Beranda / Romansa / Istri Sumbangan / 13. Wanita Bertangan Hangat

Share

13. Wanita Bertangan Hangat

Penulis: Mustacis
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-01 19:01:32

Fathul mengais-ngais kesadarannya agar tetap terjaga. Entah sejak kapan dia tumbang sampai tidak sadarkan diri. Setiap satu tahun sekali, dia pasti akan demam parah. Jika sudah begitu, hanya Toro yang dia hubungi untuk membawakannya obat dan makanan.

Sekarang ia tidak perlu melakukan itu, karena saat dia bangun Raihanah sudah berdiri di ambang pintu, bahkan sampai memberinya bubur dan obat.

Saat rasa sakit di kepala semakin menghantam, Fathul memejamkan mata rapat-rapat. Telinganya berdenging dan rasanya ia ingin ambruk kembali ke tempat tidur. Namun, Raihanah pasti akan masuk lagi beberapa menit kemudian dan bersikeras ikut campur.

Diliriknya nakas yang berada di samping kanannya. Jaraknya cukup jauh. Ia mesti memutari ranjang. Fathul mencoba menjejakkan kaki kembali ke lantai. Kepalanya tiba-tiba tersengat hingga membuatnya kembali duduk.

Fathul memijit kening. Meski begitu, ia tetap mencoba bangkit dan bertumpu pada pinggiran ranjang hingga akhirnya bisa meraih mangkuk bubur itu.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Sumbangan   14. Teman Satu Atap

    Fathul berakhir dengan disuapi lagi. Baru kali ini ia diberikan perawatan penuh ketika sakit. Rasanya aneh, bahkan di rumah sakit saja perawatannya tidak seintens ini. Dengan telaten Raihanah mengusap bekas kuah sup yang membasahi sekitar bibirnya. Fathul ingin menolak, tapi dia akan terlihat seperti orang yang tidak tahu berterima kasih.“Habis. Bagus.” Wanita itu tersenyum lebar sambil memperlihatkan isi mangkuk yang sudah kosong.Fathul menerima segelas air yang diulurkan Raihanah. Lebih dari rasa sakit yang sejak tadi menerjang kepalanya dan rasa tidak enak di badan, Fathul merasakan hal yang mengganjal. Keberadaan Raihanah yang duduk di pinggir ranjangnya dan menyiapkan obat terasa asing, tapi tidak membahayakan. Tidak pula terasa canggung.Setelah meminum tiga pil, Fathul menarik napas. Menambatkan pandangannya pada Raihanah yang sedang membereskan bungkusan obat.“Kenapa melakukan ini?” Suaranya masih serak dan tenggorokan Fathul terasa sakit setiap kali dia mengeluarkan suar

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-02
  • Istri Sumbangan   15. Dia Istri Saya

    Kantor InstaFood cukup minimalis jika dilihat dari luar. Namun, saat Raihanah masuk, ada banyak orang yang berlalu lalang di lobi, entah membawa dokumen, troli makanan, gadget, dan segelas kopi. Hari yang sangat sibuk. Namun, mereka masih sempat menoleh padanya, menatap Raihanah aneh seperti melihat orang asing yang tiba-tiba masuk ke wilayah mereka, membawa rantang pula. Seisi lobi bernuansa Pinjerest, tenang dan estetik. Dipenuhi warna putih dan warna-warna pastel. Ia mendorong pintu kaca yang di atasnya tertulis ‘pusat informasi’ mungkin sama dengan meja resepsionis. Namun, baru kali ini Raihanah menemukan meja resepsionis yang berada dalam ruangan yang dikelilingi dinding kaca sehingga mudah melihatnya dari luar. Di dalam ruangan transparan itu, ada beberapa sofa dan meja juga, seperti ruang tunggu. “Assalamu’alaikum, Mbak.”“Wa’alaikumsalam, ada yang bisa kami bantu, Bu?” Untuk sejenak petugas yang berseragam sangat rapi di balik meja menengok ke luar. “Sudah ada kartu akses

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-03
  • Istri Sumbangan   16. Wanita yang Cerewet

    Raihanah baru saja melepas mukenanya ketika terdengar suara pintu yang terbuka. Tubuhnya dengan cepat merespons dan buru-buru keluar kamar. Seperti dugaannya, ia mendapati Fathul yang berjongkok sambil melepas sepatu. Pria itu mengangkat mata sekilas, meliriknya tajam lalu bangkit, menghampiri Raihanah sembari memberikan rantang dan bungkusan. Baru kali ini Raihanah merasa gugup ketika menerima bekas bekal. Sebab besar kemungkinan isi rantang dan bungkusan itu masih utuh. “Oh, ini ringan.”Ia cukup terkejut. Ditatapnya Fathul dengan mulut menganga. Satu pertanyaan muncul di benaknya. Semua makanan ini tidak dibuang, ‘kan? “Sisanya saya simpan dan makan di sore hari.”Raihanah tidak menemukan tanda kebohongan di wajah Fathul. “Ana pikir antum menolak untuk memakannya.”Kedua alis pria itu mengerut. “Kalau berpikir begitu, kenapa memasak untuk saya? Ah, kenapa sampai mengantarkan makanan ke kantor?”Di luar dugaan, Raihanah tersenyum. Bukan senyum canggung yang sedang mencari jawab

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-12
  • Istri Sumbangan   17. Ini Bukan Rumah Tangga

    Raihanah mengangguk. Seumur hidupnya Fathul tidak pernah diberikan catatan belanjaan seperti ini, apalagi oleh seorang wanita yang tinggal di rumahnya. “Antum mesti tahu siklus perputaran uang yang antum kasih ke ana. Biaya 500 ribu seminggu itu ana pakai untuk bahan-bahan masakan, buah, dan barang-barang sepele di dapur.”“Kenapa tidak ada kopi dan pel?” Seingatnya, Fathul tidak pernah membeli pel. Layanan jasa cleaning service yang dia panggil selalu membawa alat pembersih sendiri. “Oh, itu ana beli dengan uang sendiri.”Desahan napas Fathul melantun agak keras. “Semua yang dibeli untuk rumah ini pakai uang di ATM saja bahkan untuk kebutuhan kamu, pakai saja.”Ada perasaan yang mengganjal ketika Fathul tahu Raihanah hanya memakai uang di ATM itu untuk bahan masakan. Ia pikir wanita itu akan memakainya untuk membeli apa saja yang dia inginkan. Dia bukan pria pelit yang membiarkan perempuan yang tinggal di rumahnya memakai uang sendiri. “Tapi saldonya banyak. Itu bukan tabungan pr

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-12
  • Istri Sumbangan   18. Bahasa Cinta

    Raihanah memakai gamis hitam dan hijab yang serasi dengan gamisnya. Ketika ia mengangkat ujung gamisnya untuk menghindari air menggenang di lantai pasar, celana lebar yang dipasangkan dengan kaos kaki terlihat. Di lorong panjang itu, terdapat banyak ikan yang disusun di dalam akuarium atau dalam keranjang berisi air. Orang-orang bebas memilih, mau yang masih hidup atau yang sudah mati. Raihanah tampak antusias, seperti pelanggan tetap yang sudah lama tidak berkunjung. Ia beberapa kali menunduk sambil memperhatikan deretan ikan dan hewan-hewan laut itu, kali ini tanpa mengangkat ujung gamis, membiarkan kain itu terkena lantai yang becek dan basah. Fathul sampai gemas karena ujung gamisnya sudah basah. Untung saja berwarna hitam sehingga nodanya tidak terlihat. Ingin sekali dia mengangkat ujung baju wanita itu. “Ana mau masak tumis cumi sambal hitam, udang balado, dan ikan bandeng bakar. Antum suka?”Dari kemarin-kemarin, wanita ini selalu membicarakan soal makananan yang Fathul suk

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-13
  • Istri Sumbangan   19. Pintu yang Terbuka

    “Sudah merasa nyaman?”Fathul menghentikan suapannya dan mengalihkan perhatian pada Raihanah yang sedang menuangkan air ke gelas pria itu. “Ana masak diam-diam dan memberikan memo untuk antum selama lima hari ini, supaya antum bisa punya ruang lebih.”Lagi-lagi Fathul hanya mampu mengangguk tanpa tahu harus menjawab apa. Ia bahkan sempat berpikir untuk meminta maaf, sebab dirinya seperti orang yang tidak tahu berterima kasih.“Antum tidak perlu merasa berutang. Ana suka melakukan semua itu.”“Suka?” Tanpa sadar Fathul menaikkan sebelah alis. “Ana suka masak dan lebih suka lagi jika ada orang yang makan masakan ana.”Fathul menatap wanita itu lekat-lekat. Matanya berbinar antusias dan senyumnya amat cerah. “Antum boleh bilang mau makan apa, ana akan berusaha masakin.” Lagi-lagi Fathul terbius. Wanita itu memandangnya dengan senyum manis yang menyenangkan. Gigi-gigi putihnya yang rapi terlihat manis. Bolehkah dia begini? Bolehkah dia merasa nyaman akan kehadiran wanita asing ini?

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-13
  • Istri Sumbangan   20. Menikah dengan Ipar?

    Fathul membuka pintu lobi instaFood dan mendapati suasana berbeda dari biasanya. Interior lobi masih sama, serba putih, rapi, dan bersih. Hanya saja terasa lebih sejuk atau mungkin perasaannya yang menjadi lebih ringan. Pekerjaan super banyak dan jadwal yang padat tidak membuat mood-nya buruk. Apa karena sarapan yang lengkap dan jus yang dia minum pagi ini? Atau karena selama dua hari di akhir minggu ia punya jadwal berbeda dari biasanya? Selama dua hari, akhir minggunya dipenuhi dengan belanja dan mengisi stok kulkas, membersihkan rumah dan menemukan kegiatan-kegiatan yang menarik. Merawat rumah ternyata tidak seburuk itu. “Eh, baru datang?” Toro sudah menunggu di depan ruangannya yang terkunci. Pria yang sudah beristri itu bersedekap dan memicing heran. “Tumben telat.”“Masih ada waktu sepuluh menit.” Fathul melirik arloji di pergelangan kiri sambil membuka pintu ruangannya. “Biasanya lu datang 30 menit lebih awal, bahkan datang lebih pagi daripada satpam.” Toro mengekori Fathul

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-14
  • Istri Sumbangan   21. Makan Siang untuk Suami

    Untuk kedua kalinya, Raihanah menapaki lantai lobi InstaFood. Tujuannya langsung mengarah ke ruangan yang dikelilingi oleh kaca transparan. Petugas yang sama yang ia temui dulu langsung terkejut sesaat ketika Raihanah masuk. Seperti kata Fathul, mereka sudah tahu kalau Raihanah adalah istri pria itu. Jadi, Raihanah merasa dirinya tidak perlu berhati-hati untuk menghindari gosip. “Pak Fathul ada, Mbak Rachmi?” Raihanah tak pernah melupakan senyum cerahnya yang melunturkan kekesalan Rachmi saat itu juga.Amboi, suaranya merdu kali! Rachmi sampai menahan napas. Pantas saja Pak Fathul kepincut. “Sa-saya telepon dulu, Bu.”Raihanah tersenyum tipis, bergeser dan mempersilakan pengunjung lain yang berada di belakangnya maju. Rantang yang dibungkus kain putih ia jaga dalam pelukannya. “Pak Fathul akan turun sebentar lagi, Bu.” Rachmi jadi canggung. Dia memang menyukai Pak Fathul sejak dulu, berharap dilirik dan menjadi pendamping pria itu, tapi agaknya cukup sulit untuk membenci wanita ya

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-14

Bab terbaru

  • Istri Sumbangan   43. Hati yang Hangat

    “Tapi istri seperti Raihanah tidak pantas disumbangkan. Dia terlalu baik dan nyaris sempurna untuk diberikan pada adik tiri rendahan seperti saya.”Sampai di situ, Fathul memutar tubuhnya kembali dan cepat-cepat meninggalkan kamar sebelum sempat melihat ekspresi bersalah di wajah Ramlah. Dulu saat menatap anak itu, diam-diam Ramlah memberikan tatapan penghakiman agar anak itu sadar bahwa ibunya sudah merebut tiang rumah orang lain. Tapi sepertinya apa yang dia lakukan dulu begitu membekas di hati anak itu hingga sekarang. “Bang Misan, kebaikan yang kau berikan pada orang lain, menciptakan luka di hati banyak orang.”Hati Ramlah terenyuh. Matanya terasa pedih menahan genangan air yang siap tumpah. “Selama puluhan tahun, kupikir kau sengaja mendua karena aku tak cukup cantik dalam pandanganmu, tak cukup baik, dan tidak cukup sempurna menjadi istrimu. Ternyata kau hanya membantu wanita itu dan tak pernah menyentuhnya sekalipun. Maaf karena telah berburuk sangka selama puluhan tahun

  • Istri Sumbangan   42. Istri yang Tak Pantas Disumbangkan

    Fathul mengetuk pintu kamar sebelah sembari memegang nampan berisi sup ayam, nasi, dan segelas air. “Masuk.” Ia perlahan mendorong pintu dan menemukan Ramlah yang sedang berjalan dengan hati-hati sambil berpegangan pada dinding. Sepertinya ia baru saja dari kamar mandi. Fathul berdiri mematung sampai Ramlah duduk di tepi ranjang. Mata mereka bertemu dan saling berpandangan. Fathul menemukan kepasrahan dalam mata wanita itu. “Tidak usah repot-repot.” Fathul meletakkan nampan di atas nakas lalu mengambil bungkusan obat di laci ketiga. Satu per satu butiran pil ia keluarkan dari kemasannya. Lima butir obat diberikannya pada Ramlah. “Hanah tidak bersalah," ucap Fathul tiba-tiba.Ramlah mematung dengan gelas di tangan kiri dan obat di tangan kanan. Dilihatnya tekad yang besar di mata anak itu. “Sayalah yang mengejarnya lebih dulu. Saya yang jatuh cinta dengannya pertama kali.” “Melihatmu repot-repot datang untuk menjelaskan itu, membuatku seperti mertua yang egois dan jahat.”“Mesk

  • Istri Sumbangan   41. Semakin Jatuh Cinta

    “Aku cukup kaget karena Nak Fathul tiba-tiba menghubungi dan meminta bertemu. Bagaimana kabar istrimu?”Di mushola pesantren Al-Jannah—tempat yang sama saat dia melakukan akad pernikahan bersama Raihanah—Fathul menemui Ustadz Ridwan. Senyum pria yang sebaya dengan Misan Malik itu selalu saja terlihat bijak. Setiap kali melihatnya, Fathul sering kali teringat dengan Misan.“Saya minta maaf kalau sudah menyita waktu Ustadz.”“Nak Fathul adalah putra dari sahabatku, tidak mungkin aku menolak. Nah, kapan pun kamu meminta untuk bertemu, Insya Allah aku akan selalu menyediakan waktu.”“Terima kasih, Ustadz.” Fathul mendapatkan tepukan ringan yang terasa hangat di punggung. Ia memperbaiki posisi duduk, menunduk dalam-dalam dan memasang wajah yang serius. “Sebagai istri yang diamanatkan oleh Lukman agar saya menjaganya, bolehkah saya menaruh perasaan padanya, Ustadz?”Ustadz Lukman menatapnya lama lalu sekejap kemudian bernapas lega. “Tak ada yang salah dengan mencintai istri sendiri, Nak.

  • Istri Sumbangan   40. Menerima Seutuhnya

    “Akhirnya aku menemukan rumahku.” Raihanah tertegun, dia uraikan pelukan mereka untuk mencari tahu maksud perkataan pria itu. Yang ia tangkap pertama kali adalah tatapan hangat nan intens yang Fathul lemparkan padanya. “Aku tidak tahu, tapi kamu seolah selalu bisa mengerti semua isi hatiku dengan baik. Apa rahasianya, hm?” Raihanah tak mampu mengantisipasi serangan perasaan yang tiba-tiba menyelimuti hatinya. Harusnya ia tak melangkah sejauh ini. Mestinya dia tidak memberikan harapan sebesar itu pada Fathul. Jari pria itu mengusap pipinya. Entah kapan kening mereka tiba-tiba menyatu hingga ia bisa merasakan embusan napas Fathul di wajahnya. “Apakah aku diizinkan?” Raihanah memejamkan mata, merasakan pergolakan batin yang hebat dalam dirinya. Sekarang dia adalah istri Fathul, istri yang sah secara agama dan negara. Saat pria itu menyentuhnya, Raihanah merasa baik-baik saja. Ia merasa tak keberatan. Maka Raihanah mengangguk pelan. Membiarkan kala Fathul membuka mukenanya hingga h

  • Istri Sumbangan   39. Menemukan Rumahku

    Untuk pertama kalinya setelah memutuskan tinggal di apartemen ini, akhirnya Raihanah bisa berdiri sebagai makmum. Di depannya Fathul mengangkat tangan sebagai permulaan sholat mereka. Punggung pria itu tampak tegang. Suaranya bergetar ketika memulai bacaan Al-Fatihah. Dalam tundukan kepalanya, Raihanah sempat terpaku mendengar lantunan ayat yang indah, merdu dengan tajwid yang benar dan pelafalan yang jelas.Fathul sudah sangat lama tidak melakukannya. Rasanya seperti berada dalam kegelapan. Namun, tak menyesakkan sama sekali. Pikirannya tenang dan tak tercampur dengan apa pun. Aliran darahnya bagai air yang mengalir pelan. Ini adalah gelap yang menenangkan. Seusai doa diaminkan, pria itu berbalik. Memperlihatkan wajahnya yang sendu dengan sorot mata yang kebingungan. Napasnya terhela dengan berat. Ia menatap Raihanah seolah meminta pendapat soal caranya mengimami. Raihanah meraih tangan Fathul dan mengecupnya, menempelkannya di kening cukup lama dan mendoakan dalam hati semoga Fat

  • Istri Sumbangan   38. Cerita di Sepertiga Malam

    Raihanah bangun di sepertiga malam dan mendapati ada lengan yang melingkar di perutnya. Untuk waktu yang lama ia terdiam kaku. Mengingat dirinya sedang di posisi apa sebelum tidur. Seingatnya Fathul menautkan jari jemari mereka seperti kemarin malam lalu mengobrol sejenak kemudian tertidur. Jantung Raihanah hampir mencelos keluar. Ia bekap mulutnya agar tak mengeluarkan suara apa pun. Perlahan dengan tangan gemetar, Raihanah mencoba melepaskan belitan Fathul. Mengangkat lengan yang berat itu dengan hati-hati. Fathul bergerak. Spontan Raihanah berhenti. Setelah memastikan Fathul tidak bergerak lagi, ia meletakkan tangan pria itu sambil berusaha tidak membuat suara apa pun.Ia mengambil wudhu lalu menggelar sajadah di samping ranjang. Menunaikan Tahajud dan mendoakan agar Fathul diberikan hidayah dan keberanian untuk menggapai iman. “Ya Malik, Ya Quddus, hamba memohonkan hidayah dan petunjuk untuk suami hamba.” Diliriknya Fathul yang tengah tertidur dengan lelap. “Dia bukan pria yang

  • Istri Sumbangan   37. Takluk

    “Katanya lo telat hari ini–yang mana nggak pernah lo lakuin selama kerja di kantor ini–dan lebih gilanya lo bilang tadi pagi lo nyiapin waktu buat dengerin omelan istri. What the–” Toro melongo hebat ketika melihat ekspresi dingin yang runtuh seperti gurun es yang disinari cahaya matahari itu. Rahang Toro hampir mencapai lantai. “Apa gerangan yang terjadi?” Dipasangnya ekspresi paling serius. Fathul malah cuek. “Apa ada masalah? Belum pernah diomeli istri, ya?” Toro memasang ekspresi jijik. Kenapa ada orang yang terlihat sebangga itu habis diomeli istri? “Ngomel mah tiap hari, tapi perasaan gue nggak pernah senyum-senyum begitu habis diomelin. Lo ada masalah kejiwaan apa gimana? Istrinya Lukman bikin lo pusing tiap hari, ya?”“Dia istriku, bukan lagi istri Lukman.”Toro mengernyit. Seingatnya beberapa bulan yang lalu, saat Toro juga menyebut Raihanah sebagai istri Lukman, Fathul tidak menampakkan respons apa pun. Kenapa pria itu malah mengeraskan wajah sekarang?“Oke, sakarepmu.”

  • Istri Sumbangan   36. Omelan Istri

    Setelah mengantar Ummi kembali ke kamar, Raihanah menarik kaki ke kamar Fathul saat mendengar suara berisik dari dalam. Kamar pria itu sangat berantakan. Pakaian, kertas-kertas, dan buku bertebaran. Didapatinya Fathul sedang berdiri dengan kemeja yang kerahnya terangkat dan tidak terkancing sepenuhnya serta rambut yang belum tertata. Pria itu menyorotnya dengan bingung. “Butuh bantuan?”Fathul melirik lantai di sekitarnya dan merasa sedikit malu. Kamarnya sudah seperti kapal pecah. “Saya cari dasi.” “Dasi warna apa?” Raihanah maju, menunduk di antara laci-laci lemari pria itu. “Abu-abu gelap. Mungkin ketinggalan di tempat laundry.”Fathul mendapatkan helaan napas Raihanah lima detik kemudian. “Makanya biar ana yang cuci. Apa sudah antum susun di tempatnya? Dasi harus disatukan dengan dasi juga. Jangan bercampur dengan yang lain.” Wanita itu mulai mencari-cari di tumpukan pakaian yang tidak terbentuk susunannya itu. Fathul terdiam kaku mendengar omelan itu. Raihanah sampai mendeca

  • Istri Sumbangan   35. Pendekatan

    Pukul 5.30 ketika Raihanah keluar dari kamar, ia berpapasan dengan Fathul yang kebetulan juga sedang membuka pintu kamarnya. Dengan jaket dan kaos serta celana olahraga pendek dan sepatu, pria itu pasti ingin berolahraga.Namun, anehnya Raihanah malah merasa canggung untuk sekadar menyapa. Ada apa dengan dirinya? Ia tiba-tiba mengingat soal semalam. Dalam sekejap pipinya memerah.“Pagi.” Fathul malah menyapa lebih dulu dengan senyuman.“Ya, pagi,” cicit Raihanah, terlihat seperti tikus yang hendak kabur dari kejaran kucing.“Mau jalan-jalan pagi?”Raihanah menoleh kaget. “Hm?”“Jalan-jalan pagi berdua dengan saya.”Ditatap dengan mata penuh harapan itu membuat Raihanah mengalihkan muka dengan salah tingkah. “Ana mesti masak untuk sarapan.”“Kita bisa beli di luar.”“Ummi sendirian di kamar–” Raihanah terdiam, menemukan ide yang sangat brilian. “Bagaimana kalau jalan-jalan bertiga? Ummi cukup lama tidak keluar.”Fathul tampak berpikir. Sinar harapan di matanya agak pudar. “Boleh.”“Kal

DMCA.com Protection Status