Richard tersenyum sendiri ketika dia sudah menghubungi Madiya dan menyuruh wanita itu untuk masak. Tentu saja Richard ingin mencoba masakan dari Madiya. Terakhir yang dia ingat itu, dia mencicipi nasi goreng buatan dari Madiya, Richard langsung tertarik ingin mencoba lagi masakan lain dari wanita itu. Richard juga memberikan bulanan kepada Madiya agar wanita itu bisa membeli bahan masakan sesuai dengan keinginan wanita itu. Dia tahu kalau Madiya pasti akan suka. Ketika Richard yang sedang melamun, tiba-tiba Robi datang ke dalam ruangan milik Richard, membuat pria itu malah jadi heran sendiri. "Ada apa Robi?" tanya Richard yang melihat Robi tiba-tiba menemui dirinya. "Saya sudah menyelesaikan semua berkas yang diinginkan," ujar Robi. "Sudah aku bilang kalau kita hanya berdua saja tidak usah formal begitu padaku," ujar Richard memperingati Robi. Apalagi Robi memang sahabat baiknya dari sejak mereka masih SMA. Robi tersenyum dengan tipis ketika melihat ekspresi wajah Richard yang
Madiya baru saja mandi dan membersihkan dirinya. Dia sudah memakai baju yang diberikan oleh Richard waktu itu. Kali ini dia merasa kembali ke dalam kehidupannya lagi. "Lebih baik aku keluar."Madiya baru saja membuka pintu kamarnya dan dia dikejutkan oleh Richard yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya. "Kamu ngapain di depan pintu kamarku?" tanya Madiya yang merasa heran ketika melihat Richard ada di dalam. Richard memalingkan wajahnya ketika dia yang merasa malu. Padahal tadi dia ingin mengetuk pintu kamar Madiya. Tapi wanita itu sudah lebih dulu membuka pintu. Jangan sampai nanti Madiya mengira kalau dia habis mengintip."Menurutmu?" Richard membalas balik bertanya pada Madiya. "Jadi benar, kamu mengintip aku mandi?" tuduh Madiya menunjuk pada Richard sambil meledek pria itu. "Sembarang kalau ngomong. Memangnya siapa yang mau mengintip kamu hah. Aku hanya akan memanggil kamu untuk makan bersama," ketus Richard yang kembali dingin. Mungkin untuk menyembunyikan rasa malunya i
Bab 13Madiya telah selesai makan bersama dengan Richard, dia sudah merasa bahagia karena sudah melakukan kesepakatan dengan Richard. Madiya membersihkan piring-piring yang tadi bekas dia makan bersama dengan Richard. Melihat Madiya yang sedang mencuci piring sendiri, akhirnya Madiya memutuskan untuk menghampiri wanita itu. "Ada yang bisa aku bantu?" tanya Richard. Madiya melirik kearah belakang ketika melihat Richard, mereka mereka saling bertemu satu sama lain. Sebelum sedetik kemudian, Madiya menjauhkan dirinya dari Richard. "Tidak usah. Sudah hampir selesai kok."Madiya mengatakan itu karena dia sedikit gugup, apalagi dengan jarak Richard yang dekat dengan dirinya. Begitu pun dengan Richard sekarang ini. "Yasudah kalau begitu."Richard hendak akan pergi tapi, Madiya malah memanggil pria itu. "Masakan buatan aku tadi enak kan?" Madiya masih penasaran dengan pria itu karena memang pria itu belum memberikan komentar pada masakan yang sudah dia buat sekarang. "Iya, masakan buat
Pagi hari yang begitu sangat cerah, Madiya terlihat sedang menyiapkan sarapan untuk suaminya. Begitu pun dengan Richard yang memutuskan untuk makan roti yang dibuat oleh Madiya. Sampai dia teringat akan percakapan dirinya dengan Robi semalam. Dia akan memberitahu Richard yang sudah terjadi sebenarnya sekarang ini. "Aku sudah menyiapkan makan siang untuk kamu juga." Richad awalnya merasa heran dengan Madiya yang menghampiri dirinya. Tetapi matanya tertuju kepada rantang makanan yang sudah disiapkan oleh Madiya. Dia langsung membawanya sambil tersenyum manis. "Terimakasih banyak, karena kamu sudah menyiapkan ini." Madiya hanya tersenyum ketika Richard yang mengucapakan terimakasih padanya. Baru pertama kali Richard mengucapakan terima kasih kepada dirinya. Sampai dia teringat akan sesuatu, hampir saja tadi dia melupakannya. "Nanti Robi yang akan mengantar kamu bertemu dengan ibumu," ujar Richard memberitahu istrinya. "Diantar oleh Robi? kenapa tidak dengan kamu saja?" tanya Madi
Madiya sedang berada di dalam mobil bersama dengan Robi yang diperintahkan oleh Richard untuk mengantarnya ke Sumedang.Mereka sudah melewati tol dan Robi berusaha untuk mengingat alamatnya. Tadi Richard sudah mengirim alamatnya, Robi mencari letak rumahnya. "Berapa lama lagi kita akan sampai?" tanya Madiya yang sudah tidak sabar ingin bertemu dengan ibu kandungnya. "Kalau aku lihat di Google map sih sekitar dua puluh menitan lagi kita akan sampai." Madiya mengangguk paham karena artinya mereka sudah dekat, dia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan ibunya. Sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan ibunya. Madiya juga ingin menanyakan kebenaran tentang adiknya yang sudah tidak ada. Dia hanya ingin memastikan saja. Kalau memang benar adiknya sudah tidak ada, itu artinya orang yang mengirimkan pesan untuk Madiya adalah orang yang sama dengan pembunuhan adiknya. Robi melihat kearah Madiya yang sedang melamun seperti memikirkan sesuatu. "Apa yang sedang ada di dalam pikiran Bu Madi
Apalagi sekarang ada Richard yang menjadi penopang dirinya. Jelas pria itu pasti akan membantu dirinya untuk menjebloskan kekasih dari adiknya. Madiya tidak akan bisa membiarkan orang itu hidup tenang. Madiya sekarang malah merasa curiga, jangan-jangan orang yang sudah meneror dirinya juga adalah kekasih Madiya. "Namanya adalah Ri..."Belum sempat Ratih mengatakan semuanya, Robi sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah itu. Dia mendengar semua pembicaraan tadi dan seketika langsung panik. Jelas sekali dia tidak ingin rahasianya terbongkar. "Ada apa Robi?" tanya Madiya ketika Robi tiba-tiba masuk ke dalam ruangan ini. Ratih yang akan menyebutkan nama Richard pun akhirnya tidak jadi. Dia melihat kearah orang yang datang ke dalam rumahnya. "Ini ada telepon dari suamimu," ujar Robi. Madiya menaikan sebelah alisnya dengan heran, tidak biasanya Richad mau menghubunginya ketika dalam jam kantor seperti ini. Lalu dia menerimanya saja karena memang penasaran. "Kamu sudah punya suami?" tan
Madiya masih merasa penasaran dengan orang yang sudah membuat adiknya meninggal. Dia harus mencari pelakunya mulai sekarang. Jangan sampai pelakunya itu bebas. "Pokonya bunda tenang saja, aku pasti akan menemukan orang yang sudah membuat adikku meninggal.""Terimakasih banyak Madiya. Tetapi kamu ingat untuk selalu berhati-hati karena dia orang kaya. Tahu sendiri bukan jika berhadapan dengan orang yang punya power itu bagaimana," ujar Ratih menasehati anaknya. Madiya hanya mengangguk saja, dia tahu cara menghadapi orang yang seperti itu. Dia sudah belajar menjadi yang terbaik nantinya. "Bunda tidak usah khawatir, kebetulan suamiku juga orang yang punya power, aku yakin dia nanti bisa membantu," ujar Madiya dengan percaya diri kepada ibunya. Ratih teringat dengan sesuatu, "Harusnya kamu bawa suami kamu ke sini. biar bunda berkenalan dengan dia.""Lain kali yah bunda. Aku pasti akan memperkenalkan dengan bunda.""Baiklah kalau begitu." Madiya meminta nomor bundanya agar mereka bisa
"Kenapa? Apa kamu kaget menyusul kamu ke sini?" Richad tersenyum dengan penuh arti. Sebenarnya dia sudah sedari tadi sampai di tempat ini. Hanya saja dia tidak berani untuk datang ke rumah ibunya Madiya. Makanya dia hanya menunggu tidak jauh dari sini. "Kalau tahu kamu akan datang ke sini juga, aku bisa mengenalkan kamu pada bundaku.""Aku sudah kenal," ceplos Richad yang membuat Madiya terkejut. Memangnya sejak kapan Richard kenal dengan ibunya. Apa mereka sudah pernah bertemu sebelumnya. "Kamu sudah kenal?" tanya Madiya hanya untuk memastikan. Sadar dengan tatapan dari Madiya barusan. Richad menetralkan matanya agar terlihat biasa saja. Bisa bahaya kalau Madiya tau semua yang sudah direncanakan oleh dirinya. "Iya kan aku sudah pernah melihat foto bundaku waktu itu di kamarmu," ujar Richard. Madiya sedikit kecewa dengan ucapan Richard barusan. Dia kira Richad benaran kenal dengan bundanya. Tapi mana mungkin juga juga mereka saling kenal."Beda lagi kalau itu."Richad hanya ters
Sebuah pemakaman, Madiya hanya menabur bunga ditemani oleh Richard yang kini ada dihadapannya. Dia menangis karena merasa kasian di sana. "Semoga setelah ini, kamu akan tenang.""Bagaimana pun dia adalah adikmu," ujar Richard merangkul Madiya sambil ikut menaburkan bunga. Haris terdiam kaku sambil melirik kearah makam tersebut. Dia terus saja bungkam dan tidak mau mengatakan apapun juga. Sampai Robi tiba-tiba datang menghampiri Haris. "Ini ikut menaburkan bunga juga.""Aku tidak menyangka kalau dia sudah tidak ada. Semuanya terasa masih mimpi," ujar Haris. Shela ikut melayat di sini, dia langsung memeluk Ratih dengan erat. "Tante yang sabar yah."Ratih hanya bisa mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia menghapus kembali air matanya dengan cepat. Bisa tidak enak kalau terjadi sesuatu di sini. "Iya gak papa.""Ayo kita pulang."Ratih mengatakan itu kepada semua orang yang ada di sini setelah prosesi pemakaman sudah selesai. Dia hanya melihat dengan sekilas saja. Richard merangkul
Madiya datang ke rumah sakit bersama dengan ibunya setelah mendengar kamar kalau Sabira kena tusuk Nita. Dia tidak menyangka kalau Sabira akan nekat seperti ini. Ketika mereka berdua sudah sampai di rumah sakit, Madiya langsung menghampiri Haris yang sudah berlumuran darah. "Haris, bagaimana keadaan Sabira?" tanya Ratih. Begitu pun dengan Madiya sekarang, dia sangat khawatir dengan keadaan adiknya sekarang. Dia tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi dengan adiknya. "Dia telah ditangani oleh dokter," jawab Haris. Sampai dan lama kemudian, Richard dagang juga ke rumah sakit setelah dia menyelesaikan misi tentang Roy. Haris menatap kearah Richard dengan sekilas. "Bagaimana dengan Roy, dia sudah ditangkap?""Iya, dia sudah ditangkap oleh pihak kepolisian. Dia akan dikenai pasal pembunuhan karena sudah membunuh Nita."Madiya yang mendengar itu pun menutup mulutnya dengan tidak percaya. "Madiya mati?""Iya," jawab Richard. "Innalilahi," ucap Ratih yang sama terkejutnya dengan hal
Pagi hari yang begitu cerah, Richard masuk ke kantor setelah dia berpamitan dengan istrinya. Dia masih memikirkan tentang orang tersebut. "Aku pamit ke kantor dulu.""Kamu semalam tidur hanya sebentar, udah mau masuk kantor?" tanya Madiya. "Iya, kebetulan ada urusan yang harus aku selesaikan. Kamu tahu kalau orang yang sudah membantu Nita kabur itu juga rekan bisnisku," terang Richard memberitahu istrinya. Madiya yang mendengar itu pun sedikit terkejut dan tidak menyangka sama sekali. "Kok bisa?" tanya Madiya. "Aku baru melacak nomor plat mobilnya, semuanya sudah diatur dengan baik.""Syukurlah kalau begitu. Aku akan mengatur semuanya.""Kalau begitu aku berangkat yah," kata Richard sambil memberikan kecupan di kening istrinya dan mengelus perut anaknya. Sebelum akhirnya dia kembali naik ke dalam mobil. "Iya hati-hati di jalan."Madiya mengatakan itu sambil melambaikan tanganmya, dia melihat suaminya yang kini sudah pergi mengendarai mobilnya. Sampai akhirnya Madiya memutuskan un
Haris menatap kearah Sabira yang tadi memberikan nomor ponselnya dengan mudah begitu saja. Dia harus menanyakan langsung. "Kenapa tadi kamu memberikan nomor ponsel kepada istrinya Pak Roy?" tanya Haris dengan nada yang sedikit penasaran. Apalagi dia yakin kalau istrinya pasti menyembunyikan sesuatu tanpa dia ketahui kebenarannya. Sabira yang memang tengah ada di mobil dan hendak pulang setelah acara pernikahan antara Robi dan Shela selesai. Sebenernya tadi Sabira merasa curiga. "Kenapa diam?" tanya Haris. Sabira langsung mengatakan yang sebenarnya. "Kamu merasa gak sih tadi, istrinya Roy itu sedikit agak aneh.""Maksud kamu, bagaimana?" tanya Haris yang merasa heran. "Gelagat itu loh, mengingatkan aku akan sesuatu, dia terlihat sedikit gugup ketika berjabat tangan denganku dan raut mukanya juga terlihat seperti ketakutan begitu," ujar Sabira. "Iya itu wajar Sabira. Kan kalian baru saja bertemu." Haris mengatakan itu dengan santai. Tetapi Sabira punya pikiran lain karena tadi d
Nita sudah siap dengan yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia berjalan bersama dengan Roy sambil menyalami tangan Shela dan Robi. "Selamat yah atas pernikahan kalian berdua."Shela menjawab dengan ramah karena dia tidak tahu sosok Roy yang sebenernya. Shela mengira kalau memang itu teman dekat suaminya.Roy menatap kearah Robi yang sedari tadi diam saja, dia langsung menepuk pundak pria itu dengan pelan. "Selamat yah bro.""Iya," jawab Robi dengan singkat. Lalu mata Robi melihat kearah wanita yang dibawa oleh Roy barusan. Dia merasa heran sendiri karena melihat wanita yang dibawa oleh Roy sangat sederhana dengan pakaikan yang tidak mencolok sama sekali. Sedangkan Robi tahu kalau selera Roy adalah wanita yang sedikit modis. "Kamu bawa sekertarismu buat datang ke sini?" tebak Robi karena mungkin saja Roy tidak mempunyai pasangan makanya dia membawa wanita itu. Roy menggelengkan kepalanya, lalu dia mendekap wanita yang ada disampingnya itu dengan mesra. Dia hanya ingin memperlakukan
Acara pernikahan antara Robi dan Shela. Madiya sudah siap dengan baju yang memang dia gunakan dengan baik. Kebetulan ini adalah pemberian dari mertuanya. "Mana suamimu, kok belum muncul?" tanya Ratih ketika melihat anaknya hanya datang sendiri. "Richard tadi sedang menerima telepon dari seseorang bun. Dia masih mencari kebenaran Nita yang kabur dari lapas," jawab Madiya. Ratih yang mendengar itu pun sedikit terkejut. "Jadi sampai sekarang Nita belum ditemukan juga?" "Iya bunda, sampai sekarang Nita belum ditemukan sama sekali."Ratih yang mendengar itu pun jadi ikut khawatir. Apalagi dia tahu kalau Nita orang yang nekat, dia bahkan tidak yakin kalau semuanya akan jadi seperti ini. "Apa Richard sudah berusaha untuk mencarinya?""Iya tentu saja. Dia sudah berusaha untuk mencarinya.""Sampai sekarang belum ditemukan?" tanya Ratih. "Iya Bunda." Madiya hanya menjawab dengan jujur saja. Sampai tak lama kemudian, muncul Richard yang menghampiri dirinya. Dia sudah memikirkan semuanya
Richard benar-benar tidak tahu harus melakukan apalagi. Terlebih setelah dia mendapatkan informasi dari bawahannya kalau mereka semuanya tidak menemukan kebenaran Nita. "Sialan, kalian sangat bodoh sekali. Masa mencari satu orang saja tidak ketemu."Richard mengumpat dengan kesal ketika anak buahnya tidak menemukan kebenaran Nita. Padahal wanita itu sangat berbahaya. Haris datang menemui Richard karena ada informasi yang ingin dia beritahu dengan Richard. "Haris," panggil Richard setelah menyadari keberadaan Haris. "Aku datang ke sini karena ingin memberikan informasi," kata Haris. "Informasi tentang apa?" tanya Richard sambil menatap kearah Haris dengan pandangan serius. Dia penasaran dengan yang dikatakan oleh Richard barusan. Dia yakin kalau laki-laki itu tengah merencanakan sesuatu sekarang. "Kamu harus tahu sesuatu Richard, Nita memang benar menyamar sebagai suster.""Aku sudah tahu tentang itu Haris. Tidak usah menjelaskan semuanya. Anak buahku sudah mengincar Nita, tetap
Madiya melihat baju yang diberikan oleh ibu mertuanya, dia memperhatikan dengan seksama. Baju ini akan dia gunakan ketika acara pernikahan antara Robi dengan Shela. "Sepertinya sangat bagus, aku akan memadukan baju ini dengan dasi yang akan dipakai oleh Richard nanti. Agar kami berdua terlihat sebagai pasangan," kata Madiya sambil tersenyum manis. Dia sudah tidak sabar dengan yang akan terjadi nantinya.Beruntung ibunya dan mertuanya sudah pulang. Kini dirinya hanya tinggal sendiri di dalam kamar. Madiya memperhatikan baju tersebut dengan seksama. Ketika dia hendak akan memakainya, tiba-tiba Richard masuk ke dalam kamar. Madiya sedikit terkejut karena Richard datang secara tiba-tiba begitu saja. "Loh Richard, sejak kapan kamu berdiri di sana?" tanya Madiya ketika melihat suaminya. "Baru saja, kenapa kamu akan lepas baju?" tanya Richard heran. Madiya akhirnya memberitahu Richard tentang apa yang tengah terjadi sekarang. Dia memang sengaja melakukan itu karena akan mengganti kostum
Madiya sudah memberikan hasil USG calon bayinya kepada ibu dan mertuanya. Mereka berdua terlihat senang setelah melihat hasil USG tersebut. "Ini anak kamu Madiya," kata Ratih. "Tentu saja Ratih, ini adalah cucu kita."Ana mengatakan itu sambil tersenyum dengan manis. Dia terharu melihat calon cucunya yang memang terlihat sangat manis. "Tentu saja. Aku sudah memikirkan semuanya.""Terimakasih banyak.""Richard sudah kembali ke kantor setelah mengantar kamu pulang?" tanya Ana yang tidak melihat anaknya. Madiya hanya mengangguk saja, tadi memang Richard sempat berpamitan kepada dirinya untuk balik ke kantor. Sedangkan Madiya malah dilarang untuk kembali ke kantor oleh Richard. "Iya mah, dia pergi lagi ke kantor nanti," terang Madiya. "Pasti dia sangat sibuk sekali, terlebih Robi sudah akan mengambil cuti menikah," ujar Ana. "Iya mah gak papa. Nanti Richard akan menyuruh orang untuk menjadi asistennya mengentikan Robi untuk sementara," jawab Madiya. Ana hanya mengangguk saja, kemu