Beranda / Romansa / Istri Simpanan Sang CEO / 31. Ternyata Afan Sepupu Intan

Share

31. Ternyata Afan Sepupu Intan

Penulis: Roesaline
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

     Ishita senang tanpa diminta Ahem bersedia menemaninya bertemu ayahnya. Sejak Herlambang tersadar dari koma, dia ingin bertemu dengan Ishita dan suaminya. Karena keadaan yang tidak memungkinkan membuat Ishita selalu menghindar. Harus dengan sakit begini, baru bisa terpenuhi keinginannya bertemu dengan putri sulungnya bersama suaminya. Kebetulan mereka belum pernah bertemu. Karena koma, maka pamannya, adik dari ayahnya sebagai wali nikah mereka.

    "Besuk kita berangkat pagi saja ya, sama jam kantor, agar kita santai di perjalanan." Usul Ahem.

    "Iya Pak Raden, lebih pagi malah enakan sih udaranya dingin." sahutnya.

    "Iya ya lebih pagi lagi bolehlah, habis subuhan gitu." Ahem menimpali.

    "Tapi kalau pagi sekali, gimana cara kamu pamit sama istrimu? Pasti dia akan curiga dan kamu akan kena masalah." Ujar Ishita.

    "Udah itu urusanku, kamu tidak usah ikut memikirkannya!" hibur Ahem."Aku akan menjemputmu jam setengah lima!" lanjutnya.

    Ishita hanya mengangguk dengan tersenyum manis. Tak sadar dia memandang Ahem dengan kagum. Dan Ahem membalasnya dengan senyuman penuh sayang. Tangannya mengelus rambut Ishita penuh cinta, sambil berbisik,

    "Aku kagum sama kamu, badan semungil ini mengandung kembar tiga dan kamu tetap kuat tanpa mengeluh. Kamu seorang ibu yang hebat, Ishi!" 

    Nafas hangat Ahem terasa di pipi dan telinganya, membuat Ishita terperanjat menahan merinding bak tersengat listrik. Sontak Ishita menarik lengan Ahem, sehingga membuat tubuh Ahem yang tidak siap terpelanting hampir menindih Ishita. Dan bibirnya menempel di pipi Ishita. Untung tempat itu VVIP sehingga tidak seorangpun melihatnya.

    Ahem menatap tajam, Ishita pun membalasnya. Tatapan penuh cinta dan rindu. "Aku merindukanmu, Ishi,  dadaku berdebar-debar hingga terasa sesak. Aku ingin memelukmu!" Batinnya.

    "Kak Ahem, kalau saja kamu mau  berterus terang mengakui kalau kamulah suamiku, tentu aku akan memeluk dam menciumimu ...aku merindukanmu, Kak Ahem! Aku tersiksa sekali dekat denganmu tapi tak berani menyentuhmu!" pekiknya dalam hati.

    Dret...

    Dret...

    Dret...

    Ponsel Ahem berdering, dari layar nampak profil Wahyu. Ahem segera menarik tubuhnya dan berdiri mengangkat telepon.

    "Iya Wahyu?" sapanya setelah  teleponnya diangkat.

    "Pak Bos, Nyonya Intan sekarang di hotel." Ujar Wahyu.

    "Apa?"

   "Sekarang dia lagi bicara sama Afan?" Kata Wahyu.

    "Baik, sekarang juga aku kembali ke hotel." Ujarnya datar, kemudian menutup telepon.

    "Ishi, aku antar kamu pulang ya, aku harus segera kembali ke hotel." tawar Ahem.

    "Aku naik taksi saja Pak Raden, kayaknya kamu lagi buru-buru kan?" tolak Ishita.

    "Tidak juga, aku antar saja, jangan naik taksi. Kamu lagi hamil aku tidak mau kamu tidak nyaman. Lagian tadi aku jemput kamu di rumah, otomatis aku harus antar kamu sampi rumah juga. Ayo...!" ajaknya sambil meraih tangan mungil Ishita untuk digandengnya.

    Ishita terdiam dan menurut apa yang dilakukan Ahem terhadapnya. Ahem membukakan pintu mobil dan meminta Ishita duduk. Sesaat mobil melaju,  mereka sama-sama diam terpaku dengan alam pikiran mereka masing-masing. Hanya sebentar-sebentar mata mereka saling melirik.

    "Kamu tipe suami takut istri ya?" tanya Ishita tiba-tiba memecahkan kebisuan mereka.

    "Tidak juga, aku hanya menghindari konflik. Aku bisa bermasalah dengan oran lain, tapi tidak dengan keluargaku." jawab Ahem datar.

    Mobil sudah berhenti di halaman rumah kos Ishita. Ahem turun untuk membukakan pintu mobilnya.

    'Kamu istirahatlah yang cukup, besuk kita perjalanan jauh!" pesan Ahem.

    "Apa alasan saya ijin nanti, Pak Raden?" tanya Ishita.

    "Udah itu urusanku, masuklah!" perintah Ahem sambil tersenyum.

    "Tidak, kamu aja yang pergi duluan, baru aku masuk!" jawab Ishita.

    "Ayolah!" desak Ahem sambil melambaikan tangannya.

    "Tidak!" bantahnya.

    "Dasar keras kepala!" hardik Ahem sambil masuk mobil dan mulai melajukan mobilnya sambil kemudian melambaikan tangannya. Berharap Ishita duluan yang masuk rumah, baru kemudia dia pergi, tapi Ishita berharap sebaliknya.

    ***

    Intan diajak Afan masuk ke ruangannya. Ternyata Afan adalah sepupu Intan, karena papa Afan adalah adik kandung mamanya Intan.

    "Tumben Mbak Intan cari aku? Ada apa?" tanya Afan penasaran.

     "Apa Ishita kerja sama kamu?" 

     "Kok Mbak Intan kenal sama Ishita? Iya, dia anak buahku, ada apa Mbak?" tanya Afan menyelidik.

    "Dia sedang hamil, aku ingin kamu pindahkan dia ke dalam, Carikan pekerjaan yang tidak membuatnya capek!" titah Intan.

    "Kok sepeduli itu kamu sama Ishita? Emang kamu siapanya Ishita sih?" tanya Afan menggoda.

    "Afan, jangan kepo dong!" hardik Intan.

    "Jangan-jangan kamu ya yang menyewa rahimnya Ishita." Kata Afan berbisik.

    "Bagaimana kamu tahu, apa dia bercerita padamu?" 

    "Ya iyalah, aku kekasihnya." Jawab Afan tegas.

     "Apa? Kamu tidak lagi berbohong kan, Afan?" tanya Intan tak percaya.

    "Setelah melahirkan bukankah Ahem akan menceraikannya? Aku akan menikahinya setelah masa Iddah habis. Aku mencintainya mbak." Jelas Afan.

    "Sejak kapan kamu mencintainya?"

    "Sejak dia hamil delapan minggu. Dan dia menceritakan bahwa dia sedang menyewakan rahimnya untuk seseorang. Tak menyangka ternyata penyewanya adalah CEO nya sendiri." Jawabnya mengejek.

    "Apakah Ishita tahu itu?" tanya Intan khawatir.

    "Belum, tapi sekarang aku tahu, dan sebentar lagi Ishita bakal tahu." Ujarnya.

    "Jangan sampai tahu, Afan! Kalau sampai dia tahu dan akhirnya lebih memilih Ahem, kamu pasti akan dicampakkan." Kata Intan menakut-nakuti.

    "Aku lebih kasihan ke kamu, jangan-jangan kamu yang di campakkan?"

    "Afan!" bentak Intan marah.

    "Oh ya, kamu jangan khawatir Mbak Intan, Ishita sudah saya pindahkan. Sesuai seperti yang Mbak Intan angan-angankan. Kamu awasilah suamimu, aku awasi Ishita disini!" titah Afan.

     Tok...

     Tok...

     Tok...

     "Ngapain kamu di ruangan Afan?" tanya Ahem penasaran, yang tiba-tiba muncul didepan mereka.

     "Mas, tadi aku mau ke ruanganmu, tapi ketemu sama Afan jadi cerita deh kemana-mana. Kita udah lama nggak ketemu." Jawab Intan berbohong.

    "Udah belum ngobrolnya? Kalau belum aku tunggu di ruanganku ya?" 

    "Udah kok, ayo ke ruanganmu aja, ada yang ingin aku bicarakan!" Ujar Intan sambil menggandeng tangan Ahem berjalan menuju ke ruangannya.

    "Pasti kamu ingin menceritakan apa yang terjadi di rumah sakit tadi. Kamu menampar Ishita hingga separah itu. Aku tidak akan mengampunimu." Pikir Ahem dalam hati.

     Semua mata memandang sang CEO dan istrinya. Selain pasangan yang serasi, postur tubuh Intan tinggi dan sintal, postur sang model.

     Mereka berdua masuk ke ruangan CEO, dan Ahem mengambilkan minuman dingin dari kulkas dan menyerahkannya kepada Intan.

    "Minumlah!" ujar Ahem sambil menyerahkanya.

    "Bagaimana hasil USG nya, apakah kamu membawakannya untukku, sayang?" tanya Ahem penasaran.

    "Iya sayang, nih lihat!" katanya sambil menyodorkan tiga lembar foto USG.

    Ahem terpana, tak terasa tiba-tiba matanya perih karena air yang menggenang di matanya. Rasa bahagia yang benar-benar tak terlukiskan. Satu persatu foto itu ditatapnya dengan haru, diulangi dan diulanginya lagi dengan senyum mengembamg.

    "Kamu tahu Ahem, bulan depan kita sudah bisa melihat jenis kelaminnya. Aku ingin dua cowok dan satu cewek sayang!" kata Intan bahagia.

    "Intan apa kamu tidak tanya sama Ishita, apakah dia menginginkan anaknya atau tidak. Jangan-jangan dia juga ingin merawatnya. Kita jangan serakah dengan meminta semuanya." Ahem mengingatkan.

    'Tidak Ahem, aku akan membayarnya berapapun yang dia minta, asal anak itu semua milikku. Aku tidak mau dia mengasuh anakmu. Aku tidak mau ketiga anak itu tercerai berai!" ungkapnya dengan kesal.

    "Apakah dia setuju?" sahutnya bertanya.

    "Tidak, kita tadi berdebat. Dia mau licik sayang. Dia mau mengasuh kedua bayinya untuk menjeratmu, agar kamu terus merasa bertanggungjawab pada anak-anak itu. Jelas saja aku marah.... dasar sundel, akhirnya kutampar dia.... sampai sekarang tanganku masih panas." Ungkapnya emosi.

    "Kamu saja yang menampar   kesakitan, pernah kepikiran tidak yang kamu tampar gimana?" hardik Ahem.

    "Sayang, kok jadi belain dia sih?" hardik Intan cemburu.

    "Dia lagi hamil anak kita Intan, gimana kalau terjadi sesuatu padanya juga anak-anak kita. Kendalikanlah emosi kamu!" hardiknya kesal.

    "Iya deh sayang, maaf! Aku cemburu sih dia bicara macam-macam!" ujarnya pura-pura menyesal.

    "Ya udah sayang, kita pulang aja yuk! Besuk pagi aku ngantar Enggar ke kampung. Kamu mau ikut sekalian sayang?" tawar Ahem basi-basi, karena Ahem yakin Intan paling anti bepergian ke kampung.

    "Aduh sayang, aku lagi janjian sama teman-teman datang ke ulang tahun Titin. Maaf ya lain waktu deh....!" Jawab Intan.

    Dan jawaban itulah yang sedang ditunggu-tunggu Ahem. 

   "Ya udah tidak apa-apa, yuk kita pulang aja." Ajak Ahem sambil menarik tangan Intan.

    "Oke." Jawab Intan menyambut tangan Ahem. Dan akhirnya mereka berdua berjalan beriringan keluar ruangan.  Semua mata menatap iri melihat keserasian dan kemesraan mereka berdua.

    ***

    Ahem bangun pagi sekali, dia begitu pelan bersiap-siap agar Intan tidak terbangun. 

    Ishita sudah menunggu di depan pintu rumah kos. Dan tak lama kemudian Ahem pun sampai, tepat pukul setengah lima.

    "Assalamualaikum Pak Raden!" sapa Ishita.

    "Waalaikum salam, Ishi!" jawab Ahem.

     Ahem meminta koper dari tangan Ishita untuk di tariknya dan tangan kanannya merangkul pundak Ishita. Mereka jalan beriringan menuju mobilnya. Seperti biasa Ahem membukakan pintu mobil dan mempersilahkan Ishita duduk. Ishita diperlakukan bak cinderella.

     Mobil melaju dengan santai, tidak terlalu kencang. Hati Ahem saat ini begitu gembira. Dia siap andaikata hari ini sandiwaranya harus terbongkar. Dia sudah capek, Ahem merasa lebih cepat terbongkar lebih baik. 

     "Kamu lapar, Ishi? Kita cari sarapan dulu?" tanya Ahem sambil menatap Ishita.

    "Nanti saja Pak Raden, kita cari di rest area!" usul Ishita.

    "Tidurlah dulu, mungkin kamu masih mengantuk!" tawarnya sambil mengusap lembut rambut Ishita.

    Perhatian ini membuat salting Ishita."Seandainya mungkin, aku ingin bermalas-malasan di dadamu, Kak Ahem. Pasti nyaman dan hangat....!" pikir Ishita dalam hati.

     Dinginnya AC memang membuatnya mengantuk, sehingga Ishita benar-benar ingin tidur. Ahem melirik Ishita yang terdiam menunduk ternyata sudah kembali tertidur. "Kamu bangun jam berapa Ishita? Sebegitu ngantukkah?" Pikir Ahem dalam hati.

    Diberhentikan mobilnya sebentar, menata jok di setel untuk nyaman tidur. Dan jas Ahem dilepas diselimutkan ke tubuh Ishita. Dibelai rambut Ishita penuh sayang. Sebenarnya Ishita merasakan semua itu, tapi dia tidak mau bangun karena takut Ahem mengurungkan sikap romantisnya kepadanya. Sehingga dia masih harus berpura-pura tertidur. Diusap lembut pipi Ishita dengan sayang.

Apakah Herlambang akan mengenali Ahem sebagai anak Hendrakusuma?

     Bersambung....

Bab terkait

  • Istri Simpanan Sang CEO   32. Pertemuan Ahem Dan Herlambang

    Ahem sudah satu jam lebih melajukan mobilnya. Ishita benar-benar mulai terlelap dalam tidurnya. Sebentar-sebentar tangan Ahem, membelai rambutnya, kemudian mengelus pipinya. "Kamu imut sekali, sayang!" gumamnya lirih. Kemudian tangannya meraba perut Ishita sambil tersenyum dia berkata, "Apa kalian juga tidur seperti mama? Papa nyetir sendirian nggak ada yang menemani sayang....!" keluh Ahem berbisik. Tapi sontak tangan Ishita mendekap tangan Ahem yang sedang menumpang di perutnya. Tangan besar dan kekar itu di dekap semakin erat dengan kedua tangan Ishita yang mungil. Dan Ahem mulai menyatukan jemari tangannya ke dalam jemari Ishita, sambil tersenyum puas. "Kamu sudah bangun Ishi?" tanya Ahem sambil menatap intens Ishita. Ishita tidak menjawab, dia menikmati genggaman jemari kekar Ahem. Sentuhan tangan Ahem sangat membuatnya nyaman dan bahagia. "Kalau begini aku pergi ke

  • Istri Simpanan Sang CEO   33. Rahasia Yang Terbongkar

    Ahem terperanjat kaget menerima pertanyaan mengenai orang tuanya. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Ahem berpikir, andai ayah Herlambang tahu aku adalah anak dari orang yang menghancurkan hidupnya, apa yang terjadi? "Papa dan Mama saya ada di Amerika, Ayah. Minggu ini mereka akan pulang ke Indonesia. Karena mereka bahagia akan mendapat cucu." Ujar Ahem menjelaskan. "Ini juga cucu yang pertama buat mereka?" tanya Herlambang. "Iya ayah, ini cucu yang pertama kembar tiga pisan. Papa dan Mama sangat bahagia. "Alhamdulillah..... kembar tiga? Benarkah itu Ishi sayang?" tanyanya tak percaya. "Iya Ayah, doakan Ishita sehat ya Ayah! Ishita takut sekali ayah!" keluhnya bersedih. "Jangan takut sayang, aku selalu disampingmu!" kata Ahem lembut dan sayang. "Untung suamimu sayang sekali sama kamu? Kamu tidak usah khawatir! S

  • Istri Simpanan Sang CEO   34. Persekongkolan Afan dan Intan

    Ahem kembali mematuk bibir merona dan sexi Ishita. Bahkan kali ini dia melumatnya, mencurahkan rasa rindu yang lama bergelora. Jantung mereka berdua berdesir, tangan Ishita menggelayut kuat di leher Ahem. Seolah mengungkapkan bahwa dia tak ingin melepas pagutan itu. Bagai magnet yang saling menarik dan tak mau melepas. Akhirnya Ahem membopong tubuh Ishita masuk ke dalam kamar. Perlahan direbahkan tubuh mungil itu di atas kasur sambil terus menikmati pagutan bibir manis dan lembut itu. Ciuman Ahem turun ke leher yang putih. Kini dia bisa mencumbu istrinya dengan menatap tanpa menutup mata seperti beberapa bulan yang lalu. Tapi Ishita masih menikmatinya dengan memejamkan matanya. Perlahan Ahem membuka resleting di bagian dada Ishita. Begitu resleting itu terbuka nampak bra ungu renda-renda amat cantik dengan gunung putih mungil yang indah berisi. Ahem semakin terbakar gairah birahinya. Seluruh tubuhnya bak teraliri

  • Istri Simpanan Sang CEO   35. Sebuah Pernyataan Afan

    Akhirnya pagi sekali Afan sudah sampai di kantor. Tak lama kemudian disusul Intan. Tok... Tok... Tok... "Pagi Afan?" sapa Intan setelah mengetuk pintu ruangan Afan. "Kamu? Sepagi ini apa yang kamu lakukan disini, Nyonya Intan?" tanya Afan heran. "Ah udah jangan basa-basi! Ini surat nikah, ini akan membantumu." ujar Intan sambil menaruh dua buku nikah. Afan mengambil dua buku nikah itu dan dibukanya dengan penasaran. "Buku nikah palsu? Aku tidak membutuhkannya, untuk apa ini?" ujarnya kesal. "Kamu membutuhkannya Afan. Bagaimana mungkin pernyataan sepihak tanpa bukti? Nanti dikira omong kosong. Coba lihat mana cincin kawin kalian? Ndak punya kan, siapa yang percaya coba?" ujar Intan menyakinkan.

  • Istri Simpanan Sang CEO   36. Ahem Cemburu

    Ahem geram dengan kelakuan Afan dan Intan. Dia yakin bahwa Intan yang paling pandai bersiasat. Ahem bisa menduga apa yang sedang dipikirkan Intan. Dengan cara ini dia menjauhkan dari Ishita. Karena dengan pengumuman di kalangan kantor, berarti membatasi Ahem mendekati Ishita. Karena orang-orang kantor tahunya bahwa Ishita istri Afan. Perjalanan sangat jauh dan melelahkan, tapi tidak membuat Ahem kesal justru ini saat-saat kebersamaan yang langka terjadi. Dia memandang istrinya yang lagi pulas tertidur. Dengan tangan kirinya dia membelai pipi yang halus dan membelai rambut Ishita. Kemudian tangannya meraba perut Ishita dan mengelus-elus nya. "Sayang, kalian lagi pada ngapain? Temeni papa ngobrol dong, biar papa tidak ngantuk?" ujar Ahem masih terus mengelus-elus perut Ishita dan hatinya begitu terharu. "Mama pasti capek gendong kalian bertiga...tuh tidurnya pules banget." Bisiknya kemudian mengelus pip

  • Istri Simpanan Sang CEO   37. Ulang Tahun Ahem

    Bersama Wahyu akhirnya mereka survei melihat rumah itu. Salah satu rumah yang ditunjukkan Wahyu masuk kriteria Ahem. Dan akhirnya Ahem membelinya untuk Ishita. Tipe minimalis tapi dengan fasitas yang lengkap serta halaman yang sangat luas. Kebun belakang rumah juga sangat luas. Rencananya Ahem akan menanam aneka buah-buahan di kebun belakang, agar nyaman dan asri serta bermanfaat di rumah. Pasti menyenangkan apalagi kesukaan Ishita makan buah-buahan. Hari itu juga orang kantor datang untuk menyelesaikan pembayaran dan administrasinya dibantu Wahyu. Kemudian setelah semua selesai, mereka berdua langsung menuju bandara. Kebetulan bersamaan itu kedua orang tuanya juga baru saja muncul dari pintu keluar. "Mama?" sapa Ahem sambil memeluk mamanya penuh kerinduan dua tahun sudah mereka tidak bertemu. Menyusul kemudian papanya, dia memeluk erat anak lelakinya. Wahyu membawa dua

  • Istri Simpanan Sang CEO   38. Malam Pesta Ulang Tahun

    Intan datang ke hotel untuk memeriksa persiapan untuk nanti malam. Dirasa semua sudah siap dan hampir tercapai 90 persen. Kini dia ingin menemui Ahem di ruangannya, membicarakannya kepada Ahem. Ahem duduk melamun, dia tidak menyadari kehadiran Intan yang sudah berdiri di depannya. Intan juga melihat kado yang sudah dibuka berserakan di atas meja kerjanya. "Ih melamun, lagi melamun apa sih?" tanya Intan. Dan Ahem terbelalak kaget, dia menjadi salah tingkah. "Bagaimana persiapan acaranya?" tanya Ahem asal karena gugup. "Baik. Semua sudah siap hampir fix." jawab Intan. "Wuih kado dari mana nih?" tanya Intan sambil membuka kado itu karena kepo. Tanpa sepatah katapun Ahem membiarkan Intan melihat isi kado dari Ishita. Dia tidak mau lagi menyembunyikan apapun yang berkaitan dengan Ishita. Dalam hatinya berpikir bahwa Intan harus terbiasa dengan ke

  • Istri Simpanan Sang CEO   39. Kenangan Terindah Di Party

    Tamu undangan sudah berdatangan. Tak menyangka kalau Intan membuatkan pesta semeriah ini untuk Ahem. Bukan saja Ahem yang terkejut, tapi kedua orang tua Ahem pun sangat terharu. Acarapun segara di mulai karena hari sudah menjelang malam. Seorang MC memulai memandu acaranya. Setelah berdoa acara berikutnya adalah memotong kuenya. MC mempersilahkan Ahem dan orang yang dicintainya mendekat untuk mengucapkan selamat dan menyuapi kue kepadanya. "Tiup lilinnya...tiup lilinnya...tiup lilinnya sekarang juga...sekarang juga... "Selamat ulang tahun sayang, semoga panjang umur dan kita berbahagia selamanya," ucap Intan sambil memeluk Ahem dengan penuh cinta. "Terima kasih sayang, kamu sudah membuat acara sebesar ini buatku. Dan terima kasih juga kamu sudah menjadi istri terbaikku." Ahem dengan berkaca-kaca membalas ucapan Intan. &

Bab terbaru

  • Istri Simpanan Sang CEO   87. Akhir Cinta Sejati

    Indrayana dengan menahan geram dan benci menatap Ahem dan Ishita bergantian. "Jangan sakiti dirimu sendiri, Sayang! Hanya demi lelaki tak punya hati dan pelakor murahan seperti dia! Biarkan papa yang melakukannya, anakku!" Indrayana menenangkan Intan. "Tidak Pa, biarkan aku mati bersama anak kesayangannya ini!" ujar Intan masih mencengkeram Saga dan perlahan melangkah mundur. "Berhenti, Mbak! Hati-hati jangan lakukan itu! Bicaralah apa yang harus aku lakukan, katakan!" teriak Ishita tercekam panik. "Apa kamu saja yang melompat dari sini, menggantikan anak kamu?" tawar Intan. "Kamu gila ya! Kenapa tidak kamu saja yang melompat sendiri?" sahut Affan berteriak. "Oh ya kamu masih hidup, Affan? Lantang sekali suara kamu, udah sehat?" tanya Indrayana mengejek. "Malang sekali Intan punya orang tua sebengis kamu, tidak salah kalau Intan menjadi seperti itu, ternyata karena mencontoh orang tuanya," olok Affan. "Biarkan aku

  • Istri Simpanan Sang CEO   86. Yang Mana Cinta Sejati

    Ahem menatap Affan dengan kebencian yang ditahan. Dia tidak bisa melihat orang yang paling dicintai ada di dekatnya. Tapi Ahem melihat semua mata tertuju padanya, dia merasa harus bisa mengendalikan perasaannya. "Kabarku, baik," jawab Ahem sambil menyambut tangan Affan. "Kamu sendiri kelihatannya sehat-sehat saja," lanjutnya. "Iya beginilah," jawab Affan asal. "Bagaimana keadaanmu, Kak Nazim? Maaf kamu jadi menderita gara-gara keluargaku," kata Ishita lembut. "Jangan begitu, Ishi! Selamat ya, semoga kamu bahagia," ucap Nazim. "Terima kasih, Kak Nazim." Ishita kikuk akan menyapa Ahem, tapi karena dia adalah tamu yang datang belakangan, harusnya dia menyapa semuanya tanpa terkecuali. "Kak Ahem, kok sendirian? Dimana Bella dan Arjun?" tanya Ishita basa-basi tanpa berani menatap wajah Ahem. "Ada di rumah," jawab Ahem datar, juga tanpa melihat wajah Ishita. Kini hubungan mereka tiba-tiba terasa dingin dan asing seper

  • Istri Simpanan Sang CEO   85. Akad Nikah

    Affan masih tertegun menatap Ishita yang kelelahan mengangkat baju pengantin yang panjang. Wajah cantik dan bersinar cerah bagai mutiara, membuat Affan tertegun penuh kekaguman. "Baik, kalau memang kamu menginginkan pernikahan ini dibatalkan. Aku akan menghubungi Wahyu dan kawan-kawannya agar mengatakan ini kepada tamu dan penghulu. Aku tidak mau mereka menunggu lama," hardik Ishita emosi. "Biar Pak Wahyu segera mengabarkan kepada Kak Ahem tentang batalnya pernikahan ini, biar puas dia," ujar Ishita sambil mencet telepon kepada Wahyu. "Iya Nyonya?" jawab Wahyu setelah telepon Ishita diangkat. "Pak Wahyu, tolong ...," "Hentikan Ishi!" sahut Affan berteriak. "Kita menikah, sekarang!" lanjutnya pelan sambil menatap Ishita penuh penyesalan. "Kamu yakin?" tanya Ishita ragu, kemudian menutup telepon dengan Wahyu. Perlahan Affan menghampiri Ishita kemudian mbopongnya menuju mobil. Ishita membiarkan Affan membuktikan kesungguhannya. Dia

  • Istri Simpanan Sang CEO   84. Pernikahan Yang Tertunda

    Asisten pribadi Affan membantu mengurus acara pernikahan Affan dan Ishita. Affan sudah bisa berjalan layaknya orang sehat. Apalagi di balik tubuhnya yang kuat dan kekar siapa menyangka dia punya penyakit yang mengintai nyawanya. "Tuan Affan, semua persiapan pernikahan sudah selesai. "Baiklah, terima kasih, Ali," jawab Affan. "Duduklah, Mas Affan! Kamu jangan sampai capek!" pinta Ishita. "Kamu jangan memperlakukan aku seolah aku sedang sakit, Ishi! keluh Affan. "Iya udah, yang penting kamu harus bahagia, Mas Affan. Kita sebentar lagi menikah?" ujar Ishita. "Tapi kamu sendiri bahagia juga kan?" tanya Affan penasaran. "Ya iyalah, sangat bahagia," sahut Ishita. "Menurut kamu perlukah anak-anak tahu tentang pernikahan kita ini?" tanya Affan. "Kayaknya tidak perlu deh, Mas, kan mereka tahunya papa dan mamanya suami istri. Tahu-tahu baru menikah kan menjadi tanda tanya mereka?" jawab Ishita. "Benar juga s

  • Istri Simpanan Sang CEO   83. Pertemuan Affan dan Ishita di Singapura

    Satpol PP mengirim Nazim ke rumah sakit, Kini dia terbaring tak berdaya dengan luka bakar di tubuhnya. Ishita mengetahui dari berita media sosial maupun berita di televisi. Ditemani Wahyu dan anak buahnya, Ishita menuju rumah sakit. Dia melihat Nazim tergolek tak berdaya. Dari jendela kaca Ishita hanya bisa memandangnya. "Kak Nazim, bagaimana keadaan anak-anakku?" gumam Ishita lirih. "Dimanakah mereka, Kak Nazim?" lanjutnya. Ishita masih terpaku, dia tidak menyangka kepulangannya ke Indonesia akan menemui masalah seberat ini. Ishita juga sedang memikirkan Affan yang harus menyembunyikan sakitnya karena tidak mau membuatnya bersedih. "Bagaimana keadaanmu, Ishi?" tanya Ahem yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Ishita. Ishita terdiam bergeming, dia tidak mau menatap mata Ahem. Dia tidak mau hatinya akan luluh dan melupakan Affan yang sudah banyak mempertaruhkan hidupnya. "Aku baik. Kapan semua ini berakhir, Kak Ahem? Semua ini bermula

  • Istri Simpanan Sang CEO   82. Keluarga Baru

    Tifa berdiri di dekat orang-orang yang nongkrong di pagar lokasi pemakaman Cina. Langkahnya terhenti, dia tidak jadi masuk ke lokasi dimana Nazim berbaring sakit. "Kak mau tanya, apa yang kakak ceritakan itu orang yang sedang sakit di bangunan putih dan hijau itu?" tanya Tifa sambil menunjuk ke arah sebuah bangunan yang lumayan bagus. "Iya betul seorang lelaki yang sakit di bangunan itu tadi diciduk Satpol PP,' ujar salah seorang diantaranya. Tifa sambil mengedarkan pandangannya, takut kalau ada poster yang menempel yang mengumumkan sayembara untuk menemukan dirinya. Dengan penasaran Tifa tetap menempuh jalan setapak menghampiri gubug itu. Betapa terkejutnya Tifa, dia mendapati tempat itu sudah kosong. "Om Nazim ...!" tangisnya memanggil. "Dimanakah kamu? Harusnya aku tidak meninggalkan kamu sendirian," lanjutnya. "Kamu mencari siapa, Nak?" tanya seseorang yang sedang membersihkan makam itu. "Saya mencari Om Nazim, dia om saya se

  • Istri Simpanan Sang CEO   81. Sayembara Dari Ahem

    Ahem sudah tidak mau lagi bertemu dengan Intan semenjak Bella mengirimkan rekaman video itu. Ahem bersama Bella tinggal di rumah yang dibeli Ahem untuk Ishita. Beberapa bodyguard mengamankan rumahnya. Hendrakusuma dan Wina ikut tinggal bersama karena mengawasi Bella dan merawat Ahem. Karena kecelakaan itu Ahem terkena gegar otak ringan. Tapi kini sudah berangsur membaik. Kabar mengenai Nazim dan Saga serta Tifa belum juga ada titik terang. Tapi Ahem sedikit lega karena mereka selamat dari rencana pembunuhan Intan dan Indrayana. "Kumpulkan semua bukti kejahatannya untuk menjerat mereka ke jalur hukum, Ahem," usul Hendrakusuma. "Iya Pa, kita bisa mencari celah agar saat dia melakukan kejahatan kita menangkap basah, sehingga dia tidak bisa berkelit dan hukuman yang berat menanti," ujar Ahem bersiasat "Pa, kenapa mama Ishi belum kembali bersama Saga dan Tifa?" tanya Bella sedih. "Sabar ya sayang, mama sama Om Wahyu masih mencari Om Naz

  • Istri Simpanan Sang CEO   80. Lolos Dari Rencana Pembunuhan.

    Ahem membuka video yang dikirim Bella ke ponselnya. Ternyata pembicaraan antara Intan dan Indrayana. "Pa, hidupku dalam bahaya kalau Ishita dan anaknya kembali. Singkirkan mereka secepatnya, Pa! Semua Pa, tanpa ampun, meskipun si bocah cacat yang merepotkan itu juga," pinta Intan dengan geram. "Mereka sudah menemukan persembunyiannya, kamu jangan khawatir, serahkan semuanya kepada papa!" ujar Indrayana. "Apa yang papa rencanakan?" tanya Intan. "Anak buahku membakar rumah yang ditempati mereka. Aku yakin sebentar lagi mereka terpanggang di dalamnya." jawab Indrayana. "Kalau di depan mamamu kamu jangan kelihatan membenci Affan, bagaimanapun dia adalah keponakannya," pesan Indrayana. "Iya Pa, saya mengerti," jawab Intan dengan lirih penuh siasat. "Biarkan Affan mati dengan sendirinya, kanker darah itu dengan sendirinya akan membunuhnya," ujar Indrayana. Sambil tersenyum puas. "Apa? Jadi Affan terkena kanker darah?" Ahem te

  • Istri Simpanan Sang CEO   79. Memory Yang Telah Kembali

    Akhirnya rasa kemanusiaan bisa mengalahkan kekhawatiran akan keselamatan anak-anaknya. Ahem yang terkapar tak berdaya membuat Ishita luluh. "Bagaimanapun dia adalah mantan suamiku, pasti dulu aku pun mencintaimu, kamu ganteng dan kaya,' batin Ishita. "Pak, bantu aku bawa ke rumah sakit ya? Nanti aku bayar tiga kali lipat," pinta Ishita kepada sopir taksi. "Tapi kepalanya banyak darahnya, Mbak, takutnya nanti kena jok mobil susah dibersihkan," kata sopir taksi ragu. "Jangan khawatir kepalanya aku pangku, lagian ada kain untuk bantalan kok," ujar Ishita meyakinkan. "Tapi tolong hati-hati ya, Mbak," pesan sopir taksi. "Jangan khawatir, Pak, aku janji!" jawab Ishita. "Pak, jangan berlebihan deh, bayangkan dia adalah keluargamu!" teriak salah seorang diantara mereka. "Iya Mas, baik aku tolong! Jangan nyumpahi gitu dong! Ayo bantu masukin ke mobil!" pinta sopir taksi kemudian. Begitu Ahem dibawa masuk ke taksi kepalan

DMCA.com Protection Status