Sekar mendengar teriakan dari kamar putranya, itu adalah suara Lea. Ini kali pertama ia mendengar teriakan itu.
“Apa aku egois kalau menginginkan Lea menjadi menantuku,” sendunya.
Tak berapa lama ia kembali mendengar teriakan, namun kini bukan Lea melainkan Lius putranya. Lius berteriak meminta tolong, hal itu membuat Sekar teringat dengan kandungan menantunya.
“Lea,” serunya, berlari menaiki anak tangga dengan begitu tergesa-gesa.
Lio mendengar teriakan itu, kakinya ingin sekali berlari menghampiri namun logika menahannya untuk tetap diam.
“AKh!” amuknya.
Lea jatuh tak sadarkan diri, wajahnya tiba-tiba berubah pucat dengan air mata terus mengalir di pipi. Sekar masuk , ia terkejut melihat Lea sudah lemas tak sadarkan diri.
“Apa yang kau lakukan padanya, Lius!” Sekar mendorong tubuh putranya dengan begitu kasar.
Sekar menepuk pipi Lea dengan begitu pelan, ia menghapus jejak air ma
Lius merenung di dalam kamarnya, ia duduk di atas ranjang tempat dimana istrinya tak sadarkan diri. Lius menyesal dengan yang sudah terjadi pada Lea, ia menyalahkan dirinya yang tak bisa mengontrol diri. “Kenapa selalu lepas kendali kalau dengan Lea, kenapa?” Tiba-tiba pintu di buka dengan paksa dari luar, nampak Rania masuk dengan wajah marahnya. “Kau benar-benar keterlaluan! Bagaimana bisa kau membahayakan istri juga anakmu!” amuknya. Lius terdiam, ia kali ini tak berani menatap Rania yang tengah memarahinya. Rasanya ia begitu menyesal. “Bagaimana kau bisa menjadi ayah yang baik kalau menjadi suami saja kau tidak bisa!” “Aku tidak sengaja, aku hanya terbawa emosi saja.” “Kau gila, Lius! Pagi tadi kau memukulnya, sekarang kau membuatnya terkapar di rumah sakit! Dimana otak mu itu,” amuknya. Rania tak habis pikir dengan Lius, seharusnya ia bisa mengambil hati istrinya namun ini justru berbuat hal sebaliknya. Belum
Lio begitu cemas mendengar kabar tentang hilang nya Lea, ia meninggalkan semua pekerjaannya dan bergegas pulang. Begitu juga dengan Rania.“Mom?”Sekar berhabur memeluk putranya, ia menangis mengkhawatirkan keadaan Lea. Rania begitu marah, lagi-lagi ia melihat ibunya menangis hanya gara-gara, Lius.Rania mencoba menghubungi Lius, namun berkali-kali ia mencoba taka da satupun sahutan. Ia dibuat geram dengan tingkah egois adiknya itu.“Brengkek kau, Lio.” Gumamnya.Rania mendekat pada Lio juga ibunya, namun tiba-tiba Lio menarik tangannya pergi menjauh dari Sekar.Rania menegang saat berada satu ruang dengan Lio, hanya berdua. Hal yang biasa, namun dengan suasana yang sangat berbeda.Lio menatap dengan begitu dingin pada, Rania. “Ini yang kau inginkan, KAK!”Bentakan Lio membuat Rania semakin menundukkan kepalanya, ini adalah kali pertama ia merasa ketakutan dengan adiknya sendiri. Pertama kali juga, Lio membentaknya dengan begitu dingin.“Jangan hanya diam, katakan pembelaanmu! Kenapa
Lius membawa Lea berjalan-jalan di sekitar hotel tempatnya menginap, perempuan itu baru menyadari jika ia tak berada di negaranya.“Kau membawaku keluar negeri?”Lius tersenyum melihat raut wajah terkejut istrinya, ia dengan gemas mengecup bibir ranum Lea.“Banyak orang melihat, “ memukul lengan Lius.Keduanya tertawa bersama, melihat banyak orang yang malah menatap aneh pada keduanya.Dengan begitu posesif, Lius menggenggam tangan istrinya. Keduanya menikmati waktu berdua, mengelilingi setiap kota terkenal di negara yang terkenal dengan keromantisannya itu.“Berdirilah disana, aku akan menggambil gambarmu.”Dengan malu-malu Lea berdiri sesuai arahan suaminya, dengan cekatan Lius mengabadikan senyuman itu dengan kamera ponselnya.“Cantik,” pujinya.Lea tersipu, ia memeluk lengan Lius dan kembali melangkah bersama. Sesekali Lius mencium puncak kepala istrinya, menunjukkan be
Tiba di negara yang sama, Lisa segera mencari penginapan yang jauh dari tempat Lius berada. Ia tak ingin Lius menganggap dirinya sengaja mengikutinya, walau demikian kenyataannya.Setibanya di hotel, Lisa segera masuk ke kamar yang telah dipesannya. Dan ia sedikit terkejut saat mendapati seorang laki-laki berada di dalam kamar pesanannya.“Siapa kau?”Laki-laki yang tengah membelakangi Lisa tersebut berbalik, menatap arah suara yang tengah bertanya padanya.Matanya tak bisa menyembunyikan kekaguman, Lisa terpesona dengan tampan paras laki-laki di depannya.“Niko.” Singkatnya.“Nikolas Apartur?” tanya Lisa, memicingkan matanya.“Yes, I am.”Lisa tersenyum puas, ternyata orang suruhannya benar-benar mengerti akan seleranya. Dengan bangga Lisa mendekat, tangannya terulur menyentuh bahu kokoh Niko.Niko tetap diam saat Lisa terus menelisik tubuhnya, tangan wanita itu terus bergerilya di tubuhnya.“Apa kau puas dengan tubuhku?”“Aku harus merasakan untuk mendapat jawaban itu.”Dengan sekal
Lius terkejut melihat Lisa ada didepannya. “Kau sedang apa disini?”Lisa menatap Lius, ia pun berpura-pura terkejut melihat laki-laki pujaannya itu. Lisa buru-buru bangkit setelah membereskan barang-barangnya, dan Lius mencoba membantu Lisa untuk bangkit mengingat wanita didepannya itu tengah mengandung.“Hati-hati.”Dengan penuh perhatian Lius membenarkan tas Lisa yang lagi-lagi akan terjatuh. Namu tiba-tiba ia menatap sesuatu yang aneh dengan Lisa, “Apa kau baik-baik saja?”Lisa tersenyum mendengar itu, ia meyakinkan Lius jika dirinya baik-baik saja. Saat ingin kembali berbincang, seseorang tiba-tiba merengkuh bahu Lisa dengan begitu posesifnya.“Kau lama sekali, aku sudah lelah menunggumu disana seorang diri.” dengan ketusnya.Lius memicingkan mata melihat gelagat Lisa yang merasa seakan kesakitan. Ia pun menyela pembicaraan keduanya, menatap Lisa berusaha mencari jawaban.“Hai,
Lisa terpaksa harus di larikan ke rumah sakit, perutanya benar-benar terasa kram dan ia tak bisa menahan sakitnya. Niko menunggu dengan tenang, salah seorang perawat mendatanginya dan menjelaskan kondisi terkini Lisa.“Silahkan, rawat saja.” Ucapnya.Setelah perawat itu pergi, Niko masuk ke dalam ruangan dimana Lisa berada.“Sudah kukatakan, perhatikan cara makanmu. Kau memang bebal sekali jadi perempuan.”Lisa tak menanggapinya, ia hanya menutup telinga mendengar ocehan Niko barusan. Dan Niko pun hanya bisa menghela nafas.“Aku bekerja untuk membantumu, bukan merawatmu. Tapi lihat, sekarang aku melakukan keduanya.”“Kau benar-benar cerewet sekali. Aku akan menambah bayaranmu, puas.”Tak menyahutinya, Niko hanya tersenyum menatap ponsel ditangannya.-Lius masih berkeliling mencari istrinya, beberapa kali ia terlihat bertanya pada pejalan kaki dengan menunjukkan foto Lea dalam ponselnya.“Sorry, aku tidak melihatnya.” Begitulah pengakuan dari banyak orang yang di temuinya.Lius nampak
Lius berlari di koridoor rumah sakit, fikirannya sudah kalut mengingat istrinya tengah dirawat disana. Rasa bersalah menekan hatinya begitu kuat, ia menyalahkan diri atas apa yang telah terjadi saat ini.Lea terbaring lemah di ruang rawat, seorang diri ditemani musik klasik yang tengah diputar. Lius terpaku di depan pintu, langkahnya terasa berat untuk semakin mendekat.Lea menatap kedatangan suaminya, ia tersenyum menyambutnya. Namun Lius seakan tak bisa menggerakan dirinya, ia hanya diam mematung.Lea berusaha berbicara, namun terasa begitu sulit.“Maafkan aku,” serunya mencoba mendekat.Tangan Lea terulur, menyambut suaminya yang semakin dekat dengannya.“Maaf, aku membuatmu cemas.” Lirihnya. Semakin besar pula rasa bersalah Lius pada istrinya.“Aku janji, ini nggak akan pernah terjadi lagi.” Lea tersenyum, hanya menganggukkan kepala lalu matanya terpejam.Lius membiarkan istrinya terlelap, ia sudah mendengar kondisi Lea dari dokter yang menanganinya. Namun yang membuatnya aneh ada
Lea sudah tak lagi terpikirkan dengan keberadaan kakak tirinya itu, ia kini menikmati hari-hari berdua dengan suaminya.Terlihat Lea dengan Lius tengah menghabiskan waktu dengan menonton film kartun sesuai request istrinya.Lea nampak begitu riang, wajahnya begitu berseri saat mentertawakan kebodohan tikus dengan kucing. Lius hanya bisa menikmati paras istrinya, ia tak perduli dengan kartu yang tengah menggema dikamarnya.“Sayang, jangan lihatin aku terus. Kartunnya di depanmu itu.”Lius hanya tersenyum menanggapi omelan Lea, ia malah menggenggam tangan Lea yang tadi mendorong wajahnya.“Wajah tertawa istriku lebih menarik.”Namun tiba-tiba ponsel Lius berdering, membuyarkan acara gombalan keduanya.Lius nampak terkejut setelah memerikan panggilannya, dan anehnya laki-laki itu segera berlari menjauhi istrinya.“Siapa memang yang menghubungi? Kenapa wajahnya panik sekali?”Namun nyatany
Sony geram dengan wajah berani Jo terhadapnya, ia pun marah dan terjadilah pertarungan disana.Dengan menahan sakit, Jo terus melawan. Juli tak terima melihat putranya hampir kalah, ia pun segera mendekati Divya dan mengancam Jo disana.“Berani kau memukul putraku, maka gadis ini akan aku pukul balik.”Divya hanya bisa menangis, menjerit bahkan memohon saat melihat Jo habis babak belur di tangan Sony. Belum lagi luka di perutnya kembali terbuka dan mengeluarkan banyak darah.Jo sudah tak sanggup, ia jatuh dan hilang kesadaran.Divya yang panik mendorong Juli dan berlari kepada JO.“Kalian biadab, binatang kalian semua.” Makinya.Divya memeluk tubuh Jo kedalam pelukannya, gadis itu menangis tersedu-sedu memohon pada Jo untuk kembali membuka mata.Sony sangat puas, ia pun meninggalkan ruangan dengan tawa senang diikuti Juli di belakang.Tak ada ranjang yang layak, semua tempat nampak kumuh tak terawat. Hanya ada ranjang usang yang kemarin digunakannya.Dengan susah payah Divya menarik tu
Namun tekat bulat Jo membuat laki-laki itu segera kabur dan mengabaikan teriakan Brian.Brian panik, kondisi Jo masih belum pulih. Belum lagi lukanya baru saja kembali dijahit, Brian benar-benar dibuat sangat panik.“Kamu coba kejar dia, papa akan kembali ke atas dan memberitahu semuanya.”Mengangguk, Brian segera menyusul dengan menggunakan mobilnya.Di dalam taxi, Jo mencoba melacak keberadaan Divya dari ponsel pintarnya. Namun sayang sejak tadi tak kunjung dia menemukan titik lokasi keberadaan Divya.“Permisi, Tuan. Tujuan kita kemana ya?” tanya supir taxi.“Jalan XX depan bangunan kosong.”Taxi melaju dengan kencang membelah kemacetan, namun fokus Jo masih dengan ponsel di tangannya.Setibanya disana, Jo berjalan menyusuri jalan sepi tanpa penghuni.“Kenapa titik lokasinya ada disini? daerah ini bukankah sudah tidak berpenghuni?” gumam Jo.Sepanjang jalan kakinya
Semua tengah bersantai, berkumpul bersama walau di rumah sakit tempatnya.Lio sengaja meluangkan waktu demi memberi perhatian lebih pada Jo yang sedang terluka. Bagi Lio, Jo sudah seperti anak juga baginya.Lio memesan banyak makanan juga cemilan, ia tak ingin keluarganya kelaparan atau kekurangan makanan.“Adek, jangan diisengin dong Jo nya.” Dengan lembut menegur sang putri.Divya hanya cengengesan saat mendengar sang ayah menegur tingkahnya. Ia pun kembali menyuapi Jo dengan buah anggur di tangannya.Brian fokus dengan laptopnya, sedang Daniel sibuk bermesraan dengan Luna tanpa melihat tempat mereka berada.“Bucin terus, nggak lihat-lihat tempat.”“Dih, sirik aja. Makanya punya pacar,” ejek Daniel.Tiba-tiba saja Divya bangkit dari tempat, berjalan keluar meninggalkan ruang rawat.“Adek, mau kemana?”“Sebentar, Pah. Nggak lama,” serunya sebelum benar-b
Pagi yang begitu cerah, semua orang tengah bersiap untuk menjengur Jo di rumah sakit.Tak lupa Lea juga membawa banyak masakan untuk anak-anak yang sejak semalam menginap disana.“Pakaian untuk mereka sudah siap?”“Sudah, Mom.”Sekar sudah tak sabar mengunjungi Jo disana, ia juga merindukan cucu-cucunya yang sejak semalam tak pulang.Mengendarai dua mobil, mereka melesat menuju rumah sakit.Tiba disana, semua orang dibuat tercengang dengan keadaan di dalam.“Astaga, ini kenapa begini?” seru Rania melihat putra juga keponakannya tengah berlutut dengan memegang kedua telinganya.“Bangun, “ titah Lio pada keduanya.Luna hanya diam, gadis itu tersenyum sembari meletakkan buah yang sedari tadi dipangkunya.“Ada apa? Kenapa panas sekali suasananya?” tanya Sekar pada Luna.“Mereka berdua bikin lukanya Jo kembali terbuka dan harus kembali di jahit, O
Lea berhasil menenangkan suaminya, di dalam pelukan wanita itu Lio terlelap dengan begitu damai.Lea terus membelai rambut Lio, dengan penuh kasih dan sayang ia mengecup kening laki-lakinya.“Maaf jika diamku membuatmu hancur dan seakan dibohongi. Aku sama sekali tidak bermaksud begitu, ayah yang mengingikan semua ini dan bukan aku.” Gumamnya dengan berlinang air mata.Kembali mengingat kejadian lampau itu membuat luka yang masih belum kering kembali basah.Menatap jam dinding, Lea tersadar jika ini hampir tengah malam.Sejak tadi ia tak mendengar suara anak-anak, ia pun juga belum turun untuk melihat mereka semua.“Kemana lagi anak-anak?”Deg, ia pun ingat tentang keadaan Jo saat ini. Dengan cepat ia berusaha menghubungi Brian sang putra.Tak menunggu lama, Brian segera menerima panggilan ibunya.Dengan nada yang sangat cemas, Lea menanyakan tentang keadaan Jo saat ini. Wanita itu benar-benar men
Divya sama sekali tak meninggalkan kekasihnya barang sedikitpun, semenjak tahu kejadian sebenarnya ia menolak meninggalkan sang kekasih lama-lama.Bagi Divya, ia harus memastikan sendiri keselamatan laki-lakinya.Memang belum secara resmi mereka bersama, namun keadaan saat ini sudah membuat kebahagiaan tersendiri bagi dua anak manusia itu.“Sayang, kamu istirahat ya. Dari tadi kamu udah ngurusin aku,” ucap Jo.“Aku akan istirahat, tapi tidak sekarang. Masih ada yang harus aku kerjakan.”“Apa?”Namun Divya tak menjawab, ia terlihat sibuk dengan gawai pipih yang tengah di genggamnya.Jo sebenarnya tahu apa yang saat ini tengah di lakukan kekasih kecilnya, ia tahu apa yang menjadi tujuan dari perbuatan Divya saat ini.Ia tak ingin melarangnya, ia tak ingin kemarahan Divya tak tersalurkan. Namun dibalik itu semua, ia tetap memantau dan mengendalikan perbuatan dari kekasihnya.“Aku ti
Divya berusaha melangkahkan kakinya, namun rasanya begitu berat. Belum lagi air matanya yang tak berhenti mengalir deras di pipi, membuat dirinya bingung sendiri.“Nggak mungkin, semuanya hanya salah paham.” Gumamnya sembari melangkah perlahan.Brian tak sanggup melihat adiknya terluka, namun ia juga tak sanggup jika harus masuk dan melihat semuanya.Begitu juga dengan Daniel, laki-laki itu hanya diam menyesali semua yang sudah terjadi.“Seharusnya dari awal kita memberitahunya, kalau begini kita sama saja menusuknya.”Brian hanya diam, menundukkan kepala tanpa tahu apa yang dikatakan.Divya semakin dekat dengan pintu, jantungnya semakin berdetak dengan begitu tak menentu. Begitu sakit, seakan ada sesuatu yang menghantam dadanya.Suasana begitu berbeda, kini di depannya banyak berbaring jasad yang sudah tak bernyawa.Tubuh Divya luruh ke bawah, air matanya semakin deras mengalir membasahi pipinya. Isakan
Rahasia yang selama ini coba di lupakan pada akhirnya terbongkar dengan cara yang tak terduga. Sekar yang sudah lama memendam rasa bersalah membongkar semua kejahatan putra keduanya di depan semua orang.Lio tak tahu apapun tentang itu semua, ia sama terkejutnya dengan Brian yang masih bersitegang dengan Lius.“Maksud oma?” tanya Brian.“Ayah kandungmu lah penyebab kakek Wilson meninggal.” Seru Sekar tanpa ingin menutup-nutupinya lagi.“Mom,” teriak Lius.Lio terduduk lemas, ia tak percaya dengan apa yang sudah di dengarnya ini. Selama ini ia tak tahu apapuun tentang kesakitan dan fakta yang dirasakan oleh istrinya.“Bagaimana bisa, bukankah ayah Wilson meninggal karena jatuh dari tangga?”“Ayah mertuamu tidak jatuh dari tangga, tapi jatuh dari lantai dua rumah lama kita.” Sahut Antonio.Lebih lanjut Antonio juga menjelaskan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan kemaraha
Nindya kembali ke rumah, ia segera mengemas semua pakaian dan berniat meninggalkan semuanya.Ia merasa puas terakhir kali melihat keadaan Jo yang mengenaskan, ada rasa bahagia dan terluka dalam satu waktu bersamaan.Nindya menangis, ia menatap kedua tangan yang sudah dengan tega melukai Jo hingga seperti tadi. Menyesal?Tidak, sama sekali Nindya tak merasa menyesal dengan apa yang sudah diperbuatnya. Hanya saja hatinya ikut terluka saat melihat air mata yang mengalir keluar dari mata indah pujaan hatinya.“Andai bapak menerima cinta saya, andai bapak tidak terpengaruh dengan wanita licik itu maka semuanya tidak akan jadi seperti ini.”Cepat-cepat Nindya mengemas barang bawaannya, juga beberap obat yang diperlukannya saat ini.Membuka pintu lemari, Nindya mengambil semua uang yang ada disana.“Dengan uang ini aku bisa mengembalikan wajahku seperti semula, maafkan Nindya nek karena menjual rumah itu.”Deng