Di dalam restoran, Aiden mengangkat tangan lalu melihat jam tangan limited edition miliknya. Hampir dua puluh menit telah berlalu sejak dia duduk di meja. Aiden memeriksa ponsel dan merasa kecewa karena Eva belum menjepret foto baru. Dia mengetuk jari ke atas meja dengan tidak sabar. Alfred bergegas ke sisinya."Coba kau cek istriku, Alfred," perintahnya.Alfred Bailey menjauh hampir menabrak seorang wanita yang memakai rok hitam pendek. Dia membawa ponsel putih yang terlihat identik dengan yang dia berikan kepada Eva pada hari sebelumnya. Alfred segera menyadari bahwa ada yang tidak beres, dia segera berlari keluar dari restoran lalu menyusuri lorong.Jennifer tidak memperhatikan Alfred, dia terlalu sibuk menatap Aiden. Angin sepoi-sepoi dari jendela lantai dengan lembut mengacak-acak rambutnya yang tebal. Jennifer tenggelam dalam pikirannya, melihat hidung Aiden yang mancung, wajah yang dipahat, serta tubuh seksi di balik pakaian yang dikenakan pria itu. Jennifer tersandung dan hampi
"Tuan Aiden, Nyonya Eva sudah pergi," kata Alfred Bailey."Apa maksudmu dia sudah pergi?" tanya Aiden.Tidak heran Eva memberikan ponselnya, dia ingin melarikan diri dari hotel, pikirnya. Eva ingin mencegah pemeriksaan fisik. Pasti karena dia peduli pada Sebastian-Sebastian Lewis itu.Aiden paling benci dibohongi, tetapi Eva dan Sebastian Lewis bersekongkol untuk membohonginya mengenai istrinya yang tidak layak untuk hamil. Aiden tidak bisa tidak memikirkan tentang perselingkuhan. Kalau tidak, alasan apa lagi yang dimiliki Eva untuk melakukan penipuan ini selain perselingkuhan?Tanpa disadari, Aiden membalik meja makan. Gelas dan piring porselen pecah berkeping-keping di bawah meja. Bunga lily berserakan di lantai, menjatuhkan kelopaknya. Botol anggur retak di tengahnya membuat anggur merah perlahan merembes dari celah itu mengubah taplak meja putih berprint menjadi merah tua.Jennifer Newman menjerit ketakutan. Wajahnya pucat dan gemetar seolah dia kedinginan. Aiden mengamuk dan marah
Saat itu awal musim semi, berbagai bunga berharga bermekaran di taman Hotel Empire. Keharuman mereka mengharumkan udara membuat kupu-kupu hinggap dari kelopak yang satu ke kelopak yang lain.Setelah Eva melompat turun dari jendela, dia memeriksa peta hotel yang dipasang di dinding. Menurut peta, ada jalan keluar belakang hotel melalui taman. Dia begitu sibuk mencari jalan keluar, hingga dia tidak menyadari bahwa kaki celananya tersangkut semak mawar yang berduri.Ketika dia merasakan tarikan di kakinya, firasat yang tidak menyenangkan mencengkeramnya. Tiba-tiba, kecemasan membuncah di dadanya. Takut dengan firasatnya, dia mencoba melepas celananya dengan hati-hati dari semak tanpa merusak bunga yang sedang tumbuh. Tindakan itu tanpa sengaja membuat jarinya tertusuk duri, Eva mundur secara spontan.Duri itu keras dan tajam, membuat luka kecil di jarinya mengeluarkan darah. Eva lantas teringat tentang pepatah bahwa mawar itu seperti wanita, dimana kecantikan wanita menyembunyikan duri.
Sebuah tangan meraih lengan Eva dan menariknya berdiri."Apa yang kau lakukan di sini, Jennifer?" Eva bertanya dengan sedih.Angin berhembus lagi, menerpa rambut Jennifer yang sudah acak-acakan. Bibirnya terlihat berkerut dengan kejam."Kau benar-benar terkejut, Eva? Apakah sangat tidak terduga melihatku di sini? Ini kan hotel tempatku bekerja," kata Jennifer sambil tersenyum tipis."Apa yang kau inginkan, Jennifer? Aku sudah memberimu ponsel tadi!" kata Eva."Yah, itu benar, tapi ketika aku memberitahu Tuan Aiden Malik tentang kau yang mengambil fotonya secara diam-diam itu, Aiden Malik menjadi sangat marah dan memintaku membantunya untuk menemukanmu." Oh ya? Memangnya kapan Aiden meminta bantuan padamu, Jennifer? Bohongmu lancar sekali.Jennifer menyeringai, menikmati kemenangannya."Kau tampak takut, Eva," kata Jennifer, "Aku sempat berpikir tadi kalau Tuan Aiden Malik mungkin akan melepaskanmu dengan mudah demi melindungi hubunganmu dengannya. Tapi, kurasa aku tidak mengantisipasi
"Ya, aku janji," Jennifer nyengir, "Tapi kau harus cepat dalam melakukannya, Eva, karena ada banyak orang yang mencarimu."Eva mengangguk serius. Dia melihat ke bawah dan menemukan bahwa Jennifer sedikit melebarkan kakinya. Jennifer tidak memakai stoking, memamerkan kulitnya yang halus dan kecokelatan."Aku ingin melakukannya, Jennifer," katanya dengan ragu, "Tapi …""Tapi apa?" Jennifer membentak.Mata Jennifer berbinar dengan niat jahat saat Eva setuju. Dia tahu bahwa area taman ini terekam di salah satu dari banyak kamera keamanan hotel. Jika dia bisa mengirimkan rekaman itu ke keluarga Jonas, Rebecca dan Rachel akan sangat senang. Dia bisa memiliki peluang bagus untuk menjilat salah satu keluarga elit kota ini."Kau harus merentangkan kakimu lebih lebar, Jennifer," kata Eva dengan malu, "Kau kan lebih pendek dariku, bahkan dengan hak tinggi itu. Jika kau tidak melebarkannya lebih lebar, aku tidak akan bisa merangkak melewatinya."Pelayan itu mengangguk setuju dengan kata-kata Eva.
"Wow," celoteh seorang pelayan, "Jennifer benar-benar seorang wanita genit.""Kurasa dia sengaja tidak memakai celana dalam agar lebih mudah ketika akan 'begituan'? Ya kan?" cekikikan yang lain."Atau jangan-jangan dia ingin merayu Tuan Aiden Malik," bisik lainnya.Meskipun mereka tertawa, tapi para pelayan itu merasa malu. Mereka berharap mereka tidak mengenal Jennifer. Dalam keriuhan umum adegan itu, mereka hampir tidak menyadari sekelompok orang yang muncul di pintu hotel. Begitu menyadarinya, mereka menjadi takut hingga kesenangan itupun mereda dengan cepat.Mereka yang baru muncul itu adalah Aiden dan Alfred bersama para pengawalnya. Setelah melihat Eva yang berada di taman dalam rekaman keamanan, Aiden dan Alfred bergegas ke taman. Mereka tiba di tempat itu tepat ketika adegan bagian bawah Jennifer terekspos memalukan. Aiden mengalihkan pandangannya sedangkan para pengawal tiba-tiba terlihat sibuk menatap sepatu mereka. Meski ada satu atau dua orang pengawal yang curi-curi lirik
Jennifer sangat marah, tapi dia tidak berani bertindak terlalu gegabah di depan Aiden Malik. Jadi dia hanya bisa menggertakkan giginya."Kau …" teriaknya, "Jangan sok kau, Eva. Kita lihat nanti bagaimana Tuan Aiden Malik akan menghukummu.""Ah, jadi kau ingin melihat aku dihukum, Jennifer," Eva berkata dengan polos lalu menoleh ke arah suaminya, "Suamiku sayang, seseorang ingin melihatmu menghukumku. Bagaimana ini ya?"Seketika taman itu terasa hening. Daun-daun bergoyang tertiup angin, tangkainya lepas lalu menari di udara sebelum kemudian jatuh di depan Aiden Malik.Dengan ujung sepatunya Aiden menggiling daun di tanah, sebelum kemudian berjalan maju dan meraih dagu Eva."Apa yang sebenarnya kau lakukan?" dia bertanya.Aiden terlihat mengerikan, dia benar-benar marah. Eva bisa merasakan otot-otot di punggungnya menegang saat dia melihat ekspresi Aiden yang seperti ini."Menurutmu apa yang aku lakukan, suamiku?" Eva bertanya, menatap wajah suaminya."Jelas kau mencoba untuk melarikan
Jennifer Newman melebarkan matanya karena ngeri. Mendengar pengawal tadi menyebut staf hotel, dia menjadi takut kalau Aiden akan menyalahkannya. Dia lantas jatuh berlutut di tanah.Dia tahu bahwa Aiden Malik benci difoto, tetapi dia tidak pernah menyangka bahwa pria itu bisa menjadi sangat marah. Aiden sangat murka, hingga membuat para pengawal melaksanakan hukuman atas keinginan mereka sendiri. Meski takut, Jennifer sangat ingin melihat hukuman apa yang akan menimpa Eva. Dia tidak sabar untuk melihat betapa sengsaranya Eva."Saya diberi tahu bahwa Nyonya Eva mengambil foto Tuan Aiden secara diam-diam, dan dia bersikeras untuk bertemu dengan saya di kamar mandi," Jennifer menjelaskan, "Tuan Aiden, jika saya tahu dia memberikan ponsel kepada saya agar dia bisa melarikan diri, saya tidak akan pernah mau meninggalkannya sendirian di toilet itu." Jennifer kemudian melanjutkan, "Sejujurnya, apapun yang Tuan Aiden lakukan bukanlah urusan saya, tetapi saya dan Eva adalah teman sekelas dan sa
Bandara terlihat ramai, tapi itu tidak membuat seorang gadis dengan tubuh model berjalan dengan angkuh sembari menarik tas kopernya.Di area penjemputan penumpang, mata gadis itu menatap sekeliling dimana ada banyak orang yang berdiri untuk menunggu kerabat, teman atapun rekan. Sampai akhirnya dia mendengar teriakan itu disertai lambaian tangan dari seorang yang ia kenali."Rebecca!" panggil Rachel sembari mengangkat selembar karton bertuliskan namanya.Rebecca segera menghampiri Rachel, keduanya saling berpelukan, "Apa kabar?" tanya Rachel pada Rebecca, "Lama kita tidak bertemu, kau semakin cantik saja adikku.""Kakak," seru Rebecca rasanya ia ingin menangis karena sudah lama tidak bertemu dengan saudarinya itu, "Aku merindukanmu.""Sama. Ayo, kita ke apartemenku. Kau bisa menginap di sana.""Ngomong-ngomong, mana pacarmu katanya kau sudah punya pacar," tukas Rebecca sembari melihat kesana kemari."Ah, dia sedang bekerja dan tidak bisa ikut menjemputmu. Aku akan mengenalkanmu padanya
"Aduh, sudah-sudah. Cucu kita hanya ingin berbulan madu saja. Biarkan saja." Alaric menengahi, "Minum saja tehmu, Victoria."Aiden bergerak sigap mengambil cangkir teh Victoria lalu menyodorkannya ke wanita tua itu. Wanita tua itu mau tak mau tersenyum, "Kau ini, cucu nakal, mana ada bulan madu selama ini. Bilang saja kalau ini hanya akal-akalanmu untuk menolak kembali. Ya, kan?"Mendengar itu Aiden hanya tertawa saja.Beberapa waktu kemudian, keduanya lantas pulang dengan membawa banyak buah tangan. Alaric melambaikan tangan sedangkan Victoria berbalik masuk ke dalam mansion.---Alfred melihat adiknya yang sedang melakukan terapi. Sudah beberapa lama ini dia mengambil cuti karena hendak menemani adiknya menjalani terapi dan proses kesembuhan.Aiden telah memiliki bisnisnya sendiri dalam bidang pengiriman, meski tidak sebesar Malik Group tapi, meskipun begitu, hal tersebut tidak menghalangi Aiden dalam membiayai semua perawatan adik Alfred hingga hampir sembuh seperti ini.Alfred hany
"Halo!" ucap Aiden ketika menerima panggilan masuk tersebut. Dia sekarang berada di balkon dimana langit malam menjadi panoramanya..Terdengar deheman dari seberang sana sebelum kemudian suara familiar orang tua itu menyapa telinganya."Aiden ... ""Ya, kakek ...""Kapan kau kembali ke mansion Malik?" Pertanyaan itu membuat Aiden terdiam. Ini bukan kali pertama Alaric Malik menghubunginya dan memintanya kembali, "Bagaimana mungkin kau pergi di saat aku menyuruhmu pergi. Aku ini orang tua, sesekali marah adalah hal yang wajar. Kenapa kau harus mengambil hati hal tersebut. Kembalilah ke Mansion Malik. Nenekmu sangat merindukanmu. Sudah berapa lama kau tidak pulang?"Aiden menyandar ke dinding balkon sembari mendongak ke langit, "Maafkan aku, Kek. Bukan aku durhaka dan tidak peduli dengan kerinduanmu. Tapi, yang kalian inginkan untuk kembali ke mansion Malik hanyalah Aiden. Eva adalah istriku. Aku dan dia adalah satu kesatuan."Alaric terdiam beberapa saat, "Jika memang itu yang kau ingin
Eva membuka pintu dan mendapati Sebastian Lewis berdiri di sana."Siapa, sayang?" tanya Aiden sembari menghampiri Eva yang terpaku di depan pintu."Halo, Eva, Aiden!" sapa Sebastian ramah seolah sebelumnya mereka tidak pernah berselisih dan tanpa masalah, "Boleh aku masuk?"Eva yang tersadar bermaksud untuk mempersilahkan Sebastian masuk namun, belum sempat Eva melakukannya Aiden telah lebih dulu mengambil alih dengan melangkah maju dan menjawab, "Tidak!" sembari tersenyum.Sebastian yang telah menduga itu balas tersenyum, "Baiklah kalau begitu," katanya. Dia pura-pura hendak membalikkan tubuh lalu tanpa disangka ketika Aiden lengah dia bergerak maju dengan melewati bawah lengan Aiden yang terentang di pintu."Terima kasih telah mempersilahkan aku masuk, Malik!" ucap Sebastian kalem, dia lantas beralih duduk di sofa.Aiden yang melihat itu menghampiri Sebastian sembari mendesis, "Tidak ada yang mempersilahkanmu masuk, lalu siapa juga yang menyuruhmu duduk di sofa itu," sergah Aiden.Ev
Tanpa sadar, Eva tersentak saat Aiden berdiri lalu dengan lembut menggigit puting payudaranya dengan gemas."Aiden ... aku ..." Namun, seolah teringat sesuatu, setelah itu Aiden tidak melakukan apapun. Dia diam membuat Eva bertanya-tanya ada apa gerangan."Aiden, ada apa?" tanya Eva, dia beralih duduk di hadapan pria itu. Aiden menarik selimut lalu menutupi sebagian tubuh Eva yang terbuka dan tubuhnya sendiri. Ada apa ini? "Aku teringat kalau aku belum mendapatkan maaf yang semestinya darimu atas pemaksaan yang kulakukan padamu waktu itu, Eva." Terakhir kali Aiden mengatakannya, Eva sedang mabuk dan Aiden merasa permasalahan itu belum tuntas. Itu terasa mengganjal di hatinya. Aiden kini beralih duduk di tepi ranjang dengan kaki menyentuh lantai. "Aku memang suamimu, tapi, saat itu, aku sudah berlaku kasar dengan melakukannnya tanpa persetujuan darimu. Aku merasa telah melakukan kesalahan yang membuatmu ...""Aiden," Eva meraih bahu Aiden. Membuat tatapan mereka kembali bertemu, "Janga
Sepanjang jalan dari ruangan duduk sampai ke kamar kedua pakaian mereka berserakan. Eva meremas rambut Aiden saat pria itu menciumnya dengan penuh gairah.Hasrat keduanya begitu menggebu-gebu hingga terasa seolah akan meledak. Dengan bunyi gedebuk, pintu kamar tertutup di belakang mereka. Bibir mereka beradu dalam pelukan penuh gairah. Tangan Aiden dengan lembut memeluk leher Eva saat mulut mereka bertemu, keduanya mendambakan momen ini. Jarak ke tempat tidur mungkin tidak terlalu jauh, namun cobaan yang mereka alami sejak kecelakaan itu membuat ciuman ini terasa seperti hadiah yang telah lama ditunggu-tunggu.Eva terengah-engah ketika Aiden separuh mengangkat tubuhnya, dia melingkarkan lengannya di leher Aiden. Perbedaan tinggi badan mereka membuat dia harus memiringkan kepalanya sedikit ke atas.Aiden dengan lembut menggigit bibir Eva, lidahnya secara alami menyelinap di antara keduanya. Gesekan basah dan sensual di antara bibir mereka menciptakan suara lembab dan memikat yang memen
Ruangan itu cukup besar meski tidak sebesar ruangan-ruangan di mansion Malik. Sudah beberapa minggu ini, Eva tinggal di penthouse ini bersama Aiden.Sesekali Eva memainkan piano yang berada di salah satu sudut ruangan dimana jendela kaca besar berada. Dari kaca jendela besar itu pemandangan kota dapat terlihat dengan jelas. Intensitas cahayanya di malam hari dan siang hari.Awalnya Eva begitu terkejut ketika saat itu Aiden menggenggam tangannya. Pria itu lebih memilih Eva ketika Alaric yang murka akibat kecelakaan yang menimpa mereka menyuruh keduanya bercerai."Aiden adalah pewarisku. Pewaris Malik. Bisa-bisanya dia membahayakan nyawanya untukmu, Eva. Aku tidak bisa menerima ini. Segera bercerai dengan Aiden. Aku akan memberikan kompensasi yang sesuai untukmu." Itu adalah ultimatum yang diucapkan oleh Alaric.Tepat saat itu Aiden masuk."Eva adalah istriku, Kek. Sudah sepatutnya seorang suami melindungi istri," jawab Aiden, dia meraih tangan Eva lalu menyatukan kedua jemari mereka."B
Mata dan jari Eva perlahan menelusuri kulit Aiden."Bagaimana lukamu, Aiden?" tanya Eva, dia bertanya dengan tulus dan benar-benar mengkhawatirkan suaminya itu.Mendengar pertanyaan yang sarat dengan kekhawatiran itu membuat Aiden berbalik menghadap Eva, sebuah senyum terulas di bibirnya."Apa kau mengkhawatirkanku, Eva?" tanyanya."Ya," jawab Eva dengan mimik wajah serius, membuat Aiden terhenyak sejenak sebelum kemudian menggelengkan kepala."Lama-lama aku bisa terbiasa dengan kekhawatiran dan kepedulianmu kepadaku, Eva," cetus Aiden, "Rasanya kita seperti pasangan suami istri sungguhan."Eva mengalungkan kedua lengannya di leher Aiden, "Kalau begitu biasakanlah, Aiden," Dia menatap kedua bola mata pria itu, "Bukankah itu yang kau dan aku inginkan? Menjadi pasangan suami istri sungguhan? Atau jangan-jangan sekarang kau berubah pikiran lagi, Aiden?"Aiden tak menyangka dengan penuturan Eva, "Sejujurnya aku yang mengira kau yang akan berubah pikiran, Eva. Setelah pertemuanmu dengan Dok
Lalu, tatapan Aiden beralih ke Rebecca yang berdiri di belakang Victoria. Rebecca yang menyadari hal tersebut buru-buru menghampiri Aiden lalu memeluknya tanpa mempertimbangkan perasaan Eva. Aiden meringis ketika merasakan sentuhan Rebecca mengenai luka di punggungnya. Eva yang melihat ringisan Aiden buru-buru menarik lepas lengan Rebecca dari suaminya.Menyadari itu, Aiden merasa takjub. Dia senang Eva peduli padanya tidak seperti dulu yang tidak peduli dan bahkan melemparkan Aiden pada wanita lain. Hatinya menjadi 'sangat ringan'."Aiden, syukurlah kau selamat. Huhu, aku benar-benar takut sewaktu mendengar kabar dari Nyonya Victoria tentang dirimu," Rebecca tebal muka dan mengabaikan tindakan Eva. Dia memberikan efek sedih dengan tangisannya. Tapi, Eva dan Aiden mana percaya lagi."Itu benar, Aiden. Rebecca sangat khawatir padamu. Dia bahkan menangis semalam." Victoria menambahkan, Rebecca di sebelahnya mengangguk mengiyakan."Lihat nih, mataku bengkak karena semalaman menangis meng