Kedua mata Jaxon menatap datar ke arah dua wanita yang jauh darinya. Selama sebulan ini mereka sibuk merebut hati ayahnya tanpa ingin merebut hatinya. Ia muak dan ingin melemparkan mereka ke kandang buaya saja."Apa kalian tidak bosan bertengkar? aku saja melihat kalian berkelahi seperti itu merasa malu. Kenapa aku bisa memiliki pengasuh dan ibu yang tidak tau diri?"Liliana dan Beliana merasa tertampar. Mereka saling memalingkan wajah mereka. ceklekTanpa melihat wajah ayahnya, Jaxon berlalu pergi. Dia tidak ingin bersitatap dengan ayah bodohnya itu. Frank yang melihat kepergian putranya merasa sakit hati. Setelah perceraiannya dengan Viona, Jaxon seakan tak menganggap keberadaannya, tidak mau bersitatap sepeerti dulu lagi. "Frank kau sudah keluar? aku membuatkan sarapan untuk mu," ucap Beliana."Apa kalian tidak bisa mengganggu sekali saja?" Frank berlalu meninggalkan kedua wanita itu. Dia menuju ke ruang makan dan melihat Jaxon di sana, tapi putranya malah fokus pada sarapannya t
Kakek Damian menatap pria yang memunggunginya. Langkah kakinya tertahan di pertengahan anak tangga. Dia pun melanjutkan kembali langkah kakinya. "Untuk apa kau datang kesini?" tanya kakek Damian. Dia menatap pria yang memunggunginya. Frank menoleh dan melihat pria yang tak lagi muda, rambutnya tak lagi ada hitamnya melainkan rambutnya sudah memutih. Wajahnya yang di penuhi keriput terlihat jelas dengan kelelahan. Dia merasa bersalah dan menyesali perbuatannya. "Kakek." BrukFrank langsung menjatuhkan dirinya di depan lakek Damian. "Kakek! maafkan aku, maafkan aku." Kedua tangannya memegang salah satu kaki kakek Damian."Maafkan aku Kek."Kakek Damian menatapa lurus ke depan. Ia begitu enggan untuk melihat wajah Frank. "Kau sudah tau menyesalinya?""Berdirilah Frank, aku ingin melihat wajah mu." Kakek Damian membantu Frank berdiri. Dia menatap wajah Frank dan tangannya yang tak pernah menampar atau berbuat kasar kini melayangkan tangannya menampar pipi Frank. Frank menunduk, ia ta
Viona tersenyum mendengarkan curhatan kakeknya. Setiap akhir pekan ia akan menghubungi kakeknya untuk mendengarkan kegiatannya dan mencaritan kegiatannya sendiri."Mom." Sapa seorang anak kecil. Dia tersenyum pada anak kecil di depannya.Viona membungkuk dia mencium pipi Axel. "Apa Axel ingin makan sesuatu?" tanya Viona. Axel menggelengkan kepalanya. Bocah yang memiliki penyakit jantung itu selalu saja menempel pada Viona. Satu bulan yang lalu tanpa sengaja ia bertemu di jalan dan memanggilnya ibu. Karena rasa kasihan ia pun menolong Axel dan karena kasihan pada Axel yang memanggilnya ibu, ia pun menurutinya."Mom aku ingin keluar." Bocah lima tahun itu merasa malas berada di kamarnya. "Kapan Daddy pulang?" tanya Axel."Aku ingin bermain di luar," tambahnya.Viona berpamitan pada kakeknya dan kembali menatap wajah Axel. "Daddy pulangnya sore sayang, Axel mau keluar. Sama Mom saja, nanti Daddy menyusul."Axel mengangguk, dari pada dia sumpek berada di rumah. "Sekarang Mommy bantu Axe
"Viona kau tidak perlu terburu-buru, aku akan menunggu jawaban mu." Kenan bangkit dari kursinya menuju ke arah Axel. "Tunggu, bagaimana dengan ulang tahun Axel?" tanya Viona."Aku sudah mempersiapkannya, tiga hari lagi. O iya akan ada teman ku yang datang dari luar kota. Mungkin Axel juga merindukan temannya." Senyum merakah menghiasi wajah Kenan, pria itu terlihat tampan dan manis.Kenan kembali melangkah pergi meninggalkan Viona.Keesokan harinya.Jaxon mendekati anak perempuan yang duduk sendiri dan memakan bakalnya. Ia tersenyum melihat anak perempuan manis itu seandainya bukan karena informasi, ia tidak mungkin mau untuk mendekatinya."Kau sendiria?" tanya Jaxon. Setelah kepergian Viona. Ia tidak pernah membawa bekal lagi."Iya, kau mau?" tawarnya. Dia memperlihat sandwich satunya yang berada di kotak bekalnya. Jaxon menggelengkan kepalanya. "Tidak, oh iya kamu tidak menghubungi teman mu lagi, yang kemarin?" tanya Jaxon. Ia ingin tau bagaimana keadaan ibunya.Anak bernama Aleta
Kenan menatap jauh Viona dan Jaxon, ia merasa aneh dengan kedua orang itu. Seolah mereka saling mengenal. Ia merasa keduanya tidak asing lagi, bahkan saat melihat wajah Viona tadi yang terkejut ia merasa Viona sangat mengenal Jaxon."Siapa Jaxon?" Ia bertanya-tanya, mungkin nanti ia akan bertanya pada Viona."Daddy." Axel menatap Viona dan Jaxon. Ia cemburu pada Jaxon yang dekat dengan Viona, ia takut Viona akan di rampas olehnya. "Sayang.""Daddy aku tidak suka dengan Jaxon. Dia mengambil Mommy," tuturnya dengan pipi mengembang.Kenan membawa Axel ke dalam pelukannya dan menggendongnya. "Kenapa? Jaxon datang kesini bersama dengan Aleta, dia membawa kado untuk mu.""Aku tidak peduli, Mommy terlalu dekat dengannya. Sebaiknya Daddy usir saja dia.""Aleta akan sedih jika Axel seperti ini. Apa Axel mau Aleta sedih?"Axel menggelengkan kepalanya. Namun ia sangat khawatir ibunya akan pergi."Sudah sayang, jangan khawatir. Daddy akan berbicara dengan Mommy dan Mommy tidak akan meninggalkan
Keesokan harinya.Viona membawa Axel, Aleta dan Jaxon ke tempat bermain anak-anak. Ketiga bocah itu senang sekali bermain bola kecil dan beberapa mainan lainnya. Sedangkan Daniel dan Kenan pun ikut megawasi serta kedua pria itu terkadang ikut bermain dengan anak-anak. Viona duduk di sebuang kursi berwarna cokelat, ia menatap Jaxon dan jantungnya terasa panas. Ada sakit namun tak terlihat. Axel mengikuti pandangan Viona. Ia semakin tak suka dengan Jaxon, timbul rasa benci di hatinya. Dengan hati kesal ia mendekat ke Jaxon. Ia tidak ingin perhatian Viona tertuju pada Jaxon. "Jaxon bagaimana kalau kita bermain mobil?" tanya Axel. Ia ingin sekali membuat Jaxon kalah padanya."Aku tidak mau bermain," ucap Jaxon. Awalnya ia memang tidak ingin bermain namun karena di paksa oleh Axel ia pun ikut bermain. Tidak ingin beradu mulut, ia pun pergi menghampiri Viona."Mommy." Sapa Jaxon. Dia duduk di samping Viona. "Sudah capek sayang." Viona membawa sebuah kain untuk mengelap keringat Jaxon d
"Frank aku sudah memaafkan mu, tapi tolong jangan mengganggu hidup ku lagi." Viona mengatupkan kedua tangannya seraya memohon kepada pria di depannya."Viona." Sapa seorang pria dari arah pintu. Dia terkejut melihat semua adegan di depannya itu. Ia pun melangkah menghampiri Viona, niat hati ingin melihat keadaan Viona. Ia takut terjadi sesuatu pada Viona yang melihat wajahnya terlihat layu.Viona melihat ke arah lainnya. Kenan menatap pria di depannya yang terlihat persis seperti Jaxon. "Siapa dia Viona?""Dia mantan suami ku," jawab Viona dengan jelas.Kenan tidak tau apa yang harus ia lakukan. Ia bingung harus menempatkan posisinya di masa lalu Viona. "Maaf aku datang di waktu yang salah." Ia memutuskan untuk pergi dan memberikan ruang pada mereka."Tunggu Kenan." Viona menahan langkah kaki Kenan. "Aku harus memperkenalkan mu.""Frank berdirilah, rasanya tidak sopan jika aku memperkenalkan mu seperti ini. Kenan kau duduklah temani Frank."Kenan menoleh, ia tidak yakin dengan perkata
Satu Bulan Kemudian.Kakek Damian menatap mansion mewah didepannya. Sebenarnya ia begitu enggan untuk menginjakkan lagi kadua kakinya ke mansion mantan menantunya. Seandainya bukan karena Viona yang kemarin menyuruhnya melihat keadaan Jaxon karena anak itu tidak bisa di hubungi sama sekali, bahkan Viona menanyakannya pada Aleta dan Aleta mengatakan Jaxon menjauhinya serta kadang tidak masuk sekolah, hasilnya pun tidak mendapatkan jawaban apa pun."Tuan." Sapa seorang pelayan. Dia tersenyum ramah pada mertua majikannya. "Apa Jaxon di dalam?" tanya kakek Damian.Ketua pelayan itu melirik pelayan di sampingnya. "Ada tuan, silahkan tuan masuk."Kakek Damian pun masuk, ia duduk di ruang tamu sambil menunggu kedatangan Jaxon. Sedangkan di tempat lain.Jaxon menggenggam tangan seorang pria. Pria itu seperti orang linglung, dia hanya diam dan di suapi makannya dan kadang tidak memakannya. Kadang dia menangis dan tidak ada yang bisa menghentikannya."Daddy sampai kapan seperti ini?" tanya Ja
Hari silih berganti, bulan pun berganti, kini tak terasa sudah setahun berlalu, Viona dengan telaten menemani Jaxon ke sekolah, layaknya seperti ibu. Kini ia sepenuhnya memaafkan Frank dan menerima kehadirannya kembali di kehidupan. Sedangkan Belian telah di penjara di ruangan khusus yang Frank buat sendiri karena telah terbukti kecelakaan yang menimpa Arel itu ulah dari Beliana.Lika liku kehidupan dan tancapan tajam yang telah mereka lalui kini telah sirna dengan ucapan janji setia kedua. Pernikahan keduanya hanya di hadiri oleh beberapa saudara. Padahal Frank meminta pernikahan mereka di meriahkan, namun Viona begitu enggan untuk di meriahkan. Ia tidak mempermasalahkannya jika harus sederhana. Frank menarik pinggang Viona dan kemudian mencium bibirnya. "Aku akan memintanya lagi."Jaxon, kakek Damian dan tuan Ardey tersenyum bahagia. Mereka kini bisa melihat bersatunya Frank dan Viona dengan landasan cinta. Mereka berharap Viona dan Frank bahagia hingga akhir hayatnya. Sedangkan A
"Aku tidak bisa melindungi mu, maafkan aku. Kau tak perlu memaafkan aku, tapi aku mohon akuilah Jaxon sekalipun dia bukan anak kandung mu. Aku hanya meminta mu memperhatikan Jaxon."Air mata Viona menetes keluar. Sesaknya seakan menghentikan detakan jantungnya. Frank menggenggam tersenyum, ia pun memalingkan wajahnya ke arah kanan. Ia memejamkan kedua matanya hingga air matanya mengalir lewat sudut kedua matanya itu.Viona menggigit bibir bawahnya. Tangannya gemetar ingin menyentuh pipi Frank. Ternyata selama ini ia salah paham pada Frank dan ternyata Frank kembali ke masa lalu.Viona beranjak ia meninggalkan Frank dan duduk di kursi tunggu, ia butuh ketenangan di hatinya. Ia pun menutupi wajahnya."Viona. " Kenan memegang bahu Viona. "Kau kenapa? bagaimana dengan Frank?""Dia tidak apa-apa, bagaimana keadaan Axel?""Dia baik-baik saja dan keadananya baik. Dua hari lagi Axel akan operasi, sahabat ku sudah menemukan pendonor.""Viona terima kasih karena sudah menyayangi Axel. Kau ibu t
Tiga hari kemudian.Jaxon begitu senang bertemu dengan ibunya diam-diam walaupun ia harus mendapatkan sindiran pedas dari Axek, ketidaksukaannya padanya. Tiap ke sekolah dan pulang sekolah, Viona, Axel dan Kenan mengajaknya jalan-jalan. Ayahnya pun beberapa sudah membaik. Namun masih terkadang menangis dalam diam.Frank menyandarkan kepalanya ke dinding, hatinya merasakan kesakitan mendengarkan obrolan Viona dan putranya. Ia bersyukur Viona kembali, ia berharap apa yang ia lihat adalah Viona.Begitu obrolan Jaxon berakhir, Frank bergegas pergi ke kamarnya. Ia menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang menunggu Jaxon berpamitan padanya."Daddy." Jaxon berlari ke arah Frank. "Jaxon berangkat dulu Dad, biarkan sopir nanti yang menjemput Jaxon. Daddy istirahat saja."Frank mengangguk dan mencium kening Jaxon. "Ya, Daddy menyayangi mu."Sesampainya di sekolahnya, ia bertemu dengan Viona, Aleta, Axel dan Kenan. Viona memang sengaja menunggu kedatangannya sebelum masuk ke sekolahnya."Sayan
Pada malam harinya, Viona telah sampai di mansion Frank. Dia bergegas masuk dan berlari. Ia tidak sabar melihat Jaxon."Viona.""Kakek." Viona memeluk kakek Damian dengan erat. "Dimana Jaxon?" tanya Viona."Dia ada di kamar Frank." Viona bergegas ke kamar Frank. Dia membuka pintu kamarnya dan melebarkan kedua matanya. Ia melihat Frank di tahan oleh kedua penjaga. Sedangkan Jaxon menangis. "Daddy.""Aku harus menolong Viona!" teriak Frank. Dia menendang salah satu penjaga yang menahan di lengan kanannya. "Daddy." Tanpa sadar Jaxon terjatuh ke lantai akibat Frank yang menepis tangannya. Frank memukul penjaga yang menahan lengan kirinya dan berlari, namun langkahnya berhenti ketika melihat Viona di ambang pintu."Viona." Suaranya merendah. Tidak ingin membuang kesempatan. Ia berlari meneluk Viona dengan erat. "Viona kau selamat, maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku. Sungguh aku tidak melakukannya, aku fi jebak oleh Beliana. Aku tidak melakukannya. Aku mohon percaya pada ku." Seoran
Satu Bulan Kemudian.Kakek Damian menatap mansion mewah didepannya. Sebenarnya ia begitu enggan untuk menginjakkan lagi kadua kakinya ke mansion mantan menantunya. Seandainya bukan karena Viona yang kemarin menyuruhnya melihat keadaan Jaxon karena anak itu tidak bisa di hubungi sama sekali, bahkan Viona menanyakannya pada Aleta dan Aleta mengatakan Jaxon menjauhinya serta kadang tidak masuk sekolah, hasilnya pun tidak mendapatkan jawaban apa pun."Tuan." Sapa seorang pelayan. Dia tersenyum ramah pada mertua majikannya. "Apa Jaxon di dalam?" tanya kakek Damian.Ketua pelayan itu melirik pelayan di sampingnya. "Ada tuan, silahkan tuan masuk."Kakek Damian pun masuk, ia duduk di ruang tamu sambil menunggu kedatangan Jaxon. Sedangkan di tempat lain.Jaxon menggenggam tangan seorang pria. Pria itu seperti orang linglung, dia hanya diam dan di suapi makannya dan kadang tidak memakannya. Kadang dia menangis dan tidak ada yang bisa menghentikannya."Daddy sampai kapan seperti ini?" tanya Ja
"Frank aku sudah memaafkan mu, tapi tolong jangan mengganggu hidup ku lagi." Viona mengatupkan kedua tangannya seraya memohon kepada pria di depannya."Viona." Sapa seorang pria dari arah pintu. Dia terkejut melihat semua adegan di depannya itu. Ia pun melangkah menghampiri Viona, niat hati ingin melihat keadaan Viona. Ia takut terjadi sesuatu pada Viona yang melihat wajahnya terlihat layu.Viona melihat ke arah lainnya. Kenan menatap pria di depannya yang terlihat persis seperti Jaxon. "Siapa dia Viona?""Dia mantan suami ku," jawab Viona dengan jelas.Kenan tidak tau apa yang harus ia lakukan. Ia bingung harus menempatkan posisinya di masa lalu Viona. "Maaf aku datang di waktu yang salah." Ia memutuskan untuk pergi dan memberikan ruang pada mereka."Tunggu Kenan." Viona menahan langkah kaki Kenan. "Aku harus memperkenalkan mu.""Frank berdirilah, rasanya tidak sopan jika aku memperkenalkan mu seperti ini. Kenan kau duduklah temani Frank."Kenan menoleh, ia tidak yakin dengan perkata
Keesokan harinya.Viona membawa Axel, Aleta dan Jaxon ke tempat bermain anak-anak. Ketiga bocah itu senang sekali bermain bola kecil dan beberapa mainan lainnya. Sedangkan Daniel dan Kenan pun ikut megawasi serta kedua pria itu terkadang ikut bermain dengan anak-anak. Viona duduk di sebuang kursi berwarna cokelat, ia menatap Jaxon dan jantungnya terasa panas. Ada sakit namun tak terlihat. Axel mengikuti pandangan Viona. Ia semakin tak suka dengan Jaxon, timbul rasa benci di hatinya. Dengan hati kesal ia mendekat ke Jaxon. Ia tidak ingin perhatian Viona tertuju pada Jaxon. "Jaxon bagaimana kalau kita bermain mobil?" tanya Axel. Ia ingin sekali membuat Jaxon kalah padanya."Aku tidak mau bermain," ucap Jaxon. Awalnya ia memang tidak ingin bermain namun karena di paksa oleh Axel ia pun ikut bermain. Tidak ingin beradu mulut, ia pun pergi menghampiri Viona."Mommy." Sapa Jaxon. Dia duduk di samping Viona. "Sudah capek sayang." Viona membawa sebuah kain untuk mengelap keringat Jaxon d
Kenan menatap jauh Viona dan Jaxon, ia merasa aneh dengan kedua orang itu. Seolah mereka saling mengenal. Ia merasa keduanya tidak asing lagi, bahkan saat melihat wajah Viona tadi yang terkejut ia merasa Viona sangat mengenal Jaxon."Siapa Jaxon?" Ia bertanya-tanya, mungkin nanti ia akan bertanya pada Viona."Daddy." Axel menatap Viona dan Jaxon. Ia cemburu pada Jaxon yang dekat dengan Viona, ia takut Viona akan di rampas olehnya. "Sayang.""Daddy aku tidak suka dengan Jaxon. Dia mengambil Mommy," tuturnya dengan pipi mengembang.Kenan membawa Axel ke dalam pelukannya dan menggendongnya. "Kenapa? Jaxon datang kesini bersama dengan Aleta, dia membawa kado untuk mu.""Aku tidak peduli, Mommy terlalu dekat dengannya. Sebaiknya Daddy usir saja dia.""Aleta akan sedih jika Axel seperti ini. Apa Axel mau Aleta sedih?"Axel menggelengkan kepalanya. Namun ia sangat khawatir ibunya akan pergi."Sudah sayang, jangan khawatir. Daddy akan berbicara dengan Mommy dan Mommy tidak akan meninggalkan
"Viona kau tidak perlu terburu-buru, aku akan menunggu jawaban mu." Kenan bangkit dari kursinya menuju ke arah Axel. "Tunggu, bagaimana dengan ulang tahun Axel?" tanya Viona."Aku sudah mempersiapkannya, tiga hari lagi. O iya akan ada teman ku yang datang dari luar kota. Mungkin Axel juga merindukan temannya." Senyum merakah menghiasi wajah Kenan, pria itu terlihat tampan dan manis.Kenan kembali melangkah pergi meninggalkan Viona.Keesokan harinya.Jaxon mendekati anak perempuan yang duduk sendiri dan memakan bakalnya. Ia tersenyum melihat anak perempuan manis itu seandainya bukan karena informasi, ia tidak mungkin mau untuk mendekatinya."Kau sendiria?" tanya Jaxon. Setelah kepergian Viona. Ia tidak pernah membawa bekal lagi."Iya, kau mau?" tawarnya. Dia memperlihat sandwich satunya yang berada di kotak bekalnya. Jaxon menggelengkan kepalanya. "Tidak, oh iya kamu tidak menghubungi teman mu lagi, yang kemarin?" tanya Jaxon. Ia ingin tau bagaimana keadaan ibunya.Anak bernama Aleta