Dalam beberapa hari terakhir, Eva telah berubah secara drastis, pikir Rebecca, Di masa lalu Eva terlalu lemah untuk membela diri terhadap taktik intimidasi Rebecca. Ketika Rebecca dengan sengaja jatuh dari tangga dan menyalahkan Eva, dia sepertinya tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun untuk membela diri. Rebecca berpikir tentang rumor yang dia dengar.Dia pasti mengidap suatu jenis penyakit, pikir Rebecca, Para pelayan tampaknya mengira Eva menderita semacam penyakit mental yang menjelaskan perubahan kepribadian yang tiba-tiba.Butuh beberapa saat bagi Rebecca untuk meredakan amarahnya. Sebagai putri kedua dalam keluarga Jonas, Rebecca tumbuh dengan dimanjakan oleh para pelayan dan kedua orang tuanya. Rebecca tidak terbiasa dengan orang yang menolak memberikan apa yang dia inginkan, dan dia juga tidak terbiasa ditampar.Rebecca berteriak-teriak dan mengoceh, menunjuk-nunjuk ke wajah Eva, "Kau! Beraninya kau memukulku?"Saat Rebecca berbicara, dia mendorong dada Eva. Dorongan itu cuk
Aiden menatapnya dengan ekspresi menghitung seolah-olah dia mengerti semua yang Eva katakan. Walau sebenarnya Aiden tidak tahu apa yang sedang istrinya itu rencanakan."Apa maksudmu dengan meragukan pesona Aiden?" Rebecca berkata, "Aku hanya merasa kasihan saja pada Aiden. Dia pantas mendapatkan wanita yang lebih baik daripada istri yang tidak setia.""Apa? Itu konyol!" kata Eva, "Kau terlalu mengkhawatirkan hubunganku dengan suamiku, Rebecca.""Cukup," kata Alaric, "Dokter Lewis adalah tamu dan juga dokterku sekaligus dokter pengasuh Eva. Eva pantas mengantarnya sampai ke depan pintu." Pria paruh baya itu kemudian menambahkan dengan peringatan, "Keluarga Jonas tidak akan mendapatkan reputasi yang baik dengan menyebarkan rumor palsu tentang keluarga Malik."Rebecca menggigit bibir, malu dan frustrasi dengan kata-kata Alaric. Meskipun gelap, dia masih bisa melihat cara Dokter Lewis memandang Eva dan Rebecca merasakan keengganan pria itu untuk berpisah dari Eva di pintu gerbang."Tapi Tu
Aiden menatap Eva dengan kedalaman yang tiba-tiba dan dengan lembut memegang dagu Eva di tangannya, "Kau baru saja mengatakan bahwa kau merasa bahagia dalam pernikahan kita, sayang. Tapi, bisakah kau membuktikannya kepadaku?"Meskipun Eva membenci Aiden dengan segenap jiwa raga, tapi Eva tidak dapat menyangkal bahwa dia terpikat oleh Aiden.Apakah Aiden mencoba untuk membantuku lagi? Eva bertanya-tanya, Aneh sekali!Kemudian Eva menyadari kalau Aiden hanya mencoba membuktikan suatu hal kepada Alaric. Tetap saja, akan mudah untuk berpura-pura menikah dengan bahagia. Eva meletakkan tangannya di atas tangan Aiden, mengangkat alisnya, Eva mengangkat dirinya dengan berjinjit lalu mencium bibir Aiden. Aiden seketika membeku.Rebecca menatap Aiden dan Eva dengan tak percaya. Tanpa sadar, dia mengepalkan tangan dan menggertakkan gigi.Para pelayan terkesiap. Nyonya Eva mencium Tuan Aiden di depan umum! pikir mereka, Tapi anehnya Tuan Aiden tidak mendorong Eva. Semua pelayan tahu kalau Aiden s
Dengan dukungan Aiden di tangannya, Rebecca merasa tidak membutuhkan persetujuan Eva. Rebecca sangat yakin dia akan menemukan pil-pil itu, dia melihat Eva memasukkan pil tersebut ke dalam saku. Rebecca ingin mempermalukan Eva dan membalas dendam.Rebecca merasakan kehangatan kulit Eva melalui saku. Bahan pakaian yang halus terasa basah dan dingin di jari-jarinya, tetapi Rebecca tidak merasakan benturan keras dari botol pil itu. Rebecca melihat saku itu tergeletak rata di tubuh Eva, tetapi botol pil itu seharusnya menyebabkan benjolan yang terlihat. Rebecca bingung dan memeriksa lagi, tetapi dia tidak menemukan apa pun.Bagaimana ini mungkin? Aku dengan jelas melihat Eva memasukkan pil ke dalam saku ini, pikir Rebecca, Apakah aku salah lihat?Bertekad, Rebecca meraih saku lainnya tetapi tidak menemukan apa pun, dia mulai merasa bingung."Itu tidak mungkin!" dia berseru, "Aku melihatnya meminum pil!"Eva diam-diam mengembuskan napas lega. Dia tidak tahu kemana perginya pil itu. Dia meli
Perilakunya dalam beberapa hari terakhir telah memperjelas bahwa Eva tidak lagi terikat secara mendalam dengannya.Cara tercepat untuk melupakan seseorang adalah dengan mencintai orang lain, pikirnya, Dan cara tercepat bagi seorang wanita untuk jatuh cinta dengan seorang pria adalah dengan bercinta dengannya. Jadi apakah Eva dan Sebastian telah bercinta?Merasakan kemarahan Aiden, Eva menyadari bahwa meskipun Aiden tidak mencintainya, harga diri pria itu sangat tinggi. Aiden sudah pasti tidak ingin wanita yang menjadi istrinya disentuh pria lain.Dengan tersenyum tanpa rasa takut Eva lantas berkata, "Sepertinya akhir-akhir ini kau sering emosian. Tapi bukankah sebelumnya sudah kukatakan kalau aku akan terus berselingkuh jika kau tidak menceraikanku, Suamiku."Eva menarik-narik kemejanya untuk mencoba menciptakan jarak di antara tubuh mereka, dan berkata dengan nada melengkung, "Sepertinya kau sangat terganggu dengan perselingkuhanku dengan Sebastian."Kata-kata Eva memancing amarah yan
Aiden tersenyum puas, dia melepaskan sentuhan bibirnya dari telinga Eva. Mendengar bahwa tidak ada apa-apa antara Eva dan Sebastian membuat suasana hati Aiden langsung membaik. Aiden membelai cuping telinga Eva dengan jari-jarinya, puas karena dia menemukan cara baru dan efektif untuk membuat Eva mengatakan yang sebenarnya.Ternyata telinga Eva sangat sensitif, Aiden merasa seolah baru saja menemukan rahasia yang berharga. Saat Aiden menyentuh daun telinga Eva dengan bibirnya, Aiden melihat wajah Eva memerah dengan warna yang indah. Istrinya mungkin tidak tahu betapa menggoda penampilannya itu. Kulit kemerahan Eva yang menggoda membuat senjata Aiden hampir tegak, dan bibirnya terasa kering.Aiden menyesal telah menghabiskan dua tahun terakhir menganggap Eva sebagai alat reproduksi alias pembuat anak yang dipaksakan oleh kakeknya. Aiden sangat memberontak sehingga dia menolak untuk menyentuh atau bahkan memandang Eva. Selama dua tahun itu Eva lemah lembut dan penurut seperti anak kucing
Tuntutan Aiden menciptakan sedikit masalah. Jika diagnosis Sebastian benar, semua orang akan menerima begitu saja karena dia adalah seorang dokter yang dihormati. Permintaan Aiden agar Eva diperiksa ulang akan membuat keluarga Malik tampak tidak tahu berterima kasih. Namun, jika Sebastian melakukan kesalahan, reputasinya akan rusak dan rumah sakit St. Lewis akan kehilangan banyak klien kelas atasnya yang setia.Dokter Walker mengangkat matanya tepat waktu untuk melihat Aiden membuka botol obat dan menuangkan isinya ke tempat sampah kosong. Kemudian dia menuangkan setengah dari pil asam folat ke dalam botol tersebut.Apa yang Aiden lakukan? Benjamin bertanya-tanya.Meskipun Benjamin prihatin tapi sebagai seorang profesional medis, dia tidak berani menyuarakan keprihatinannya kepada Aiden. Aiden sepertinya mengingat sesuatu dan mengambil pil dari tempat sampah. Dia menggulungnya di telapak tangannya sebelum menyerahkannya kepada Benjamin."Uji ini," perintahnya, "Aku ingin tahu persis ob
"Oh ya? Begitukah?" Aiden menatap Eva dengan pandangan pengertian lalu dengan santai berkata, "Aku tidak keberatan."Dengan lembut Aiden menarik Eva, mengarahkan istrinya untuk bersandar di dekatnya. Aiden menggenggam pinggang Eva dengan tangannya yang lain lalu memeluknya. Saat Eva berjuang untuk menjauh darinya, Aiden memeluknya lebih erat lagi."Berhentilah bergerak, istriku, kecuali jika kau ingin menimbulkan masalah bagi dirimu sendiri," perintah Aiden, lalu suaranya berubah menjadi lebih lembut, "Atau mungkin kau sangat ingin aku memasukkan diriku ke dalam dirimu."Eva dapat merasakan senjata Aiden di bawah sana yang semakin besar, "Kau terlalu sensitif, Tuan Aiden Malik, hampir tidak ada yang perlu dilakukan untuk membuatmu bersemangat.""Ini semua karena kau, istriku."Aiden serius dengan kata-katanya. Eva memang memiliki kemampuan untuk membuat 'senjata Aiden' di bawah sana menjadi keras. Aiden menggigit daun telinga Eva dengan lembut lalu melihat Eva menyembunyikan wajahnya
Bandara terlihat ramai, tapi itu tidak membuat seorang gadis dengan tubuh model berjalan dengan angkuh sembari menarik tas kopernya.Di area penjemputan penumpang, mata gadis itu menatap sekeliling dimana ada banyak orang yang berdiri untuk menunggu kerabat, teman atapun rekan. Sampai akhirnya dia mendengar teriakan itu disertai lambaian tangan dari seorang yang ia kenali."Rebecca!" panggil Rachel sembari mengangkat selembar karton bertuliskan namanya.Rebecca segera menghampiri Rachel, keduanya saling berpelukan, "Apa kabar?" tanya Rachel pada Rebecca, "Lama kita tidak bertemu, kau semakin cantik saja adikku.""Kakak," seru Rebecca rasanya ia ingin menangis karena sudah lama tidak bertemu dengan saudarinya itu, "Aku merindukanmu.""Sama. Ayo, kita ke apartemenku. Kau bisa menginap di sana.""Ngomong-ngomong, mana pacarmu katanya kau sudah punya pacar," tukas Rebecca sembari melihat kesana kemari."Ah, dia sedang bekerja dan tidak bisa ikut menjemputmu. Aku akan mengenalkanmu padanya
"Aduh, sudah-sudah. Cucu kita hanya ingin berbulan madu saja. Biarkan saja." Alaric menengahi, "Minum saja tehmu, Victoria."Aiden bergerak sigap mengambil cangkir teh Victoria lalu menyodorkannya ke wanita tua itu. Wanita tua itu mau tak mau tersenyum, "Kau ini, cucu nakal, mana ada bulan madu selama ini. Bilang saja kalau ini hanya akal-akalanmu untuk menolak kembali. Ya, kan?"Mendengar itu Aiden hanya tertawa saja.Beberapa waktu kemudian, keduanya lantas pulang dengan membawa banyak buah tangan. Alaric melambaikan tangan sedangkan Victoria berbalik masuk ke dalam mansion.---Alfred melihat adiknya yang sedang melakukan terapi. Sudah beberapa lama ini dia mengambil cuti karena hendak menemani adiknya menjalani terapi dan proses kesembuhan.Aiden telah memiliki bisnisnya sendiri dalam bidang pengiriman, meski tidak sebesar Malik Group tapi, meskipun begitu, hal tersebut tidak menghalangi Aiden dalam membiayai semua perawatan adik Alfred hingga hampir sembuh seperti ini.Alfred hany
"Halo!" ucap Aiden ketika menerima panggilan masuk tersebut. Dia sekarang berada di balkon dimana langit malam menjadi panoramanya..Terdengar deheman dari seberang sana sebelum kemudian suara familiar orang tua itu menyapa telinganya."Aiden ... ""Ya, kakek ...""Kapan kau kembali ke mansion Malik?" Pertanyaan itu membuat Aiden terdiam. Ini bukan kali pertama Alaric Malik menghubunginya dan memintanya kembali, "Bagaimana mungkin kau pergi di saat aku menyuruhmu pergi. Aku ini orang tua, sesekali marah adalah hal yang wajar. Kenapa kau harus mengambil hati hal tersebut. Kembalilah ke Mansion Malik. Nenekmu sangat merindukanmu. Sudah berapa lama kau tidak pulang?"Aiden menyandar ke dinding balkon sembari mendongak ke langit, "Maafkan aku, Kek. Bukan aku durhaka dan tidak peduli dengan kerinduanmu. Tapi, yang kalian inginkan untuk kembali ke mansion Malik hanyalah Aiden. Eva adalah istriku. Aku dan dia adalah satu kesatuan."Alaric terdiam beberapa saat, "Jika memang itu yang kau ingin
Eva membuka pintu dan mendapati Sebastian Lewis berdiri di sana."Siapa, sayang?" tanya Aiden sembari menghampiri Eva yang terpaku di depan pintu."Halo, Eva, Aiden!" sapa Sebastian ramah seolah sebelumnya mereka tidak pernah berselisih dan tanpa masalah, "Boleh aku masuk?"Eva yang tersadar bermaksud untuk mempersilahkan Sebastian masuk namun, belum sempat Eva melakukannya Aiden telah lebih dulu mengambil alih dengan melangkah maju dan menjawab, "Tidak!" sembari tersenyum.Sebastian yang telah menduga itu balas tersenyum, "Baiklah kalau begitu," katanya. Dia pura-pura hendak membalikkan tubuh lalu tanpa disangka ketika Aiden lengah dia bergerak maju dengan melewati bawah lengan Aiden yang terentang di pintu."Terima kasih telah mempersilahkan aku masuk, Malik!" ucap Sebastian kalem, dia lantas beralih duduk di sofa.Aiden yang melihat itu menghampiri Sebastian sembari mendesis, "Tidak ada yang mempersilahkanmu masuk, lalu siapa juga yang menyuruhmu duduk di sofa itu," sergah Aiden.Ev
Tanpa sadar, Eva tersentak saat Aiden berdiri lalu dengan lembut menggigit puting payudaranya dengan gemas."Aiden ... aku ..." Namun, seolah teringat sesuatu, setelah itu Aiden tidak melakukan apapun. Dia diam membuat Eva bertanya-tanya ada apa gerangan."Aiden, ada apa?" tanya Eva, dia beralih duduk di hadapan pria itu. Aiden menarik selimut lalu menutupi sebagian tubuh Eva yang terbuka dan tubuhnya sendiri. Ada apa ini? "Aku teringat kalau aku belum mendapatkan maaf yang semestinya darimu atas pemaksaan yang kulakukan padamu waktu itu, Eva." Terakhir kali Aiden mengatakannya, Eva sedang mabuk dan Aiden merasa permasalahan itu belum tuntas. Itu terasa mengganjal di hatinya. Aiden kini beralih duduk di tepi ranjang dengan kaki menyentuh lantai. "Aku memang suamimu, tapi, saat itu, aku sudah berlaku kasar dengan melakukannnya tanpa persetujuan darimu. Aku merasa telah melakukan kesalahan yang membuatmu ...""Aiden," Eva meraih bahu Aiden. Membuat tatapan mereka kembali bertemu, "Janga
Sepanjang jalan dari ruangan duduk sampai ke kamar kedua pakaian mereka berserakan. Eva meremas rambut Aiden saat pria itu menciumnya dengan penuh gairah.Hasrat keduanya begitu menggebu-gebu hingga terasa seolah akan meledak. Dengan bunyi gedebuk, pintu kamar tertutup di belakang mereka. Bibir mereka beradu dalam pelukan penuh gairah. Tangan Aiden dengan lembut memeluk leher Eva saat mulut mereka bertemu, keduanya mendambakan momen ini. Jarak ke tempat tidur mungkin tidak terlalu jauh, namun cobaan yang mereka alami sejak kecelakaan itu membuat ciuman ini terasa seperti hadiah yang telah lama ditunggu-tunggu.Eva terengah-engah ketika Aiden separuh mengangkat tubuhnya, dia melingkarkan lengannya di leher Aiden. Perbedaan tinggi badan mereka membuat dia harus memiringkan kepalanya sedikit ke atas.Aiden dengan lembut menggigit bibir Eva, lidahnya secara alami menyelinap di antara keduanya. Gesekan basah dan sensual di antara bibir mereka menciptakan suara lembab dan memikat yang memen
Ruangan itu cukup besar meski tidak sebesar ruangan-ruangan di mansion Malik. Sudah beberapa minggu ini, Eva tinggal di penthouse ini bersama Aiden.Sesekali Eva memainkan piano yang berada di salah satu sudut ruangan dimana jendela kaca besar berada. Dari kaca jendela besar itu pemandangan kota dapat terlihat dengan jelas. Intensitas cahayanya di malam hari dan siang hari.Awalnya Eva begitu terkejut ketika saat itu Aiden menggenggam tangannya. Pria itu lebih memilih Eva ketika Alaric yang murka akibat kecelakaan yang menimpa mereka menyuruh keduanya bercerai."Aiden adalah pewarisku. Pewaris Malik. Bisa-bisanya dia membahayakan nyawanya untukmu, Eva. Aku tidak bisa menerima ini. Segera bercerai dengan Aiden. Aku akan memberikan kompensasi yang sesuai untukmu." Itu adalah ultimatum yang diucapkan oleh Alaric.Tepat saat itu Aiden masuk."Eva adalah istriku, Kek. Sudah sepatutnya seorang suami melindungi istri," jawab Aiden, dia meraih tangan Eva lalu menyatukan kedua jemari mereka."B
Mata dan jari Eva perlahan menelusuri kulit Aiden."Bagaimana lukamu, Aiden?" tanya Eva, dia bertanya dengan tulus dan benar-benar mengkhawatirkan suaminya itu.Mendengar pertanyaan yang sarat dengan kekhawatiran itu membuat Aiden berbalik menghadap Eva, sebuah senyum terulas di bibirnya."Apa kau mengkhawatirkanku, Eva?" tanyanya."Ya," jawab Eva dengan mimik wajah serius, membuat Aiden terhenyak sejenak sebelum kemudian menggelengkan kepala."Lama-lama aku bisa terbiasa dengan kekhawatiran dan kepedulianmu kepadaku, Eva," cetus Aiden, "Rasanya kita seperti pasangan suami istri sungguhan."Eva mengalungkan kedua lengannya di leher Aiden, "Kalau begitu biasakanlah, Aiden," Dia menatap kedua bola mata pria itu, "Bukankah itu yang kau dan aku inginkan? Menjadi pasangan suami istri sungguhan? Atau jangan-jangan sekarang kau berubah pikiran lagi, Aiden?"Aiden tak menyangka dengan penuturan Eva, "Sejujurnya aku yang mengira kau yang akan berubah pikiran, Eva. Setelah pertemuanmu dengan Dok
Lalu, tatapan Aiden beralih ke Rebecca yang berdiri di belakang Victoria. Rebecca yang menyadari hal tersebut buru-buru menghampiri Aiden lalu memeluknya tanpa mempertimbangkan perasaan Eva. Aiden meringis ketika merasakan sentuhan Rebecca mengenai luka di punggungnya. Eva yang melihat ringisan Aiden buru-buru menarik lepas lengan Rebecca dari suaminya.Menyadari itu, Aiden merasa takjub. Dia senang Eva peduli padanya tidak seperti dulu yang tidak peduli dan bahkan melemparkan Aiden pada wanita lain. Hatinya menjadi 'sangat ringan'."Aiden, syukurlah kau selamat. Huhu, aku benar-benar takut sewaktu mendengar kabar dari Nyonya Victoria tentang dirimu," Rebecca tebal muka dan mengabaikan tindakan Eva. Dia memberikan efek sedih dengan tangisannya. Tapi, Eva dan Aiden mana percaya lagi."Itu benar, Aiden. Rebecca sangat khawatir padamu. Dia bahkan menangis semalam." Victoria menambahkan, Rebecca di sebelahnya mengangguk mengiyakan."Lihat nih, mataku bengkak karena semalaman menangis meng