Madiya masih merasa penasaran dengan orang yang sudah membuat adiknya meninggal. Dia harus mencari pelakunya mulai sekarang. Jangan sampai pelakunya itu bebas. "Pokonya bunda tenang saja, aku pasti akan menemukan orang yang sudah membuat adikku meninggal.""Terimakasih banyak Madiya. Tetapi kamu ingat untuk selalu berhati-hati karena dia orang kaya. Tahu sendiri bukan jika berhadapan dengan orang yang punya power itu bagaimana," ujar Ratih menasehati anaknya. Madiya hanya mengangguk saja, dia tahu cara menghadapi orang yang seperti itu. Dia sudah belajar menjadi yang terbaik nantinya. "Bunda tidak usah khawatir, kebetulan suamiku juga orang yang punya power, aku yakin dia nanti bisa membantu," ujar Madiya dengan percaya diri kepada ibunya. Ratih teringat dengan sesuatu, "Harusnya kamu bawa suami kamu ke sini. biar bunda berkenalan dengan dia.""Lain kali yah bunda. Aku pasti akan memperkenalkan dengan bunda.""Baiklah kalau begitu." Madiya meminta nomor bundanya agar mereka bisa
"Kenapa? Apa kamu kaget menyusul kamu ke sini?" Richad tersenyum dengan penuh arti. Sebenarnya dia sudah sedari tadi sampai di tempat ini. Hanya saja dia tidak berani untuk datang ke rumah ibunya Madiya. Makanya dia hanya menunggu tidak jauh dari sini. "Kalau tahu kamu akan datang ke sini juga, aku bisa mengenalkan kamu pada bundaku.""Aku sudah kenal," ceplos Richad yang membuat Madiya terkejut. Memangnya sejak kapan Richard kenal dengan ibunya. Apa mereka sudah pernah bertemu sebelumnya. "Kamu sudah kenal?" tanya Madiya hanya untuk memastikan. Sadar dengan tatapan dari Madiya barusan. Richad menetralkan matanya agar terlihat biasa saja. Bisa bahaya kalau Madiya tau semua yang sudah direncanakan oleh dirinya. "Iya kan aku sudah pernah melihat foto bundaku waktu itu di kamarmu," ujar Richard. Madiya sedikit kecewa dengan ucapan Richard barusan. Dia kira Richad benaran kenal dengan bundanya. Tapi mana mungkin juga juga mereka saling kenal."Beda lagi kalau itu."Richad hanya ters
Bab 16 Pagi hari yang cerah untuk seorang Madiya sekarang, dia sudah melihat Richard yang berangkat ke kantor setelah sarapan bersama. Tidak lupa juga Madiya yang selalu menyiapkan bekal untuk Richad. Sebenarnya Richard sendiri yang meminta dia untuk disiapkan makan siang. Bahkan Richard sendiri meminta dirinya untuk datang ke kantor. Tetapi Madiya malah merasa tidak enak kalau sampai datang ke kantor pria itu. Sampai ditengah dia mengerjakan tugas rumah, tiba-tiba terdengar suara bell dari pintu apartemennya. Dia jadi penasaran dengan orang tersebut. Baru juga dia membuka pintunya, dia sudah dikejutkan oleh seseorang. "Dasar wanita tidak tahu diri!" maki seseorang datang ke tempat ini. Wanita yang datang ke apartemennya itu menatap dia dengan pandangan sinisnya. Terlihat dari raut mukanya kalau dia tidak suka sekali. "Wah siapa ini yang datang? Rupanya ada tamu istimewa," ujar Madiya dengan sinis. Apalagi setelah dia melihat kalau orang yang datang ke sini adalah Nita dan tent
Hari ini Richard benar-benar merasa bahagia, apalagi setelah dia menyuruh Madiya untuk menyiapkan air hangat untuk dirinya. Tentu saja dia merasa kalau hal ini memang harus terjadi. Satu hal yang saat ini Richad inginkan, yaitu tidur bersama dengan Madiya. Rasanya memang sudah tidak sabar melihat wanita itu tertidur lelap. Perlahan namun pasti, kehadiran Madiya disisi dirinya sekarang membuat dia bisa melupakan kenangan tentang Sabira."Madiya," panggil Richard dengan nada yang sedikit kencang. Dia baru selesai mandi dan melilitkan handuknya sebatas pinggang. Dia menunggu Madiya karena dia akan menyuruh wanita itu menyiapkan baju tidur untuknya. Tentu saja Richard sudah memikirkan ini sedari awal, dia menikah dengan Madiya dan menganggap pernikahan dengan wanita itu dengan baik. Dia tidak akan melakukan kesalahan yang membuat dirinya tersisih. "Sebentar," teriak Madiya yang akhirnya buru-buru berjalan menuju kearah Richard. Richad tersenyum ketika mendengar suara Madiya yang ada
Sang mentari menyapa bumi dengan kehangatan sinarnya.Kicau-kicauan burung tak mau kalah menyambut datangnya hari baru.Terdengar suara mesin motor yang berlomba memecah keheningan subuh.Semua makhluk menatap indah hari yang penuh makna.Madiya mengusap matanya dan dia tersadar kalau sekarang dia sudah berada dalam pelukan suaminya. Rasanya nyaman dan tidak mau untuk bangun. Madiya melirik kearah Richard dan dia menghela napas karena baju mereka berdua masih utuh. Artinya memang mereka hanya tidur satu ranjang saja tanpa melakukan hubungan apapun yang lebih jauh dari ini. "Jam berapa?"Terdengar suara serak dari Richard yang baru saja membuka matanya. Mungkin karena tidurnya sudah tidak nyenyak lagi karena Madiya yang sudah bangun. Madiya melirik kearah jam yang ada disampingnya. "Setengah tujuh." Richard langsung panik, biasanya dia tidak bangun siang seperti ini. Apa mungkin karena disebelahnya ada Madiya makanya dia jadi terlelap tidur seperti ini. "Aku bisa telat ke kantor," pa
Madiya mencoba untuk menepis dugaannya karena nama Richard memang banyak di sini. Tidak mungkin kalau hanya dia saja. Madiya mencoba untuk berpikir lebih logis lagi untuk saat ini. "Kenapa kamu terdengar terkejut Madiya? Apa kamu mengenalnya?" tanya Ratih yang merasa curiga dengan anaknya. "Eh tidak Bun, kalau boleh tau ciri-cirinya seperti apa? Apa bunda punya fotonya?" pinta Madiya agar lebih mudah menemukan orang tersebut. Madiya sudah bertekad kalau dia akan menuntut pria itu karena gara-gara pria itu, adiknya sampai meninggal dunia. Bahkan di saat dia yang belum pernah melihat wajah adiknya sama sekali. Hanya lewat foto yang ada di dalam rumah bunda waktu itu."Bunda tidak punya fotonya. Tapi bunda masih ingat ciri-cirinya. Mungkin nanti kamu bisa mencari lewat sosial media," jelas Ratih memberitahu anaknya. "Seperti apa Bun, ciri-cirinya?" tanya Madiya yang penasaran. Benar kata ibunya kalau dia mungkin saja nanti bisa menemukan orang tersebut setelah menemukan ciri-cirinya.
Madiya jadi merasa tidak bebas karena para bodyguard itu terus mengikuti dirinya. Dia bahkan berpikir untuk kabur dari sini agar tidak diikuti oleh mereka. Tetapi rupanya mereka jago lari dan bisa menemukan kebenaran dirinya. "Kalian bisa pergi dari ini, aku risih jika diikuti seperti itu oleh kalian," ujar Madiya. "Maaf nyonya. Kami hanya menjalankan perintah dari tuan Richard saja.""Jika kami tidak melakukan ini maka, kami yang akan mendapatkan hukuman nantinya."Madiya menatap dua pria itu dengan sekilas. Benar juga yang mereka katakan, jika mereka lalai dalam mengerjakan tugasnya nanti. Richard pasti akan memberikan hukuman kepada dua orang tersebut. Dia tidak punya pilihan lain sekarang ini. "Yaudah kalau begitu, kita kenalan dulu karena aku belum tahu nama kalian.""Nama saya Ben, dan yang ini Ari," jelas pria yang diketahui namanya Ben itu pada Madiya. "Oh yah, aku sedang ingin bertemu dengan teman adikku. Namanya Shela, daerahnya ada di Kemang." Madiya memberikan sebuah
Pagi hari yang sangat indah. Madiya sudah meminta izin kepada Richard kalau dia akan datang ke rumah Shela. Tentu saja Madiya berbohong dengan mengatakan kalau dia ingin bertemu dengan temannya tanpa memberitahu Richad kalau dia akan bertemu Shela karena wanita itu mengetahui tentang kematian adiknya. Richard hanya memberikan syarat untuk dia menyiapkan makanan saja. Tentu saja dia melakukan hal tersebut. Sehingga sekarang dia sudah ada di tempat tujuannya yaitu rumah Shela. Madiya mengetuk pintu rumah milik Shela berharap dia akan bertemu dengan wanita itu. "Permisi."Madiya duduk di kursi depan setelah dia mengetuk pintunya. Apa orang itu ada di dalam?Hingga tak lama kemudian, pintu terbuka dan muncul seorang wanita yang melihat kearah Madiya. "Mbak, siapa?" tanya wanita itu menaikan sebelah alisnya. Madiya langsung berdiri dan mengulurkan tangannya pada wanita itu dan bermaksud untuk berkenalan."Aku Madiya, Kakaknya Sabira. Apa kamu temannya Sabira yang bernama Shela?" tanya
Sebuah pemakaman, Madiya hanya menabur bunga ditemani oleh Richard yang kini ada dihadapannya. Dia menangis karena merasa kasian di sana. "Semoga setelah ini, kamu akan tenang.""Bagaimana pun dia adalah adikmu," ujar Richard merangkul Madiya sambil ikut menaburkan bunga. Haris terdiam kaku sambil melirik kearah makam tersebut. Dia terus saja bungkam dan tidak mau mengatakan apapun juga. Sampai Robi tiba-tiba datang menghampiri Haris. "Ini ikut menaburkan bunga juga.""Aku tidak menyangka kalau dia sudah tidak ada. Semuanya terasa masih mimpi," ujar Haris. Shela ikut melayat di sini, dia langsung memeluk Ratih dengan erat. "Tante yang sabar yah."Ratih hanya bisa mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia menghapus kembali air matanya dengan cepat. Bisa tidak enak kalau terjadi sesuatu di sini. "Iya gak papa.""Ayo kita pulang."Ratih mengatakan itu kepada semua orang yang ada di sini setelah prosesi pemakaman sudah selesai. Dia hanya melihat dengan sekilas saja. Richard merangkul
Madiya datang ke rumah sakit bersama dengan ibunya setelah mendengar kamar kalau Sabira kena tusuk Nita. Dia tidak menyangka kalau Sabira akan nekat seperti ini. Ketika mereka berdua sudah sampai di rumah sakit, Madiya langsung menghampiri Haris yang sudah berlumuran darah. "Haris, bagaimana keadaan Sabira?" tanya Ratih. Begitu pun dengan Madiya sekarang, dia sangat khawatir dengan keadaan adiknya sekarang. Dia tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi dengan adiknya. "Dia telah ditangani oleh dokter," jawab Haris. Sampai dan lama kemudian, Richard dagang juga ke rumah sakit setelah dia menyelesaikan misi tentang Roy. Haris menatap kearah Richard dengan sekilas. "Bagaimana dengan Roy, dia sudah ditangkap?""Iya, dia sudah ditangkap oleh pihak kepolisian. Dia akan dikenai pasal pembunuhan karena sudah membunuh Nita."Madiya yang mendengar itu pun menutup mulutnya dengan tidak percaya. "Madiya mati?""Iya," jawab Richard. "Innalilahi," ucap Ratih yang sama terkejutnya dengan hal
Pagi hari yang begitu cerah, Richard masuk ke kantor setelah dia berpamitan dengan istrinya. Dia masih memikirkan tentang orang tersebut. "Aku pamit ke kantor dulu.""Kamu semalam tidur hanya sebentar, udah mau masuk kantor?" tanya Madiya. "Iya, kebetulan ada urusan yang harus aku selesaikan. Kamu tahu kalau orang yang sudah membantu Nita kabur itu juga rekan bisnisku," terang Richard memberitahu istrinya. Madiya yang mendengar itu pun sedikit terkejut dan tidak menyangka sama sekali. "Kok bisa?" tanya Madiya. "Aku baru melacak nomor plat mobilnya, semuanya sudah diatur dengan baik.""Syukurlah kalau begitu. Aku akan mengatur semuanya.""Kalau begitu aku berangkat yah," kata Richard sambil memberikan kecupan di kening istrinya dan mengelus perut anaknya. Sebelum akhirnya dia kembali naik ke dalam mobil. "Iya hati-hati di jalan."Madiya mengatakan itu sambil melambaikan tanganmya, dia melihat suaminya yang kini sudah pergi mengendarai mobilnya. Sampai akhirnya Madiya memutuskan un
Haris menatap kearah Sabira yang tadi memberikan nomor ponselnya dengan mudah begitu saja. Dia harus menanyakan langsung. "Kenapa tadi kamu memberikan nomor ponsel kepada istrinya Pak Roy?" tanya Haris dengan nada yang sedikit penasaran. Apalagi dia yakin kalau istrinya pasti menyembunyikan sesuatu tanpa dia ketahui kebenarannya. Sabira yang memang tengah ada di mobil dan hendak pulang setelah acara pernikahan antara Robi dan Shela selesai. Sebenernya tadi Sabira merasa curiga. "Kenapa diam?" tanya Haris. Sabira langsung mengatakan yang sebenarnya. "Kamu merasa gak sih tadi, istrinya Roy itu sedikit agak aneh.""Maksud kamu, bagaimana?" tanya Haris yang merasa heran. "Gelagat itu loh, mengingatkan aku akan sesuatu, dia terlihat sedikit gugup ketika berjabat tangan denganku dan raut mukanya juga terlihat seperti ketakutan begitu," ujar Sabira. "Iya itu wajar Sabira. Kan kalian baru saja bertemu." Haris mengatakan itu dengan santai. Tetapi Sabira punya pikiran lain karena tadi d
Nita sudah siap dengan yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia berjalan bersama dengan Roy sambil menyalami tangan Shela dan Robi. "Selamat yah atas pernikahan kalian berdua."Shela menjawab dengan ramah karena dia tidak tahu sosok Roy yang sebenernya. Shela mengira kalau memang itu teman dekat suaminya.Roy menatap kearah Robi yang sedari tadi diam saja, dia langsung menepuk pundak pria itu dengan pelan. "Selamat yah bro.""Iya," jawab Robi dengan singkat. Lalu mata Robi melihat kearah wanita yang dibawa oleh Roy barusan. Dia merasa heran sendiri karena melihat wanita yang dibawa oleh Roy sangat sederhana dengan pakaikan yang tidak mencolok sama sekali. Sedangkan Robi tahu kalau selera Roy adalah wanita yang sedikit modis. "Kamu bawa sekertarismu buat datang ke sini?" tebak Robi karena mungkin saja Roy tidak mempunyai pasangan makanya dia membawa wanita itu. Roy menggelengkan kepalanya, lalu dia mendekap wanita yang ada disampingnya itu dengan mesra. Dia hanya ingin memperlakukan
Acara pernikahan antara Robi dan Shela. Madiya sudah siap dengan baju yang memang dia gunakan dengan baik. Kebetulan ini adalah pemberian dari mertuanya. "Mana suamimu, kok belum muncul?" tanya Ratih ketika melihat anaknya hanya datang sendiri. "Richard tadi sedang menerima telepon dari seseorang bun. Dia masih mencari kebenaran Nita yang kabur dari lapas," jawab Madiya. Ratih yang mendengar itu pun sedikit terkejut. "Jadi sampai sekarang Nita belum ditemukan juga?" "Iya bunda, sampai sekarang Nita belum ditemukan sama sekali."Ratih yang mendengar itu pun jadi ikut khawatir. Apalagi dia tahu kalau Nita orang yang nekat, dia bahkan tidak yakin kalau semuanya akan jadi seperti ini. "Apa Richard sudah berusaha untuk mencarinya?""Iya tentu saja. Dia sudah berusaha untuk mencarinya.""Sampai sekarang belum ditemukan?" tanya Ratih. "Iya Bunda." Madiya hanya menjawab dengan jujur saja. Sampai tak lama kemudian, muncul Richard yang menghampiri dirinya. Dia sudah memikirkan semuanya
Richard benar-benar tidak tahu harus melakukan apalagi. Terlebih setelah dia mendapatkan informasi dari bawahannya kalau mereka semuanya tidak menemukan kebenaran Nita. "Sialan, kalian sangat bodoh sekali. Masa mencari satu orang saja tidak ketemu."Richard mengumpat dengan kesal ketika anak buahnya tidak menemukan kebenaran Nita. Padahal wanita itu sangat berbahaya. Haris datang menemui Richard karena ada informasi yang ingin dia beritahu dengan Richard. "Haris," panggil Richard setelah menyadari keberadaan Haris. "Aku datang ke sini karena ingin memberikan informasi," kata Haris. "Informasi tentang apa?" tanya Richard sambil menatap kearah Haris dengan pandangan serius. Dia penasaran dengan yang dikatakan oleh Richard barusan. Dia yakin kalau laki-laki itu tengah merencanakan sesuatu sekarang. "Kamu harus tahu sesuatu Richard, Nita memang benar menyamar sebagai suster.""Aku sudah tahu tentang itu Haris. Tidak usah menjelaskan semuanya. Anak buahku sudah mengincar Nita, tetap
Madiya melihat baju yang diberikan oleh ibu mertuanya, dia memperhatikan dengan seksama. Baju ini akan dia gunakan ketika acara pernikahan antara Robi dengan Shela. "Sepertinya sangat bagus, aku akan memadukan baju ini dengan dasi yang akan dipakai oleh Richard nanti. Agar kami berdua terlihat sebagai pasangan," kata Madiya sambil tersenyum manis. Dia sudah tidak sabar dengan yang akan terjadi nantinya.Beruntung ibunya dan mertuanya sudah pulang. Kini dirinya hanya tinggal sendiri di dalam kamar. Madiya memperhatikan baju tersebut dengan seksama. Ketika dia hendak akan memakainya, tiba-tiba Richard masuk ke dalam kamar. Madiya sedikit terkejut karena Richard datang secara tiba-tiba begitu saja. "Loh Richard, sejak kapan kamu berdiri di sana?" tanya Madiya ketika melihat suaminya. "Baru saja, kenapa kamu akan lepas baju?" tanya Richard heran. Madiya akhirnya memberitahu Richard tentang apa yang tengah terjadi sekarang. Dia memang sengaja melakukan itu karena akan mengganti kostum
Madiya sudah memberikan hasil USG calon bayinya kepada ibu dan mertuanya. Mereka berdua terlihat senang setelah melihat hasil USG tersebut. "Ini anak kamu Madiya," kata Ratih. "Tentu saja Ratih, ini adalah cucu kita."Ana mengatakan itu sambil tersenyum dengan manis. Dia terharu melihat calon cucunya yang memang terlihat sangat manis. "Tentu saja. Aku sudah memikirkan semuanya.""Terimakasih banyak.""Richard sudah kembali ke kantor setelah mengantar kamu pulang?" tanya Ana yang tidak melihat anaknya. Madiya hanya mengangguk saja, tadi memang Richard sempat berpamitan kepada dirinya untuk balik ke kantor. Sedangkan Madiya malah dilarang untuk kembali ke kantor oleh Richard. "Iya mah, dia pergi lagi ke kantor nanti," terang Madiya. "Pasti dia sangat sibuk sekali, terlebih Robi sudah akan mengambil cuti menikah," ujar Ana. "Iya mah gak papa. Nanti Richard akan menyuruh orang untuk menjadi asistennya mengentikan Robi untuk sementara," jawab Madiya. Ana hanya mengangguk saja, kemu