Hati Kiara mendadak jadi berbunga-bunga karena mendapatkan bunga dari Chandra. Meskipun bukan Chandra yang memberikan secara langsung tetapi cukup membuatnya bahagia. Ting! Ponsel Kiara pun berbunyi ternyata sebuah pesan dari Chandra. [Udah nggak marah lagi kan?] Chandra. Kiara pun segera menuliskan pesan balasan. [Makasih, Kia suka] Kiara. Kiara pun kembali melihat bunga yang begitu indah dan wangi di tangannya. Kemudian menghirup aroma wangi yang menyeruak. Ting! Kiara kembali mendapatkan pesan dan dia pun segera melihatnya. [Suka apanya?] Chandra. [Bunganya Kia suka. Terima kasih, Mas] Kiara. [Mas pikir kamu suka yang semalam] Chandra. Kiara memilih untuk tidak membalasnya lagi, karena dirinya malu jika membahasnya. "Mau tidur ah, ngantuk," gumam Kiara. Tapi belum juga bergerak menuju kamar lagi-lagi terdengar suara bell yang berbunyi. Kiara pun segera membukanya, ternyata seorang wanita yang berusia mungkin sekitar 35 tahun. Tidak dikatakan muda
"Bukan aneh, itu nyata," terang Chandra. Kiara pun tersenyum mengejek mendengar jawaban Chandra. Tetapi, mendadak perasaanya semakin tidak karuan karenanya. Entah penyebabnya adalah ucapan Chandra atau bagaimana, Kiara sendiri tidak bisa menyimpulkan dengan pasti. Hingga terasa ada tangan yang mulai melingkar di pinggangnya. Tentu saja itu tangan Chandra hingga membuat Kiara merasa sangat nyaman. Nyaman? Entahlah. Semakin lama semakin sulit untuk menyimpulkan sendiri tentang apa yang sebenarnya dia rasakan saat-saat sedekat ini dengan Chandra.Kiara baru merasakan kehangatan pelukan ini. "Kamu nggak kangen sama, Mas," bisik Chandra. Kiara pun hanya bisa menelan ludah pahit sambil melepaskan diri. Berusaha untuk menjauh agar perasaan aneh itu tidak terus menguasai dirinya. Ini mengerikan dan sulit rasanya untuk mengkondisikan keadaan yang seharusnya baik-baik saja seperti dulunya. "Kiara, masak dulu ya, Mas," kata Kiara. "Nanti saja," Chandra pun langsung saja menahan Kia
"Mas, laper," rengek Kiara. Sejak tadi Kiara tidak makan apapun, ditambah lagi Chandra yang tak mengijinkan dirinya untuk memasak. Akhirnya hanya duduk sambil berdebat dan membuat perutnya semakin lapar. Seharusnya sudah siap memasak jika saja Chandra tak mengijinkannya. "Kiara masak dulu ya," kata Kiara lagi. "Nggak usah, kita pesan saja," Chandra pun menahan Kiara agar tak pergi. "Ya udah, pesan sekarang. Udah lapar banget," kata Kiara lagi. "Iya," Chandra pun segera memesan makanan dari restoran yang menurutnya sangat lezat. Tanpa perlu memasak karena memasak hanya membuang-buang energi dan waktu untuk Kiara yang membutuhkan waktu untuk beristirahat. Agar apa? Agar tenaga tidak terkuras dan semakin kelelahan dan membuat Chandra harus menunggu lagi. Tidak. Hingga saat makanan datang Kiara pun segera memindahkan pada piring dan keduanya makan bersama. "Tidur yuk," ajak Chandra. "Tidur? Baru selesai makan, Mas!" Kiara pun menunjuk sisa makanan yang masih ter
"Mas, mau ke rumah Dimas. Kamu mau ikut?" tanya Chandra yang berdiri tak jauh dari Kiara yang tengah duduk di sofa sambil bermain ponsel. "Ikut," jawab Kiara. "Kamu tidak capek?" "Capek, tapi bosen di rumah terus," jelas Kiara. "Baiklah kalau begitu, ayo kita pergi. Dan, besok orong tua mu kembali," kata Chandra Seketika itu bibir Kiara pun tersenyum mendengar ucapan Chandra yang begitu membahagiakan bagi seorang Kiara. Rasa rindunya terhadap kedua orang tuanya begitu besar. Beberapa hari ini tak bertemu sungguh membuatnya menyimpan kerinduan yang mendalam. Apa lagi ini adalah kali pertama berjauhan, bahkan dengan keadaan ibunya yang tak baik-baik saja. Tidak ada komunikasi sama sekali. Sungguh sangat menyedihkan. Akan tetapi tak lama berselang bibir Kiara yang sebelumnya tersenyum lebar berubah menjadi murung. Perasaan bahagianya berubah menjadi perasaan was-was. Apakah mungkin kedua orang tuanya masih mau bertemu dengan dirinya? Apakah mungkin kebencian itu
"Hay," sapa Dinda saat melihat wajah Kiara. Kiara yang baru saja melangkahkan kakinya di ruang tamu pun membalas senyuman Dinda. "Hay, kamu apa kabar," Kiara pun seketika itu menghambur memeluk Dinda. Ada kerinduan yang tersimpan setelah beberapa hari ini tidak bertemu. "Hay," seru Moza dengan refleks saat melihat Dinda dan Kiara tengah berpelukan.Bahkan hampir saja Moza melompat-lompat kegirangan jika saja tidak Kiara tidak menunjukkan bagian perut buncitnya. "Kamu tambah gembul ya," ujar Kiara. "Hehe," Moza pun tersenyum malu dan akhirnya ketiganya pun berpelukan dengan erat. Sedangkan Dimas dan Chandra segera pergi ke ruang kerja. Sehingga keduanya akan berbicara di sana untuk urusan pekerjaan. Membiarkan ketiga bocah itu tengah bertemu untuk melepas kerinduan.Bercerita tentang banyak hal yang mungkin menurut mereka sangat bermakna tapi tidak bagi orang lain. "Udah ketahuan perempuan atau laki-laki?" tanya Kiara sambil memegang perut buncit Moza. "Kata dokte
"Ahahahhaha." Ketiganya lagi-lagi tertawa lepas karena apa yang mereka pikirkan sendiri dan sepertinya isinya semuanya sama. Isi otak bocah itu telah di cuci miring oleh suami mereka yang dewasa dan benar-benar membuat ketiganya akhirnya menjadi dewasa dengan begitu cepat. "Ya, begitu ya, pengantin baru," celetuk Moza. "Kamu kayak nggak pernah," balas Kiara. "Aku ya, begitulah," balas Moza sambil tersenyum pada akhirnya ketiganya pun tertawa terbahak-bahak lagi. "Ahahahhaha....." Tidak pernah terpikirkan oleh ketiganya akan sampai pada titik ini, titik di mana mereka akan bercerita tentang banyak hal. Hal yang berbau dewasa. Sebelum sarjana. Tapi gelar istri telah diberikan oleh masing-masing pria yang mereka nikahi dengan paksa! "Apa lagi, Dinda," kini Kiara pun tersenyum ke arah Dinda. "Aku kenapa?" tanya Dinda penasaran. "Kamu yang duluan dewasa di antara kami!" ujar Kiara. "Iya bener!" Moza juga membenarkan apa yang dikatakan oleh Kiara. "Aku terpaksa
"Mas, dengar ada yang ketagihan sama malam pertama," kata Chandra. Kiara yang baru saja melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah pun menoleh pada Chandra. Kini keduanya sudah kembali ke rumah dan baru saja sampai malah mendengar pertanyaan konyol. "Kenapa? Mas, bertanya jawab!" kata Chandra sebab Kiara hanya diam saja. "Apanya?" tanya Kiara yang merasa tidak yakin akan apa yang dia dengar barusan. "Katanya ada yang ketagihan sama malam pertama," Chandra pun mengulangi pertanyaannya. Bibir Kiara pun seketika tersenyum miring, "Siapa bilang? Nggak jelas!" gerutu Kiara menepis anggapan Chandra. Chandra pun segera mengikuti langkah kaki Kiara yang kini telah masuk ke dalam kamar. Tampak Kiara tengah mencari pakaian ternyaman yang akan dia gunakan di dalam rumah untuk tidur. "Kamu dan teman-teman mu," kata Chandra. "Apaan sih? Nggak usah aneh-aneh!" omel Kiara. Chandra tersenyum mendengar jawaban Kiara karena telinganya sebelumnya jelas mendengar apa yang tengah dibi
"Ibu mu sudah sampai di rumah, pergilah ke sana," kata Chandra. Kiara pun terkejut mendengarnya. Ibu? Ayah? Keduanya sudah kembali ke rumah? Rasanya ini sangat mengejutkan meskipun sebelumnya juga Chandra mengatakan bahwa orang tuanya akan kembali di hari ini. Tapi saat ini jauh lebih membahagiakan dirinya. Artinya dia bisa bertemu kedua orang yang sangat dia sayangi itu. "Kenapa diam?" Chandra bingung melihat Kiara yang hanya diam tanpa mengatakan ataupun bertanya hal kepadanya. "Kia cuman terkejut aja, tapi syukurlah kalau begitu Kia bisa bertemu mereka lagi," jelas Kiara yang kini tampak begitu bahagia. "Katanya keadaan Ibu mu sudah sangat baik, hanya tinggal pemulihan saja," terang Chandra. "Benarkah?" "Iya, pergilah ke sana, kamu merindukan mereka bukan?" Kiara pun mengangguk pelan dengan raut wajah yang kini jelas sangat berubah dari sebelumnya. "Ada apa?" tanya Chandra lagi yang penasaran akan raut wajah Kiara yang mendadak berubah dalam waktu yang
Kadang kala mendengar kebagian orang lain kita juga ingin merasakan seperti mereka. Namun, saat bahagia itu tiba tentu saja ada perjalanan yang penuh kerikil yang harus dilewati. Begitu pun juga dengan Dinda, awalnya dia juga menolak pernikahan paksa ini. Tapi takdir tetap saja membawanya untuk menjalaninya. Pernikahan yang tidak dia inginkan itu pula yang membawanya bertemu pada kedua orang tuanya. Hingga sadar bahwa dia tak lagi sendirian melewati semuanya. Belum lagi cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Dimas begitu besar. Meskipun perbedaan usia yang terbilang cukup jauh tapi bukan menjadi masalah untuk hidup terus berdampingan. Hingga kini mereka memiliki anak kembar yang lucu dan menggemaskan. Meskipun Dinda adalah ibu tiri untuk sahabatnya sendiri, tapi tidak membuat kedua merasa canggung. Moza yang awalnya menentang pernikahan ayahnya dan sahabatnya memilih untuk berdamai dengan keadaan. Apa lagi kenyataan pahit yang harus dia terima, bukan anak kan
Tuuut!!! Terdengar suara kentut yang cukup keras dan berasal dari Dinda. Membuat baby twins D seketika terjaga dan menangis keras. Padahal sudah payah Dinda menidurkan kedua bayinya itu. Tapi karena perkara kentut yang tak bisa dikondisikan malah membuat kedua bayi itu terusik. "Sayang," Dimas yang telah menunggunya sejak tadi di kamar pun memilih untuk segera menyusul ke kamar anaknya. Ternyata kedua anaknya tengah menangis keras. "Ada apa? Apa anak-anak rewel?" tanya Dimas. "Ini gara-gara kentut, tadi mereka udah tidur. Tapi Dinda malah kentut, mana suaranya keras banget. Bikin anak-anak kebangun," kesal Dinda. "Ahahahhaha," Dinda pun tertawa lucu mendengar ucapan Dinda, "kamu ini ada-ada saja, ayo tidurkan anak-anak dengan cepat, apa iya kita kalah sama pengantin baru itu," ujar Dimas. "Pengantin anak itu?" Dinda sepertinya bingung dengan maksud Dimas. "Sahabat mu itu dan Chandra, itu saja tidak tau!" "O, kirain tadi siapa. Ya, biarin aja mereka kan udah lam
"Baiklah, kamu tidur duluan, Mas mandi dulu, gerah," kata Chandra. Kiara mendengar suara gemerincing air dari kamar mandi. Saat itu Kiara pun segera keluar dari kamar. Dia pun pergi ke kamar Ibunya yang bersebelahan dengan kamarnya. "Ada apa?" tanya Diana. Awalnya Diana mengira jika saja Kiara sudah tidur. Ataupun mungkin saja terjadi hubungan antara suami dan istri dan rasanya itu sangat wajar. "Apa Mikayla rewel, Bu?" tanya Kiara yang hanya ingin membuat sebuah pertanyaan asal. Padahal dia sudah melihat sendiri jika saat ini anaknya tengah begitu terlelap dalam tidur di atas ranjang dengan Farhan yang juga berbaring di sampingnya. "Cucu Ibu baik-baik saja, kamu mendingan balik ke kamar mu, biasanya juga cucu Ibu tidurnya sama, Ibu," ujarnya. Karena Mikayla tidak minum asi, sehingga tidak sulit jika pun terus bersama dengan dirinya. "Oh," Kiara bingung harus beralasan apa lagi agar tetap berada di sana. Tapi jika bisa dia ingin tidur di kamar ini saja bersama
Kiara pun kini sudah berada di dalam kamar setelah pesta selesai. Malam ini semua keluarga menginap di hotel milik keluarga Chandra. Dimana pesta pun dilangsungkan di hotel tersebut. Kiara tidak tau apa yang terjadi padanya hari ini akan membawa kebahagiaan atau tidak nantinya Dia hanya sedang berjuang untuk putrinya, untuk terus bersama. Kini dia sedang berada di dalam kamar mandi, setelah selesai segera keluar dengan memakai piyama dan handuk putih yang membalut rambutnya. Saat itu matanya pun tertuju pada sebuah kado milik Dinda yang ada di sudut kamar. Dia sudah penasaran sejak tadi, apa lagi kini hanya sendiri saja di kamar. Membuatnya pun segera mengambilnya dan membawanya ke atas ranjang agar dia bisa duduk dengan nyaman. Tangan Kiara tampak bergerak melepaskan pita kado, kemudian bergerak membuka kotaknya. Mata Kiara pun melebar sempurna setelah melihat apa yang ada di hadapannya. "Tisu ajaib?!" tanya Kiara yang bingung. Meskipun sebelumnya sudah pernah
"Kamu masih ragu?" "Aku nggak tau, soalnya kamu aneh." "Kenapa begitu?" "Entahlah, tapi Mas boleh ngomong langsung ke Ibu dan Ayah. Kalau mereka setuju, Kiara juga setuju." *** Seperti yang dikatakan oleh Kiara, Chandra pun langsung berbicara pada kedua orang tua Kiara mengenai keinginan untuk rujuk kembali dengan Kiara. Dengan cara baik-baik tanpa ada beban yang tersimpan. "Diana, Farhan, terlepas dari masa lalu kita. Kini Kiara adalah ibu dari anak ku. Aku ingin anak ku dibesarkan di lingkungan yang baik-baik, memiliki orang tua yang lengkap." "Untuk itu aku mohon dengan sangat untuk mengijinkan aku dan Kiara menikah lagi, aku pun akan membahagiakannya," pinta Chandra. Farhan dan Diana pun tidak dapat lagi berkata-kata, sebab sudah menyaksikan sendiri seperti apa menderitanya Kiara selama beberapa bulan ini hamil tanpa suami. Mana mungkin dia kembali membiarkan putrinya kehilangan bayinya yang dibawa oleh Chandra. Sebab, kembali bersama adalah cara satu-satunya untuk men
"Boleh saya masuk?" tanya Chandra yang kini berdiri di depan pintu kamar. Kiara pun bingung harus menjawab apa. Iya atau tidak? Apa lagi kini keduanya hanya orang asing, bagaimana mungkin hanya berdua saja di dalam kamar tersebut. "Masuk saja," sahut Diana yang muncul dari arah belakang dan kini dia telah masuk terlebih dahulu dengan membawa makanan hangat untuk putrinya, Kiara. Sesaat kemudian Diana pun segera keluar dan kini Chandra pun mulai melangkah masuk. Kedua tangannya tampak memegang paper bag berisi perlengkapan bayi. Mulai dari susu, diapers, tisu, pakaian bayi dan lainnya. Kiara juga merasa tidak mampu untuk membeli susu formula dengan harga yang begitu mahal. Karena anaknya tidak tidak bisa minum susu formula sembarangan. Selain untuk perkembangan juga karena alergi. Kiara semakin stres memikirkan uang untuk bisa membeli susu formula untuk anaknya sendiri. "Boleh saya menggendongnya?" tanya Chandra lagi. Kiara pun perlahan memberikan pada Chandra
"Hay," Dinda dan Moza pun menjenguk Kiara dan bayinya yang sudah dibawa pulang ke rumah. Tentunya perasaan Kiara kini begitu bahagia melihat wajah bayi mungilnya yang sangat menggemaskan. "Kamu kapan hamilnya?" tanya Moza yang begitu penasaran. "Tau-tau udah lahiran aja," Dinda pun ikut menimpali. Kiara pun tersenyum mendengar ucapan kedua sahabatnya itu. Dia juga menyadarinya tapi selama hamil dia hanya di rumah saja menikmati kesendiriannya. Sedangkan dua sahabatnya juga sibuk dengan mengurus bayi mereka, bahkan sambil kuliah juga. Kegiatan yang begitu padat membuat mereka benar-benar hanya fokus pada kesibukan masing-masing. Berbeda dengan Kiara yang hanya di rumah saja hingga mereka tidak pernah bertemu. Apa lagi rumah mereka yang cukup berjauhan. "Pantesan waktu aku lahiran kamu gemukan, taunya isi," Moza pun mengingatkan kembali saat itu. Begitu juga dengan Dinda yang tidak lupa saat itu sempat berkomentar tentang penampilan Kiara dan bentuk tubuh yang berbed
Chandra tidak lagi peduli akan status perceraian mereka berdua. Kini dia harus melihat keadaan putrinya, menjaganya hingga nanti akhirnya dokter mengatakan sudah bisa dibawa pulang. Bahkan Chandra pun tidak peduli pada Diana dan Farhan yang selama ini menentang hubungan antara dirinya dan juga Kiara. Sebab, Chandra sudah terlalu merasa bersalah pada bayinya. Bayi yang lucu itu dia beri nama Mikayla Chandra Winata. Bahkan Chandra tidak mempertanyakan sama sekali kebenaran tentang dirinya yang ayah kandung bayi itu atau bukan. Karena Chandra bisa melihat wajahnya dalam wajah bayi itu. Jika pun Kiara yang tiba-tiba mengatakan bahwa itu bukan bayinya nanti, justru Chandra yang tidak percaya. "Kiara, biarkan bayi itu bersama ku saja, aku yang akan merawatnya, dan membesarkannya," pinta Chandra. Chandra akan melakukan segala cara untuk bisa menebus kesalahannya terhadap bayinya. Sebab, baru mengetahui saat bayi itu lahir. Bahkan setiap kali melihat bayi Mikayla seketik
Chandra tidak ingin banyak bertanya untuk apa uang yang diminta oleh Kiara. Bahkan dia juga cukup terkejut melihat nama Kiara yang muncul dilayar ponselnya. Awalnya Chandra tak percaya, tapi begitulah adanya. Bahkan saat sedang rapat pun dia tetap menerima panggilan telepon. Mungkin jika bukan Kiara yang menghubungi dia tak akan menjawab karena masih dalam rapat penting. Dan untuk mendengar suara Kiara saja rasanya sangat dirindukannya. Walaupun hanya sebentar saja mendengarnya. Bahkan dia langsung mengirimkan uang tanpa tau sebenarnya berapa banyak uang yang dibutuhkan oleh Kiara. Apakah uang itu cukup atau tidak. Chandra tidak tau. Hingga akhirnya kini Chandra selesai rapat. Dia duduk di ruangannya dengan perasaan yang penuh tanya. Dia ingin menghubungi Kiara kembali, tetapi ragu. Akhirnya dia pun hanya diam sambil terus memikirkan tentang Kiara. Bahkan kini sudah malam tapi dia masih saja berada di kantor dengan perasaan yang tidak tenang tanpa sebab yang