"Dinda, Mas kangen banget. Hanya peluk saja," mohon Dimas lagi."Mas, hargailah aku sedikit saja! Aku tidak mau! Kita sudah bercerai! Kamu yang menceraikan aku!" terang Dinda.Dinda yang mengingatkan Dimas tentang hubungan mereka berdua yang sudah berakhir.Sehingga apapun yang terjadi saat ini Dinda tidak lagi bisa untuk sedekat itu dengan Dimas."Dinda, Mas kangen banget," lagi-lagi Dimas memohon dan berharap Dinda bisa memberikan sedikit saja waktu padanya untuk sekedar memeluk wanita tersebut.Tapi sepertinya Dinda tidak akan pernah mau."Kamu bisa memeluk istri mu!""Kamu istri ku.""Bukan! Aku nggak mau dipeluk sama suami orang.Aku bukan wanita murahan!" pekik Dinda.Dinda tidak tahu apa-apa tentang perceraian Dimas dan Megan.Tetapi Dinda pun tidak bisa melupakan rasa sakitnya saat menyaksikan sendiri Dimas menikahi Megan kembali."Mas dan dia sudah berpisah," jelas Dimas.Dinda pun tersenyum miring sambil menggelengkan kepalanya.Rasanya sangat tidak masuk akal."Mas, tidak b
Buk!Wijaya langsung saja memberikan bogem mentah pada wajah Dimas.Rasanya sangat mengejutkan bahkan hidung Dimas sampai mengeluarkan cairan merah kental.Akan tetapi Dimas hanya bisa diam saja menerima.Bukan karena Dimas tidak bisa membalas.Melainkan karena posisinya kini berada di bawah kendali Wijaya.Dinda adalah anak dari Wijaya, sehingga rasa takut Dimas untuk dipisahkan dari Dinda cukup membuatnya menjadi lebih memilih untuk menerima saja.Sehingga pasrah pada keadaan adalah sebuah keputusan terbaik.Lihat saja sampai di ruang kerja Wijaya langsung saja memukul Dimas.Bukan hanya sekedar satu kali saja karena ternyata berlanjut.Hingga berkali-kali dan di tempat yang berbeda-beda.Wajah, perut, betis dan di beberapa bagian tubuh lainnya."Kenapa kau hanya diam saja?!" tanya Wijaya sambil menatap Dimas.Dimas memegang sudut bibirnya dan ternyata ada darah yang menempel di tangannya.Namun, sampai detik ini pun Dimas masih saja memilih untuk diam demi bisa bersama kembali deng
Huuuufff.Dinda merasa begitu lemas karena malam ini dirinya sudah kembali menjadi istri Dimas.Padahal Dinda sangat berharap Wijaya tidak menikahkan dirinya dan Dimas lagi.Tetapi Dinda pun tidak bisa melawan orang tuanya dengan keras.Mungkin juga batinnya bingung antara menerima atau menolak.Dengan keadaan mengandung Dinda menginginkan memiliki suami yang bisa memanjakan dirinya.Tapi mengingat seperti apa Dimas selama ini membuatnya menjadi tidak ingin."Besok kau urus buku nikah kalian lagi! Saya tidak mau anak saya hanya istri siri!" tegas Wijaya."Baik, Tuan Wijaya," Dimas saat ini seperti kucing yang disiram air.Wajahnya hanya bisa pasrah pada apapun ucapan Wijaya.Tetapi perasaannya bahagia karena bisa menikah lagi dengan Dinda.Chandra yang juga menjadi saksi pernikahan ini menahan tawa mendengar panggilan Dimas barusan.Bahkan sebelumnya Chandra juga sangat terkejut mengetahui bahwa Dinda adalah anak dari Wijaya yang hilang.Sehingga saat dia diminta datang untuk menjadi s
Berulang kali Dimas mengusap wajahnya dengan kedua tangannya sambil menahan rasa kantuk yang mulai melanda karena bosan."Baiklah, saya sudah lelah," kata Wijaya dan langsung saja bangkit dari duduknya.Dimas yang mendengar ucapan Wijaya pun tentunya merasa senang.Akhirnya setelah banyaknya rintangan kini bisa beristirahat.Begitu pun juga dengan Chandra yang berpamitan pulang."Cie yang dari tadi udah kebelet bobo bareng," celetuk Chandra.Dimas pun melihat Wijaya telah benar-benar pergi dan saat itu Dimas langsung saja bangkit dari duduknya.Menarik kerah kemeja Chandra dengan penuh kekesalan demi meluapkan rasa kesal yang dari tadi dia tahan dengan susah payahnya."Dari tadi itu kau sangat menjengkelkan!" geram Dimas."Hehe," Chandra pun tertawa sambil melepaskan tangan Dimas dari kerah kemejanya."Sahabat kurang ajar!" umpat Dimas."Aku pamit dulu, mendingan langsung ke kamar sana.Istri udah nungguin!" celetuk Chandra lagi."Duda lapuk sialan!" balas Dimas."Tunggu sampai saatnya
Laras menahan tawa melihat wajah Dimas yang tidak bersemangat saat pulang ke rumah.Ini terlihat lucu tetapi begitulah adanyaDimas harus pulang ke rumah karena Dinda tidak mempersilahkan untuk masuk ke dalam kamarnya.Tentunya itu bagus agar anaknya itu tidak lagi bersikap seperti sebelumnya.Dengan harapan kedepannya akan menjadi seorang suami yang lebih baik."Lho, kok pulang?" tanya Laras berpura-pura tidak tahu apa-apa, "atau kamu pulang sama Dinda?" tanya Laras lagi.Laras pun melihat ke arah pintu, tetapi juga tidak tampak Dinda di sana.Namun, sebenarnya Laras sedang menahan tawa."Dinda mengusir Dimas," jawab Dimas dengan tidak bersemangat.Setelah itu langsung saja berlalu pergi menuju kamarnya."Wah, kenapa kamu tidak marah?" tanya Laras lagi pada Dimas yang sudah berjalan cukup jauh.Tetapi Dimas tidak perduli dengan pertanyaan Laras meskipun jelas ia masih mendengar."Ahahahhaha," tawa Laras pun akhirnya pecah setelah Dimas benar-benar menghilang dari pandangan matanya.L
"Hay, Om," sapa seorang wanita yang mendekati Dimas bersama dengan seorang temannya.Dimas pun menatap wajah dua orang itu dengan tatapan datar."Om, bukannya Papinya Moza?" tanya wanita itu lagi.Wanita yang masih seusia dengan Dinda dan Moza.Dan saat mendengar nama Moza disebutkan Dimas pun mulai penasaran."Kau mengenal putri saya?" tanya Dimas.Sekalipun bukan darah dagingnya Dimas tidak akan pernah bisa membenci Moza.Moza tetaplah putrinya sampai kapanpun juga.Dan saat ini dia ingin tahu dimana keberadaan anaknya itu mungkin saja dua orang itu tahu."Kita temennya Moza, Om," jawab wanita itu lagi namun dengan gaya yang dibuat centil.Mungkin agar membuat Dimas tergoda.Namun, apa yang dilakukan oleh wanita itu membuat Dimas ingin mencekiknya."Kau tahu dimana dia sekarang?" tanya Dimas masih dengan suara datarnya."Nggak, Om, udah lama Moza nggak ngampus," jelasnya lagi.Saat itu Dimas pun memilih untuk segera pergi tapi dia melihat wajah Dinda yang berdiri di sana sambil meli
"Tidak sanggup?" Dinda pun kembali bertanya karena kebingungan dengan apa yang dikatakan oleh Dimas."Rasanya sangat tidak enak," kata Dimas lagi."Kalian sedang apa?" tanya Miranda yang melihat Dinda dan Dimas di dalam kamar mandi.Dan pintu kamar mandi yang terbuka lebar tentunya siapapun bisa melihatnya."Sudah menikah masih saja mengurung di kamar mandi.Di kamar sana!" kata Wijaya.Wajah Dinda pun memerah mendengar ucapan Wijaya yang pastinya lagi-lagi berpikir hal yang buruk."Bukan gitu, Pa. Mas Dimas, mual mencium bau makanan," jelas Dinda."Mual?" tanya Miranda."Iya, Ma. Ini abis muntah-muntah," kata Dinda lagi agar kedua orang tuanya tidak salah paham."Bukannya yang hamil kamu? Kok malah dia yang mual?" tanya Wijaya bingung."Itu biasa terjadi, udah sekarang bawa suami mu ke kamar sana.Biarkan dia istirahat dulu," titah Miranda."Ke kamar?" Dinda sangat malas untuk hal yang satu itu.Tapi tidak untuk Dimas yang sepertinya cukup menguntungkan."Apa lagi?" "Iya, Ma."Denga
Dinda masih saja bergidik ngerti melihat Dimas yang begitu lahapnya memakan mangga muda.Hingga suara ponselnya pun membuatnya tersadar.Ting!Satu pesan dari Kiara.[Dinda, sebenarnya kita ini karyawan atau gimana sih] Kiara.Dinda tidak mengerti dengan maksud dari pesan yang dikirimkan oleh Kiara.Dia pun segera menuliskan pesan balasan.[Kamu sedang membahas apa?] Dinda.Hingga tak berlangsung lama Dinda pun kembali mendapatkan pesan balasan dari Kiara.[Kita magang di kantor suami kamu!] Kiara.[Iya, terus] Dinda.[Kok sekarang aku terikat kontrak kerja?] Kiara.[Kok bisa] Dinda.[Mana atasannya Om Chandra, gila kan? Di kampus juga ada dia] Kiara.[Kok bisa] Dinda.[Kok bisa mulu yang kamu balas! Tolong tanyakan ke suami kamu dong Din, kok begini] Kiara.[Tunggu ya, aku tanya dulu] Dinda Dinda pun kembali melihat Dimas yang ternyata juga melihat dirinya."Kamu berbelas pesan dengan siapa?" tanya Dimas secara langsung karena penasaran."Kiara," jawab Dinda.Dimas pun mengangguk ka
Kadang kala mendengar kebagian orang lain kita juga ingin merasakan seperti mereka. Namun, saat bahagia itu tiba tentu saja ada perjalanan yang penuh kerikil yang harus dilewati. Begitu pun juga dengan Dinda, awalnya dia juga menolak pernikahan paksa ini. Tapi takdir tetap saja membawanya untuk menjalaninya. Pernikahan yang tidak dia inginkan itu pula yang membawanya bertemu pada kedua orang tuanya. Hingga sadar bahwa dia tak lagi sendirian melewati semuanya. Belum lagi cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Dimas begitu besar. Meskipun perbedaan usia yang terbilang cukup jauh tapi bukan menjadi masalah untuk hidup terus berdampingan. Hingga kini mereka memiliki anak kembar yang lucu dan menggemaskan. Meskipun Dinda adalah ibu tiri untuk sahabatnya sendiri, tapi tidak membuat kedua merasa canggung. Moza yang awalnya menentang pernikahan ayahnya dan sahabatnya memilih untuk berdamai dengan keadaan. Apa lagi kenyataan pahit yang harus dia terima, bukan anak kan
Tuuut!!! Terdengar suara kentut yang cukup keras dan berasal dari Dinda. Membuat baby twins D seketika terjaga dan menangis keras. Padahal sudah payah Dinda menidurkan kedua bayinya itu. Tapi karena perkara kentut yang tak bisa dikondisikan malah membuat kedua bayi itu terusik. "Sayang," Dimas yang telah menunggunya sejak tadi di kamar pun memilih untuk segera menyusul ke kamar anaknya. Ternyata kedua anaknya tengah menangis keras. "Ada apa? Apa anak-anak rewel?" tanya Dimas. "Ini gara-gara kentut, tadi mereka udah tidur. Tapi Dinda malah kentut, mana suaranya keras banget. Bikin anak-anak kebangun," kesal Dinda. "Ahahahhaha," Dinda pun tertawa lucu mendengar ucapan Dinda, "kamu ini ada-ada saja, ayo tidurkan anak-anak dengan cepat, apa iya kita kalah sama pengantin baru itu," ujar Dimas. "Pengantin anak itu?" Dinda sepertinya bingung dengan maksud Dimas. "Sahabat mu itu dan Chandra, itu saja tidak tau!" "O, kirain tadi siapa. Ya, biarin aja mereka kan udah lam
"Baiklah, kamu tidur duluan, Mas mandi dulu, gerah," kata Chandra. Kiara mendengar suara gemerincing air dari kamar mandi. Saat itu Kiara pun segera keluar dari kamar. Dia pun pergi ke kamar Ibunya yang bersebelahan dengan kamarnya. "Ada apa?" tanya Diana. Awalnya Diana mengira jika saja Kiara sudah tidur. Ataupun mungkin saja terjadi hubungan antara suami dan istri dan rasanya itu sangat wajar. "Apa Mikayla rewel, Bu?" tanya Kiara yang hanya ingin membuat sebuah pertanyaan asal. Padahal dia sudah melihat sendiri jika saat ini anaknya tengah begitu terlelap dalam tidur di atas ranjang dengan Farhan yang juga berbaring di sampingnya. "Cucu Ibu baik-baik saja, kamu mendingan balik ke kamar mu, biasanya juga cucu Ibu tidurnya sama, Ibu," ujarnya. Karena Mikayla tidak minum asi, sehingga tidak sulit jika pun terus bersama dengan dirinya. "Oh," Kiara bingung harus beralasan apa lagi agar tetap berada di sana. Tapi jika bisa dia ingin tidur di kamar ini saja bersama
Kiara pun kini sudah berada di dalam kamar setelah pesta selesai. Malam ini semua keluarga menginap di hotel milik keluarga Chandra. Dimana pesta pun dilangsungkan di hotel tersebut. Kiara tidak tau apa yang terjadi padanya hari ini akan membawa kebahagiaan atau tidak nantinya Dia hanya sedang berjuang untuk putrinya, untuk terus bersama. Kini dia sedang berada di dalam kamar mandi, setelah selesai segera keluar dengan memakai piyama dan handuk putih yang membalut rambutnya. Saat itu matanya pun tertuju pada sebuah kado milik Dinda yang ada di sudut kamar. Dia sudah penasaran sejak tadi, apa lagi kini hanya sendiri saja di kamar. Membuatnya pun segera mengambilnya dan membawanya ke atas ranjang agar dia bisa duduk dengan nyaman. Tangan Kiara tampak bergerak melepaskan pita kado, kemudian bergerak membuka kotaknya. Mata Kiara pun melebar sempurna setelah melihat apa yang ada di hadapannya. "Tisu ajaib?!" tanya Kiara yang bingung. Meskipun sebelumnya sudah pernah
"Kamu masih ragu?" "Aku nggak tau, soalnya kamu aneh." "Kenapa begitu?" "Entahlah, tapi Mas boleh ngomong langsung ke Ibu dan Ayah. Kalau mereka setuju, Kiara juga setuju." *** Seperti yang dikatakan oleh Kiara, Chandra pun langsung berbicara pada kedua orang tua Kiara mengenai keinginan untuk rujuk kembali dengan Kiara. Dengan cara baik-baik tanpa ada beban yang tersimpan. "Diana, Farhan, terlepas dari masa lalu kita. Kini Kiara adalah ibu dari anak ku. Aku ingin anak ku dibesarkan di lingkungan yang baik-baik, memiliki orang tua yang lengkap." "Untuk itu aku mohon dengan sangat untuk mengijinkan aku dan Kiara menikah lagi, aku pun akan membahagiakannya," pinta Chandra. Farhan dan Diana pun tidak dapat lagi berkata-kata, sebab sudah menyaksikan sendiri seperti apa menderitanya Kiara selama beberapa bulan ini hamil tanpa suami. Mana mungkin dia kembali membiarkan putrinya kehilangan bayinya yang dibawa oleh Chandra. Sebab, kembali bersama adalah cara satu-satunya untuk men
"Boleh saya masuk?" tanya Chandra yang kini berdiri di depan pintu kamar. Kiara pun bingung harus menjawab apa. Iya atau tidak? Apa lagi kini keduanya hanya orang asing, bagaimana mungkin hanya berdua saja di dalam kamar tersebut. "Masuk saja," sahut Diana yang muncul dari arah belakang dan kini dia telah masuk terlebih dahulu dengan membawa makanan hangat untuk putrinya, Kiara. Sesaat kemudian Diana pun segera keluar dan kini Chandra pun mulai melangkah masuk. Kedua tangannya tampak memegang paper bag berisi perlengkapan bayi. Mulai dari susu, diapers, tisu, pakaian bayi dan lainnya. Kiara juga merasa tidak mampu untuk membeli susu formula dengan harga yang begitu mahal. Karena anaknya tidak tidak bisa minum susu formula sembarangan. Selain untuk perkembangan juga karena alergi. Kiara semakin stres memikirkan uang untuk bisa membeli susu formula untuk anaknya sendiri. "Boleh saya menggendongnya?" tanya Chandra lagi. Kiara pun perlahan memberikan pada Chandra
"Hay," Dinda dan Moza pun menjenguk Kiara dan bayinya yang sudah dibawa pulang ke rumah. Tentunya perasaan Kiara kini begitu bahagia melihat wajah bayi mungilnya yang sangat menggemaskan. "Kamu kapan hamilnya?" tanya Moza yang begitu penasaran. "Tau-tau udah lahiran aja," Dinda pun ikut menimpali. Kiara pun tersenyum mendengar ucapan kedua sahabatnya itu. Dia juga menyadarinya tapi selama hamil dia hanya di rumah saja menikmati kesendiriannya. Sedangkan dua sahabatnya juga sibuk dengan mengurus bayi mereka, bahkan sambil kuliah juga. Kegiatan yang begitu padat membuat mereka benar-benar hanya fokus pada kesibukan masing-masing. Berbeda dengan Kiara yang hanya di rumah saja hingga mereka tidak pernah bertemu. Apa lagi rumah mereka yang cukup berjauhan. "Pantesan waktu aku lahiran kamu gemukan, taunya isi," Moza pun mengingatkan kembali saat itu. Begitu juga dengan Dinda yang tidak lupa saat itu sempat berkomentar tentang penampilan Kiara dan bentuk tubuh yang berbed
Chandra tidak lagi peduli akan status perceraian mereka berdua. Kini dia harus melihat keadaan putrinya, menjaganya hingga nanti akhirnya dokter mengatakan sudah bisa dibawa pulang. Bahkan Chandra pun tidak peduli pada Diana dan Farhan yang selama ini menentang hubungan antara dirinya dan juga Kiara. Sebab, Chandra sudah terlalu merasa bersalah pada bayinya. Bayi yang lucu itu dia beri nama Mikayla Chandra Winata. Bahkan Chandra tidak mempertanyakan sama sekali kebenaran tentang dirinya yang ayah kandung bayi itu atau bukan. Karena Chandra bisa melihat wajahnya dalam wajah bayi itu. Jika pun Kiara yang tiba-tiba mengatakan bahwa itu bukan bayinya nanti, justru Chandra yang tidak percaya. "Kiara, biarkan bayi itu bersama ku saja, aku yang akan merawatnya, dan membesarkannya," pinta Chandra. Chandra akan melakukan segala cara untuk bisa menebus kesalahannya terhadap bayinya. Sebab, baru mengetahui saat bayi itu lahir. Bahkan setiap kali melihat bayi Mikayla seketik
Chandra tidak ingin banyak bertanya untuk apa uang yang diminta oleh Kiara. Bahkan dia juga cukup terkejut melihat nama Kiara yang muncul dilayar ponselnya. Awalnya Chandra tak percaya, tapi begitulah adanya. Bahkan saat sedang rapat pun dia tetap menerima panggilan telepon. Mungkin jika bukan Kiara yang menghubungi dia tak akan menjawab karena masih dalam rapat penting. Dan untuk mendengar suara Kiara saja rasanya sangat dirindukannya. Walaupun hanya sebentar saja mendengarnya. Bahkan dia langsung mengirimkan uang tanpa tau sebenarnya berapa banyak uang yang dibutuhkan oleh Kiara. Apakah uang itu cukup atau tidak. Chandra tidak tau. Hingga akhirnya kini Chandra selesai rapat. Dia duduk di ruangannya dengan perasaan yang penuh tanya. Dia ingin menghubungi Kiara kembali, tetapi ragu. Akhirnya dia pun hanya diam sambil terus memikirkan tentang Kiara. Bahkan kini sudah malam tapi dia masih saja berada di kantor dengan perasaan yang tidak tenang tanpa sebab yang