Di kediaman Malik, Eva terlihat meminum obat dan meraih sepotong roti yang dihidangkan salah satu pelayan kepadanya. Tepat sebelum dia memasukkan roti itu ke dalam mulut, Eva tiba-tiba menjatuhkannya kembali ke atas piring."Nyonya Eva, apakah makanannya tidak sesuai dengan selera Nyonya?" Pelayan itu bertanya dengan cemas.Pelayan lain yang memegang nampan, mengawasi majikannya dengan hati-hati. Baru-baru ini perilaku Nyonya Eva menjadi tidak dapat diprediksi dan membuat para pelayan tidak nyaman.Selama beberapa hari terakhir, Eva bersikeras memasak untuk dirinya sendiri. Para pelayan tahu bahwa orang kaya sering memutuskan untuk memasak secara tiba-tiba tetapi biasanya mereka menyerah setelah satu atau dua kali percobaan. Tapi, Nyonya Eva sekarang telah memasak beberapa makanan dan menolak untuk menyentuh keju kesukaannya. Mereka tidak tahu saja kalau Eva hanya berhati-hati agar tidak mengkonsumsi racun yang mungkin saja dimasukkan ke dalam makanan kesukaannya.Eva mengangkat selim
"Sepertinya suamiku bisa melakukan apapun yang dia mau," cibir Eva pada dirinya sendiri.Saat Eva membuka notifikasi permintaan pertemanan yang diterima tersebut, dia bingung dengan foto profil yang ditampilkan. Alih-alih foto Aiden atau foto Aiden bersama teman-temannya, foto profil itu menunjukkan sosok feminim dalam balutan warna pink. Gadis itu berdiri di bawah pohon bunga besar yang memutar roknya seperti kelopak merah muda di udara. Eva terkejut bahwa foto profil feminim ini adalah milik suaminya. Bukankah itu sangat tidak cocok dengan imej Aiden selama ini. Suaminya itu memiliki imej tampan, dominan yang maskulin sungguh berbanding terbalik dengan foto di profil media sosialnya, apalagi itu foto seorang gadis kecil.Eva mempelajari gambar itu lebih dekat, dia tidak dapat menghilangkan perasaan bahwa baik sosok maupun pemandangannya terasa tidak asing. Eva menyipitkan mata ke foto itu, tapi dia tidak bisa melihat detail yang berguna. Racun di tubuhnya telah menghapus hampir semua
Di Malik Group, Aiden bersandar di kursi kulit hitamnya. Dia memegang ponselnya di tangan dan melihat setiap foto dirinya menghilang dari profil Eva.Dia tidak pernah berpikir untuk melihat profil Eva sebelumnya dan melihat begitu banyak foto dirinya mengisinya dengan kebahagiaan yang aneh dan tak tertahankan. Meskipun kegilaan sebelumnya sering mengganggunya, Aiden baru-baru ini menyadari bahwa dia peduli dengan apa yang Eva pikirkan tentang dirinya. Foto candid di profilnya meyakinkan Aiden bahwa terlepas dari keganasannya baru-baru ini, Eva masih memiliki titik lemah untuknya. Kemudian foto-foto itu menghilang."Ada apa dengan foto-foto ini?" tanya Aiden."Um, tampaknya Nyonya Eva mengambil foto Tuan secara diam-diam," Alfred tergagap, dia khawatir kalau Aiden akan menghukum Eva, "Nyonya Eva sangat berani, tapi harap Tuan berbelas kasih pada Nyonya Eva. Terakhir kali Tuan cukup keras terhadap jurnalis itu. Hal seperti ini tidak boleh merusak pernikahan Tuan."Alfred ingat bahwa seo
Eva kaget."Maafkan saya, Nyonya Eva. Saya benar-benar minta maaf," Alfred berkata, "Tapi, Tuan Aiden meminta saya untuk memulihkan foto-foto itu. Setelah memulihkannya, saya akan mengembalikan ponsel ini kepada Nyonya.""Wah!" Eva berusaha menahan amarah dari suaranya, Wah benar-benar, "Aku ingin kau mengembalikan ponselku sekarang juga, Alfred.""Maafkan saya. Saya tidak bisa melakukan itu, Nyonya Eva. Tapi jangan khawatir, kecuali foto, hanya Tuan Aiden yang akan memiliki akses informasi di ponsel Nyonya." Seperti menuangkan minyak ke api, kata-kata Alfred hanya menambah kemarahan Eva.Mengapa tidak langsung saja memberitahuku bahwa Aiden akan melihat semua hal pribadi di ponselku? Pikir Eva. "Aku ingin bertemu Aiden," tuntutnya kemudian.Eva tahu bahwa Alfred hanya mengikuti perintah Aiden, jadi percuma saja berdebat dengannya."Tuan Aiden sudah mengira Nyonya akan mengatakan itu," jawab Alfred, "Maka dari itu Tuan Aiden sudah mengirimkan mobil bersama sopir yang telah menunggu Ny
Eva tiba di Grup Malik sebelum tengah hari. Di lobi perusahaan, beberapa karyawan berhenti lalu menatap Eva. Alfred berjalan di sampingnya bersama dua belas pengawal yang mengikuti di belakang mereka. Para staf mengenali Alfred Bailey, tetapi sebagian besar tidak mengenali wanita di sampingnya. Padahal Eva adalah istri bos mereka."Aku pernah melihatnya ketika aku mengirim dokumen ke mansion Malik," bisik seorang pegawai, "Dia mungkin istri Tuan Aiden. Aku ingin tahu mengapa dia datang?""Oh, sepertinya aku mengenali wanita yang di samping Alfred itu," bisik yang lain, "Bukankah dia itu wanita yang nama belakangnya Jonas?""Tidak. Kau salah. Nama belakangnya adalah Abraham. Kudengar dia dipilih secara khusus oleh kakek Tuan Aiden yaitu Tuan Alaric Malik, tapi Tuan Aiden membencinya. Dia bahkan menolak untuk menyentuh istrinya.""Tidak masalah betapa cantiknya wanita itu jika dia tidak bisa menarik perhatian suaminya, itu sama sekali tidak ada gunanya," karyawan lain berbisik dengan jah
"Memangnya ada rahasia apa di ponselmu?" tanya Aiden lewat ketikan."Segala sesuatu yang ada di ponsel adalah milik orang yang memiliki ponsel. Itu bersifat pribadi. Kau tidak bisa begitu saja mengambil ponsel seseorang lalu melihat isinya. Kau pasti tahu kan yang namanya privasi?!" balas Eva."Oo begitu ya. Lalu bagaimana dengan tubuhmu?" tanya Aiden, masih lewat ketikan."????? Aku tidak memahami maksudmu.""Maksudku, bisakah tubuhmu dilihat dan diambil?"What?! "Kau sangat vulgar," balas Eva.Mengapa Aiden bisa begitu mesum seperti ini? pikir Eva, Suaminya itu sedang menghadiri rapat penting, tapi bukannya mendengarkan, Aiden justru mengirimi Eva pesan seksual.Eva merengut pada Aiden lalu membanting ponselnya ke atas meja, dia menolak untuk memeriksa jawaban chat Aiden selanjutnya. Semua orang di ruang rapat terdiam, secara bersamaan mereka semua berbalik lalu menatapnya. Ada apa? Apa yang terjadi pada istri bos mereka? Seperti itulah kira-kira yang ada di pikiran para eksekutif.
Eva mendorong Aiden yang tidak siap lalu melompat dari pangkuannya. Sikapnya seolah malu tertangkap basah sedang melakukan hal yang tidak-tidak."Ups … maafkan saya," Alfred tersipu lalu segera menutup pintu kembali.Eva menuju pintu yang tertutup, tapi Aiden menghentikannya dengan meraih pinggang istrinya lagi. Aiden meraih Eva ke dalam pelukannya lalu menggerakkan tangan ke rambut istrinya.Apa yang ingin dia lakukan? Eva bertanya-tanya, Apakah Aiden mencoba menghilangkan rumor itu? Apakah itu sebabnya dia membawaku ke sini? Untuk mengumbar beberapa kemesraan di depan umum yang tidak tahu malu?"Eva menghirup aroma sabun dan musk yang samar tapi berbeda dari tubuhnya lalu pikirannya menjadi kosong. Eva lupa untuk mendorongnya menjauh. Ketika Aiden menarik diri dari Eva, pria itu tersenyum padanya dengan seringai puas.Eva menatapnya, sedikit bingung. Aiden mengenakan kemeja putih dengan jas hitam, menurutnya Aiden terlihat klasik dan elegan. Di atas kerah kemeja, cetakan bibir merah
Limusin hitam diparkir di pintu masuk utama gedung. Seorang sopir membuka pintu, Aiden lantas membawa Eva masuk. Interior mobilnya mewah hampir sebanding dengan hotel top. Aiden memeluk Eva dan menarik wanita itu ke pangkuannya."Sekarang hanya kita berdua, istriku," Aiden berkata."Kalau begitu bisakah kau melepaskanku?""Kenapa? Apa kau tidak menyukainya?" Kata Aiden sembari melingkarkan lengan di pinggang Eva dengan lebih erat."Tidak, tidak. Aku hanya merasa terlalu panas," keluh Eva."Kalau begitu nyalakan AC," perintah Aiden pada sopir. Kursi belakang dipisahkan dari sopir dengan dinding yang bisa ditarik. Aiden menggunakan alat komunikator bawaan untuk berkomunikasi dengan sopir setelah itu Aiden berbicara dengan Alfred dengan alat yang sama karena Alfred yang memang duduk di samping sopir."Ponsel Nyonya Eva telah dikirim ke divisi IT. Adapun mengenai ke 75 foto itu," Alfred berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Divisi IT mengatakan kalau foto-foto itu akan dipulihkan sesegera
Bandara terlihat ramai, tapi itu tidak membuat seorang gadis dengan tubuh model berjalan dengan angkuh sembari menarik tas kopernya.Di area penjemputan penumpang, mata gadis itu menatap sekeliling dimana ada banyak orang yang berdiri untuk menunggu kerabat, teman atapun rekan. Sampai akhirnya dia mendengar teriakan itu disertai lambaian tangan dari seorang yang ia kenali."Rebecca!" panggil Rachel sembari mengangkat selembar karton bertuliskan namanya.Rebecca segera menghampiri Rachel, keduanya saling berpelukan, "Apa kabar?" tanya Rachel pada Rebecca, "Lama kita tidak bertemu, kau semakin cantik saja adikku.""Kakak," seru Rebecca rasanya ia ingin menangis karena sudah lama tidak bertemu dengan saudarinya itu, "Aku merindukanmu.""Sama. Ayo, kita ke apartemenku. Kau bisa menginap di sana.""Ngomong-ngomong, mana pacarmu katanya kau sudah punya pacar," tukas Rebecca sembari melihat kesana kemari."Ah, dia sedang bekerja dan tidak bisa ikut menjemputmu. Aku akan mengenalkanmu padanya
"Aduh, sudah-sudah. Cucu kita hanya ingin berbulan madu saja. Biarkan saja." Alaric menengahi, "Minum saja tehmu, Victoria."Aiden bergerak sigap mengambil cangkir teh Victoria lalu menyodorkannya ke wanita tua itu. Wanita tua itu mau tak mau tersenyum, "Kau ini, cucu nakal, mana ada bulan madu selama ini. Bilang saja kalau ini hanya akal-akalanmu untuk menolak kembali. Ya, kan?"Mendengar itu Aiden hanya tertawa saja.Beberapa waktu kemudian, keduanya lantas pulang dengan membawa banyak buah tangan. Alaric melambaikan tangan sedangkan Victoria berbalik masuk ke dalam mansion.---Alfred melihat adiknya yang sedang melakukan terapi. Sudah beberapa lama ini dia mengambil cuti karena hendak menemani adiknya menjalani terapi dan proses kesembuhan.Aiden telah memiliki bisnisnya sendiri dalam bidang pengiriman, meski tidak sebesar Malik Group tapi, meskipun begitu, hal tersebut tidak menghalangi Aiden dalam membiayai semua perawatan adik Alfred hingga hampir sembuh seperti ini.Alfred hany
"Halo!" ucap Aiden ketika menerima panggilan masuk tersebut. Dia sekarang berada di balkon dimana langit malam menjadi panoramanya..Terdengar deheman dari seberang sana sebelum kemudian suara familiar orang tua itu menyapa telinganya."Aiden ... ""Ya, kakek ...""Kapan kau kembali ke mansion Malik?" Pertanyaan itu membuat Aiden terdiam. Ini bukan kali pertama Alaric Malik menghubunginya dan memintanya kembali, "Bagaimana mungkin kau pergi di saat aku menyuruhmu pergi. Aku ini orang tua, sesekali marah adalah hal yang wajar. Kenapa kau harus mengambil hati hal tersebut. Kembalilah ke Mansion Malik. Nenekmu sangat merindukanmu. Sudah berapa lama kau tidak pulang?"Aiden menyandar ke dinding balkon sembari mendongak ke langit, "Maafkan aku, Kek. Bukan aku durhaka dan tidak peduli dengan kerinduanmu. Tapi, yang kalian inginkan untuk kembali ke mansion Malik hanyalah Aiden. Eva adalah istriku. Aku dan dia adalah satu kesatuan."Alaric terdiam beberapa saat, "Jika memang itu yang kau ingin
Eva membuka pintu dan mendapati Sebastian Lewis berdiri di sana."Siapa, sayang?" tanya Aiden sembari menghampiri Eva yang terpaku di depan pintu."Halo, Eva, Aiden!" sapa Sebastian ramah seolah sebelumnya mereka tidak pernah berselisih dan tanpa masalah, "Boleh aku masuk?"Eva yang tersadar bermaksud untuk mempersilahkan Sebastian masuk namun, belum sempat Eva melakukannya Aiden telah lebih dulu mengambil alih dengan melangkah maju dan menjawab, "Tidak!" sembari tersenyum.Sebastian yang telah menduga itu balas tersenyum, "Baiklah kalau begitu," katanya. Dia pura-pura hendak membalikkan tubuh lalu tanpa disangka ketika Aiden lengah dia bergerak maju dengan melewati bawah lengan Aiden yang terentang di pintu."Terima kasih telah mempersilahkan aku masuk, Malik!" ucap Sebastian kalem, dia lantas beralih duduk di sofa.Aiden yang melihat itu menghampiri Sebastian sembari mendesis, "Tidak ada yang mempersilahkanmu masuk, lalu siapa juga yang menyuruhmu duduk di sofa itu," sergah Aiden.Ev
Tanpa sadar, Eva tersentak saat Aiden berdiri lalu dengan lembut menggigit puting payudaranya dengan gemas."Aiden ... aku ..." Namun, seolah teringat sesuatu, setelah itu Aiden tidak melakukan apapun. Dia diam membuat Eva bertanya-tanya ada apa gerangan."Aiden, ada apa?" tanya Eva, dia beralih duduk di hadapan pria itu. Aiden menarik selimut lalu menutupi sebagian tubuh Eva yang terbuka dan tubuhnya sendiri. Ada apa ini? "Aku teringat kalau aku belum mendapatkan maaf yang semestinya darimu atas pemaksaan yang kulakukan padamu waktu itu, Eva." Terakhir kali Aiden mengatakannya, Eva sedang mabuk dan Aiden merasa permasalahan itu belum tuntas. Itu terasa mengganjal di hatinya. Aiden kini beralih duduk di tepi ranjang dengan kaki menyentuh lantai. "Aku memang suamimu, tapi, saat itu, aku sudah berlaku kasar dengan melakukannnya tanpa persetujuan darimu. Aku merasa telah melakukan kesalahan yang membuatmu ...""Aiden," Eva meraih bahu Aiden. Membuat tatapan mereka kembali bertemu, "Janga
Sepanjang jalan dari ruangan duduk sampai ke kamar kedua pakaian mereka berserakan. Eva meremas rambut Aiden saat pria itu menciumnya dengan penuh gairah.Hasrat keduanya begitu menggebu-gebu hingga terasa seolah akan meledak. Dengan bunyi gedebuk, pintu kamar tertutup di belakang mereka. Bibir mereka beradu dalam pelukan penuh gairah. Tangan Aiden dengan lembut memeluk leher Eva saat mulut mereka bertemu, keduanya mendambakan momen ini. Jarak ke tempat tidur mungkin tidak terlalu jauh, namun cobaan yang mereka alami sejak kecelakaan itu membuat ciuman ini terasa seperti hadiah yang telah lama ditunggu-tunggu.Eva terengah-engah ketika Aiden separuh mengangkat tubuhnya, dia melingkarkan lengannya di leher Aiden. Perbedaan tinggi badan mereka membuat dia harus memiringkan kepalanya sedikit ke atas.Aiden dengan lembut menggigit bibir Eva, lidahnya secara alami menyelinap di antara keduanya. Gesekan basah dan sensual di antara bibir mereka menciptakan suara lembab dan memikat yang memen
Ruangan itu cukup besar meski tidak sebesar ruangan-ruangan di mansion Malik. Sudah beberapa minggu ini, Eva tinggal di penthouse ini bersama Aiden.Sesekali Eva memainkan piano yang berada di salah satu sudut ruangan dimana jendela kaca besar berada. Dari kaca jendela besar itu pemandangan kota dapat terlihat dengan jelas. Intensitas cahayanya di malam hari dan siang hari.Awalnya Eva begitu terkejut ketika saat itu Aiden menggenggam tangannya. Pria itu lebih memilih Eva ketika Alaric yang murka akibat kecelakaan yang menimpa mereka menyuruh keduanya bercerai."Aiden adalah pewarisku. Pewaris Malik. Bisa-bisanya dia membahayakan nyawanya untukmu, Eva. Aku tidak bisa menerima ini. Segera bercerai dengan Aiden. Aku akan memberikan kompensasi yang sesuai untukmu." Itu adalah ultimatum yang diucapkan oleh Alaric.Tepat saat itu Aiden masuk."Eva adalah istriku, Kek. Sudah sepatutnya seorang suami melindungi istri," jawab Aiden, dia meraih tangan Eva lalu menyatukan kedua jemari mereka."B
Mata dan jari Eva perlahan menelusuri kulit Aiden."Bagaimana lukamu, Aiden?" tanya Eva, dia bertanya dengan tulus dan benar-benar mengkhawatirkan suaminya itu.Mendengar pertanyaan yang sarat dengan kekhawatiran itu membuat Aiden berbalik menghadap Eva, sebuah senyum terulas di bibirnya."Apa kau mengkhawatirkanku, Eva?" tanyanya."Ya," jawab Eva dengan mimik wajah serius, membuat Aiden terhenyak sejenak sebelum kemudian menggelengkan kepala."Lama-lama aku bisa terbiasa dengan kekhawatiran dan kepedulianmu kepadaku, Eva," cetus Aiden, "Rasanya kita seperti pasangan suami istri sungguhan."Eva mengalungkan kedua lengannya di leher Aiden, "Kalau begitu biasakanlah, Aiden," Dia menatap kedua bola mata pria itu, "Bukankah itu yang kau dan aku inginkan? Menjadi pasangan suami istri sungguhan? Atau jangan-jangan sekarang kau berubah pikiran lagi, Aiden?"Aiden tak menyangka dengan penuturan Eva, "Sejujurnya aku yang mengira kau yang akan berubah pikiran, Eva. Setelah pertemuanmu dengan Dok
Lalu, tatapan Aiden beralih ke Rebecca yang berdiri di belakang Victoria. Rebecca yang menyadari hal tersebut buru-buru menghampiri Aiden lalu memeluknya tanpa mempertimbangkan perasaan Eva. Aiden meringis ketika merasakan sentuhan Rebecca mengenai luka di punggungnya. Eva yang melihat ringisan Aiden buru-buru menarik lepas lengan Rebecca dari suaminya.Menyadari itu, Aiden merasa takjub. Dia senang Eva peduli padanya tidak seperti dulu yang tidak peduli dan bahkan melemparkan Aiden pada wanita lain. Hatinya menjadi 'sangat ringan'."Aiden, syukurlah kau selamat. Huhu, aku benar-benar takut sewaktu mendengar kabar dari Nyonya Victoria tentang dirimu," Rebecca tebal muka dan mengabaikan tindakan Eva. Dia memberikan efek sedih dengan tangisannya. Tapi, Eva dan Aiden mana percaya lagi."Itu benar, Aiden. Rebecca sangat khawatir padamu. Dia bahkan menangis semalam." Victoria menambahkan, Rebecca di sebelahnya mengangguk mengiyakan."Lihat nih, mataku bengkak karena semalaman menangis meng