Lius terkejut melihat Lisa ada didepannya. “Kau sedang apa disini?”Lisa menatap Lius, ia pun berpura-pura terkejut melihat laki-laki pujaannya itu. Lisa buru-buru bangkit setelah membereskan barang-barangnya, dan Lius mencoba membantu Lisa untuk bangkit mengingat wanita didepannya itu tengah mengandung.“Hati-hati.”Dengan penuh perhatian Lius membenarkan tas Lisa yang lagi-lagi akan terjatuh. Namu tiba-tiba ia menatap sesuatu yang aneh dengan Lisa, “Apa kau baik-baik saja?”Lisa tersenyum mendengar itu, ia meyakinkan Lius jika dirinya baik-baik saja. Saat ingin kembali berbincang, seseorang tiba-tiba merengkuh bahu Lisa dengan begitu posesifnya.“Kau lama sekali, aku sudah lelah menunggumu disana seorang diri.” dengan ketusnya.Lius memicingkan mata melihat gelagat Lisa yang merasa seakan kesakitan. Ia pun menyela pembicaraan keduanya, menatap Lisa berusaha mencari jawaban.“Hai,
Lisa terpaksa harus di larikan ke rumah sakit, perutanya benar-benar terasa kram dan ia tak bisa menahan sakitnya. Niko menunggu dengan tenang, salah seorang perawat mendatanginya dan menjelaskan kondisi terkini Lisa.“Silahkan, rawat saja.” Ucapnya.Setelah perawat itu pergi, Niko masuk ke dalam ruangan dimana Lisa berada.“Sudah kukatakan, perhatikan cara makanmu. Kau memang bebal sekali jadi perempuan.”Lisa tak menanggapinya, ia hanya menutup telinga mendengar ocehan Niko barusan. Dan Niko pun hanya bisa menghela nafas.“Aku bekerja untuk membantumu, bukan merawatmu. Tapi lihat, sekarang aku melakukan keduanya.”“Kau benar-benar cerewet sekali. Aku akan menambah bayaranmu, puas.”Tak menyahutinya, Niko hanya tersenyum menatap ponsel ditangannya.-Lius masih berkeliling mencari istrinya, beberapa kali ia terlihat bertanya pada pejalan kaki dengan menunjukkan foto Lea dalam ponselnya.“Sorry, aku tidak melihatnya.” Begitulah pengakuan dari banyak orang yang di temuinya.Lius nampak
Lius berlari di koridoor rumah sakit, fikirannya sudah kalut mengingat istrinya tengah dirawat disana. Rasa bersalah menekan hatinya begitu kuat, ia menyalahkan diri atas apa yang telah terjadi saat ini.Lea terbaring lemah di ruang rawat, seorang diri ditemani musik klasik yang tengah diputar. Lius terpaku di depan pintu, langkahnya terasa berat untuk semakin mendekat.Lea menatap kedatangan suaminya, ia tersenyum menyambutnya. Namun Lius seakan tak bisa menggerakan dirinya, ia hanya diam mematung.Lea berusaha berbicara, namun terasa begitu sulit.“Maafkan aku,” serunya mencoba mendekat.Tangan Lea terulur, menyambut suaminya yang semakin dekat dengannya.“Maaf, aku membuatmu cemas.” Lirihnya. Semakin besar pula rasa bersalah Lius pada istrinya.“Aku janji, ini nggak akan pernah terjadi lagi.” Lea tersenyum, hanya menganggukkan kepala lalu matanya terpejam.Lius membiarkan istrinya terlelap, ia sudah mendengar kondisi Lea dari dokter yang menanganinya. Namun yang membuatnya aneh ada
Lea sudah tak lagi terpikirkan dengan keberadaan kakak tirinya itu, ia kini menikmati hari-hari berdua dengan suaminya.Terlihat Lea dengan Lius tengah menghabiskan waktu dengan menonton film kartun sesuai request istrinya.Lea nampak begitu riang, wajahnya begitu berseri saat mentertawakan kebodohan tikus dengan kucing. Lius hanya bisa menikmati paras istrinya, ia tak perduli dengan kartu yang tengah menggema dikamarnya.“Sayang, jangan lihatin aku terus. Kartunnya di depanmu itu.”Lius hanya tersenyum menanggapi omelan Lea, ia malah menggenggam tangan Lea yang tadi mendorong wajahnya.“Wajah tertawa istriku lebih menarik.”Namun tiba-tiba ponsel Lius berdering, membuyarkan acara gombalan keduanya.Lius nampak terkejut setelah memerikan panggilannya, dan anehnya laki-laki itu segera berlari menjauhi istrinya.“Siapa memang yang menghubungi? Kenapa wajahnya panik sekali?”Namun nyatany
Seorang laki-laki dewasa tengah berjalan dengan begitu tegap, membelah lautan manusia yang berdiam di bandara. Semua mata menatap pada kedatangan laki-laki tersebut, terlebih ada deretan berbaju hitam yang menyambut kedatangannya.“Selamat datang kembali, Tuan.”“Hm, apa semua dalam kendali?”“Semua seperti keinginan anda, Tuan Antonio.”Antonio Dharmendra, pada akhirnya benar-benar mendarat kembali di negaranya. Setelah beberapa kali membatalkan kepulangannya, akhirnya ia bisa pulang.Di kawal anak buahnya, Antonio berjalan keluar menuju mobilnya. Di tengan jalan, salah satu anak buahnya mendapat kabar tak enak.“Kurang ajar anak itu. Kita terbang kesana,” ujarnya memutar jalan kembali masuk ke dalam bandara.Dalam perjalanan, Antonio hanya bisa memijat pangkal hidungnya. Ia tak bisa memikirkan apa yang saat ini tengah terjadi.“Pastikan, semua informasi ini jangan sampai ke telinga istriku.”“Baik.”-Lius tengah berdiri memilih menu makanan untuk istrinya, ia memilih air kelapa seb
Lius dengan setia menemani Lisa yang masih memejamkan matanya, ia merasa bersalah karena sedikit terlambat menyelamatkannya.Ia terus menggenggam tangan Lisa, mencoba memberikannya kekuatan dari genggaman tangannya.“Buka matamu, apa kau tak lelah terus terpejam?”Pagi ini dokter kembali datang, memastikan kondisi Lisa juga keberadaan walinya.“Apa wali pasien sudah datang?”Lius terdiam, ia mencoba mencari jawaban. Semalam saat ia datang, ia hanya mengaku sebagai teman. Dan itu membuat dokter tak bisa leluasa mengambil tindakan pada Lisa.“Apa tidak cukup dengan keberadaan saya, Dok?”Dokter laki-laki itu tersenyum, ia memberi penjelasan pada Lius terkait wali untuk pasien.“Jadi begitu, Tuan. Pihak rumah sakit tidak bisa mengambil keputusan yang melibatkan nyawa, tanpa persetujuan walinya.”Lius terdiam, ia benar-benar tak bisa memikirkan apapun saat ini.“Ji
Lea membuka matanya, perlahan ia membiasakan matanya dari sorot yang begitu menyilaukan. Ia mengerang saat merasakan sakit pada kepalanya.Perlahan ia bangkit dan menahan kesakitannya. Menatap ruang asing yang saat ini ditempatinya.“Dimana aku?”Ia terus bergumam, matanya menatap cemas sekeliling.“Kau sudah bangun?”Suara yang tak asing bagi Lea, namun sorot menyilaukan membuatnya kesulitan menatap obyek di depan mata.“Siapa?” lirihnya menahan rasa takut.“Kau melupakanku? Wah, menyebalkan sekali kau ini.”Semakin jelas suara itu, semakin terlihat pula siapa yang tengah mendekatinya.“Sania?”Lea benar-benar tak percaya dengan apa yang dilihatnya, bagaimana bisa Sania sampai kesini? Ke tempat yang sangat asing dirinya.Sania memeluk Lea dengan begitu erat, ia benar-benar merindukan temannya itu. Walau hanya sebentar berkenalan namun Sania sudah menganggap Lea seperti keluarga baginya.Lea mengurai pelukannya, memberi jarak pada mereka. “Kita ada dimana?”Sania tak langsung menjawab
Rania tengah mengemas pakaian ketika ponselnya berdering dengan begitu keras. Dengan malas ia mengambil benda pipih di atas meja.“Ngapain dia nelpon ?” ketusnya.Lius menghubungi kakaknya, tak ada lagi yang bisa di tanyainya tentang keberadaan Lea kecuali sang kakak yang dirasa memihaknya.Namun Rania benar-benar menunjukkan rasa tak sukanya, ia berbicara dengan sangat ketus walau itu adiknya.Ia sudah tak perduli lagi, rasa kesalnya masih membekas hingga saat ini.“Itu adalah kali terakhir aku membantumu, kali ini selesaikan semua nya sendiri! Jangan hubungi aku lagi.” Mematikan sambungan secara sepihak.Lius hanya bisa mendesah pasrah, ia tahu kesalahan apa yang sudah di perbuatnya. Dan ia juga tak bisa memaafkan dirinya atas kejadian itu.Ia memukuli kepalanya dengan keras.“Li-u-s.”Mendengar seseorang menyebut namanya, ia pun segera menatap arah sumber suara.