2 hari kemudian.Ting!Ponsel Dimas pun berbunyi ternyata sebuah notifikasi sebuah pesan masuk.Dengan malas Dimas pun meraih ponselnya dan membuka pesan tersebut.Satu pesan dari Moza.[Waktu itu Dinda di hotel dan Ferdi, itu jebakan dari Moza. Maaf ya Pi, Moza udah jadi orang jahat] Moza.Degh!Dimas pun terdiam sejenak sambil kembali membaca ulang pesan yang dikirimkan oleh Moza.Dua hari sudah Moza pergi dari rumah dan pagi ini entah mengapa Moza mengirimkan pesan dan mengatakan sebuah kebenaran.Tampaknya Moza merasa bersalah atas semuanya karena kebaikan Dimas padanya selama ini.Padahal dirinya bukan anak kandung Dimas.Bertapa Moza sangat menyesal telah menghancurkan rumah tangga Dimas dan Dinda.Hingga pagi ini tanpa sepengetahuan Megan dia pun langsung saja memberitahu Dimas agar tidak terus terbebani karena rasa bersalah yang kian semakin dalam.Dan Dimas pun kembali kecewa akan dirinya sendiri yang tidak mencari tau kebenarannya terlebih dahulu sebelum menuduh.Bahkan disa
Beberapa hari ini Dimas tidak lagi bersemangat untuk melakukan apapun.Perusahaannya pun benar-benar terguncang karena Wijaya.Belum lagi rasa sesal yang mendalam terhadap Dinda atas apa yang pernah dia lakukan.Membuat Dimas setengah gila karena merasa tidak dapat lagi menemukan solusi untuk masalahnya ini.Masalahnya yang begitu besar seakan jalan ke luar pun begitu tertutup rapat."Bos, hari ini ada janji bertemu rekan bisnis di restoran permata," kata Gilang.Menyadarkan Dimas dari lamunannya saat mendengar suara itu."Apakah Dinda sudah mau saya temui?"Tampaknya Dimas hanya ingin bertemu dengan Dinda.Karena sampai detik ini pun Dimas masih sangat berharap Dinda mau bertemu dengan dirinya.Bukan hanya tentang perusahaan, karena Dimas ingin meminta maaf kepada wanita itu."Tidak, Bos. Mereka mengatakan jika ingin bertemu silahkan, tetapi tanpa anda," terang Gilang lagi."Apa yang harus kulakukan?" tanya Dimas dengan putus asa."Bos, kita ada pertemuan," lagi-lagi Gilang membahas
Hujan di luar sana begitu deras.Dinda yang berada di kamar berdiri di depan jendela kamarnya.Matanya memandang ke luar sana, tampak sangat gelap karena embun yang menutupi.Percayalah bahwa saat ini dirinya sedang tidak baik-baik saja.Jika ditanyakan apakah dia merindukan pelukan Dimas jawabannya; Iya.Semudah itukah Dinda menolak untuk bertemu dengan Dimas?Tidak.Dinda juga merasa sakit yang teramat dalam karena kerinduan yang terus saja menyiksa.Hanya saja Dinda tidak bisa untuk kembali karena Wijaya pun pasti menentangnya.Dinda juga tidak siap jika harus tersakiti untuk yang kesekian kalinya.Hati Dinda sudah terlalu rapuh jika harus terus terjebak dalam kehidupan yang begitu menyakitkan.Hari-hari yang Dinda jalani tanpa Dimas terasa hampa.Dinda sering kali melihat wajah bahagia wanita di luar sana yang tengah mengandung dan memiliki suami yang begitu hebat menemani dalam segala keadaan.Bahkan Dinda juga takut kelak anaknya sama seperti dirinya.Dibesarkan tanpa kasih sayan
"Tuan Wijaya, barusan dari pihak perusahaan Hermawan siap membayar uang ganti rugi sebesar 50 miliyar," kata Hilman menyampaikan pada Wijaya.Wijaya pun sedikit terkejut karena ternyata Dimas memilih untuk tidak memperpanjang masalah tersebut.Tapi itu bagus karena itu juga cukup membuatnya mengalami kerugian."Dan, di luar Tuan Dimas Hermawan ingin bertemu dengan anda," kata Hilman lagi.Wijaya pun menganggukkan kepalanya dan ingin tahu apa tujuan Dimas ingin bertemu dengan dirinya.Tapi tebakannya tidak jauh-jauh dari putrinya."Biarkan saja mereka masuk," jawab Wijaya."Pa?" kata Dinda yang tidak ingin bertemu dengan Dimas.Tampaknya Dinda tidak suka dengan keputusan Wijaya untuk mempersilahkan Dimas masuk saat ada dirinya."Dinda, pergi aja deh," Dinda pun segera masuk ruang pribadi yang memang sudah tersedia di ruangan tersebut.Sulit rasanya untuk bisa melihat wajah Dimas lagi karena Dinda begitu merindukan pelukan hangat Dimas.Sayangnya itu sudah tidak lagi mungkin dia dapatka
"Lantai 3?" Dimas mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Saat ini dia berada di depan pagar rumah megah milik Wijaya.Meskipun Dimas masih berada di dalam mobil tetapi dia bisa melihat dengan jelas rumah Wijaya."Apa menurut mu saya sanggup?" tanya Dimas pada Gilang yang kini duduk di kursi kemudi.Sedangkan Dimas duduk di jok belakang."Demi ayang pasti, Bos sanggup," seloroh Gilang.Dimas pun langsung saja menatap wajah Gilang melalui kaca spion mobil dengan tajam."Santai sedikit dong, Bos. Anda harus banyak belajar untuk tidak bersikap kasar.Nona Dinda tidak menyukai anda karena itu salah satu alasannya," ujar Gilang demi menyelamatkan diri dari kemarahan Dimas.Dan benar saja Dimas tampaknya tidak memungkiri apa yang dikatakan oleh Gilang."Apa itu benar?" tanya Dimas penasaran."Benar, Bos. Apa lagi kalau gaji naik. Nanti saya akan sampaikan pada Nona Dinda.Pasti dia sangat terharu.""Ah, itu sangat baik."Gilang pun langsung saja melihat ke belakang secara langsung."Gaji n
Tetapi Dimas tidak berani berbicara apa lagi menyalahkan Wijaya yang malah seolah tak tahu apa-apa tentang ini semua.Karena apa?Tentunya karena tidak ingin Wijaya malah menjauhkan dirinya lagi dengan Dinda."Tuan Dimas, apakah anda kurang uang?" tanya Miranda bingung.Dimas pun menggelengkan kepalanya dengan cepat, untuk apa mencuri sedangkan untuk membeli rumah Wijaya pun yang cukup besar itu Dimas masih mampu.Bagaimana mungkin dirinya malah dituduh menjadi maling.Jika bukan karena Dinda tidak akan pernah Dimas melakukan ini."Dinda, kamu yang memasukkan dia ke kamar mu?!" tanya Wijaya pada Dinda.Dinda pun menggelengkan kepalanya dengan cepat karena itu tidak benar."Nggak, Pa.""Pakai pakaian mu sana!" titah Wijaya.Dinda pun mengangguk cepat."Kau ke luar dari sini!" kata Wijaya selanjutnya pada Dimas.Wijaya pun keluar dari kamar itu dan Dimas mengikuti dari belakang sambil memegang kepalanya yang berdarah.*****Dinda pun segera memakai pakaiannya dengan secepat mungkin.Dia
"Dinda, Mas kangen banget. Hanya peluk saja," mohon Dimas lagi."Mas, hargailah aku sedikit saja! Aku tidak mau! Kita sudah bercerai! Kamu yang menceraikan aku!" terang Dinda.Dinda yang mengingatkan Dimas tentang hubungan mereka berdua yang sudah berakhir.Sehingga apapun yang terjadi saat ini Dinda tidak lagi bisa untuk sedekat itu dengan Dimas."Dinda, Mas kangen banget," lagi-lagi Dimas memohon dan berharap Dinda bisa memberikan sedikit saja waktu padanya untuk sekedar memeluk wanita tersebut.Tapi sepertinya Dinda tidak akan pernah mau."Kamu bisa memeluk istri mu!""Kamu istri ku.""Bukan! Aku nggak mau dipeluk sama suami orang.Aku bukan wanita murahan!" pekik Dinda.Dinda tidak tahu apa-apa tentang perceraian Dimas dan Megan.Tetapi Dinda pun tidak bisa melupakan rasa sakitnya saat menyaksikan sendiri Dimas menikahi Megan kembali."Mas dan dia sudah berpisah," jelas Dimas.Dinda pun tersenyum miring sambil menggelengkan kepalanya.Rasanya sangat tidak masuk akal."Mas, tidak b
Buk!Wijaya langsung saja memberikan bogem mentah pada wajah Dimas.Rasanya sangat mengejutkan bahkan hidung Dimas sampai mengeluarkan cairan merah kental.Akan tetapi Dimas hanya bisa diam saja menerima.Bukan karena Dimas tidak bisa membalas.Melainkan karena posisinya kini berada di bawah kendali Wijaya.Dinda adalah anak dari Wijaya, sehingga rasa takut Dimas untuk dipisahkan dari Dinda cukup membuatnya menjadi lebih memilih untuk menerima saja.Sehingga pasrah pada keadaan adalah sebuah keputusan terbaik.Lihat saja sampai di ruang kerja Wijaya langsung saja memukul Dimas.Bukan hanya sekedar satu kali saja karena ternyata berlanjut.Hingga berkali-kali dan di tempat yang berbeda-beda.Wajah, perut, betis dan di beberapa bagian tubuh lainnya."Kenapa kau hanya diam saja?!" tanya Wijaya sambil menatap Dimas.Dimas memegang sudut bibirnya dan ternyata ada darah yang menempel di tangannya.Namun, sampai detik ini pun Dimas masih saja memilih untuk diam demi bisa bersama kembali deng
Kadang kala mendengar kebagian orang lain kita juga ingin merasakan seperti mereka. Namun, saat bahagia itu tiba tentu saja ada perjalanan yang penuh kerikil yang harus dilewati. Begitu pun juga dengan Dinda, awalnya dia juga menolak pernikahan paksa ini. Tapi takdir tetap saja membawanya untuk menjalaninya. Pernikahan yang tidak dia inginkan itu pula yang membawanya bertemu pada kedua orang tuanya. Hingga sadar bahwa dia tak lagi sendirian melewati semuanya. Belum lagi cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Dimas begitu besar. Meskipun perbedaan usia yang terbilang cukup jauh tapi bukan menjadi masalah untuk hidup terus berdampingan. Hingga kini mereka memiliki anak kembar yang lucu dan menggemaskan. Meskipun Dinda adalah ibu tiri untuk sahabatnya sendiri, tapi tidak membuat kedua merasa canggung. Moza yang awalnya menentang pernikahan ayahnya dan sahabatnya memilih untuk berdamai dengan keadaan. Apa lagi kenyataan pahit yang harus dia terima, bukan anak kan
Tuuut!!! Terdengar suara kentut yang cukup keras dan berasal dari Dinda. Membuat baby twins D seketika terjaga dan menangis keras. Padahal sudah payah Dinda menidurkan kedua bayinya itu. Tapi karena perkara kentut yang tak bisa dikondisikan malah membuat kedua bayi itu terusik. "Sayang," Dimas yang telah menunggunya sejak tadi di kamar pun memilih untuk segera menyusul ke kamar anaknya. Ternyata kedua anaknya tengah menangis keras. "Ada apa? Apa anak-anak rewel?" tanya Dimas. "Ini gara-gara kentut, tadi mereka udah tidur. Tapi Dinda malah kentut, mana suaranya keras banget. Bikin anak-anak kebangun," kesal Dinda. "Ahahahhaha," Dinda pun tertawa lucu mendengar ucapan Dinda, "kamu ini ada-ada saja, ayo tidurkan anak-anak dengan cepat, apa iya kita kalah sama pengantin baru itu," ujar Dimas. "Pengantin anak itu?" Dinda sepertinya bingung dengan maksud Dimas. "Sahabat mu itu dan Chandra, itu saja tidak tau!" "O, kirain tadi siapa. Ya, biarin aja mereka kan udah lam
"Baiklah, kamu tidur duluan, Mas mandi dulu, gerah," kata Chandra. Kiara mendengar suara gemerincing air dari kamar mandi. Saat itu Kiara pun segera keluar dari kamar. Dia pun pergi ke kamar Ibunya yang bersebelahan dengan kamarnya. "Ada apa?" tanya Diana. Awalnya Diana mengira jika saja Kiara sudah tidur. Ataupun mungkin saja terjadi hubungan antara suami dan istri dan rasanya itu sangat wajar. "Apa Mikayla rewel, Bu?" tanya Kiara yang hanya ingin membuat sebuah pertanyaan asal. Padahal dia sudah melihat sendiri jika saat ini anaknya tengah begitu terlelap dalam tidur di atas ranjang dengan Farhan yang juga berbaring di sampingnya. "Cucu Ibu baik-baik saja, kamu mendingan balik ke kamar mu, biasanya juga cucu Ibu tidurnya sama, Ibu," ujarnya. Karena Mikayla tidak minum asi, sehingga tidak sulit jika pun terus bersama dengan dirinya. "Oh," Kiara bingung harus beralasan apa lagi agar tetap berada di sana. Tapi jika bisa dia ingin tidur di kamar ini saja bersama
Kiara pun kini sudah berada di dalam kamar setelah pesta selesai. Malam ini semua keluarga menginap di hotel milik keluarga Chandra. Dimana pesta pun dilangsungkan di hotel tersebut. Kiara tidak tau apa yang terjadi padanya hari ini akan membawa kebahagiaan atau tidak nantinya Dia hanya sedang berjuang untuk putrinya, untuk terus bersama. Kini dia sedang berada di dalam kamar mandi, setelah selesai segera keluar dengan memakai piyama dan handuk putih yang membalut rambutnya. Saat itu matanya pun tertuju pada sebuah kado milik Dinda yang ada di sudut kamar. Dia sudah penasaran sejak tadi, apa lagi kini hanya sendiri saja di kamar. Membuatnya pun segera mengambilnya dan membawanya ke atas ranjang agar dia bisa duduk dengan nyaman. Tangan Kiara tampak bergerak melepaskan pita kado, kemudian bergerak membuka kotaknya. Mata Kiara pun melebar sempurna setelah melihat apa yang ada di hadapannya. "Tisu ajaib?!" tanya Kiara yang bingung. Meskipun sebelumnya sudah pernah
"Kamu masih ragu?" "Aku nggak tau, soalnya kamu aneh." "Kenapa begitu?" "Entahlah, tapi Mas boleh ngomong langsung ke Ibu dan Ayah. Kalau mereka setuju, Kiara juga setuju." *** Seperti yang dikatakan oleh Kiara, Chandra pun langsung berbicara pada kedua orang tua Kiara mengenai keinginan untuk rujuk kembali dengan Kiara. Dengan cara baik-baik tanpa ada beban yang tersimpan. "Diana, Farhan, terlepas dari masa lalu kita. Kini Kiara adalah ibu dari anak ku. Aku ingin anak ku dibesarkan di lingkungan yang baik-baik, memiliki orang tua yang lengkap." "Untuk itu aku mohon dengan sangat untuk mengijinkan aku dan Kiara menikah lagi, aku pun akan membahagiakannya," pinta Chandra. Farhan dan Diana pun tidak dapat lagi berkata-kata, sebab sudah menyaksikan sendiri seperti apa menderitanya Kiara selama beberapa bulan ini hamil tanpa suami. Mana mungkin dia kembali membiarkan putrinya kehilangan bayinya yang dibawa oleh Chandra. Sebab, kembali bersama adalah cara satu-satunya untuk men
"Boleh saya masuk?" tanya Chandra yang kini berdiri di depan pintu kamar. Kiara pun bingung harus menjawab apa. Iya atau tidak? Apa lagi kini keduanya hanya orang asing, bagaimana mungkin hanya berdua saja di dalam kamar tersebut. "Masuk saja," sahut Diana yang muncul dari arah belakang dan kini dia telah masuk terlebih dahulu dengan membawa makanan hangat untuk putrinya, Kiara. Sesaat kemudian Diana pun segera keluar dan kini Chandra pun mulai melangkah masuk. Kedua tangannya tampak memegang paper bag berisi perlengkapan bayi. Mulai dari susu, diapers, tisu, pakaian bayi dan lainnya. Kiara juga merasa tidak mampu untuk membeli susu formula dengan harga yang begitu mahal. Karena anaknya tidak tidak bisa minum susu formula sembarangan. Selain untuk perkembangan juga karena alergi. Kiara semakin stres memikirkan uang untuk bisa membeli susu formula untuk anaknya sendiri. "Boleh saya menggendongnya?" tanya Chandra lagi. Kiara pun perlahan memberikan pada Chandra
"Hay," Dinda dan Moza pun menjenguk Kiara dan bayinya yang sudah dibawa pulang ke rumah. Tentunya perasaan Kiara kini begitu bahagia melihat wajah bayi mungilnya yang sangat menggemaskan. "Kamu kapan hamilnya?" tanya Moza yang begitu penasaran. "Tau-tau udah lahiran aja," Dinda pun ikut menimpali. Kiara pun tersenyum mendengar ucapan kedua sahabatnya itu. Dia juga menyadarinya tapi selama hamil dia hanya di rumah saja menikmati kesendiriannya. Sedangkan dua sahabatnya juga sibuk dengan mengurus bayi mereka, bahkan sambil kuliah juga. Kegiatan yang begitu padat membuat mereka benar-benar hanya fokus pada kesibukan masing-masing. Berbeda dengan Kiara yang hanya di rumah saja hingga mereka tidak pernah bertemu. Apa lagi rumah mereka yang cukup berjauhan. "Pantesan waktu aku lahiran kamu gemukan, taunya isi," Moza pun mengingatkan kembali saat itu. Begitu juga dengan Dinda yang tidak lupa saat itu sempat berkomentar tentang penampilan Kiara dan bentuk tubuh yang berbed
Chandra tidak lagi peduli akan status perceraian mereka berdua. Kini dia harus melihat keadaan putrinya, menjaganya hingga nanti akhirnya dokter mengatakan sudah bisa dibawa pulang. Bahkan Chandra pun tidak peduli pada Diana dan Farhan yang selama ini menentang hubungan antara dirinya dan juga Kiara. Sebab, Chandra sudah terlalu merasa bersalah pada bayinya. Bayi yang lucu itu dia beri nama Mikayla Chandra Winata. Bahkan Chandra tidak mempertanyakan sama sekali kebenaran tentang dirinya yang ayah kandung bayi itu atau bukan. Karena Chandra bisa melihat wajahnya dalam wajah bayi itu. Jika pun Kiara yang tiba-tiba mengatakan bahwa itu bukan bayinya nanti, justru Chandra yang tidak percaya. "Kiara, biarkan bayi itu bersama ku saja, aku yang akan merawatnya, dan membesarkannya," pinta Chandra. Chandra akan melakukan segala cara untuk bisa menebus kesalahannya terhadap bayinya. Sebab, baru mengetahui saat bayi itu lahir. Bahkan setiap kali melihat bayi Mikayla seketik
Chandra tidak ingin banyak bertanya untuk apa uang yang diminta oleh Kiara. Bahkan dia juga cukup terkejut melihat nama Kiara yang muncul dilayar ponselnya. Awalnya Chandra tak percaya, tapi begitulah adanya. Bahkan saat sedang rapat pun dia tetap menerima panggilan telepon. Mungkin jika bukan Kiara yang menghubungi dia tak akan menjawab karena masih dalam rapat penting. Dan untuk mendengar suara Kiara saja rasanya sangat dirindukannya. Walaupun hanya sebentar saja mendengarnya. Bahkan dia langsung mengirimkan uang tanpa tau sebenarnya berapa banyak uang yang dibutuhkan oleh Kiara. Apakah uang itu cukup atau tidak. Chandra tidak tau. Hingga akhirnya kini Chandra selesai rapat. Dia duduk di ruangannya dengan perasaan yang penuh tanya. Dia ingin menghubungi Kiara kembali, tetapi ragu. Akhirnya dia pun hanya diam sambil terus memikirkan tentang Kiara. Bahkan kini sudah malam tapi dia masih saja berada di kantor dengan perasaan yang tidak tenang tanpa sebab yang