"Pulang ke hati Mas aja gimana?" seloroh Dimas.Dinda pun tercengang mendengar jawaban Dimas tentunya.Dimas demikian karena merasa kasihan pada Dinda.Namun, apapun yang terjadi kedepannya Dimas ingin Dinda dan Moza bisa berdamai.Dimas merasa bersalah jika tak mampu membuat keduanya bisa layaknya keluarga.Jika terus tinggal terpisah maka masalah akan terus berlarut-larut.Sedangkan yang menjadi korban adalah Dinda karena harus mengalah sebab rasa bersalah yang tak kunjung usai.Tidak menyalahkan Moza, karena sejak awal keinginan Moza adalah keluarga yang utuh.Tidak pula menyalahkan Dinda.Karena, Dinda pun dipaksa untuk menikah dengan dirinya."Kok jadi aneh sih?" tanya Dinda."Bukan aneh, Mas serius," jawab Dimas."Aneh!""Hehe," Dimas pun terkekeh melihat wajah kesal Dinda."Dinda, ganti baju tidur dulu," Dinda pun segera menuju almari untuk mengganti pakaiannya.Begitu juga dengan Dimas yang kini ikut berganti pakaian dengan pakaian santainya.Tidur pun Dimas memeluk Dinda.***
Dinda yang masih berdiri di tempatnya kini melihat Laras yang kembali duduk di kursi meja makan.Melanjutkan sarapan pagi yang belum selesai.Sedangkan Dimas masih berada di teras."Bu, apakah saya harus tetap berada di tengah keluarga ini? Keluarga Ibu hancur karena saya, apakah Ibu tidak kasihan pada Moza?" tanya Dinda memberanikan diri."Kenapa? Apakah kamu berani pergi dari rumah ini tanpa ijin saya?!" tanya Laras dengan nada suara yang tegas.Bahkan menatap Dinda dengan tatapan matanya yang tajam.Dinda pun menggelengkan kepalanya dengan cepat."Bu, saya tidak tahu kenapa saya dipilih untuk menjadi istri dari, Mas Dimas.Namun, saya merasa bersalah atas kehadiran saya yang membuat keluarga Ibu hancur, kasihan Moza Bu," kata Dinda.Dinda berharap Laras bisa mengijinkan dirinya untuk segera bercerai dari Dimas.Karena dengan demikian bisa membuat Moza bahagia.Terutama Dimas yang bisa kembali pada Megan sesuai dengan keinginan Moza.Namun, Laras hanya tersenyum mendengar ucapan Di
"Dinda, bangun," Kiara pun lagi-lagi harus membangunkan Dinda dari tidurnya.Dinda yang sangat mengantuk merasa kesal karena Kiara."Apaan sih!" kesal Dinda."Kok apaan sih? Dari tadi kamu tidur terus, mending kamu pulang sana!" omel Kiara."Iya, kamu benar," jawab Dinda dengan cepat.Sedangkan Kiara yang melongo dengan sikap Dinda.Dirinya bermaksud mengingatkan bukan malah memberikan solusi untuk pulang saja.Tapi anehnya Dinda malah menyetujuinya."Ya ampun, Dinda maksudnya nggak gitu!" "Tapi kamu benar, aku pulang aja. Ngantuk banget, pengen tiduran aja di rumah," jelas Dinda.Kemudian Dinda pun segera mengambil ponselnya dari dalam tasnya.Mengirimkan pesan pada Dimas sebab sebelumnya mengingatkan untuk tidak pulang sendirian.[Mas jemput Dinda ya] Dinda.Dinda menunggu pesan balasan tapi tidak juga ada.Kemudian Dinda pun kembali mengirimkan pesan.[Mas lagi sibuk apa gimana?] Dinda.Beberapa menit kemudian Dinda pun memilih untuk pulang tanpa dijemput Dimas."Dinda, kamu mau k
Sejak tadi Dinda hanya diam sambil melihat Dimas yang sibuk dengan pekerjaannya.Lama-lama Dinda juga bosan menunggu.Bahkan Dinda sampai tidur di sofa kemudian terbangun dan kini dia sudah tidak lagi merasa mengantuk.Tetapi ada satu hal yang diinginkan oleh Dinda.Aroma tubuh Dimas yang membuat merasa nyaman.Dinda sendiri bingung mengapa bisa dirinya menjadi seperti ini.Lagi pula hari ini Dimas begitu sibuk dengan pekerjaannya tidak seperti biasanya yang lebih banyak memeluk Dinda saja.Membuat wanita itu merasa tidak dihiraukan oleh Dimas.Tetapi tidak mungkin juga Dinda mengatakan bahwa dirinya saat ini hanya ingin dipeluk.Hingga Dimas pun melihat ke arah Dinda yang ternyata tengah melihat dirinya juga.Sejenak Dimas pun menepikan pekerjaannya dan berjalan ke arah Dinda yang duduk di sofa.Kemudian duduk di samping Dinda.Saat itu Dinda langsung saja bersandar pada dada bidang Dimas dan rasanya sangat nyaman.Dimas bingung dengan sikap Dinda karena tidak biasanya seperti ini.T
Gilang pun mengambil tisu untuk mengelap keringat dingin mulai membasahinya.Berulangkali berusaha untuk mengeringkan wajahnya dengan tisu karena keringat dingin.Tetapi berulang kali pula keringat itu turun."Mas," rintih Dinda.Glek.Gilang pun lagi-lagi hanya bisa mendengar sambil meneguk saliva dengan pahit.Dia pun akhirnya duduk di lantai sambil menutup telinganya agar tidak mendengar suara aneh itu lagi.****Dinda pun akhirnya tertidur pulas di sofa dengan pakaiannya yang acak-acakan dan Dimas yang membantu untuk merapikan pakaiannya.Setelah itu Dimas pun menyelimuti Dinda dengan jasnya.Dimas pun melihat Dinda yang benar-benar terlelap karena kelelahan bahkan wanita itu seperti sedang menggila barusan.Dimas sendiri bingung akan Dinda yang tidak sama seperti biasanya.Ini sangat diluar akal sehat Dimas.Biasanya Dinda tidak seperti ini.Sejenak Dimas pun menepikan pekerjaannya tentang keanehan Dinda.Segera Dimas pun kembali melanjutkan pekerjaannya meskipun sebenarnya dirin
"Mas, kita udah pulang?" Dinda pun melihat sekitarnya ternyata dirinya sudah berada di kamar.Dinda bahkan tidak mengingat kapan Dimas mengangkat tubuhnya.Kapan berada di dalam mobil hingga sudah sampai di rumah saat terbangun dari tidurnya."Sepertinya kamu sangat kelelahan," ujar Dimas.Dinda pun mengangguk membenarkan apa yang dikatakan oleh Dimas."Dinda mandi dulu," Dinda pun segera pergi menuju kamar mandi karena dirinya belum juga membersihkan tubuhnya.Mungkin juga setelah itu dia pun bisa merasa lebih segar.Sedangkan Dimas duduk di sofa dengan tubuh yang lebih segar karena sebelumnya sudah mandi.Dimas pun mencoba untuk menghubungi Moza.Setelah kejadian pagi tadi Dimas merasa bersalah.Tidak pernah selama ini Dimas melayangkan tangannya pada Moza.Hingga pagi tadi benar-benar terjadi.Entah mengapa bisa dirinya menjadi seperti itu dan terlalu shock mendengar ucapan Moza yang cukup kasar belum pernah dia dengar sebelumnya."Kemana anak ini?" Dimas pun bertanya-tanya mengapa
Dimas pun meletakkan ponselnya pada meja.Kemudian dia pun melihat ke arah pintu kamar mandi dan ternyata Dinda berdiri di sana melihat ke arahnya juga."Maaf ya, Mas. Gara-gara Dinda semuanya berantakan," kata Dinda dengan perasaan tidak enak hati.Dinda mendengar saat Dimas dan Megan berbicara.Meskipun tidak mendengar suara Megan tapi jelas Dimas cukup marah saat berbicara.Dan Dinda sadar itu semua karena dirinya."Kamu mau mancing Mas?" tanya Dimas tanpa ingin membahas tentang Moza.Karena kasihan pada Dinda yang terus saja merasa bersalah.Padahal Dimas hanya ingin mengakhiri konflik diantara mereka berdua.Dimas benar-benar ingin keduanya bisa berdamai."Kon mancing sih?" tanya Dinda bingung."Kan kamu cuman pakai handuk," jawab Dimas."Ish, apa hubungannya! Lagian selama ini juga Dinda begini!" balas Dinda tidak mau kalah."Benarkah?" tanya Dimas berpura-pura tidak tahu."Dasar aneh!" gerutu Dinda sambil berjalan menuju almari.Tak disangka ternyata Dimas pun menyusul."Tapi,
Sesampainya di rumah Dinda langsung saja melemparkan tubuhnya pada ranjang.Dimas yang melihat tentunya bingung karena Dinda bahkan belum berganti pakaian sama sekali."Kamu nggak bersih-bersih dulu?" tanya Dimas."Dinda udah ngantuk banget, Mas," jawab Dinda."Ngantuk? Kamu seharian tidur terus, masih juga mengantuk?" tanya Dimas yang benar-benar kebingungan dengan Dinda."Nggak tahu, bawaannya cape dan ngantuk terus," balas Dinda lagi.Sesaat kemudian Dinda pun segera menarik selimut dan dalam hitungan detik saja sudah terlelap dalam tidur."Apa dia sakit?" Dimas pun bertanya-tanya mengapa bisa Dinda seperti ini.Hingga setengah membersikan dirinya dan berganti pakaian santai Dimas pun segera berbaring di samping Dinda.Saat itu Dinda langsung saja memeluk Dimas bahkan sampai tidak ingin menjauh sama sekali.Saat malam harinya Dinda pun terbangun dari tidurnya dan ikut membangunkan Dimas."Mas.""Em?" jawab Dimas yang masih sangat mengantuk."Makan yuk, lapar banget," kata Dinda."E
Kadang kala mendengar kebagian orang lain kita juga ingin merasakan seperti mereka. Namun, saat bahagia itu tiba tentu saja ada perjalanan yang penuh kerikil yang harus dilewati. Begitu pun juga dengan Dinda, awalnya dia juga menolak pernikahan paksa ini. Tapi takdir tetap saja membawanya untuk menjalaninya. Pernikahan yang tidak dia inginkan itu pula yang membawanya bertemu pada kedua orang tuanya. Hingga sadar bahwa dia tak lagi sendirian melewati semuanya. Belum lagi cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Dimas begitu besar. Meskipun perbedaan usia yang terbilang cukup jauh tapi bukan menjadi masalah untuk hidup terus berdampingan. Hingga kini mereka memiliki anak kembar yang lucu dan menggemaskan. Meskipun Dinda adalah ibu tiri untuk sahabatnya sendiri, tapi tidak membuat kedua merasa canggung. Moza yang awalnya menentang pernikahan ayahnya dan sahabatnya memilih untuk berdamai dengan keadaan. Apa lagi kenyataan pahit yang harus dia terima, bukan anak kan
Tuuut!!! Terdengar suara kentut yang cukup keras dan berasal dari Dinda. Membuat baby twins D seketika terjaga dan menangis keras. Padahal sudah payah Dinda menidurkan kedua bayinya itu. Tapi karena perkara kentut yang tak bisa dikondisikan malah membuat kedua bayi itu terusik. "Sayang," Dimas yang telah menunggunya sejak tadi di kamar pun memilih untuk segera menyusul ke kamar anaknya. Ternyata kedua anaknya tengah menangis keras. "Ada apa? Apa anak-anak rewel?" tanya Dimas. "Ini gara-gara kentut, tadi mereka udah tidur. Tapi Dinda malah kentut, mana suaranya keras banget. Bikin anak-anak kebangun," kesal Dinda. "Ahahahhaha," Dinda pun tertawa lucu mendengar ucapan Dinda, "kamu ini ada-ada saja, ayo tidurkan anak-anak dengan cepat, apa iya kita kalah sama pengantin baru itu," ujar Dimas. "Pengantin anak itu?" Dinda sepertinya bingung dengan maksud Dimas. "Sahabat mu itu dan Chandra, itu saja tidak tau!" "O, kirain tadi siapa. Ya, biarin aja mereka kan udah lam
"Baiklah, kamu tidur duluan, Mas mandi dulu, gerah," kata Chandra. Kiara mendengar suara gemerincing air dari kamar mandi. Saat itu Kiara pun segera keluar dari kamar. Dia pun pergi ke kamar Ibunya yang bersebelahan dengan kamarnya. "Ada apa?" tanya Diana. Awalnya Diana mengira jika saja Kiara sudah tidur. Ataupun mungkin saja terjadi hubungan antara suami dan istri dan rasanya itu sangat wajar. "Apa Mikayla rewel, Bu?" tanya Kiara yang hanya ingin membuat sebuah pertanyaan asal. Padahal dia sudah melihat sendiri jika saat ini anaknya tengah begitu terlelap dalam tidur di atas ranjang dengan Farhan yang juga berbaring di sampingnya. "Cucu Ibu baik-baik saja, kamu mendingan balik ke kamar mu, biasanya juga cucu Ibu tidurnya sama, Ibu," ujarnya. Karena Mikayla tidak minum asi, sehingga tidak sulit jika pun terus bersama dengan dirinya. "Oh," Kiara bingung harus beralasan apa lagi agar tetap berada di sana. Tapi jika bisa dia ingin tidur di kamar ini saja bersama
Kiara pun kini sudah berada di dalam kamar setelah pesta selesai. Malam ini semua keluarga menginap di hotel milik keluarga Chandra. Dimana pesta pun dilangsungkan di hotel tersebut. Kiara tidak tau apa yang terjadi padanya hari ini akan membawa kebahagiaan atau tidak nantinya Dia hanya sedang berjuang untuk putrinya, untuk terus bersama. Kini dia sedang berada di dalam kamar mandi, setelah selesai segera keluar dengan memakai piyama dan handuk putih yang membalut rambutnya. Saat itu matanya pun tertuju pada sebuah kado milik Dinda yang ada di sudut kamar. Dia sudah penasaran sejak tadi, apa lagi kini hanya sendiri saja di kamar. Membuatnya pun segera mengambilnya dan membawanya ke atas ranjang agar dia bisa duduk dengan nyaman. Tangan Kiara tampak bergerak melepaskan pita kado, kemudian bergerak membuka kotaknya. Mata Kiara pun melebar sempurna setelah melihat apa yang ada di hadapannya. "Tisu ajaib?!" tanya Kiara yang bingung. Meskipun sebelumnya sudah pernah
"Kamu masih ragu?" "Aku nggak tau, soalnya kamu aneh." "Kenapa begitu?" "Entahlah, tapi Mas boleh ngomong langsung ke Ibu dan Ayah. Kalau mereka setuju, Kiara juga setuju." *** Seperti yang dikatakan oleh Kiara, Chandra pun langsung berbicara pada kedua orang tua Kiara mengenai keinginan untuk rujuk kembali dengan Kiara. Dengan cara baik-baik tanpa ada beban yang tersimpan. "Diana, Farhan, terlepas dari masa lalu kita. Kini Kiara adalah ibu dari anak ku. Aku ingin anak ku dibesarkan di lingkungan yang baik-baik, memiliki orang tua yang lengkap." "Untuk itu aku mohon dengan sangat untuk mengijinkan aku dan Kiara menikah lagi, aku pun akan membahagiakannya," pinta Chandra. Farhan dan Diana pun tidak dapat lagi berkata-kata, sebab sudah menyaksikan sendiri seperti apa menderitanya Kiara selama beberapa bulan ini hamil tanpa suami. Mana mungkin dia kembali membiarkan putrinya kehilangan bayinya yang dibawa oleh Chandra. Sebab, kembali bersama adalah cara satu-satunya untuk men
"Boleh saya masuk?" tanya Chandra yang kini berdiri di depan pintu kamar. Kiara pun bingung harus menjawab apa. Iya atau tidak? Apa lagi kini keduanya hanya orang asing, bagaimana mungkin hanya berdua saja di dalam kamar tersebut. "Masuk saja," sahut Diana yang muncul dari arah belakang dan kini dia telah masuk terlebih dahulu dengan membawa makanan hangat untuk putrinya, Kiara. Sesaat kemudian Diana pun segera keluar dan kini Chandra pun mulai melangkah masuk. Kedua tangannya tampak memegang paper bag berisi perlengkapan bayi. Mulai dari susu, diapers, tisu, pakaian bayi dan lainnya. Kiara juga merasa tidak mampu untuk membeli susu formula dengan harga yang begitu mahal. Karena anaknya tidak tidak bisa minum susu formula sembarangan. Selain untuk perkembangan juga karena alergi. Kiara semakin stres memikirkan uang untuk bisa membeli susu formula untuk anaknya sendiri. "Boleh saya menggendongnya?" tanya Chandra lagi. Kiara pun perlahan memberikan pada Chandra
"Hay," Dinda dan Moza pun menjenguk Kiara dan bayinya yang sudah dibawa pulang ke rumah. Tentunya perasaan Kiara kini begitu bahagia melihat wajah bayi mungilnya yang sangat menggemaskan. "Kamu kapan hamilnya?" tanya Moza yang begitu penasaran. "Tau-tau udah lahiran aja," Dinda pun ikut menimpali. Kiara pun tersenyum mendengar ucapan kedua sahabatnya itu. Dia juga menyadarinya tapi selama hamil dia hanya di rumah saja menikmati kesendiriannya. Sedangkan dua sahabatnya juga sibuk dengan mengurus bayi mereka, bahkan sambil kuliah juga. Kegiatan yang begitu padat membuat mereka benar-benar hanya fokus pada kesibukan masing-masing. Berbeda dengan Kiara yang hanya di rumah saja hingga mereka tidak pernah bertemu. Apa lagi rumah mereka yang cukup berjauhan. "Pantesan waktu aku lahiran kamu gemukan, taunya isi," Moza pun mengingatkan kembali saat itu. Begitu juga dengan Dinda yang tidak lupa saat itu sempat berkomentar tentang penampilan Kiara dan bentuk tubuh yang berbed
Chandra tidak lagi peduli akan status perceraian mereka berdua. Kini dia harus melihat keadaan putrinya, menjaganya hingga nanti akhirnya dokter mengatakan sudah bisa dibawa pulang. Bahkan Chandra pun tidak peduli pada Diana dan Farhan yang selama ini menentang hubungan antara dirinya dan juga Kiara. Sebab, Chandra sudah terlalu merasa bersalah pada bayinya. Bayi yang lucu itu dia beri nama Mikayla Chandra Winata. Bahkan Chandra tidak mempertanyakan sama sekali kebenaran tentang dirinya yang ayah kandung bayi itu atau bukan. Karena Chandra bisa melihat wajahnya dalam wajah bayi itu. Jika pun Kiara yang tiba-tiba mengatakan bahwa itu bukan bayinya nanti, justru Chandra yang tidak percaya. "Kiara, biarkan bayi itu bersama ku saja, aku yang akan merawatnya, dan membesarkannya," pinta Chandra. Chandra akan melakukan segala cara untuk bisa menebus kesalahannya terhadap bayinya. Sebab, baru mengetahui saat bayi itu lahir. Bahkan setiap kali melihat bayi Mikayla seketik
Chandra tidak ingin banyak bertanya untuk apa uang yang diminta oleh Kiara. Bahkan dia juga cukup terkejut melihat nama Kiara yang muncul dilayar ponselnya. Awalnya Chandra tak percaya, tapi begitulah adanya. Bahkan saat sedang rapat pun dia tetap menerima panggilan telepon. Mungkin jika bukan Kiara yang menghubungi dia tak akan menjawab karena masih dalam rapat penting. Dan untuk mendengar suara Kiara saja rasanya sangat dirindukannya. Walaupun hanya sebentar saja mendengarnya. Bahkan dia langsung mengirimkan uang tanpa tau sebenarnya berapa banyak uang yang dibutuhkan oleh Kiara. Apakah uang itu cukup atau tidak. Chandra tidak tau. Hingga akhirnya kini Chandra selesai rapat. Dia duduk di ruangannya dengan perasaan yang penuh tanya. Dia ingin menghubungi Kiara kembali, tetapi ragu. Akhirnya dia pun hanya diam sambil terus memikirkan tentang Kiara. Bahkan kini sudah malam tapi dia masih saja berada di kantor dengan perasaan yang tidak tenang tanpa sebab yang