Istri Tanpa Suami   15. Rumah Berhantu

    "Tuan, apa tidak sebaiknya ada yang melihat keadaan Mbak Narsih di Puncak? Ini sudah tiga bulan dan kalau benar ia meninggal, biar dimakamkan. Jangan sampai orang lain yang tahu lebih dulu. Nanti Tuan terlibat masalah," ujar Pak Samsul memberi nasehat."Uuauuaauaaaa," ujar Pak Broto sambil mengangguk. Dari bahasa tubuhnya, ia pun menyetujui saran dari Samsul."Begitu ya, ya sudah. Pak Samsul sama Joko ke sana. Kalau dia masih hidup, langsung saja tinggalkan lagi. Tapi kalau sudah mati, bawa mayatnya, lalu kubur di perkuburan umum," putus Devano akhirnya, setelah menimbang perkataan Pak Samsul."Mmm...maaf, Tuan. Apa tidak sebaiknya Mbak Narsih dibebaskan saja atau mungkin bekerja di sini lagi?" Sedikit ragu, Pak Samsul kembali memberi masukan. Ucapan Pak Samsul barusan, membuat leher Devano menegang, lelaki itu terlihat tak suka dengan ucapan Pak Samsul."Jangan ikut campur urusan saya! Kerjakan saja apa yang menjadi tugasmu!" ujar Devano ketus dengan net

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-01

Bab terbaru

  • Istri Tanpa Suami   142. KEJUTAN (ENDING)

    Acara akad nikah dan resepsi yang diadakan diballroomsebuah hotel mewah, berlangsung lancar dan meriah. Para tamu undangan yang berbondong-bondong memberikan selamat dan juga mendoakan sepasang pengantin yang tengah berbahagia di atas pelaminan sana.Semua bergembira dan tersenyum penuh senang. Amira, si gadis super unik, berjodoh dengan Reza yang tak lain adalah anak majikan sang ibu, saat dahulu kala. Jika ada penulis yang bersedia menceritakan kisah mereka dan memberi judul 'Menikahi Anak Pembantu', pasti sangatlah tepat. Namun itu hanya sepenggal kisah masa lalu yang dilalui Amira dan juga ibunya. Saat ini, mereka bahkan tak tahu berapa banyak aset perusahaan dan juga warisan yang ditinggalkan Uyut Wijaya untuk Amira dan juga ibunya.Buktinya dapat dilihat dari para undangan yang hadir, mulai dari wali kota Jakarta Selatan dan beberapa stafnya. Belum lagi lurah, dan camat setempat. Relasi bisnis sang papa, teman se

  • Istri Tanpa Suami   141. Hari Pernikahan

    Devano menjadi pusat perhatian di dalam rumah besar milik Aminarsih. Lelaki itu tak banyak bicara. Hanya senyuman dan anggukan yang ia berikan, saat Amira atau Emir menanyai dirinya. Lalu bagaimana dengan Aminarsih? Wanita setengah baya itu tak mau mengeluarkan suara apapun untuk Devano. Bahkan ia menganggap lelaki itu sudah lama mati. Ia hanya menghargai Amira sebagai darah daging lelaki kejam seperti Devano.Lelaki itu duduk tepat di samping kiri Amira, sedangkan Emir dan Aminarsih ada di posisi kanan. Yasmin pun tak kalah bingung. Ia memang ingat, saat itu Narsih menggantikannya jadi pengantin Devano, tetapi bukannya mereka langsung berpisah beberapa hari kemudian? Harusnya, usia Amira lebih tua, atau tak beda jauh dari Reza. Namun, kenapa bisa Amira masih sangat muda?Satu hal yang paling menyeramkan dari semua ini adalah penampilan Devano yang telah kehilangan sebagian tangan kirinya. Ada banyak pertanyaan bersarang di kepalanya

  • Istri Tanpa Suami   140. Lamaran

    Langit malam tampak begitu terang benderang. Bintang bertabur di atas sana yang jika kita perhatikan, tampak seperti bentuk kursi. Aminarsih membiarkan jendela kamarnya terbuka. Sambil memijat kaki sang suami, sambil menikmati sinar bintang dan rembulan.Besok adalah hari lamaran Amira. Semua sudah disiapkan dengan begitu sempurna oleh Aminarsih dan juga suaminya. Keputusan sang puteri kesayangan sudah bisa mereka terima dengan lapang dada. Namun masih ada satu yang mengganjal Aminarsih, tetapi ia ragu untuk menanyakan perihal itu pada suaminya."Kenapa, Sayang? Sepertinya sedang memikirkan sesuatu? Apa ada yang belum rapi untuk acara besok?" tanya Emir penasaran, saat tiada suara yang keluar dari bibir sang istri saat memijatnya. Tidak seperti biasanya yang selalu ada saja yang menjadi bahan perbincangan."Pa, Ibu mau tanya. Mm ... tapi Papa jangan tersinggung. Ini soal ....""Devano?" tebak Emir dengan s

  • Istri Tanpa Suami   139. Say Yes!

    Amira, Reza, dan Aminarsih sudah duduk saling berhadapan di sofa ruang tamu. Ketiganya duduk tergugu tanpa mengeluarkan suara. Terutama Amira yang merasa sangat malu bercampur haru. Wajahnya terus saja meron saat lelaki dewasa di depannya tak pernah memutus pandangan untuk menatapnya.Merahnya buah apel di kebunnya, sudah pasti kalah dengan warna pipinya saat ini. Hangat dan begitu bersinar sangat cantik. Bagaimana seorang Reza semakin tidak terpesona dengan gadis seperti Amira? Sungguh berbeda saat bertegur sapa di telepon dan saat ini bertemu langsung. Amira masih saja menunduk malu tanpa suara. Gadis itu sibuk memilin ujung bajunya sambil sesekali menggigit bibirnya."Kita kok jadi diam-diaman gini ya? He he he ...." Aminarsih membuka suara sambil tertawa kecil. Reza pun tersadar dari lamunan, lalu menoleh pada Aminarsih dengan wajah yang merona juga."Bingung mau ngomong apa, Tante. Hati saya terlalu senang saat bertem

  • Istri Tanpa Suami   138. Bertemu

    Tiga tahun kemudian.Banyak sekali hal indah yang dialami Amira selama menjalani masa SMA. Teman yang banyak lagi seru. Guru-guru yang perhatian, namun tetap tegas. Orang tua dan adik-adik yang selalu memperhatikan dan sayang padanya. Pacar yang selalu sabar bila ditinggal tidur, atau ditinggal main olehnya. Benar-benar sempurna. Ditambah lagi teman-teman goib yang tak pernah mengganggunya. Hanya numpang lewat, atau say hello saja. Beda dengan dokter koas yang selalu mengukuti ke mana pun ia pergi.Pagi ini sarapan sedikit berbeda, karena wajah sang papa sedikit asem dan tak bersemangat. Apakah papanya sakit? Amira hendak bertanya, tetapi sungkan. Ia hanya memperhatikan lelaki yang semakin hari semakin dewasa itu tengah menyesap teh manis yang dituangkan istri tercinta ke dalam cangkir ukiran miliknya."Papa sakit?" kali ini Mahesa yang bertanya. Untunglah, mewakili perasaan penasaran dirinya. Emir mengangkat wajahnya, lalu tersenyum tipis.

  • Istri Tanpa Suami   137. Serunya Masa SMA

    Berawal dari kejadian hari pertama di sekolah, Amira menjadi terkenal. Ditambah lagi, semua guru baru mengetahui bahwa Amira adalah cicit pemilik lembaga pembelajaran mereka, sehingga hampir semua guru dan staf sangat menyukai Amira.Saat ini, Amira belajar di kelas XA bersama dengan Andini. Baru sepekan mengikuti kegiatan belajar mengajar, Amira sudah akrab dengan semua teman di kelasnya. Ditambah lagi desas-desus bahwa gadis itu adalah cikal-bakal pemilik lembaga pendidikan ini kelak. Tentulah banyak teman baik laki-laki mau pun perempuan yang dekat dan baik pada Amira. Namun tetap saja, Amira lebih merasa cocok dengan Andini. Si lemot yang menggemaskan."Nomor lima dong," bisik Andini pada Amira. Hari ini mereka ada kuis dari pelajaran matematika yang mengulang materi pembelajaran saat seragam putih biru. Andini dan Amira duduk di barisan tengah, juga saling bersebelahan."Belum. Baru nomor dua," jawab Amira sambil berbisik."Boho

  • Istri Tanpa Suami   136. Hari Pertama SMA

    Dasar Amira! Terbiasa tak punya ponsel, sehingga ia melupakan benda itu. Padahal sudah satu bulan ini ia pakai. Namun, Amira lebih sering mengabaikan ponselnya, karena tak ada akun media sosial apapun di dalam sana. Hanya, WA, musik, dan aplikasi ruang guru.Mulai dari bangun tidur, mandi, salat, kemudian berpakaian, Amira masih tak sadar dengan keberadaan ponselnya. Benda itu jatuh di kolong tempat tidurnya sehingga ia pun tak menyadarinya. Ponsel itu disilent dan saat ini tengah berkelap-kelip, tanda seseorang tengah menghubungi dirinya. Namun sayang, Amira yang sibuk dengan hari pertama mulai masuk sekolah, memilih langsung keluar kamar dengan aneka pernak pernik di tubuhnya.Ranselnya penuh dengan barang persiapan pengenalan lingkungan sekolah. Mulai dari tanah liat, chiki, sampai bola bekel ada di dalam tasnya. Amira tak tahu saja, bahwa kekasih hatinya tengah memendam penasaran karena teleponnya tak kunjung diangkat. Padahal lelaki itu hendak mengucapkan

  • Istri Tanpa Suami   135. Pejuang LDR

    "Mira, mau ke mana?" tanya Aminarsih pada puterinya."Naik ke kamar, Bu. Daah ... makasih Ibu kejutannya," ujar Amira yang baru saja hendak naik ke atas, lalu berbalik badan, mencium pipi ibunya, lalu dengan berlari cepat ala goib, sudah berada di dalam kamar sambil memegang ponsel. Jika yang lain perlu mengatur napas, maka Amira tak perlu karena berlari secepat apapun ia tidak akan terengah-engah."Hallo, Sayang," ucapnya sambil menutup mulut menahan tawa."A-a-apa?" suara terbata Reza di seberang sana."Sayang."Brugh!Brugh"Hallo ... hallo ...."Amira memandang sambungan telepon yang terputus. Apakah sinyalnya jelek? Gadis itu mencoba melakukan panggilan lagi, tetapi tidak tersambung. Ia tak marah atau kecewa, gadis itu malah terus saja tersipu malu, bahkan ia membawa tubuhnya berputar-putar karena rasa senang yang luar biasa. Akhirnya, setelah dua tahun setengah me

  • Istri Tanpa Suami   134. Rindu

    Dua tahun lebih sudah berlalu. Hari ini adalah hari kelulusan Amira dari seragam biru putih. Semua siswa menanti dengan debaran tak bisa dikendalikan. Mereka antre dari pagi untuk membaca penguman kelulusan. Pagar besar sekolah masih terkunci. Karena masih pukul lima lebih lima belas menit. Gerbang sekolah biasa dibuka pukul lima tiga puluh. Antrean semua siswa sudah tak sabar ingin membaca papan pengumaman di kelas mereka masing-masing.Sudah ada Amira yang semakin hari semakin cantik dan mempersona. Begitu juga dengan ketiga teman kembar tiganya. Mereka tumbuh menjadi gadis yang menggemaskan sekaligus cerdas. Jika Amira lebih menonjol pada aktifitas olah raga, berbeda dengan Andrea dan Aleta yang berprestasi di bidang akademis. Keduanya selalu saja mendapat peringkat tiga besar di kelas. Lain lagi Andini, si gadis tidak nyambung itu memiliki suara yang sangat bagus dan masuk ke dalam group paduan suara sekolah."Lu udah sarapan?" tanya Andrea pada Amira

DMCA.com Protection Status