Sementara itu di kediaman rumah Irsyad. Disebuah kamar yang begitu sangat mewah. Susan terlihat gelisah lalu dia menghampiri suaminya. Terlebih pikirannya tidak bisa tenang setelah Vindi tahu. "Papah terlihat sangat gelisah sekali, apa ada sesuatu yang dipikirkan?" tanya Susan berpikir melakukan sesuatu sekarang. "Ini tentang Richard. Dia tidak mau menikahi anak kita dan malah bilang mencintai anak kandungku. Apa maksudnya?" tanya Irsyad yang begitu gelisah. Susan menggelapkan tangannya ketika mendengar hal tersebut. Dia tau orang yang dimaksud oleh suaminya itu. Padahal dia sudah menyingkirkan Sabira dulu, sekarang malah saudaranya yang bikin susah. "Ada satu fakta yang belum kamu ketahui Irsyad," ujar Susan yang akhirnya memutuskan untuk memberitahu suaminya. "Apa yang tidak aku ketahui?" tanya Irsyad dengan heran. "Richard sudah menikah...""Menikah? Kenapa tidak ada undangan datang kepadaku?" heran Irsyad. Susan menggunakan kesempatan ini untuk memanas-manasi suaminya. Den
Pagi hari yang begitu menyilaukan mata, Madiya terbangun dari tidurnya dan dia sedikit terkejut ketika melihat seseorang yang ada disampingnya. Siapa lagi kalau bukan Richard. "Astaga, Richard." Madiya terkejut dan dia mencoba untuk membangunkan Richard yang kini masih saja tertidur lelap di atas kasur empuknya. Madiya bahkan sulit untuk bergerak karena Richard yang memeluk tubuhnya. Pria itu malah semakin mendekapnya seperti ini. Membuat dia yang kini malah sedikit agak gugup. Dia sendiri tidak mengerti kenapa semuanya malah jadi begini. "Hm..." Suara serak dan maskulin dari bibir manis milik Richard membuat Madiya malah berpikir aneh. "Richard, ayolah bangun. Apa kamu tidak akan pergi ke kantor?" "Hari ini weekend. Aku ingin bermalas-malasan seperti ini."Richard terus saja mengeratkan pelakunya dan dia merasa nyaman. Dekat dengan wanita itu membuat dia ingin terus berada dalam dekapannya. "Apa kamu tidak mau sarapan Richard?" tanya Madiyaz. "Aku memang lapar, tapi aku ingi
Madiya merasa bersalah pada Richard karena sudah membuat keadaan pria itu terluka. Apalagi karena sudah membantu menolong dirinya tadi yang hampir saja tertabrak oleh sebuah mobil. "Semua ini gara-gara aku. Kamu tidak akan terluka kalau tidak menolongku," ujar Madiya. "Kamu tidak usah merasa bersalah begitu. Lebih baik ambilkan obat merah."Madiya tidak banyak membatah dan dia mengambilkan kotak P3K. Dia juga mengambil air dalam baskom kecil untuk membersihkan tangan Richard yang sudah jelas pasti terluka. "Biar aku bersihkan dulu lukanya."Madiya mengambil kain dan dia mengambil air yang sudah dia masukan anti septik. Dia mengusapkan pada luka darah Richard dengan telaten. "Aww..." Richard meringis ketika Madiya yang kini menyentuh area yang memang berdarah itu. "Tahan yah. Aku akan pelan-pelan."Madiya hanya mengatakan itu saja dan sekarang dia sedang berusaha untuk mengusapkan itu dengan pelan. Rasanya tidak tega ketika melihat luka dari Richard. Dia benar-benar merasa bersala
Madiya baru saja selesai membuat nasi goreng untuk Richard. Dia memberikan toping sosis dan bakso yang pasti disukai oleh pria itu. Madiya sudah tahu apa yang memang disukai oleh Richard. "Ini nasi goreng spesial untuk kamu," ujar Madiya sambil memberikan nasi goreng itu pada Richad. Berharap kalau suaminya itu akan menyukainya. "Terimakasih banyak. Tapi, aku tidak bisa memakannya." Richard mengatakan itu dengan santai. "Lah kenapa?" tanya Madiya yang sebenarnya merasa heran. Padahal dia sudah susah-susah membuatkan ini untuk Richard. Apa sekarang pria itu sengaja mengerjai dirinya? Richard melirik tangannya yang memang terluka dan Madiya paham apa yang membuat Richard tidak mau memakannya. "Kamu lihat tanganku." Madiya menghela napas nya, kali ini dia memilih untuk mengalah dan pada akhirnya dia sendiri yang harus menyuapi Richard. Dia kira pria itu tidak mau makan, rupanya memang tidak bisa makan sendiri karena tangannya masih sakit. "Aku paham, ini biar aku suapi."Melihat M
Richard barusan dihubungi oleh Robi, dia mengepalkan tangannya ketika melihat berkas yang dikirim lewat email oleh Robi. Rupanya dia orang yang sama dengan Sabira dulu."Wanita itu tidak pernah kapok," dengus Richard setelah dia mengetahui kalau orang yang ingin mencelakai Madiya adalah orang yang sama. Richard mematikan sambungan teleponnya. Dia mengepalkan tangannya dengan kesal. Dia yakin kalau wanita itu juga yang sudah membuat kekasihnya tidak ada. "Kenapa Richard. Apa yang Robi katakan?" tanya Madiya yang kini menghampiri Richard dengan khawatir. Apalagi setelah dia mengetahui Robi habis menghubungi Richard. Raut wajah Richard langsung berbeda dan ini membuat Madiya merasa khawatir. Pasti sudah terjadi sesuatu dengan pria itu sekarang. "Dia sudah menemukan orang yang mencelakai dirimu."Madiya membulatkan matanya ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Richard barusan. Dia sama sekali tidak menyangka kalau ternyata Richard akan mencari orang tersebut. "Kamu serius mencar
Sementara itu. Di rumah kediaman Irsyad. Nita melihat kearah ayah tirinya dan dia sedang merayu ayahnya. Tentu saja ini ada hubungannya dengan Madiya karena tahu wanita itu sudah merebut apa yang seharusnya menjadi milik dirinya. "Bisakah Ayah mambantu aku untuk dekat dengan Richard. Aku cinta dengan Richard, ayah," pinta Nita dengan manja. "Ayah sudah berusaha untuk meminta Richard agar menikahi kamu nak. Tapi, anak itu susah sekali untuk ayah bujuk."Irsyad mengatakan itu dengan benar. Dia sudah berusaha membujuk Richard, tapi tetap saja pria itu tidak mau menuruti keinginan dirinya. "Masa ayah gak bisa mengancam dia, atau membuat keluarganya hutang budi pada kita," saran Nita sambil bergelayut manja ditangan ayahnya. Susan datang menghampiri suaminya dan juga anaknya. Dia terlihat kesal lalu duduk di kursi. Apalagi setelah rencananya gagal untuk membunuh Madiya. "Kenapa muka ibu terlihat kusut begitu, apa sudah terjadi sesuatu?" tanya Nita yang kini merasa penasaran dengan yan
Di sebuah kantor milik keluarga Richard, dia sedang memeriksa berkas yang hendak akan dia tandatangani. Sampai matanya malah melihat kearah Robi yang menghampiri dirinya dengan heboh. "Coba lihat ini bos." Robi tiba-tiba memberikan sebuah berkas yang memang diberikan oleh orang suruhan dirinya. berkas ini membuktikan semua yang salah dan sudah mencoba untuk membuat Madiya celaka, semuanya sudah dirangkum dengan baik. Lalu dia memperhatikan ponselnya yang memang memperlihatkan hubungan antara Richard dengan Nita. "Ada apa Robi?" tanya Richard heran ketika Robi menyodorkan ponsel kearah dirinya. Richard sedang berada di kantornya, dia tidak bisa melakukan pekerjaan yang berat karena tangannya masih sakit. Hanya Robi yang membantu pekerjaannya."Ini Pak Irsyad, dia mengatakan hal ini pada media."Richard melihatnya dan dia mengepalkan tangannya. Pria itu sepertinya sudah mulai berulah. Kenapa juga malah menyebut Madiya sebagai perusak perjodohan dirinya dengan Nita. Dari awal Rich
Di tempat lain. Madiya yang penasaran akhirnya menyalakan televisinya dan dia menaikan sebelah alisnya dengan heran. Kenapa banyak sekali media yang memojokan dirinya. Lalu dia melihat Nita yang sedang diwawancarai oleh para wartawan. "Dia saudara tiri saya sendiri loh. Tega sekali sudah merebut calon tunangan saya dan sekarang mereka sudah menikah.""Wah bagaimana bisa? Seorang CEO Grup seperti Richard Gere Malvino tidak melakukan pesta pernikahan dan malah terkesan sembunyi-sembunyi?" tanya wartawan tersebut. "Saya curiga mereka menikah karena ada sesuatu." Nita ita di sana terlihat sedih dan Susan merangkul anaknya.Madiya mengepalkan tangannya ketika melihat drama yang mereka lakukan didepan televisi, menurut dirinya ini sangat konyol sekali. Bahkan dia sama sekali tidak menyangka dengan yang dia lihat sekarang. "Ada yang bilang kalau anak tiri saya itu menjadi istri sewaannya. Saya juga tidak tau tentang hal itu. Kasian sekali anak saya."Madiya membulatkan matanya ketika me
Sebuah pemakaman, Madiya hanya menabur bunga ditemani oleh Richard yang kini ada dihadapannya. Dia menangis karena merasa kasian di sana. "Semoga setelah ini, kamu akan tenang.""Bagaimana pun dia adalah adikmu," ujar Richard merangkul Madiya sambil ikut menaburkan bunga. Haris terdiam kaku sambil melirik kearah makam tersebut. Dia terus saja bungkam dan tidak mau mengatakan apapun juga. Sampai Robi tiba-tiba datang menghampiri Haris. "Ini ikut menaburkan bunga juga.""Aku tidak menyangka kalau dia sudah tidak ada. Semuanya terasa masih mimpi," ujar Haris. Shela ikut melayat di sini, dia langsung memeluk Ratih dengan erat. "Tante yang sabar yah."Ratih hanya bisa mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia menghapus kembali air matanya dengan cepat. Bisa tidak enak kalau terjadi sesuatu di sini. "Iya gak papa.""Ayo kita pulang."Ratih mengatakan itu kepada semua orang yang ada di sini setelah prosesi pemakaman sudah selesai. Dia hanya melihat dengan sekilas saja. Richard merangkul
Madiya datang ke rumah sakit bersama dengan ibunya setelah mendengar kamar kalau Sabira kena tusuk Nita. Dia tidak menyangka kalau Sabira akan nekat seperti ini. Ketika mereka berdua sudah sampai di rumah sakit, Madiya langsung menghampiri Haris yang sudah berlumuran darah. "Haris, bagaimana keadaan Sabira?" tanya Ratih. Begitu pun dengan Madiya sekarang, dia sangat khawatir dengan keadaan adiknya sekarang. Dia tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi dengan adiknya. "Dia telah ditangani oleh dokter," jawab Haris. Sampai dan lama kemudian, Richard dagang juga ke rumah sakit setelah dia menyelesaikan misi tentang Roy. Haris menatap kearah Richard dengan sekilas. "Bagaimana dengan Roy, dia sudah ditangkap?""Iya, dia sudah ditangkap oleh pihak kepolisian. Dia akan dikenai pasal pembunuhan karena sudah membunuh Nita."Madiya yang mendengar itu pun menutup mulutnya dengan tidak percaya. "Madiya mati?""Iya," jawab Richard. "Innalilahi," ucap Ratih yang sama terkejutnya dengan hal
Pagi hari yang begitu cerah, Richard masuk ke kantor setelah dia berpamitan dengan istrinya. Dia masih memikirkan tentang orang tersebut. "Aku pamit ke kantor dulu.""Kamu semalam tidur hanya sebentar, udah mau masuk kantor?" tanya Madiya. "Iya, kebetulan ada urusan yang harus aku selesaikan. Kamu tahu kalau orang yang sudah membantu Nita kabur itu juga rekan bisnisku," terang Richard memberitahu istrinya. Madiya yang mendengar itu pun sedikit terkejut dan tidak menyangka sama sekali. "Kok bisa?" tanya Madiya. "Aku baru melacak nomor plat mobilnya, semuanya sudah diatur dengan baik.""Syukurlah kalau begitu. Aku akan mengatur semuanya.""Kalau begitu aku berangkat yah," kata Richard sambil memberikan kecupan di kening istrinya dan mengelus perut anaknya. Sebelum akhirnya dia kembali naik ke dalam mobil. "Iya hati-hati di jalan."Madiya mengatakan itu sambil melambaikan tanganmya, dia melihat suaminya yang kini sudah pergi mengendarai mobilnya. Sampai akhirnya Madiya memutuskan un
Haris menatap kearah Sabira yang tadi memberikan nomor ponselnya dengan mudah begitu saja. Dia harus menanyakan langsung. "Kenapa tadi kamu memberikan nomor ponsel kepada istrinya Pak Roy?" tanya Haris dengan nada yang sedikit penasaran. Apalagi dia yakin kalau istrinya pasti menyembunyikan sesuatu tanpa dia ketahui kebenarannya. Sabira yang memang tengah ada di mobil dan hendak pulang setelah acara pernikahan antara Robi dan Shela selesai. Sebenernya tadi Sabira merasa curiga. "Kenapa diam?" tanya Haris. Sabira langsung mengatakan yang sebenarnya. "Kamu merasa gak sih tadi, istrinya Roy itu sedikit agak aneh.""Maksud kamu, bagaimana?" tanya Haris yang merasa heran. "Gelagat itu loh, mengingatkan aku akan sesuatu, dia terlihat sedikit gugup ketika berjabat tangan denganku dan raut mukanya juga terlihat seperti ketakutan begitu," ujar Sabira. "Iya itu wajar Sabira. Kan kalian baru saja bertemu." Haris mengatakan itu dengan santai. Tetapi Sabira punya pikiran lain karena tadi d
Nita sudah siap dengan yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia berjalan bersama dengan Roy sambil menyalami tangan Shela dan Robi. "Selamat yah atas pernikahan kalian berdua."Shela menjawab dengan ramah karena dia tidak tahu sosok Roy yang sebenernya. Shela mengira kalau memang itu teman dekat suaminya.Roy menatap kearah Robi yang sedari tadi diam saja, dia langsung menepuk pundak pria itu dengan pelan. "Selamat yah bro.""Iya," jawab Robi dengan singkat. Lalu mata Robi melihat kearah wanita yang dibawa oleh Roy barusan. Dia merasa heran sendiri karena melihat wanita yang dibawa oleh Roy sangat sederhana dengan pakaikan yang tidak mencolok sama sekali. Sedangkan Robi tahu kalau selera Roy adalah wanita yang sedikit modis. "Kamu bawa sekertarismu buat datang ke sini?" tebak Robi karena mungkin saja Roy tidak mempunyai pasangan makanya dia membawa wanita itu. Roy menggelengkan kepalanya, lalu dia mendekap wanita yang ada disampingnya itu dengan mesra. Dia hanya ingin memperlakukan
Acara pernikahan antara Robi dan Shela. Madiya sudah siap dengan baju yang memang dia gunakan dengan baik. Kebetulan ini adalah pemberian dari mertuanya. "Mana suamimu, kok belum muncul?" tanya Ratih ketika melihat anaknya hanya datang sendiri. "Richard tadi sedang menerima telepon dari seseorang bun. Dia masih mencari kebenaran Nita yang kabur dari lapas," jawab Madiya. Ratih yang mendengar itu pun sedikit terkejut. "Jadi sampai sekarang Nita belum ditemukan juga?" "Iya bunda, sampai sekarang Nita belum ditemukan sama sekali."Ratih yang mendengar itu pun jadi ikut khawatir. Apalagi dia tahu kalau Nita orang yang nekat, dia bahkan tidak yakin kalau semuanya akan jadi seperti ini. "Apa Richard sudah berusaha untuk mencarinya?""Iya tentu saja. Dia sudah berusaha untuk mencarinya.""Sampai sekarang belum ditemukan?" tanya Ratih. "Iya Bunda." Madiya hanya menjawab dengan jujur saja. Sampai tak lama kemudian, muncul Richard yang menghampiri dirinya. Dia sudah memikirkan semuanya
Richard benar-benar tidak tahu harus melakukan apalagi. Terlebih setelah dia mendapatkan informasi dari bawahannya kalau mereka semuanya tidak menemukan kebenaran Nita. "Sialan, kalian sangat bodoh sekali. Masa mencari satu orang saja tidak ketemu."Richard mengumpat dengan kesal ketika anak buahnya tidak menemukan kebenaran Nita. Padahal wanita itu sangat berbahaya. Haris datang menemui Richard karena ada informasi yang ingin dia beritahu dengan Richard. "Haris," panggil Richard setelah menyadari keberadaan Haris. "Aku datang ke sini karena ingin memberikan informasi," kata Haris. "Informasi tentang apa?" tanya Richard sambil menatap kearah Haris dengan pandangan serius. Dia penasaran dengan yang dikatakan oleh Richard barusan. Dia yakin kalau laki-laki itu tengah merencanakan sesuatu sekarang. "Kamu harus tahu sesuatu Richard, Nita memang benar menyamar sebagai suster.""Aku sudah tahu tentang itu Haris. Tidak usah menjelaskan semuanya. Anak buahku sudah mengincar Nita, tetap
Madiya melihat baju yang diberikan oleh ibu mertuanya, dia memperhatikan dengan seksama. Baju ini akan dia gunakan ketika acara pernikahan antara Robi dengan Shela. "Sepertinya sangat bagus, aku akan memadukan baju ini dengan dasi yang akan dipakai oleh Richard nanti. Agar kami berdua terlihat sebagai pasangan," kata Madiya sambil tersenyum manis. Dia sudah tidak sabar dengan yang akan terjadi nantinya.Beruntung ibunya dan mertuanya sudah pulang. Kini dirinya hanya tinggal sendiri di dalam kamar. Madiya memperhatikan baju tersebut dengan seksama. Ketika dia hendak akan memakainya, tiba-tiba Richard masuk ke dalam kamar. Madiya sedikit terkejut karena Richard datang secara tiba-tiba begitu saja. "Loh Richard, sejak kapan kamu berdiri di sana?" tanya Madiya ketika melihat suaminya. "Baru saja, kenapa kamu akan lepas baju?" tanya Richard heran. Madiya akhirnya memberitahu Richard tentang apa yang tengah terjadi sekarang. Dia memang sengaja melakukan itu karena akan mengganti kostum
Madiya sudah memberikan hasil USG calon bayinya kepada ibu dan mertuanya. Mereka berdua terlihat senang setelah melihat hasil USG tersebut. "Ini anak kamu Madiya," kata Ratih. "Tentu saja Ratih, ini adalah cucu kita."Ana mengatakan itu sambil tersenyum dengan manis. Dia terharu melihat calon cucunya yang memang terlihat sangat manis. "Tentu saja. Aku sudah memikirkan semuanya.""Terimakasih banyak.""Richard sudah kembali ke kantor setelah mengantar kamu pulang?" tanya Ana yang tidak melihat anaknya. Madiya hanya mengangguk saja, tadi memang Richard sempat berpamitan kepada dirinya untuk balik ke kantor. Sedangkan Madiya malah dilarang untuk kembali ke kantor oleh Richard. "Iya mah, dia pergi lagi ke kantor nanti," terang Madiya. "Pasti dia sangat sibuk sekali, terlebih Robi sudah akan mengambil cuti menikah," ujar Ana. "Iya mah gak papa. Nanti Richard akan menyuruh orang untuk menjadi asistennya mengentikan Robi untuk sementara," jawab Madiya. Ana hanya mengangguk saja, kemu