Beranda / Thriller / Istri Tanpa Suami / 19. Membakar Villa

Share

19. Membakar Villa

Penulis: Diganti Mawaddah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Lelaki yang bernama Joko sedang melamun di kursi taman halaman depan. Malam ini, ia disuruh membakar rumah yang katanya berhantu di Puncak-Bogor oleh bosnya, Devano. Tetapi hatinya ragu, apalagi ia tahu di dalam sana ada seorang wanita yang berstatus istri majikannya. Kenapa harus dibunuh? Kenapa tidak dilepaskan saja? Kalimat itu yang terus-menerus menari di kepalanya. Bagaimana nanti jika ia ketahuan dan polisi menangkapnya? Akan sangat kasihan istri dan anaknya di kampung.

"Kenapa melamun?" tegur Samsul.

"Tahu ga, Sul? Gue disuruh bakar villa malam ini."

"Ya Allah, siapa yang suruh?"

"Itu, majikan galak!" 

"Jangan, Jok. Ada Mbak Narsih di dalam sana. Kalau lu ketahuan dan ditangkap polisi bagaimana? Lagian itu villa angker tahu!"

"Itu dia, gue takut, Sul. Alesan apa ya? Biar gue ga disuruh."

"Pura-pura sakit aja, Lu. Usus buntu kek, tyhpes kek. Biar ga disuruh bakar rumah itu. Dapat duit pula buat k
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Iin Indryani
doa orang yg tersakiti pasti Kun payaukun......
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Sumpahnya narsih bener dijabah sama Allah ya, langsung terjadi tanpa nunggu hari esok
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Tanpa Suami   20. Aku Haramkan Darah Putriku Menyentuh Bumi

    Siapkan tisu ya.****Perutnya semakin besar, untuk berjalan saja ia kepayahan. Bosan dan rasanya ingin berteriak dengan kencang karena ia begitu sesak. Ia ingin menghirup udara segar. Ingin mandi air hangat, tidur di ranjang yang nyaman walaupun tipis. Ia rindu memasak, terutama membuat peyek. Ah, betapa ia kini begitu menginkan peyek kacang dan juga peyek udang rebon."Sabar ya, Sayang. Mintalah pada Allah, agar kita segera bisa keluar dari sini," ujarnya pelan sambil mengusap perutnya yang semakin besar.Di luar hujan sangat deras, hawa dingin masuk melalui celah lubang dinding rumah yang rapuh. Untung saja, pakaian yang dibawakan oleh Pak Samsul berbahan kaus sedikit tebal. Sehingga tetap hangat ia pakai, walaupun dalam udara dingin seperti ini.Narsih memutuskan untuk berjalan pelan menuruni tangga. Setiap dua kali dalam sehari, ia selalu berteriak minta tolong di balik celah jendela yang sedikit mengan

  • Istri Tanpa Suami   21. Ditolong Seseorang

    Devano bermalam di sebuah rumah sakit. Tepatnya di kamar VVIP yang kenyamanannya mirip hotel. Untung saja jarinya tidak perlu ditusuk jarum infus, sehingga ia masih leluasa untuk bolak-balik di dalam ruangan itu. Apalagi ada banyak makanan yang telah dibelikan oleh Pak Samsul, sebelum sopirnya itu kembali ke rumahnya."Apa yang harus aku lakukan padamu cacing kremi?! Kau begitu membuatku kesal. Seluruh kesialan keluargaku itu karena kamu pelakunya. Wanita jin!" umpat Devano dengan menggeram. Bayangan wajah Narsih yang menangis tak membuatnya iba. Rintihan dan permohonan minta ampun dari Narsih yang selalu hadir dalam dirinya, tak juga membuatnya sadar. Di hatinya cuma ada satu kesalahannya, telah bersedia menikah dengan Narsih. Tidak ada yang lain."Aku benar-benar harus menghabisimu!" gumam Devano sambil menggeram kembali.****Sementara itu, di dalam rumah besar lagi menyeramkan. Narsih merasakan mulas di perutnya sedari malam. Ia tidak

  • Istri Tanpa Suami   22. Devano Ditangkap Polisi

    Narsih baru saja menyusui bayi cantiknya, hingga bayi itu terlelap. Kemudian, menaruhnya kembali ke dalam box bayi yang terletak persis di brangkar tempat ia berbaring. Matanya memandang isi piring makan yang habis tak bersisa. Ia menyantap semuanya dengan begitu nikmat. Sudah lama sekali rasanya ia tidak makan sayur sop daging dengan perkedel kentang."Apa kabar kalian di sana? Tusi, Tuso? Semoga kalian baik-baik saja di sana, ya," gumamnya pelan dengan air mata yang hendak meluncur bebas. Ia teringat tiga jenis hewan yang selalu ada bersamanya, membantu memijat kepala dan kakinya, membawakan potongan roti enak yang entah dari mana mereka dapatkan. Mereka juga yang selalu tak sabar mengantre untuk mendapatkan potongan buah apel ajaib darinya."Ibu menyusui, jangan bersedih. Nanti bayinya ikut sedih dan rewel," tegur seorang perawat yang masuk menghampiri Narsih, tanpa diketahui olehnya."Eh, iya Suster. Hanya teringat teman-teman saya sa

  • Istri Tanpa Suami   23. Lari dari Rumah Sakit

    "Sus, kalau saya keluar sekarang dari rumah sakit boleh, ga?" tanya Narsih pada perawat yang berkunjung pagi ini."Tunggu dede bayinya puput pusarnya ya, Mbak. Mungkin dua dan tiga harian lagi," jawab perawat."Tapi puput pusar di rumah bisa kan?""Bisa sih, Mbak. Hanya sayang saja uang deposit yang sudah dibayar untuk satu pekan. Mbak, baru empat hari perawatan. Masih tiga hari lagi, sabar ya.""Tidak apa-apa, Sus. Saya ga masalah dengan depositnya, saya hanya sudah tidak betah, ingin buru-buru pulang.""Baiklah, nanti saya bicarakan ke depan ya.""Terimakasih, Sus."Sepeninggal perawat dari ruangannya, Narsih kembali cemas. Bahkan sejak kejadian villa terbakar, ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Ia gelisah dan selalu menatap pintu kamar perawatan. Ia takut Devano tiba-tiba muncul lalu membawa anaknya. Jika terjadi seperti itu, maka dia akan benar-benar membunuh lelaki yang bernama Devano itu.

  • Istri Tanpa Suami   24. Ke Surabaya

    Hanya dengan memakai sandal rumah sakit, Narsih menyusuri trotoar semakin jauh dari rumah sakit. Di depan rumah sakit, tepatnya di seberang jalan, ada sebuah supermerket. Tujuannya pertama adalah masuk ke dalam sana, untuk membeli pampers dan kain gendongan. Masih sambil memeluk erat bayinya, Narsih berjalan cepat bagai orang sedang dikejar, sampai ia masuk ke dalam supermarket itu."Cari apa, Mbak?" tanya pelayan toko."Kain untuk menggendong bayi dan pampers. Sama kalau ada selimut bayi," jawab Narsih dengan pandangan menyapu sekitar toko."Ada, Mbak. Sebelah sini!" meskipun karyawan toko memandangnya dengan tatapan aneh, tetapi mereka tetap melayani kebutuhan yang ia minta. Tak lupa, ia juga membeli selembar baju daster berkancing untuk dirinya, tiga bungkus roti dan satu botol minuman mineral untuknya."Berapa semua?""Seratus tujuh puluh lima ribu. Tapi maaf, kami tidak ada kantung plastik. Kalau mau, Mbak bisa

  • Istri Tanpa Suami   25. Bayinya Diculik

    "Maaf, Tuan. Saya terlambat. Mbak Narsih sepertinya pergi dari Jakarta. Dari info yang saya dapat, Mbak Narsih terakhir kali terlihat naik angkutan umum ke terminal Bogor sambil membawa bayinya," lapor Pak Samsul pada Tuan Wijaya."Apa jenis kelamin bayinya?""Perempuan, Tuan.""Cari lagi sampai ketemu!""Saya tidak mau bertemu denganmu, jika kamu belum mendapatkan Aminarsih dan bayinya.""B-baik, Tuan." Pak Samsul meninggalkan rumah besar Tuan Wijaya. Dengan mengendarai motornya menuju rumah. Ia akan berpamitan pada anaknya karena harus bertugas mencari seseorang.Sementara itu, bus yang ditumpangi Aminarsih, kini sudah sampai di rest area. Semua penumpang turun, termasuk Aminarsih. Ada yang menuju kamar mandi, ada yang langsung berjalan ke arahfoodcourtuntuk menyantap sarapan. Sambil menggendong bayinya, Aminarsih memilih masuk ke dalam kamar mandi, setelahnya ia mencuci muka, agar wajahny

  • Istri Tanpa Suami   26. Ditolong Kamal

    "Tolong! Bayi saya diculik. Toloooong!" teriak Narsih sejadi-jadinya. Semua ibu-ibu yang bertubuh tambun di dekatnya, ia tegur, bahkan ia tarik paksa. Tetapi tidak ada bayi di sana, lalu di mana bayinya? Di mana Amira?"Seperti apa, Mbak. Ciri-cirinya?" tanya seorang lelaki muda yang melihat dirinya penuh iba."Masih bayi, Mas. Pakai kain merah muda motif bebek. Tolong, Maas," lirihnya dengan air mata yang tak kunjung berhenti. Lelaki itu itu pun mengangguk paham. Ia bergegas mencari sesorang yang kiranya sedang menggendong seorang bayi. Dari dalam hingga menuju pintu keluar terminal. Narsih mencari ke arah yang berbeda."Ya Allah, kembalikan bayiku. Kembalikan!" isaknya pilu. Satu dua orang yang tahu kejadiannya pun ikut bersimpati. Mereka ada yang mengulurkan minuman pada Narsih, ada juga yang mengusap punggungnya, mengatakan kalimat ia harus bersabar.Tak lama, petugas kepolisian terminal dan seorang pemuda, menarik paksa se

  • Istri Tanpa Suami   27. Tetangga Kontrakan yang Baik

    Narsih bersama lelaki bernama Kamal, pergi menaiki angkutan umum menuju rumah kontrakan Kamal. Tak ada rasa kecurigaan di hatinya pada lelaki yang telah menolongnya menemukan bayi Amira. Ada sorot ketulusan dari netra milik Kamal, sehingga Narsih percaya dan mau ikut bersama lelaki yang tengah asik dengan ponselnya ini."Mbak udah makan?" tanya Kamal tiba-tiba. Narsih menggeleng."Ya sudah, nanti kita beli makan di sana." tunjuk Kamal pada plang warung makan padang yang sangat besar, terlihat dari jalan raya."Kiri, Bang!" angkutan umum pun berhenti. Narsih turun lebih dulu sambil menggendong Amira, dilanjutkan Kamal yang menyusul, lalu membayar ongkos sebesar delapan ribu rupiah.Aminarsih mengangkat kepalanya demi melihat restoran apa yang saat ini mereka datangi. Seketika perutnya berbunyi dan matanya juga berkaca-kaca. Sudah lama sekali ia tidak makan nasi padang. Terakhir makan, saat dibawakan oleh Pak Samsul saat ia berada di rumah t

Bab terbaru

  • Istri Tanpa Suami   142. KEJUTAN (ENDING)

    Acara akad nikah dan resepsi yang diadakan diballroomsebuah hotel mewah, berlangsung lancar dan meriah. Para tamu undangan yang berbondong-bondong memberikan selamat dan juga mendoakan sepasang pengantin yang tengah berbahagia di atas pelaminan sana.Semua bergembira dan tersenyum penuh senang. Amira, si gadis super unik, berjodoh dengan Reza yang tak lain adalah anak majikan sang ibu, saat dahulu kala. Jika ada penulis yang bersedia menceritakan kisah mereka dan memberi judul 'Menikahi Anak Pembantu', pasti sangatlah tepat. Namun itu hanya sepenggal kisah masa lalu yang dilalui Amira dan juga ibunya. Saat ini, mereka bahkan tak tahu berapa banyak aset perusahaan dan juga warisan yang ditinggalkan Uyut Wijaya untuk Amira dan juga ibunya.Buktinya dapat dilihat dari para undangan yang hadir, mulai dari wali kota Jakarta Selatan dan beberapa stafnya. Belum lagi lurah, dan camat setempat. Relasi bisnis sang papa, teman se

  • Istri Tanpa Suami   141. Hari Pernikahan

    Devano menjadi pusat perhatian di dalam rumah besar milik Aminarsih. Lelaki itu tak banyak bicara. Hanya senyuman dan anggukan yang ia berikan, saat Amira atau Emir menanyai dirinya. Lalu bagaimana dengan Aminarsih? Wanita setengah baya itu tak mau mengeluarkan suara apapun untuk Devano. Bahkan ia menganggap lelaki itu sudah lama mati. Ia hanya menghargai Amira sebagai darah daging lelaki kejam seperti Devano.Lelaki itu duduk tepat di samping kiri Amira, sedangkan Emir dan Aminarsih ada di posisi kanan. Yasmin pun tak kalah bingung. Ia memang ingat, saat itu Narsih menggantikannya jadi pengantin Devano, tetapi bukannya mereka langsung berpisah beberapa hari kemudian? Harusnya, usia Amira lebih tua, atau tak beda jauh dari Reza. Namun, kenapa bisa Amira masih sangat muda?Satu hal yang paling menyeramkan dari semua ini adalah penampilan Devano yang telah kehilangan sebagian tangan kirinya. Ada banyak pertanyaan bersarang di kepalanya

  • Istri Tanpa Suami   140. Lamaran

    Langit malam tampak begitu terang benderang. Bintang bertabur di atas sana yang jika kita perhatikan, tampak seperti bentuk kursi. Aminarsih membiarkan jendela kamarnya terbuka. Sambil memijat kaki sang suami, sambil menikmati sinar bintang dan rembulan.Besok adalah hari lamaran Amira. Semua sudah disiapkan dengan begitu sempurna oleh Aminarsih dan juga suaminya. Keputusan sang puteri kesayangan sudah bisa mereka terima dengan lapang dada. Namun masih ada satu yang mengganjal Aminarsih, tetapi ia ragu untuk menanyakan perihal itu pada suaminya."Kenapa, Sayang? Sepertinya sedang memikirkan sesuatu? Apa ada yang belum rapi untuk acara besok?" tanya Emir penasaran, saat tiada suara yang keluar dari bibir sang istri saat memijatnya. Tidak seperti biasanya yang selalu ada saja yang menjadi bahan perbincangan."Pa, Ibu mau tanya. Mm ... tapi Papa jangan tersinggung. Ini soal ....""Devano?" tebak Emir dengan s

  • Istri Tanpa Suami   139. Say Yes!

    Amira, Reza, dan Aminarsih sudah duduk saling berhadapan di sofa ruang tamu. Ketiganya duduk tergugu tanpa mengeluarkan suara. Terutama Amira yang merasa sangat malu bercampur haru. Wajahnya terus saja meron saat lelaki dewasa di depannya tak pernah memutus pandangan untuk menatapnya.Merahnya buah apel di kebunnya, sudah pasti kalah dengan warna pipinya saat ini. Hangat dan begitu bersinar sangat cantik. Bagaimana seorang Reza semakin tidak terpesona dengan gadis seperti Amira? Sungguh berbeda saat bertegur sapa di telepon dan saat ini bertemu langsung. Amira masih saja menunduk malu tanpa suara. Gadis itu sibuk memilin ujung bajunya sambil sesekali menggigit bibirnya."Kita kok jadi diam-diaman gini ya? He he he ...." Aminarsih membuka suara sambil tertawa kecil. Reza pun tersadar dari lamunan, lalu menoleh pada Aminarsih dengan wajah yang merona juga."Bingung mau ngomong apa, Tante. Hati saya terlalu senang saat bertem

  • Istri Tanpa Suami   138. Bertemu

    Tiga tahun kemudian.Banyak sekali hal indah yang dialami Amira selama menjalani masa SMA. Teman yang banyak lagi seru. Guru-guru yang perhatian, namun tetap tegas. Orang tua dan adik-adik yang selalu memperhatikan dan sayang padanya. Pacar yang selalu sabar bila ditinggal tidur, atau ditinggal main olehnya. Benar-benar sempurna. Ditambah lagi teman-teman goib yang tak pernah mengganggunya. Hanya numpang lewat, atau say hello saja. Beda dengan dokter koas yang selalu mengukuti ke mana pun ia pergi.Pagi ini sarapan sedikit berbeda, karena wajah sang papa sedikit asem dan tak bersemangat. Apakah papanya sakit? Amira hendak bertanya, tetapi sungkan. Ia hanya memperhatikan lelaki yang semakin hari semakin dewasa itu tengah menyesap teh manis yang dituangkan istri tercinta ke dalam cangkir ukiran miliknya."Papa sakit?" kali ini Mahesa yang bertanya. Untunglah, mewakili perasaan penasaran dirinya. Emir mengangkat wajahnya, lalu tersenyum tipis.

  • Istri Tanpa Suami   137. Serunya Masa SMA

    Berawal dari kejadian hari pertama di sekolah, Amira menjadi terkenal. Ditambah lagi, semua guru baru mengetahui bahwa Amira adalah cicit pemilik lembaga pembelajaran mereka, sehingga hampir semua guru dan staf sangat menyukai Amira.Saat ini, Amira belajar di kelas XA bersama dengan Andini. Baru sepekan mengikuti kegiatan belajar mengajar, Amira sudah akrab dengan semua teman di kelasnya. Ditambah lagi desas-desus bahwa gadis itu adalah cikal-bakal pemilik lembaga pendidikan ini kelak. Tentulah banyak teman baik laki-laki mau pun perempuan yang dekat dan baik pada Amira. Namun tetap saja, Amira lebih merasa cocok dengan Andini. Si lemot yang menggemaskan."Nomor lima dong," bisik Andini pada Amira. Hari ini mereka ada kuis dari pelajaran matematika yang mengulang materi pembelajaran saat seragam putih biru. Andini dan Amira duduk di barisan tengah, juga saling bersebelahan."Belum. Baru nomor dua," jawab Amira sambil berbisik."Boho

  • Istri Tanpa Suami   136. Hari Pertama SMA

    Dasar Amira! Terbiasa tak punya ponsel, sehingga ia melupakan benda itu. Padahal sudah satu bulan ini ia pakai. Namun, Amira lebih sering mengabaikan ponselnya, karena tak ada akun media sosial apapun di dalam sana. Hanya, WA, musik, dan aplikasi ruang guru.Mulai dari bangun tidur, mandi, salat, kemudian berpakaian, Amira masih tak sadar dengan keberadaan ponselnya. Benda itu jatuh di kolong tempat tidurnya sehingga ia pun tak menyadarinya. Ponsel itu disilent dan saat ini tengah berkelap-kelip, tanda seseorang tengah menghubungi dirinya. Namun sayang, Amira yang sibuk dengan hari pertama mulai masuk sekolah, memilih langsung keluar kamar dengan aneka pernak pernik di tubuhnya.Ranselnya penuh dengan barang persiapan pengenalan lingkungan sekolah. Mulai dari tanah liat, chiki, sampai bola bekel ada di dalam tasnya. Amira tak tahu saja, bahwa kekasih hatinya tengah memendam penasaran karena teleponnya tak kunjung diangkat. Padahal lelaki itu hendak mengucapkan

  • Istri Tanpa Suami   135. Pejuang LDR

    "Mira, mau ke mana?" tanya Aminarsih pada puterinya."Naik ke kamar, Bu. Daah ... makasih Ibu kejutannya," ujar Amira yang baru saja hendak naik ke atas, lalu berbalik badan, mencium pipi ibunya, lalu dengan berlari cepat ala goib, sudah berada di dalam kamar sambil memegang ponsel. Jika yang lain perlu mengatur napas, maka Amira tak perlu karena berlari secepat apapun ia tidak akan terengah-engah."Hallo, Sayang," ucapnya sambil menutup mulut menahan tawa."A-a-apa?" suara terbata Reza di seberang sana."Sayang."Brugh!Brugh"Hallo ... hallo ...."Amira memandang sambungan telepon yang terputus. Apakah sinyalnya jelek? Gadis itu mencoba melakukan panggilan lagi, tetapi tidak tersambung. Ia tak marah atau kecewa, gadis itu malah terus saja tersipu malu, bahkan ia membawa tubuhnya berputar-putar karena rasa senang yang luar biasa. Akhirnya, setelah dua tahun setengah me

  • Istri Tanpa Suami   134. Rindu

    Dua tahun lebih sudah berlalu. Hari ini adalah hari kelulusan Amira dari seragam biru putih. Semua siswa menanti dengan debaran tak bisa dikendalikan. Mereka antre dari pagi untuk membaca penguman kelulusan. Pagar besar sekolah masih terkunci. Karena masih pukul lima lebih lima belas menit. Gerbang sekolah biasa dibuka pukul lima tiga puluh. Antrean semua siswa sudah tak sabar ingin membaca papan pengumaman di kelas mereka masing-masing.Sudah ada Amira yang semakin hari semakin cantik dan mempersona. Begitu juga dengan ketiga teman kembar tiganya. Mereka tumbuh menjadi gadis yang menggemaskan sekaligus cerdas. Jika Amira lebih menonjol pada aktifitas olah raga, berbeda dengan Andrea dan Aleta yang berprestasi di bidang akademis. Keduanya selalu saja mendapat peringkat tiga besar di kelas. Lain lagi Andini, si gadis tidak nyambung itu memiliki suara yang sangat bagus dan masuk ke dalam group paduan suara sekolah."Lu udah sarapan?" tanya Andrea pada Amira

DMCA.com Protection Status