Tidak ada yang serius, hanya butuh observasi dan kini Moza sudah boleh dibawa pulang.Saat itu Hilman pun sampai dan melihat Moza yang sedang dibantu oleh Dimas untuk turun dari ranjang rumah sakit tersebut."Kak Hilman, kok ke sini?" tanya Moza tiba-tiba.Karena sebelumnya Hilman mengatakan bahwa dirinya tidak pulang karena bersama dengan Rena."Kok pertanyaannya begitu?" tanya Dinda kembali.Pertanyaan Moza sangat membingungkan semua orang.Moza pun bingung harus menjawab apa karena tak mungkin mengatakan bahwa Hilman memiliki dua orang istri.Akhirnya Moza pun hanya menggeleng pelan."Mas, kita balik duluan yuk. Ada Hilman," kata Dinda.Dimas pun mengangguk dan mengurungkan niatnya untuk membantu Moza.Karena ada Hilman.Hingga kini benar-benar hanya ada keduanya saja."Kamu kenapa?" tanya Hilman yang kini semakin berjalan mendekati Moza."Tiba-tiba aja perut Moza sakit," jawab Moza."Kita pulang?""Iya. Tapi, Kakak kok ke sini? Moza nyusahin lagi ya?" tanya Moza dengan perasaan ti
"Diam lagi, apa lagi yang kamu pikirkan?" tanya Hilman.Moza masih diam dengan kebingungannya karena menyadari jika dirinya ternyata tidak mampu untuk berbagi suami."Jangan dipendam sendiri, Kakak tidak suka seperti ini. Bicara," desak Hilman.Masih menunggu jawaban Moza dengan serius.Tetapi, tiba-tiba Moza malah menangis karena bingung harus menjawab apa."Kenapa menangis lagi?" Hilman pun panik karena sepertinya perasaan wanita hamil itu tengah kacau.Hingga tak bisa mengendalikan dirinya sendiri."Kak Hilman, maunya apa sih?!" pekik Moza disela-sela tangisnya."Kenapa jadi marah sama Kakak?""Ish, udah sana pergi aja. Nikah beneran sama Kak Rena!" pekik Moza."Kamu serius?""Em!" Moza pun segera membaringkan tubuhnya dengan memunggungi Hilman.Tapi hati kecilmu bertanya-tanya apakah Hilman akan pergi dan benar menikah lagi dengan kekasihnya itu?Moza mendengar suara langkah kaki yang berjalan ke arah pintu.Hingga suara pintu yang terbuka dan saat itu Moza pun cepat-cepat mendudu
Moza pun merasa kelelahan karena pergulatan panas mereka berdua.Tenggorokannya terasa kering dan ingin minum."Kak, tolong ambilkan mineral itu," pinta Moza sambil menunjuk arah meja nakas di dekat Hilman.Karena Moza sudah tak mampu untuk menggapainya sendiri.Tanpa bertanya lagi Hilman pun segera mengambilnya dan memberikan pada Moza.Benar saja langsung diteguk hingga tandas.Sesaat kemudian Moza pun merasa lebih baik hingga tanpa sengaja melihat wajah Hilman.Hilman tampak menahan senyum melihat dirinya."Kamu abis ngapain? Kok kayaknya capek banget?" goda Hilman.HwuusssWajah Moza pun memerah mendengar pertanyaan Hilman.Membuatnya pun segera kembali membaringkan tubuhnya tanpa perduli pada pertanyaan konyol Hilman."Abis maraton ya?" tanya Hilman lagi.Moza pun membuka matanya dengan refleks.Ternyata Hilman tersenyum sambil melihat dirinya.Moza semakin tidak kuat menahan rasa malunya.Saat itu Hilman pun segera kembali berbaring tapi Moza cepat-cepat mengubah posisi agar mem
Di tempat lain.Kiara duduk diam di kamar orang tuanya dengan perasaan sedih.Sejak pulang dari kampus Kiara memilih untuk tidak kembali ke rumah Chandra.Meskipun apartemen milik pria itu jauh lebih mewah dari pada rumah sederhana tempatnya dibesarkan.Namun, jika diberikan pilihan Kiara jauh lebih memilih untuk tinggal bersama ketua orang tuanya di rumah itu.Tapi, saat ini kedua orang tuanya sedang berada di luar negeri.Sebenarnya Kiara tidak yakin, tetapi juga tidak bisa untuk memastikan apakah benar atau tidak.Sebab, untuk berkomunikasi dengan orang tuanya tidak bisa."Kita pulang ya."Terdengar suara seseorang yang kini berdiri di ambang pintu yang terbuka lebar.Ternyata Chandra yang berdiri di sana dan entah sudah sejak kapan.Mungkin jika tidak bersuara sampai detik ini pun Kiara tak akan pernah sadar akan kehadirannya.Namun, Kiara tampak tidak bersemangat sama sekali untuk ajakan Chandra."Rumah ku di sini!" jawab Kiara dengan malas.Kiara berharap dengan menjawab dengan
Tok tok tok.Huuuufff.Kiara pun menarik napas panjang dan menghembuskan dengan kasar.Baru saja dirinya masuk dan menutup pintu kini kembali ada yang mengetuk.Siapakah itu?Pasti Chandra!Jadi, tidak perlu repot-repot untuk membukanya karena itu sangat membuang-buang waktu.Lagi pula bukankah Kiara sudah mengusirnya?Kenapa masih kembali lagi?Tok tok tok!Lagi-lagi terdengar suara ketukan pintu padahal Kiara berharap Chandra segera pergi.Tok tok tok!Lagi dan lagi.Kiara pun akhirnya kembali membuka pintu dengan perasaan kesal bukan main."Mau apa lagi dia? Belum cukup undah diusir? Mau diusir lagi?" gerutu Kiara.Perlahan Kiara pun mulai membuka pintu, tapi apa yang dia lihat ternyata bukan orang yang dia pikirkan.Karena, ternyata bukan Chandra.Tapi seorang pria yang tak lain adalah pemilik dari rumah kontrakannya."Pak Amir," sapa Kiara."Saya datang ke sini untuk menagih uang kontrakan, sudah 6 bulan kalian menunggak," terang pria paruh baya itu.Kiara pun mengusap wajahnya d
Chandra yang mendengar suara ponselnya berdering pun tampak tidak bersemangat untuk menjawabnya.Tapi tetap saja tangannya mengambil ponselnya yang sebelumnya dia letakkan asal.Tanpa melihat nama Chandra pun menjawab dan mendengar suara Kiara dari seberang sana.Suaranya tampak bergetar dan ada juga suara lainnya yang terdengar.Tampaknya ada perdebatan membuat Chandra pun penasaran."Kiara, kamu kenapa?" tanya Chandra sedikit panik.Namun, tidak ada jawaban sama sekali.Hingga Chandra pun mendengar suara pecahan.Karena, rasa penasaran Chandra pun memutuskan untuk kembali ke rumah Kiara.Melihat ada sebuah sepeda motor yang terparkir di sana.Pintu yang tertutup rapat.Seketika itu Chandra pun segera mengetuk pintu rumah."Kiara," panggil Chandra.Tapi tak ada sambutan suara, saat memutar gagang pintu tapi tidak juga pintu bisa terbuka karena terkunci rapat.Tok tok tok!Chandra pun kembali mencoba untuk membuka pintu.***Kiara yang gemetaran saat melihat pemilik kontrakan terkapar
"Dia masih hidup, sekarang sudah sadarkan diri," terang Chandra.Agar Kiara tidak terus merasa takut akibat pikiran sendiri.Kiara pun mendongkak menatap wajah Chandra.Tampaknya Kiara ragu dengan ucapan Chandra karena terlalu was-was akan apa yang terjadi."Kamu bohongkan?" tanya Kiara penuh selidik."Aku serius, apa untungnya berbohong?" "Mana aku tahu, kamu sangat suka berbohong demi keuntungan mu!" pekik Kiara.Chandra pun mengangguk lemah kemudian memilih untuk segera pergi.Merasa apa yang dikatakan oleh Kiara memang benar adanya.Tidak pula menyalahkan Kiara.Meskipun untuk kali ini ada rasa kecewa mendengar ucapan Kiara.Karena, Chandra menolong dengan sangat tulus.Tapi Kiara yang kini menatap punggung Chandra.Sejenak berpikir dengan kata yang baru saja dia ucapkan.Kiara baru menyadari bahwa ucapannya barusan sangat tajam dan melukai hati Chandra.Membuat Kiara merasa bersalah."Om Chandra, tunggu dulu," seru Kiara dengan cepat.Menurutnya hanya Chandra yang bisa menolongn
"Kalau pun kamu tidak makan dan hanya menangis sepanjang hari masalah tidak akan selesai," ujar Chandra.Kiara pun menatap wajah Chandra dengan mata yang berkaca-kaca."Om, makan aja. Kiara nggak papa kok," jawab Kiara sambil mengusap wajahnya yang lagi-lagi basah karena tetesan air matanya.Kemudian Chandra pun meraih tangan Kiara untuk ikut dengannya kembali ke meja makan."Ayo makan, jangan banyak membantah."Akhirnya Kiara pun menurut dan kembali duduk di kursinya.Namun, tidak nafsu makan.Meskipun makanan yang tersaji di atas meja tampak sangat lezat."Kiara, ayolah makan dengan benar. Atau, aku tidak akan perduli lagi pada mu, selesaikan masalah mu sendiri!" gertak Chandra.Kiara pun mengangguk kemudian segera menyendok makanannya karena takut pada ucapan Chandra.Bagaimana caranya bisa menyelesaikan masalahnya sendiri?Memaksakan diri untuk mengunyah makanannya yang sebenarnya tidak ingin dia lakukan."Jangan takut, ada aku!" tegas Chandra meyakinkan Kiara lagi.Akhirnya Kiara
Kadang kala mendengar kebagian orang lain kita juga ingin merasakan seperti mereka. Namun, saat bahagia itu tiba tentu saja ada perjalanan yang penuh kerikil yang harus dilewati. Begitu pun juga dengan Dinda, awalnya dia juga menolak pernikahan paksa ini. Tapi takdir tetap saja membawanya untuk menjalaninya. Pernikahan yang tidak dia inginkan itu pula yang membawanya bertemu pada kedua orang tuanya. Hingga sadar bahwa dia tak lagi sendirian melewati semuanya. Belum lagi cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Dimas begitu besar. Meskipun perbedaan usia yang terbilang cukup jauh tapi bukan menjadi masalah untuk hidup terus berdampingan. Hingga kini mereka memiliki anak kembar yang lucu dan menggemaskan. Meskipun Dinda adalah ibu tiri untuk sahabatnya sendiri, tapi tidak membuat kedua merasa canggung. Moza yang awalnya menentang pernikahan ayahnya dan sahabatnya memilih untuk berdamai dengan keadaan. Apa lagi kenyataan pahit yang harus dia terima, bukan anak kan
Tuuut!!! Terdengar suara kentut yang cukup keras dan berasal dari Dinda. Membuat baby twins D seketika terjaga dan menangis keras. Padahal sudah payah Dinda menidurkan kedua bayinya itu. Tapi karena perkara kentut yang tak bisa dikondisikan malah membuat kedua bayi itu terusik. "Sayang," Dimas yang telah menunggunya sejak tadi di kamar pun memilih untuk segera menyusul ke kamar anaknya. Ternyata kedua anaknya tengah menangis keras. "Ada apa? Apa anak-anak rewel?" tanya Dimas. "Ini gara-gara kentut, tadi mereka udah tidur. Tapi Dinda malah kentut, mana suaranya keras banget. Bikin anak-anak kebangun," kesal Dinda. "Ahahahhaha," Dinda pun tertawa lucu mendengar ucapan Dinda, "kamu ini ada-ada saja, ayo tidurkan anak-anak dengan cepat, apa iya kita kalah sama pengantin baru itu," ujar Dimas. "Pengantin anak itu?" Dinda sepertinya bingung dengan maksud Dimas. "Sahabat mu itu dan Chandra, itu saja tidak tau!" "O, kirain tadi siapa. Ya, biarin aja mereka kan udah lam
"Baiklah, kamu tidur duluan, Mas mandi dulu, gerah," kata Chandra. Kiara mendengar suara gemerincing air dari kamar mandi. Saat itu Kiara pun segera keluar dari kamar. Dia pun pergi ke kamar Ibunya yang bersebelahan dengan kamarnya. "Ada apa?" tanya Diana. Awalnya Diana mengira jika saja Kiara sudah tidur. Ataupun mungkin saja terjadi hubungan antara suami dan istri dan rasanya itu sangat wajar. "Apa Mikayla rewel, Bu?" tanya Kiara yang hanya ingin membuat sebuah pertanyaan asal. Padahal dia sudah melihat sendiri jika saat ini anaknya tengah begitu terlelap dalam tidur di atas ranjang dengan Farhan yang juga berbaring di sampingnya. "Cucu Ibu baik-baik saja, kamu mendingan balik ke kamar mu, biasanya juga cucu Ibu tidurnya sama, Ibu," ujarnya. Karena Mikayla tidak minum asi, sehingga tidak sulit jika pun terus bersama dengan dirinya. "Oh," Kiara bingung harus beralasan apa lagi agar tetap berada di sana. Tapi jika bisa dia ingin tidur di kamar ini saja bersama
Kiara pun kini sudah berada di dalam kamar setelah pesta selesai. Malam ini semua keluarga menginap di hotel milik keluarga Chandra. Dimana pesta pun dilangsungkan di hotel tersebut. Kiara tidak tau apa yang terjadi padanya hari ini akan membawa kebahagiaan atau tidak nantinya Dia hanya sedang berjuang untuk putrinya, untuk terus bersama. Kini dia sedang berada di dalam kamar mandi, setelah selesai segera keluar dengan memakai piyama dan handuk putih yang membalut rambutnya. Saat itu matanya pun tertuju pada sebuah kado milik Dinda yang ada di sudut kamar. Dia sudah penasaran sejak tadi, apa lagi kini hanya sendiri saja di kamar. Membuatnya pun segera mengambilnya dan membawanya ke atas ranjang agar dia bisa duduk dengan nyaman. Tangan Kiara tampak bergerak melepaskan pita kado, kemudian bergerak membuka kotaknya. Mata Kiara pun melebar sempurna setelah melihat apa yang ada di hadapannya. "Tisu ajaib?!" tanya Kiara yang bingung. Meskipun sebelumnya sudah pernah
"Kamu masih ragu?" "Aku nggak tau, soalnya kamu aneh." "Kenapa begitu?" "Entahlah, tapi Mas boleh ngomong langsung ke Ibu dan Ayah. Kalau mereka setuju, Kiara juga setuju." *** Seperti yang dikatakan oleh Kiara, Chandra pun langsung berbicara pada kedua orang tua Kiara mengenai keinginan untuk rujuk kembali dengan Kiara. Dengan cara baik-baik tanpa ada beban yang tersimpan. "Diana, Farhan, terlepas dari masa lalu kita. Kini Kiara adalah ibu dari anak ku. Aku ingin anak ku dibesarkan di lingkungan yang baik-baik, memiliki orang tua yang lengkap." "Untuk itu aku mohon dengan sangat untuk mengijinkan aku dan Kiara menikah lagi, aku pun akan membahagiakannya," pinta Chandra. Farhan dan Diana pun tidak dapat lagi berkata-kata, sebab sudah menyaksikan sendiri seperti apa menderitanya Kiara selama beberapa bulan ini hamil tanpa suami. Mana mungkin dia kembali membiarkan putrinya kehilangan bayinya yang dibawa oleh Chandra. Sebab, kembali bersama adalah cara satu-satunya untuk men
"Boleh saya masuk?" tanya Chandra yang kini berdiri di depan pintu kamar. Kiara pun bingung harus menjawab apa. Iya atau tidak? Apa lagi kini keduanya hanya orang asing, bagaimana mungkin hanya berdua saja di dalam kamar tersebut. "Masuk saja," sahut Diana yang muncul dari arah belakang dan kini dia telah masuk terlebih dahulu dengan membawa makanan hangat untuk putrinya, Kiara. Sesaat kemudian Diana pun segera keluar dan kini Chandra pun mulai melangkah masuk. Kedua tangannya tampak memegang paper bag berisi perlengkapan bayi. Mulai dari susu, diapers, tisu, pakaian bayi dan lainnya. Kiara juga merasa tidak mampu untuk membeli susu formula dengan harga yang begitu mahal. Karena anaknya tidak tidak bisa minum susu formula sembarangan. Selain untuk perkembangan juga karena alergi. Kiara semakin stres memikirkan uang untuk bisa membeli susu formula untuk anaknya sendiri. "Boleh saya menggendongnya?" tanya Chandra lagi. Kiara pun perlahan memberikan pada Chandra
"Hay," Dinda dan Moza pun menjenguk Kiara dan bayinya yang sudah dibawa pulang ke rumah. Tentunya perasaan Kiara kini begitu bahagia melihat wajah bayi mungilnya yang sangat menggemaskan. "Kamu kapan hamilnya?" tanya Moza yang begitu penasaran. "Tau-tau udah lahiran aja," Dinda pun ikut menimpali. Kiara pun tersenyum mendengar ucapan kedua sahabatnya itu. Dia juga menyadarinya tapi selama hamil dia hanya di rumah saja menikmati kesendiriannya. Sedangkan dua sahabatnya juga sibuk dengan mengurus bayi mereka, bahkan sambil kuliah juga. Kegiatan yang begitu padat membuat mereka benar-benar hanya fokus pada kesibukan masing-masing. Berbeda dengan Kiara yang hanya di rumah saja hingga mereka tidak pernah bertemu. Apa lagi rumah mereka yang cukup berjauhan. "Pantesan waktu aku lahiran kamu gemukan, taunya isi," Moza pun mengingatkan kembali saat itu. Begitu juga dengan Dinda yang tidak lupa saat itu sempat berkomentar tentang penampilan Kiara dan bentuk tubuh yang berbed
Chandra tidak lagi peduli akan status perceraian mereka berdua. Kini dia harus melihat keadaan putrinya, menjaganya hingga nanti akhirnya dokter mengatakan sudah bisa dibawa pulang. Bahkan Chandra pun tidak peduli pada Diana dan Farhan yang selama ini menentang hubungan antara dirinya dan juga Kiara. Sebab, Chandra sudah terlalu merasa bersalah pada bayinya. Bayi yang lucu itu dia beri nama Mikayla Chandra Winata. Bahkan Chandra tidak mempertanyakan sama sekali kebenaran tentang dirinya yang ayah kandung bayi itu atau bukan. Karena Chandra bisa melihat wajahnya dalam wajah bayi itu. Jika pun Kiara yang tiba-tiba mengatakan bahwa itu bukan bayinya nanti, justru Chandra yang tidak percaya. "Kiara, biarkan bayi itu bersama ku saja, aku yang akan merawatnya, dan membesarkannya," pinta Chandra. Chandra akan melakukan segala cara untuk bisa menebus kesalahannya terhadap bayinya. Sebab, baru mengetahui saat bayi itu lahir. Bahkan setiap kali melihat bayi Mikayla seketik
Chandra tidak ingin banyak bertanya untuk apa uang yang diminta oleh Kiara. Bahkan dia juga cukup terkejut melihat nama Kiara yang muncul dilayar ponselnya. Awalnya Chandra tak percaya, tapi begitulah adanya. Bahkan saat sedang rapat pun dia tetap menerima panggilan telepon. Mungkin jika bukan Kiara yang menghubungi dia tak akan menjawab karena masih dalam rapat penting. Dan untuk mendengar suara Kiara saja rasanya sangat dirindukannya. Walaupun hanya sebentar saja mendengarnya. Bahkan dia langsung mengirimkan uang tanpa tau sebenarnya berapa banyak uang yang dibutuhkan oleh Kiara. Apakah uang itu cukup atau tidak. Chandra tidak tau. Hingga akhirnya kini Chandra selesai rapat. Dia duduk di ruangannya dengan perasaan yang penuh tanya. Dia ingin menghubungi Kiara kembali, tetapi ragu. Akhirnya dia pun hanya diam sambil terus memikirkan tentang Kiara. Bahkan kini sudah malam tapi dia masih saja berada di kantor dengan perasaan yang tidak tenang tanpa sebab yang