-Jika bukan kita yang berusaha, jika bukan kita yang memperjuangkan. Lantas siapa? Apa kita hanya akan diam dan menunggu takdir bermain dengan kehidupan?- Azalea Khaliqa
==================================================================
Wilson begitu bahagia melihat kembali putrinya, begitu juga dengan Leo yang tak hentinya mengucap syukur atas kembalinya Lea. Kini akhirnya keluarga mereka dapat berkumpul bersama, saling memberi kehangatan juga kegembiraan.
Kedatangan Lio juga Lea benar-benar di sambut meriah di rumah hutan, Toni yang tak pernah menyentuh dapur pun dengan sengaja menyiapkan hidangan makan malam khusus untuk kedua majikannya.
Bagi Toni, Lea juga Lio tak hanya sekedar atasan. Keduanya sudah layaknya keluarga bagi Toni, bagi laki-laki yang selama ini hidup sebatang kara.
“Wah, aku baru tahu kalau kak Toni bisa masak.”
“Sengaja hanya untuk hari ini, saya hanya ingin merayakan kembaliny
-Jika kau tak mampu, jangan menyalahkan keadaan untuk ketidak mampuanmu itu.- Adelio Dameer Dharmendera================================================================Lius mendengar apa yang terjadi pada Lasmi, pada akhirnya mau tidak mau ia harus datang dan mengunjungi mertuanya itu.Tak ingin menggunakan mobil lamanya, dengan sengaja Lius mengganti mobilnya.Setibanya di markas miliknya, ia disambut oleh beberapa orang kepercayaan.“Bagaimana?”“Sudah beberapa hari selalu sama, dokter yang menangani mengatakan jika kita harus bersiap untuk semua kemungkinan buruknya.”Tak lagi berkomentar, Lius terus melangkah menuju kamar yang selama ini Lasmi tempati.Benar saja, Lius melihat tubuh Lasmi sudah penuh dengan alat medis saat ia baru masuk. Seorang perawat keluar saat melihat Lius, begitu juga sengan semua orang yang ada disana.Satu persatu keluar, meninggalkan L
Hari ini Lasmi benar-benar menyerah dengan keadaan, ia melepas semua dendam dalam hatinya untuk kehidupan damai sang putri.“Udah mati, Bro.”Lasmi menghembuskan nafas terakhirnya dalam keadaan yang sangat tidak layak sebagai manusia. Di tempat kumuh dan kotor itu ia merelakan hidupnya.Melepaskan semua marah juga kecewa, hanya satu inginnya. Bertemu dan memeluk putri kesayangannya, namun melihat Lius yang selalu menahannya membuat keinginan itu perlahan pudar dari benak Lasmi.Sebagai seorang ibu, Lasmi tetaplah mencintai putrinya. Terlepas dari rasa gagal ia menjadi ibu untuk Lisa, ia tetap menyayangi dan menanti putrinya itu.Seseorang mencoba menghubungi Lius, mengabarkan tentang kematian wanita yang adalah mertua tuannya.Namun lagi-lagi tak ada sahutan, Lius lagi-lagi tak bisa mereka hubungi.Lisa terbangun dengan derai air mata yang sudah membasahi wajahnya. Dadanya terasa begitu sakit, membuat Lisa yang tengah terl
Hampir saja terperosok, beruntung Lius sigap menopang Lisa."Hati-hati, kau bisa terluka."“Aku mau ke bawah, aku mau bertemu mama.” Menghempas kasar tangan suaminya."Aku akan turun denganmu, tapi kumohon berhati-hatilah sayang. Kau sedang sakit." Lisa hanya diam, membiarkan Lius memapah tubuh lemahnya itu.Lius membawa istri nya turun perlahan, melangkahkan kakinya dengan banyak pertanyaan yang kini memenuhi benak Lius sendiri.Namun sesampainya mereka di lantai satu, semua nampak sepi. Tak ada tanda-tanda ibunya datang. Dengan tatapan marah Lisa menatap ketiga pelayannya.“Mana mamaku, kalian bilang dia pulang.” Bentaknya.Satpam pun menunjuk ke arah pintu depan, Lius mulai merasa curiga. Ia mengerutkan alis ketiga menatap ketakutan pada satpam rumahnya.“Ada apa sebenarnya? Kenapa kalian ketakutan?”“Sebaiknya anda lihat sendiri, Tuan. Saya tidak berani,” cicitnya.
Berdiri di sudut rumah, menggunakan setelan jas berwarna hitam pekat begitu memikat. Lio napak begitu tampan dan gagah dengan apa yang sedang ia gunakan. Berdiri memandangi lebat nya pepohonan, ia menyimpan sorot kesediahan yang tak pernah mampu ia ungkapkan. โSemua sudah siap, Tuan muda.โ Lio hanya menganggukan kepala, tak berniat menatap assisten yang sudah sangat lama mengikutinya itu. Toni memandangi tuannya, mengerutkan dahi menatap arah pandang Lio. โApa yang sedang anda cemaskan, Tuan?โ โTidak ada.โ โIjinkan saya menyingkirkan semua rasa cemas itu, ini adalah hari yang sudah anda nanti. Berbahagialah, Tuan.โ Lio memutar kepalanya, menatap Toni yang tulus menundukkan kepala padanya. Lio tersenyum, melangkah merengkuh Toni dengan begitu hangat. โTerima kasih, hanya kamu yang selama ini selalu setia disamping saya dalam segala keadaan.โ Membalas pelukan Lio, Toni merasa begitu terharu. โItu sudah tugas saya.โ Kedua berjalan beriringan masuk kembali ke dalam rumah. Nam
Zaky tengah menikmati waktunya, menengguk minuman keras dengan banyak wanita mengelilinginya. Salah satu wanita terlihat tengah menyenangkan dirinya, memuaskan apa yang selama ini menjadi candu baginya.Selama menikah, tak sekalipun Zaky menyentuh Rania. Laki-laki itu merasa jijik jika harus satu tempat dengan wanita yang sudah menjadi istrinya itu.Dendam membutakan Zaky, menjadikannya laki-laki brengsek yang tak berperasaan.“Pesan apapun yang kalian inginkan, aku akan membayar untuk kalian semua.” Serunya dan disambut suka cita semua wanita.Zaky mulai berlaku di luar batas, ia menikmati salah satu wanita di depan wanita lainnya. Bagai seekor binatang yang bergumul dengan binatang lainnya.Begitu menjijikkan.Zaky tak lagi memperdulikan sekitarnya, ia hanya ingin menghabiskan malam nya dengan bersenang-senang. Tak ingin satu orang pun mengganggu waktunya, mengganggu kesenangan yang telah ia ciptakan.Namun tanpa disadar
"Jika memang tak mencintaiku, mengapa kau melamarku. Jika tak akan pernah ada aku dalam hatimu, lantas untuk apa aku ada di duniamu?" Rania.===============================================================Sudah sepekan sejak kematian Lasmi, suasana masih terasa sunyi dan begitu mencekam di dalam rumah besar itu. Terlebih dengan kondisi Lisa saat ini, menambah suasana semakin sunyi seperti tak berpenghuni.Sejak kepergian ibunya, Lisa menjadi pendiam. Lebih tepatnya seakan Lisa hidup dalam dunianya sendiri. Menghapus dunia sebelumnya dan mengganti dengan dunia yang ia ciptakan sendiri.Setiap harinya ia hanya diam diatas ranjang, sesekali berdiri di depan jendela kamar tanpa melakukan apapun.Lius sudah membawanya ke dokter, namun semua dokter yang didatangkan selalu dengan pergi dengan jawaban yang sama.Membawa Lisa ke rumah sakit jiwa adalah jawaban yang selalu Lius dengar dari semua dokter yang diundangnya.
Lio memboyong semua keluarganya untuk keluar dari markas hutan, sepanjang jalan keluar Lea terus menatap pohon-pohon besar yang dilaluinya.Lio memperhatikan istrinya, tersenyum samar saat tak sengaja bersitatap dengan sang pujaan hati.“Kau fokus aja mengemudi, lihat jalanannya.” Protes Lea.Lio hanya tersenyum, tangannya terulur menggenggam tangan istrinya.Di mobil lainnya, ada Toni yang membawa Wilson juga Leo. Tak tertinggal baby Brian juga pengasuh.Mereka perlahan meninggalkan rindangnya hutan, berganti dengan panas cerah matahari.Lea berdebar ketika mengingat kembali negara yang pernah ditinggalkannya itu, mengingat kembali semua luka juga kebahagiaan yang dulu sempat menghampirinya.“Jangan takut, ada aku yang akan selalu melindungimu.” Menyadari perubahan istrinya.Lea tersenyum, bersandar pada bahu suami yang selalu menyayanginya.Cukup lama mereka berkendara, mobil mulai masuk di peka
Lea mengambil kunci mobil milik suaminya, mendengar apa yang terjadi pada ayah mertuanya membuat dirinya merasa tak tenang.“Mau kemana, Sayang?”“Ijinkan aku pergi, aku akan membawa, Daddy, kembali.”Lio tak banyak berkomentar, ia mengambil kunci yang ada di genggaman tangan istrinya. Dengan mata memohon Lea menatap suaminya, sungguh ia mengkhawatirkan keadaan ayah mertua juga kakak iparnya.“Biarkan aku yang melakukan itu, aku tak ingin kau dalam bahaya lagi. Mendengar siapa sebenarnya, Zaky, membuat aku semakin mengkhawatirkanmu.”Lea masih saja tak mendengarkan suaminya, ia masih bersikeras ingin ikut mencari keberadaan Antonio. Lea yakin dengan informasi yang dimilikinya.“Dengarkan suamimu, Dek. Jangan membantahnya, ini juga demi kebaikanmu.”Leo datang bergabung, ia samar-samar mendengar perdebatan keduanya hingga memutuskan untuk ikut bergabung.“Katakan saja dimana
Sony geram dengan wajah berani Jo terhadapnya, ia pun marah dan terjadilah pertarungan disana.Dengan menahan sakit, Jo terus melawan. Juli tak terima melihat putranya hampir kalah, ia pun segera mendekati Divya dan mengancam Jo disana.โBerani kau memukul putraku, maka gadis ini akan aku pukul balik.โDivya hanya bisa menangis, menjerit bahkan memohon saat melihat Jo habis babak belur di tangan Sony. Belum lagi luka di perutnya kembali terbuka dan mengeluarkan banyak darah.Jo sudah tak sanggup, ia jatuh dan hilang kesadaran.Divya yang panik mendorong Juli dan berlari kepada JO.โKalian biadab, binatang kalian semua.โ Makinya.Divya memeluk tubuh Jo kedalam pelukannya, gadis itu menangis tersedu-sedu memohon pada Jo untuk kembali membuka mata.Sony sangat puas, ia pun meninggalkan ruangan dengan tawa senang diikuti Juli di belakang.Tak ada ranjang yang layak, semua tempat nampak kumuh tak terawat. Hanya ada ranjang usang yang kemarin digunakannya.Dengan susah payah Divya menarik tu
Namun tekat bulat Jo membuat laki-laki itu segera kabur dan mengabaikan teriakan Brian.Brian panik, kondisi Jo masih belum pulih. Belum lagi lukanya baru saja kembali dijahit, Brian benar-benar dibuat sangat panik.“Kamu coba kejar dia, papa akan kembali ke atas dan memberitahu semuanya.”Mengangguk, Brian segera menyusul dengan menggunakan mobilnya.Di dalam taxi, Jo mencoba melacak keberadaan Divya dari ponsel pintarnya. Namun sayang sejak tadi tak kunjung dia menemukan titik lokasi keberadaan Divya.“Permisi, Tuan. Tujuan kita kemana ya?” tanya supir taxi.“Jalan XX depan bangunan kosong.”Taxi melaju dengan kencang membelah kemacetan, namun fokus Jo masih dengan ponsel di tangannya.Setibanya disana, Jo berjalan menyusuri jalan sepi tanpa penghuni.“Kenapa titik lokasinya ada disini? daerah ini bukankah sudah tidak berpenghuni?” gumam Jo.Sepanjang jalan kakinya
Semua tengah bersantai, berkumpul bersama walau di rumah sakit tempatnya.Lio sengaja meluangkan waktu demi memberi perhatian lebih pada Jo yang sedang terluka. Bagi Lio, Jo sudah seperti anak juga baginya.Lio memesan banyak makanan juga cemilan, ia tak ingin keluarganya kelaparan atau kekurangan makanan.“Adek, jangan diisengin dong Jo nya.” Dengan lembut menegur sang putri.Divya hanya cengengesan saat mendengar sang ayah menegur tingkahnya. Ia pun kembali menyuapi Jo dengan buah anggur di tangannya.Brian fokus dengan laptopnya, sedang Daniel sibuk bermesraan dengan Luna tanpa melihat tempat mereka berada.“Bucin terus, nggak lihat-lihat tempat.”“Dih, sirik aja. Makanya punya pacar,” ejek Daniel.Tiba-tiba saja Divya bangkit dari tempat, berjalan keluar meninggalkan ruang rawat.“Adek, mau kemana?”“Sebentar, Pah. Nggak lama,” serunya sebelum benar-b
Pagi yang begitu cerah, semua orang tengah bersiap untuk menjengur Jo di rumah sakit.Tak lupa Lea juga membawa banyak masakan untuk anak-anak yang sejak semalam menginap disana.“Pakaian untuk mereka sudah siap?”“Sudah, Mom.”Sekar sudah tak sabar mengunjungi Jo disana, ia juga merindukan cucu-cucunya yang sejak semalam tak pulang.Mengendarai dua mobil, mereka melesat menuju rumah sakit.Tiba disana, semua orang dibuat tercengang dengan keadaan di dalam.“Astaga, ini kenapa begini?” seru Rania melihat putra juga keponakannya tengah berlutut dengan memegang kedua telinganya.“Bangun, “ titah Lio pada keduanya.Luna hanya diam, gadis itu tersenyum sembari meletakkan buah yang sedari tadi dipangkunya.“Ada apa? Kenapa panas sekali suasananya?” tanya Sekar pada Luna.“Mereka berdua bikin lukanya Jo kembali terbuka dan harus kembali di jahit, O
Lea berhasil menenangkan suaminya, di dalam pelukan wanita itu Lio terlelap dengan begitu damai.Lea terus membelai rambut Lio, dengan penuh kasih dan sayang ia mengecup kening laki-lakinya.“Maaf jika diamku membuatmu hancur dan seakan dibohongi. Aku sama sekali tidak bermaksud begitu, ayah yang mengingikan semua ini dan bukan aku.” Gumamnya dengan berlinang air mata.Kembali mengingat kejadian lampau itu membuat luka yang masih belum kering kembali basah.Menatap jam dinding, Lea tersadar jika ini hampir tengah malam.Sejak tadi ia tak mendengar suara anak-anak, ia pun juga belum turun untuk melihat mereka semua.“Kemana lagi anak-anak?”Deg, ia pun ingat tentang keadaan Jo saat ini. Dengan cepat ia berusaha menghubungi Brian sang putra.Tak menunggu lama, Brian segera menerima panggilan ibunya.Dengan nada yang sangat cemas, Lea menanyakan tentang keadaan Jo saat ini. Wanita itu benar-benar men
Divya sama sekali tak meninggalkan kekasihnya barang sedikitpun, semenjak tahu kejadian sebenarnya ia menolak meninggalkan sang kekasih lama-lama.Bagi Divya, ia harus memastikan sendiri keselamatan laki-lakinya.Memang belum secara resmi mereka bersama, namun keadaan saat ini sudah membuat kebahagiaan tersendiri bagi dua anak manusia itu.“Sayang, kamu istirahat ya. Dari tadi kamu udah ngurusin aku,” ucap Jo.“Aku akan istirahat, tapi tidak sekarang. Masih ada yang harus aku kerjakan.”“Apa?”Namun Divya tak menjawab, ia terlihat sibuk dengan gawai pipih yang tengah di genggamnya.Jo sebenarnya tahu apa yang saat ini tengah di lakukan kekasih kecilnya, ia tahu apa yang menjadi tujuan dari perbuatan Divya saat ini.Ia tak ingin melarangnya, ia tak ingin kemarahan Divya tak tersalurkan. Namun dibalik itu semua, ia tetap memantau dan mengendalikan perbuatan dari kekasihnya.“Aku ti
Divya berusaha melangkahkan kakinya, namun rasanya begitu berat. Belum lagi air matanya yang tak berhenti mengalir deras di pipi, membuat dirinya bingung sendiri.“Nggak mungkin, semuanya hanya salah paham.” Gumamnya sembari melangkah perlahan.Brian tak sanggup melihat adiknya terluka, namun ia juga tak sanggup jika harus masuk dan melihat semuanya.Begitu juga dengan Daniel, laki-laki itu hanya diam menyesali semua yang sudah terjadi.“Seharusnya dari awal kita memberitahunya, kalau begini kita sama saja menusuknya.”Brian hanya diam, menundukkan kepala tanpa tahu apa yang dikatakan.Divya semakin dekat dengan pintu, jantungnya semakin berdetak dengan begitu tak menentu. Begitu sakit, seakan ada sesuatu yang menghantam dadanya.Suasana begitu berbeda, kini di depannya banyak berbaring jasad yang sudah tak bernyawa.Tubuh Divya luruh ke bawah, air matanya semakin deras mengalir membasahi pipinya. Isakan
Rahasia yang selama ini coba di lupakan pada akhirnya terbongkar dengan cara yang tak terduga. Sekar yang sudah lama memendam rasa bersalah membongkar semua kejahatan putra keduanya di depan semua orang.Lio tak tahu apapun tentang itu semua, ia sama terkejutnya dengan Brian yang masih bersitegang dengan Lius.“Maksud oma?” tanya Brian.“Ayah kandungmu lah penyebab kakek Wilson meninggal.” Seru Sekar tanpa ingin menutup-nutupinya lagi.“Mom,” teriak Lius.Lio terduduk lemas, ia tak percaya dengan apa yang sudah di dengarnya ini. Selama ini ia tak tahu apapuun tentang kesakitan dan fakta yang dirasakan oleh istrinya.“Bagaimana bisa, bukankah ayah Wilson meninggal karena jatuh dari tangga?”“Ayah mertuamu tidak jatuh dari tangga, tapi jatuh dari lantai dua rumah lama kita.” Sahut Antonio.Lebih lanjut Antonio juga menjelaskan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan kemaraha
Nindya kembali ke rumah, ia segera mengemas semua pakaian dan berniat meninggalkan semuanya.Ia merasa puas terakhir kali melihat keadaan Jo yang mengenaskan, ada rasa bahagia dan terluka dalam satu waktu bersamaan.Nindya menangis, ia menatap kedua tangan yang sudah dengan tega melukai Jo hingga seperti tadi. Menyesal?Tidak, sama sekali Nindya tak merasa menyesal dengan apa yang sudah diperbuatnya. Hanya saja hatinya ikut terluka saat melihat air mata yang mengalir keluar dari mata indah pujaan hatinya.“Andai bapak menerima cinta saya, andai bapak tidak terpengaruh dengan wanita licik itu maka semuanya tidak akan jadi seperti ini.”Cepat-cepat Nindya mengemas barang bawaannya, juga beberap obat yang diperlukannya saat ini.Membuka pintu lemari, Nindya mengambil semua uang yang ada disana.“Dengan uang ini aku bisa mengembalikan wajahku seperti semula, maafkan Nindya nek karena menjual rumah itu.”Deng