Dinda melihat jam dinding dan bertapa terkejutnya melihat arah jarum jam yang menunjukkan pukul 12:30 wib.Dengan cepat Dinda pun melihat jendela dan cahaya matahari tampak begitu terang menebus gorden yang masih menutupi jendela kamar.Hingga Dinda pun segera turun dari ranjang untuk memastikan apakah benar hari sudah siang.Dan ternyata setelah membuka gorden kamar barulah Dinda yakin bahwa hari benar-benar sudah siang."Ya ampun, kok aku bangun tidur jam segini?" Dinda pun melihat setiap sudut kamar dan tidak menemukan Dimas.Sudah pasti Dimas sudah berangkat sejak pagi ke kantor.Bahkan Dinda sendiri tidak menyadari saat Dimas membangunkannya pagi tadi.Segera meraih ponselnya dari dalam tas miliknya dan ternyata ada banyak pesan yang dikirimkan oleh Dimas.[Sayang, apakah kamu sudah bangun] Dimas.Pesan itu dikirimkan pukul 09:00 wib.Kemudian Dinda pun kembali membaca pesan lainnya.[Sayang, bangun jangan telat makan] Dimas.Pesan kedua pukul 10:30 wib.Hingga Dinda pun membaca
"Kamu sudah gila?! Kamu mau membunuh Istri mu sendiri?!" seru Laras di depan wajah Dimas.Sedangkan Dinda berada di belakang tubuh Laras.Berdiri sambil berpegangan pada dinding karena masih shock dengan apa yang barusan terjadi padanya."Wanita murahan untuk apa hidup," jawab Dimas dengan suara dinginnya sambil menatap Dinda dengan tajam."Dari mana kamu tahu dia murahan?!" tanya Laras dengan nada suara yang tinggi.Kesal rasanya anaknya itu selalu saja berbuat tanpa tahu bagaimana kenyataannya.Dia hanya percaya pada apa yang dia lihat tanpa mencari tahu kebenarannya.Dimas pun tersenyum miring dan langsung menarik lengan Dinda."Dimas, lepaskan!" Laras pun berusaha untuk melepaskan Dinda sebelum terjadi sesuatu hal buruk.Lihat saja Dimas kini mulai mencekik leher Dinda dengan begitu kuat.Membuat Dinda kesulitan untuk bernapas, bahkan untuk bergerak saja tampak tidak bisa."Dimas!" teriak Laras semakin panik.Hingga akhirnya tangan Dimas pun terlepas dari leher Dinda karena Laras
******Kini Dinda berada di dalam mobil bersama dengan Laras yang duduk di sampingnya.Sedangkan supir Laras yang mengemudikan mobil membawa mereka pulang ke rumah.Air mata Dinda tak hentinya menetes dari pelupuk matanya.Bahkan tubuhnya yang basah tak lagi terasa dingin karena perasaannya yang benar-benar sangat terluka.Dinda memegang tasnya itupun karena Laras yang sempat mengambilnya saat terjatuh di lantai.Tidak ada tanda-tanda sama sekali jika hari ini ia akan mengalami hal yang mengenaskan seperti ini.Namun, kenyataan membawanya harus merasakan sesuatu yang begitu menyakitkan.Dinda bukan hanya terluka hati, tapi juga terluka fisik.Kekerasan yang terjadi padanya cukup membekas dalam ingatan.Semua pelukan hangat dan perlakuan manis Dimas berubah menjadi dingin dan menyeramkan."Kenapa kamu ada di sana?" tanya Laras.Dinda pun mengusap wajahnya yang basah karena air mata."Aku menerima pesan dari Mas Dimas sendiri meminta ku untuk datang ke sana," jawab Dinda."Dimas sendiri
Sejak kemarin Dinda berada di kamar Laras.Laras meminta Dinda tidak bertemu dengan Dimas untuk sementara waktu ini.Minimal sampai Dimas bisa diajak berbicara dengan baik untuk beberapa saat saja.Karena, Laras takut lagi-lagi Dinda mendapatkan kekasaran dari Dimas.Untuk saat ini saja pipi Dinda tampak membiru, bekas tamparan Dimas cukup terlihat."Kamu makan dulu, sejak kemarin kamu tidak makan," kata Laras.Karena pagi tadi Bik Sumi yang mengantarkan makanan dan siang ini Bik Mala.Namun, makanan yang tersaji masih utuh artinya Dinda tidak menyentuhnya sama sekali.Tentu saja karena tidak berselera bahkan untuk meneguk mineral saja Dinda tidak ingin, apa lagi untuk mengunyah makanan.Pikirannya hanya tentang masalah yang terjadi dalam rumah tangganya."Dinda, sepertinya kamu Ibu kirim ke luar negeri agar bisa menenangkan diri.Sementara ini kamu dan Dimas sebaiknya berjauhan," ucap Laras.Dinda pun langsung saja menatap Laras.Sebenarnya Dinda tidak masalah jika pun berjauhan deng
"Untuk apa Ibu masih membela dia?!" Dimas benar-benar tidak mengerti kenapa bisa Laras masih saja berpihak pada Dinda.Padahal Laras juga ikut datang ke hotel menyaksikan Dinda di sana dengan seorang pria.Lantas apa lagi yang harus dipertahankan?Dimas pusing bukan hanya karena Dinda namun juga karena Laras."Karena, Dinda adalah wanita yang jujur dan Ibu tidak mungkin menikahkan anak Ibu dengan wanita asal-asalan!" terang Laras.Entah seperti apa cara untuk membuat Dimas bisa mengerti dengan apa yang dikatakan oleh dirinya.Sulit sekali untuk membuat Dimas bisa tenang dan berpikir jernih.Itu memang benar karena Dimas telah jatuh hati pada Dinda dan kecemburuan Dimas telah menutup mata untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi."Jujur dari mana, Bu? Bukankah waktu itu Ibu juga melihat ada pria asing di sana?""Jangan hanya karena apa yang kamu lihat lantas kamu dengan mudah menyimpulkan sendiri!Siapa yang memberi tahu pada mu jika Dinda berada di hotel bersama laki-laki?!" tanya L
Sepulang dari kantor Dimas langsung menuju kamar.Kamarnya yang sebelumnya seperti kapal pecah kini sudah terlihat rapi.Namun, tidak ada Dinda di sana.Awalnya berpikir jika Dinda sudah kembali ke kamarnya.Kemudian dia pun segera menuju kamar Laras.Dan benar saja setelah memutar gagang pintu kini Dimas melihat Dinda yang tengah duduk di atas ranjang sambil memeluk lututnya.Dinda pun terkejut melihat kehadiran Dimas, tetapi berharap Dimas tidak lagi menuduh bahwa dirinya bermain gila dengan Ferdi.Perlahan Dinda pun turun dari ranjang berjalan mendekati Dimas yang masih berdiri di depan daun pintu yang telah tertutup rapat.Dalam hati Dinda ada kerinduan yang teramat dalam dan Dinda ingin sekali mendapatkan pelukan Dimas.Dinda sangat berharap Dimas memeluknya hingga dia terlelap.Semalaman penuh Dinda tak bisa tidur hanya karena ingin dipeluk Dimas.Dinda juga bingung dengan dirinya sendiri.Tapi begitulah adanya."Mas," Dinda membuang jauh rasa malunya.Dia pun langsung saja meme
Kenapa harus sesakit ini saat menyaksikan sendiri Dimas menikahi Megan.Bukankah seharusnya Dinda senang karena bisa menyaksikan kebahagiaan Moza.Seharusnya Dinda tidak seperti ini, lihat saja bibir Moza tersenyum bahagia karena kini ketua orang tuanya telah bersama kembali.Meskipun pernikahan ini tertutup dan hanya dihadiri oleh keluarga terdekat namun cukup menyesakkan dada.Dinda benar-benar pasrah pada kenyataan pahit menyaksikan sendiri Dimas sudah sah menjadi suami orang lain."Ibu minta maaf," kata Laras.Laras menyusul Dinda saat kembali ke kamar setelah menyaksikan sediri pernikahan Dimas yang dilangsungkan di ruang keluarga.Saat ini Dinda duduk di lantai sambil memeluk kedua lututnya dengan perasaan hancur sehancur-hancurnya. Membuat Laras kian semakin merasa bersalah."Ibu rasa sudah cukup penderitaan mu, kamu boleh pergi.Ibu tidak menuntut untuk mengembalikan uang yang telah Ibu berikan pada Ibu mu," kata Laras lagi.Laras merasa kasihan pada Dinda yang terus saja men
Dinda kini dibaringkan di atas ranjang dengan ukuran cukup besar.Matanya masih tertutup rapat dengan wajahnya yang pucat.Dan seorang dokter pun kini datang untuk memeriksanya."Dia kelelahan, Nyonya Miranda. Kandungannya juga sangat lemah," jelas sang dokter."Kandungannya? Maksudnya dia hamil, Dok?" tanya Miranda ingin lebih jelas."Benar, Nyonya. Untuk hasil pemeriksaan lebih lanjut sebaiknya anda membawa ke rumah sakit," jawab sang Dokter.Miranda pun mengangguk mengerti hingga sang dokter pun pulang.Saat itu Dinda pun mulai sadarkan diri dan melihat sekelilingnya.Tampak asing dan membuatnya menjadi bertanya-tanya.Dengan cepat Dinda pun mendudukkan dirinya dengan tubuhnya yang masih sangat lemah itu."Tidak usah bangun, kamu masih sangat kelelahan.Istirahat dulu ya, kandungan kamu juga harus dijaga.Barusan kata dokter kandungan kamu cukup lemah," jelas Miranda.Tapi Dinda bingung dengan apa yang dikatakan oleh Miranda barusan.Apakah Miranda salah berbicara?"Kandungan?" tan
Kadang kala mendengar kebagian orang lain kita juga ingin merasakan seperti mereka. Namun, saat bahagia itu tiba tentu saja ada perjalanan yang penuh kerikil yang harus dilewati. Begitu pun juga dengan Dinda, awalnya dia juga menolak pernikahan paksa ini. Tapi takdir tetap saja membawanya untuk menjalaninya. Pernikahan yang tidak dia inginkan itu pula yang membawanya bertemu pada kedua orang tuanya. Hingga sadar bahwa dia tak lagi sendirian melewati semuanya. Belum lagi cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Dimas begitu besar. Meskipun perbedaan usia yang terbilang cukup jauh tapi bukan menjadi masalah untuk hidup terus berdampingan. Hingga kini mereka memiliki anak kembar yang lucu dan menggemaskan. Meskipun Dinda adalah ibu tiri untuk sahabatnya sendiri, tapi tidak membuat kedua merasa canggung. Moza yang awalnya menentang pernikahan ayahnya dan sahabatnya memilih untuk berdamai dengan keadaan. Apa lagi kenyataan pahit yang harus dia terima, bukan anak kan
Tuuut!!! Terdengar suara kentut yang cukup keras dan berasal dari Dinda. Membuat baby twins D seketika terjaga dan menangis keras. Padahal sudah payah Dinda menidurkan kedua bayinya itu. Tapi karena perkara kentut yang tak bisa dikondisikan malah membuat kedua bayi itu terusik. "Sayang," Dimas yang telah menunggunya sejak tadi di kamar pun memilih untuk segera menyusul ke kamar anaknya. Ternyata kedua anaknya tengah menangis keras. "Ada apa? Apa anak-anak rewel?" tanya Dimas. "Ini gara-gara kentut, tadi mereka udah tidur. Tapi Dinda malah kentut, mana suaranya keras banget. Bikin anak-anak kebangun," kesal Dinda. "Ahahahhaha," Dinda pun tertawa lucu mendengar ucapan Dinda, "kamu ini ada-ada saja, ayo tidurkan anak-anak dengan cepat, apa iya kita kalah sama pengantin baru itu," ujar Dimas. "Pengantin anak itu?" Dinda sepertinya bingung dengan maksud Dimas. "Sahabat mu itu dan Chandra, itu saja tidak tau!" "O, kirain tadi siapa. Ya, biarin aja mereka kan udah lam
"Baiklah, kamu tidur duluan, Mas mandi dulu, gerah," kata Chandra. Kiara mendengar suara gemerincing air dari kamar mandi. Saat itu Kiara pun segera keluar dari kamar. Dia pun pergi ke kamar Ibunya yang bersebelahan dengan kamarnya. "Ada apa?" tanya Diana. Awalnya Diana mengira jika saja Kiara sudah tidur. Ataupun mungkin saja terjadi hubungan antara suami dan istri dan rasanya itu sangat wajar. "Apa Mikayla rewel, Bu?" tanya Kiara yang hanya ingin membuat sebuah pertanyaan asal. Padahal dia sudah melihat sendiri jika saat ini anaknya tengah begitu terlelap dalam tidur di atas ranjang dengan Farhan yang juga berbaring di sampingnya. "Cucu Ibu baik-baik saja, kamu mendingan balik ke kamar mu, biasanya juga cucu Ibu tidurnya sama, Ibu," ujarnya. Karena Mikayla tidak minum asi, sehingga tidak sulit jika pun terus bersama dengan dirinya. "Oh," Kiara bingung harus beralasan apa lagi agar tetap berada di sana. Tapi jika bisa dia ingin tidur di kamar ini saja bersama
Kiara pun kini sudah berada di dalam kamar setelah pesta selesai. Malam ini semua keluarga menginap di hotel milik keluarga Chandra. Dimana pesta pun dilangsungkan di hotel tersebut. Kiara tidak tau apa yang terjadi padanya hari ini akan membawa kebahagiaan atau tidak nantinya Dia hanya sedang berjuang untuk putrinya, untuk terus bersama. Kini dia sedang berada di dalam kamar mandi, setelah selesai segera keluar dengan memakai piyama dan handuk putih yang membalut rambutnya. Saat itu matanya pun tertuju pada sebuah kado milik Dinda yang ada di sudut kamar. Dia sudah penasaran sejak tadi, apa lagi kini hanya sendiri saja di kamar. Membuatnya pun segera mengambilnya dan membawanya ke atas ranjang agar dia bisa duduk dengan nyaman. Tangan Kiara tampak bergerak melepaskan pita kado, kemudian bergerak membuka kotaknya. Mata Kiara pun melebar sempurna setelah melihat apa yang ada di hadapannya. "Tisu ajaib?!" tanya Kiara yang bingung. Meskipun sebelumnya sudah pernah
"Kamu masih ragu?" "Aku nggak tau, soalnya kamu aneh." "Kenapa begitu?" "Entahlah, tapi Mas boleh ngomong langsung ke Ibu dan Ayah. Kalau mereka setuju, Kiara juga setuju." *** Seperti yang dikatakan oleh Kiara, Chandra pun langsung berbicara pada kedua orang tua Kiara mengenai keinginan untuk rujuk kembali dengan Kiara. Dengan cara baik-baik tanpa ada beban yang tersimpan. "Diana, Farhan, terlepas dari masa lalu kita. Kini Kiara adalah ibu dari anak ku. Aku ingin anak ku dibesarkan di lingkungan yang baik-baik, memiliki orang tua yang lengkap." "Untuk itu aku mohon dengan sangat untuk mengijinkan aku dan Kiara menikah lagi, aku pun akan membahagiakannya," pinta Chandra. Farhan dan Diana pun tidak dapat lagi berkata-kata, sebab sudah menyaksikan sendiri seperti apa menderitanya Kiara selama beberapa bulan ini hamil tanpa suami. Mana mungkin dia kembali membiarkan putrinya kehilangan bayinya yang dibawa oleh Chandra. Sebab, kembali bersama adalah cara satu-satunya untuk men
"Boleh saya masuk?" tanya Chandra yang kini berdiri di depan pintu kamar. Kiara pun bingung harus menjawab apa. Iya atau tidak? Apa lagi kini keduanya hanya orang asing, bagaimana mungkin hanya berdua saja di dalam kamar tersebut. "Masuk saja," sahut Diana yang muncul dari arah belakang dan kini dia telah masuk terlebih dahulu dengan membawa makanan hangat untuk putrinya, Kiara. Sesaat kemudian Diana pun segera keluar dan kini Chandra pun mulai melangkah masuk. Kedua tangannya tampak memegang paper bag berisi perlengkapan bayi. Mulai dari susu, diapers, tisu, pakaian bayi dan lainnya. Kiara juga merasa tidak mampu untuk membeli susu formula dengan harga yang begitu mahal. Karena anaknya tidak tidak bisa minum susu formula sembarangan. Selain untuk perkembangan juga karena alergi. Kiara semakin stres memikirkan uang untuk bisa membeli susu formula untuk anaknya sendiri. "Boleh saya menggendongnya?" tanya Chandra lagi. Kiara pun perlahan memberikan pada Chandra
"Hay," Dinda dan Moza pun menjenguk Kiara dan bayinya yang sudah dibawa pulang ke rumah. Tentunya perasaan Kiara kini begitu bahagia melihat wajah bayi mungilnya yang sangat menggemaskan. "Kamu kapan hamilnya?" tanya Moza yang begitu penasaran. "Tau-tau udah lahiran aja," Dinda pun ikut menimpali. Kiara pun tersenyum mendengar ucapan kedua sahabatnya itu. Dia juga menyadarinya tapi selama hamil dia hanya di rumah saja menikmati kesendiriannya. Sedangkan dua sahabatnya juga sibuk dengan mengurus bayi mereka, bahkan sambil kuliah juga. Kegiatan yang begitu padat membuat mereka benar-benar hanya fokus pada kesibukan masing-masing. Berbeda dengan Kiara yang hanya di rumah saja hingga mereka tidak pernah bertemu. Apa lagi rumah mereka yang cukup berjauhan. "Pantesan waktu aku lahiran kamu gemukan, taunya isi," Moza pun mengingatkan kembali saat itu. Begitu juga dengan Dinda yang tidak lupa saat itu sempat berkomentar tentang penampilan Kiara dan bentuk tubuh yang berbed
Chandra tidak lagi peduli akan status perceraian mereka berdua. Kini dia harus melihat keadaan putrinya, menjaganya hingga nanti akhirnya dokter mengatakan sudah bisa dibawa pulang. Bahkan Chandra pun tidak peduli pada Diana dan Farhan yang selama ini menentang hubungan antara dirinya dan juga Kiara. Sebab, Chandra sudah terlalu merasa bersalah pada bayinya. Bayi yang lucu itu dia beri nama Mikayla Chandra Winata. Bahkan Chandra tidak mempertanyakan sama sekali kebenaran tentang dirinya yang ayah kandung bayi itu atau bukan. Karena Chandra bisa melihat wajahnya dalam wajah bayi itu. Jika pun Kiara yang tiba-tiba mengatakan bahwa itu bukan bayinya nanti, justru Chandra yang tidak percaya. "Kiara, biarkan bayi itu bersama ku saja, aku yang akan merawatnya, dan membesarkannya," pinta Chandra. Chandra akan melakukan segala cara untuk bisa menebus kesalahannya terhadap bayinya. Sebab, baru mengetahui saat bayi itu lahir. Bahkan setiap kali melihat bayi Mikayla seketik
Chandra tidak ingin banyak bertanya untuk apa uang yang diminta oleh Kiara. Bahkan dia juga cukup terkejut melihat nama Kiara yang muncul dilayar ponselnya. Awalnya Chandra tak percaya, tapi begitulah adanya. Bahkan saat sedang rapat pun dia tetap menerima panggilan telepon. Mungkin jika bukan Kiara yang menghubungi dia tak akan menjawab karena masih dalam rapat penting. Dan untuk mendengar suara Kiara saja rasanya sangat dirindukannya. Walaupun hanya sebentar saja mendengarnya. Bahkan dia langsung mengirimkan uang tanpa tau sebenarnya berapa banyak uang yang dibutuhkan oleh Kiara. Apakah uang itu cukup atau tidak. Chandra tidak tau. Hingga akhirnya kini Chandra selesai rapat. Dia duduk di ruangannya dengan perasaan yang penuh tanya. Dia ingin menghubungi Kiara kembali, tetapi ragu. Akhirnya dia pun hanya diam sambil terus memikirkan tentang Kiara. Bahkan kini sudah malam tapi dia masih saja berada di kantor dengan perasaan yang tidak tenang tanpa sebab yang