Aiden menarik dagu Eva ke atas, "Apa kau dengar itu, Eva?"Seharusnya aku tahu kalau Aiden tidak akan memudahkanku untuk mendapatkan ponselku kembali, pikir Eva."Apa masalahnya? Apa kau tiba-tiba malu, sayang?" Aiden bertanya pada istrinya, sebelum kemudian dia melanjutkan berkata, "Kalian semua, berbaliklah."Alfred, pengawal, dan pegawai toko segera pergi. Aiden menatap ke wajah Eva. Eva menggigit bibirnya, dia bertanya-tanya apakah dia harus pergi atau tetap duduk di sini dan membiarkan Aiden membeli kasih sayangnya."Apakah begitu sulit memperlakukanku sebagai suamimu?" Aiden berbisik di telinganya.Memang, pikir Eva, Dua tahun lalu, akan sangat menyenangkan bagiku jika Aiden memintaku untuk menciumnya, tapi, nyatanya selama dua tahun sebelumnya dia tidak pernah melakukannya. Lalu, sekarang dia minta aku menciumnya. Aku telah berubah, Aiden. Aku bukan lagi Eva yang dulu. Bukan lagi Eva yang tergila-gila padamu. Betapapun tergodanya aku untuk menyerah, aku tidak bisa jatuh untukmu
Pintu ruangan itu tertutup di belakang mereka.Aiden melangkah maju lalu meraih dagu Eva. Dia memegang kepala Eva agar tetap di tempatnya lalu menatap jauh ke dalam matanya.Ekspresinya penuh kelembutan, Eva balas menatapnya dengan intensitas yang sama.“Eva, aku menginginkanmu," Aiden berbisik di telinga Eva, "Izinkan aku untuk menyentuhmu."Eva merasakan dilema, di satu sisi dia menginginkan Aiden, tapi di sisi lain dia merasa ragu."Eva, jawab aku …" Bisikan Aiden membuat pikiran Eva kembali. Dia menatap wajah tampan yang ada di depannya, sebelum kemudian menggeleng.Bahu Aiden sedikit jatuh, dan dia melepaskan dagu Eva. Pria itu membuka mulutnya seolah ingin mengatakan sesuatu tapi segera menutupnya lagi. Tiba-tiba, dia terlihat sangat kecewa. Eva hampir merasa kasihan padanya, dia juga ikut merasa sedih."Aiden," panggil Eva perlahan yang membuat Aiden mengangkat pandangannya. Aiden melihat Eva dengan pandangan penuh tanya. Saat itulah Eva mengangguk sambil tersenyum."Boleh?" Tan
"Kau sudah bangun?" tanya Aiden.Eva berpura-pura masih tertidur. Aiden tersenyum, dia tahu kalau Eva hanya berpura-pura tertidur. Ia pun lantas menggerakkan jarinya yang ada di pinggang Eva untuk menggelitik. Eva memekik karena geli."Aiden, apa yang kau lakukan?" cetus Eva."Ah, ternyata istriku sudah bangun. Morning, Sunshine. Bagaimana tidurmu tadi malam?" sapa Aiden ringan.Eva tidak jadi marah, tapi, dia berpura-pura cemberut. "Tidak begitu buruk," sahutnya."Benarkah? Apa kita perlu mengulanginya lagi agar 'tidak begitu buruk' menjadi 'kau luar biasa'.""Aiden, kau benar-benar menganggap tinggi dirimu sendiri.""Siapa lagi yang akan melakukannya? Istriku tidak mau melakukannya, jadi, aku terpaksa melakukannya sendiri," jawab Aiden.Eva menggigit bibirnya, sebenarnya Aiden luar biasa sama seperti sebelumnya, tapi, Eva tidak mau mengakuinya dan membuat Aiden besar kepala.Eva sedikit bingung ketika Aiden mengambil ponsel lalu menelepon Alfred. Tak lama, Alfred masuk bersama beber
Eva baru saja kembali dari kamarnya ketika dilihatnya Aiden sedang diperiksa oleh Benjamin."Ada apa? Apa yang terjadi dengan Aiden?" tanya Eva pada Benjamin."Kau terlihat mengkhawatirkanku, Eva," Aiden yang menyahut.Benjamin mengukur suhu Aiden dan membuat ekspresi muram, "Aiden demam tinggi, aku akan memberinya beberapa tablet vitamin.""Kenapa kau tidak meresepkan obat, Benjamin? Kenapa hanya vitamin saja?" tanya Eva.Benjamin menatap Aiden dengan sedih sebelum kemudian beralih menghadap Eva, "Aiden alergi terhadap banyak obat.""Sejak kapan kau alergi obat, Aiden?" Eva bertanya kepada Aiden, "Bukankah kau hanya alergi mustard saja.""Ahh," kata Aiden, "kurasa kau tidak mengenalku sebaik yang kau pikirkan, Eva sayang."Eva tahu kalau dulu sewaktu masih gadis dia terpaksa mempelajari setiap fakta tentang Aiden sebelum menjalani pernikahan mereka. Sekarang ingatannya hilang, Eva bahkan tidak dapat mengingat informasi paling mendasar tentang hal yang disukai dan yang tidak disukai o
"Tuan Aiden, ini waktunya makan. Makan malam Tuan sudah siap," sela Alfred, "Haruskah saya meminta pelayan untuk membawakan makan malam untuk Tuan ke kamar?"Aiden mengangguk tetapi Eva menghentikannya, "Biar aku yang melakukannya.""Lagi?" Aiden memberinya tatapan bertanya."Apa? Kau yang memintaku untuk merawatmu sampai sembuh dan aku melakukannya. Jadi, kenapa kau mesti heran dengan hal itu, suamiku sayang," kata Eva kepada Aiden.Sebenarnya Eva merasa kewalahan dengan perasaannya yang terasa merah jambu di kamar bersama Aiden dan sangat ingin melarikan diri dan mencari udara segar. Aiden mengangguk sambil tersenyum lalu memberikan album itu kepada Alfred. Eva lantas melangkah keluar ruangan. Begitu dia memasuki aula, dia menarik napas dalam-dalam. Tanpa diminta, bayangan bayi muncul di benaknya. Sepertinya itu adalah gambaran foto bayi Aiden yang tadi dilihatnya, tapi ada mata Eva pada bayi itu. Tidak ... tidak. Itu adalah gambaran bayi mereka berdua. Bayi Eva dan Aiden. Eva tidak
Terdengar ketukan di pintu."Nyonya Eva, Dokter Benjamin berkata kalau Tuan Aiden membutuhkan seseorang untuk menurunkan panas," seorang pelayan berkata dari luar pintu kamar."Apa?" Eva membuka pintu, "Minta Alfred atau Benjamin untuk melakukannya. Aku sedang tidak mood." Pertengkarannya dengan Rebecca membuatnya dalam suasana hati yang buruk.Pelayan itu akan pergi, tetapi Eva memanggilnya kembali, "Tunggu! Aku berubah pikiran. Biar aku yang melakukannya."Saat Eva memasuki kamar tidur, Aiden sedang duduk di tempat tidur sembari melihat tablet di lututnya. Aiden mendongak ke arah suara pintu lalu menatap Eva dengan mata sedalam dan tak terbaca seperti lautan."Kau terlihat tidak sehat, Eva," katanya, "Apa kau sakit lagi, sayang?""Apa kau benar-benar mengkhawatirkanku atau hanya khawatir itu akan menghalangi kehamilanku?" cetus Eva. Nadanya terdengar lebih tajam daripada yang dia maksudkan. Tapi, Aiden sepertinya tidak mengambil hati hal tersebut."Bagaimana jika aku mengatakan kedua
Aiden bertanya, "Apa kau menyukai BDSM, Eva?""Kenapa? Apa kau tidak mau mencobanya, sayang?" balas Eva."Hm, kenapa tidak?" Aiden tersenyum dalam-dalam lalu dengan lesu bersandar di kepala tempat tidur. Eva meraih dasi Aiden yang ada di meja samping tempat tidur lalu mengikat pergelangan kaki suaminya."Be a good boy, Aiden. Jadilah anak yang baik untukku, maukah kau melakukannya, sayang?" Eva berkata saat dia menguji simpul di dasi, "Jangan pernah berpikir untuk mencoba melarikan diri, Aiden."Aiden harus mengakui pada dirinya sendiri kalau melarikan diri adalah hal terakhir yang ada di pikirannya saat ini. Oh ayolah, dia ingin tahu apa yang akan selanjutnya terjadi."Baiklah, beb," sahutnya kemudian, "Lakukan apa yang kau suka pada tubuhku, sayang. Aku bersedia menerimanya.""Oke, sayang," Eva tersenyum lalu menyipitkan mata seperti yang sering dilakukannya.Eva melesat ke kamar mandi, tak lama ia segera kembali dengan riasan di tangannya."Apa yang sedang kau lakukan, sayang?" tan
Pesan gagal terkirim. Eva mencoba mengirimnya lagi, tetapi sekali lagi dia mendapat laporan kalau pesan gagal terkirim. Eva tidak mengerti dengan apa yang terjadi dengan ponselnya, kenapa Eva bisa menerima pesan tanpa masalah, tapi untuk mengirim pesan sepertinya dia tidak bisa mengirimnya sama sekali.Eva mematikan ponsel lalu kemudian menyalakannya kembali tetapi pesannya masih saja gagal terkirim.Eva duduk di tepi tempat tidur lalu mencoba untuk menenangkan kecemasannya yang tiba-tiba saja meningkat. Tiba-tiba, Eva teringat kalau Aiden pernah memergokinya mengirim pesan ke Sebastian sebelumnya.Sepertinya itu juga bukan hanya kebetulan semata kalau ponselnya tiba-tiba saja tidak bisa mengirim pesan kepada Sebastian sama sekali.Pantas saja Aiden setuju untuk mengembalikan ponsel ini kepadaku, pikir Eva, Aku tidak boleh meremehkan suamiku itu yang merupakan seorang Aiden Malik.Eva melihat jam tangan di pergelangan tangannya lalu membuka jendela, dia memandang langit bersih di atas