“Mau ke mana kalian?” Ayah Altezza bertanya saat melihat Reyshaka menarik koper menuruni tangga diikuti Namira. “Kami mau ke Bandung, Pak!” Ryshaka menjawab.“Urusan bisnis?” Ayah Altezza bertanya skeptis.Sekarang bicaranya sudah lancar berkat theraphy yang rutin beliau lakukan sehingga bibirnya tidak bengkok lagi dan tangannya jiga bisa diluruskan.Ayah Altezza juga sudah bisa jalan meski belum dalam jarak yang terlalu jauh.“Saya mau bawa Nami ke rumah kakek dan nenek saya di Bandung.” Sebagai suami dari Namira, Reyshaka merasa tidak perlu takut untuk membawa Namira pergi ke mana pun dia mau.Mata ayah Altezza seketika membulat, beliau menatap Namira nyalang dan yang ditatap malah menundukan kepalanya.Reyshaka telah memberitahu Namira kalau akan membawanya ke Bandung bertemu kakek dan nenek karena ayah dan bunda juga Zaviya bersama Salsabila sudah kembali ke Surabaya langsung dari Bandung lantaran mendapat kabar kalau kesehatan eyang Prita memburuk.Reyshaka ingin mencari tahu ba
Namira berusaha mempengaruhi pikiran Reyshaka meski hatinya sangat sakit.Reyshaka menoleh hanya untuk memberikan tatapan sengit kepada Namira.“Mas … aku enggak apa-apa kalau Mas berubah pikiran dan tetap melakukan niat awal Mas saat menikahi aku … Mas udah beliin aku rumah, mobil … asalkan tetap membiarkan aku bekerja di Mars Byantara Group atau melempar aku ke perusahaan lain yang penting aku masih bisa kerja untuk membiaya hidup … aku rela, Mas ….” Raut wajah Reyshaka mengeras mendengar Namira menyerah seperti itu, genggamannya pun mengendur.“Mas harus realistis … enggak ada yang bisa Mas banggakan dari aku … malah Mas akan mendapat malu kalau semua orang tahu siapa aku … Sudah cukup Mas berkorban untuk aku.” Namira mengeratkan genggaman tangannya.“Kamu enggak mencintai aku.” Satu kalimat itu yang Reyshaka ucapkan sebagai tanggapan.“Aku enggak pantas untuk Mas cintai.” Suara Namira terdengar serak dan saat itu juga Reyshaka melepaskan genggaman tangannya.Air mata Namira seket
“Bunganya bagus-bagus, Ni … boleh saya bawa satu ke Jakarta untuk ditanam di halaman rumah?” Namira berujar basa-basi sambil mengamati segala macam tumbuhan di taman belakang rumah kakeknya Reyshaka.“Kamu suka tanaman juga?” Nini beranjak dari kursi di mana tadi dia dan Namira berbincang santai.“Iya … tapi belum sempet beli, saya kerja … pergi pagi dan pulang sore … jadi taman di halaman rumah kami cuma rumput aja.” Nini mengambil satu pot bunga berukuran kecil dengan warna merah dan hijau yang cantik.“Ini bawa aja,” kata Nini memberikan pot tersebut kepada Namira.“Cantik, kaya kamu.” Nini menambahkan membuat pipi Namira merona.“Lalu yang itu, yang itu dan yang itu … dan yang ini kamu bisa tanam di luar atau di dalam ruangan … namanya lidah mertua, merawatnya enggak sulit enggak seperti namanya yang seolah menyeramkan ya.” Nini tertawa diakhir kalimatnya diikuti Namira.“Tapi percayalah ayah dan bundanya Khalis berhati baik … mereka pasti menyayangi kamu.” Nini tersenyum bersama
“Pak! Pak Doni kecelakaan di proyek!” Raina berseru panik sembari masuk ke ruangan Reyshaka.Pria itu mengangkat pandangan dari berkas yang sedang dibaca, keningnya mengkerut dalam mencerna informasi yang baru saja dia terima.“Kecelakaan gimana?” Reyshaka bertanya saat Raina bergerak mendekat.“Ada tiang baja yang jatuh dan menimpa kaki pak Doni, Pak … sekarang pak Doni sedang dilarikan ke rumah sakit!” Reyshaka bangkit dari kursi kebesarannya, dia meraih dompet dan ponsel dari laci meja kerja.“Ikut saya ke rumah sakit!” titah Reyshaka, langkah panjangnya menderap menuju lift.“I-iya, Pak!” Raina menyusul di belakang Reyshaka, tidak lupa menyambar tas saat melewati mejanya.Setelah beberapa detik menunggu akhirnya pintu lift terbuka.Reyshaka dan Raina masuk ke dalam box besi yang dalam keadaan kosong.Hanya berjarak satu lantai saja, pintu lift terbuka lagi.Netra Reyshaka melebar saat bertatapan dengan pengguna lift di lantai tersebut yang tidak lain adalah istrinya.Dia bergeser
Pandangan Reyshaka dan Doni langsung bertemu begitu Reyshaka membuka pintu kamar rawat inap di mana Doni masih terbaring di atas ranjang pasien.Tatapan Doni berubah sendu membuat Reyshaka merasa iba dan pria itu bergerak mempercepat langkah untuk tiba di samping Doni.“Rey,” panggil Doni dengan suara serak.Reyshaka duduk di kursi samping ranjang Doni, matanya melirik sekilas sisa bagian kaki Doni yang tertutup selimut.“Gue udah minta Angela buat ngurusin asuransi lo—“ Kalimat Reyshaka terjeda. “Lo mau pecat gue, Rey?” Reyshaka terdiam sejenak sembari menatap Doni, memikirkan kalimat halus untuk menjawab pertanyaan tersebut.“Kalau lo mampu lo masih bisa kerja.” Doni tertawa sumbang lantas menundukan pandangan, mengerti kalau Reyshaka sedang menjaga perasaannya sebab tanpa kedua kaki tidak mungkin dia mampu melakukan pekerjaannya.“Apakah akan ada sumbangan juga nanti dari pihak perusahaan?” Kakak perempuan Doni yang duduk di sofa tiba-tiba bersuara, dia bangkit dan mendekat pada
Dari Bandara, Reyshaka langsung menuju rumah sakit.Keluarganya telah berkumpul di sana bahkan Amara yang berdomisili di Bandung sudah sampai sejak tadi sore.“Khalis.” Bunda Venus menyambut di koridor dengan sebuah pelukan.Melalui jendela kaca yang tirainya sengaja tidak ditutup, di dalam ruang ICU itu ayah tengah duduk di kursi di samping ranjang eyang.Kedua tangan beliau menggenggam satu tangan eyang, tatapan ayah tampak sendu tertuju pada eyang yang terbaring lemah dengan selang oksigen di hidung.Reyshaka tahu sesayang apa bunda kepada eyang.Tidak pernah ada isu dalam keluarganya kalau menantu akan dijajah ibu mertua, yang ada eyang melayani dan merawat bunda ketika dulu tengah hamil Amara dan Zaviya.Seingat Reyshaka, tidak pernah satu katapun keluar dari bibir eyang yang menjelekan bunda.Eyang menyayangi bunda Venus seperti menyayangi ayah Archio dan budhe Natalia.Usapan lembut Reyshaka berikan di pundak bunda Venus yang menangis di dadanya.“Sabar ya Bun ….” Reyshaka berg
Namira bingung, sudah beberapa bulan haidnya tidak lancar.Untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, Namira pergi ke rumah sakit sepulang kerja diantar driver.Dia mendaftar ke poli kandungan tapi bukan untuk memeriksa kehamilan.Karena Namira yakin tidak sedang mengandung, dia meminum pil KB setelah Reyshaka sering mengajaknya bercinta meski terkadang sesekali dia lupa meminumnya.Dari awal, pernikahan mereka seharusnya tidak terjadi dan Namira tahu diri untuk tidak menahan Reyshaka apalagi menjadikan anak mereka tameng agar pria itu tidak membencinya atas kesalahan ayah Altezza.Namira pergi ke poli kandungan usai melakukan pendaftaran.Dia harus menggunakan lift untuk sampai di lantai di mana poli kandungan berada.Tidak beberapa lama menunggu akhirnya pintu lift terbuka, dia terkejut saat melihat Doni di dalam sana duduk di kursi roda bersama seorang wanita yang usianya sedikit lebih tua dan satu orang perawat.Namira baru ingat kalau Doni juga di rawat di rumah sakit ini.
“Ayah sama bunda ikut mas Khalis aja ke Jakarta … biar Zaviya yang ngurus restoran,” kata Zaviya di sela sarapan pagi yang terasa hening mencekam oleh kesedihan.Bunda menoleh menatap Zaviya, tangannya terulur mengusap kepala sang putri bungsu.“Bunda healing aja sama ayah di Jakarta … kalau tinggal di rumah pasti ayah sama bunda inget eyang terus.” Zaviya mencetuskan ide agar ayah dan bundanya tidak bersedih berlarut-larut.“Atau ikut ke Bandung sama Amara,” timpal Amara yang setuju dengan ide Zaviya.“Aku setuju sama ide Zaviya, Ayah sama Bunda harus menenangkan diri dulu di tempat lain … tinggal di Jakarta aja selama beberapa minggu, waktu terakhir Ayah dan Bunda pulang ke rumah hanya sebentar karena langsung ke Bandung.” Reyshaka ikut bersuara.“Kalau Bunda sama ayah ke Jakarta, apa kamu akan kenalkan kami sama Nami?” Pertanyaan bunda dijawab senyum oleh Reyshaka, dia menunduk menatap piring menekuni sarapan paginya.“Ayolah Mas … sudah saatnya,” kata Amara mendukung.Reyshaka me
Ayah Archio sudah sampai di Jakarta, beliau bermaksud menjemput Zaviya yang kabur ke rumah Reyshaka.Selama kabur itu, bunda Venus meng-handle semua urusan yang menyangkut restoran kelolaan Zaviya.Ayah jadi tidak memiliki banyak waktu dengan sang istri tercinta karena kesibukannya itu.Sampai di rumah saat hari sudah malam, bunda Venus pasti minta dipijat sampai ketiduran padahal ayah Archio ingin bermanja-manja.Jadi Zaviya harus pulang agar bisa menyelesaikan urusan restoran sebelum akhirnya nanti akan diserahkan kepada seseorang yang mereka rekrut untuk dikelola karena ayah Archio sudah memutuskan untuk menjodohkan Zaviya dengan anak dari sahabatnya semasa sekolah dulu.Ayah Archio datang ke Jakarta tanpa bunda Venus, beliau dijemput supir setibanya di Bandara Soekarno-Hatta.“Langsung ke rumah ya, Pak?” Sang driver memastikan karena siapa tahu beliau ingin ke kantor dulu.“Antar saya ke Sofia at The Gunawarman ya, Pak!” “Baik, Pak!” Ayah Archio memiliki janji temu dengan sahaba
Semenjak Namira dinyatakan mengandung, Janu sudah tidak mau lagi menyusu secara langsung dari dada Namira.Dengan berat hati Namira mengganti kebutuhan gizi yang terdapat pada ASI untuk Janu dengan susu formula.Sebagai ibu, hati Namira sedih karena harus mengorbankan ASI eksclusive Janu yang semestinya sampai dua tahun.Untuk urusan anak, Namira akan selalu melow.Siang ini tiba- tiba Reyshaka pulang ke rumah untuk makan siang tanpa sepengetahuan Namira karena kebetulan dari pagi, pria otu berada di proyek yang jaraknya tidak jauh dari rumah.“Istri saya mana, Bi?” Reyshaka bertanya pada bi Sum.“Di kamar den Janu, Pak.” Reyshaka langsung menuju ke sana.Sekarang Janu memiliki kamar sendiri, kamar yang sudah dipersiapkan Namira sebelum dia lahir.Reyshaka mendorong pintu bercat putih itu dan mendapati Janu yang sedang menyusu dari dot tengah dipangku Namira di sofa santai.Janu tidak tidur justru malah bundanya yang tertidur dengan kepala ditopang tangan yang menumpu pada sandaran t
Namira menegakan punggung, menekan flush lalu keluar dari bilik toilet yang belum sempat dia tutup pintunya.Saat tubuhnya berbalik dan hendak melangkah menuju wastafel untuk berkumur, dia melihat Salsabila dan sepupu perempuan Reyshaka bernama Chika.Namira tahu kalau Chika tidak menyukainya dan gadis itu berhubungan baik dengan Salsabila, dia jadi merasa terkepung.Setelah netra mereka bertiga sempat bertemu melalui pantulan cermin wastafel, Namira memutusnya kemudian melangkah pelan menuju wastafel tanpa menyapa.Untuk apa? Namira sadar diri dan tahu percis kalau Salsabila membencinya.Posisi mereka saat ini adalah Namira berada di tengah sedangkan Salsabila dan Chika berada di kanan dan kirinya.Namira lalu berkumur sementara Salsabila dan Chika sedang mencuci tangan.Mereka menggunakan masing-masing wastafel.Namira merasakan Salsabila dan Chika melirik sinis ke arahnya tapi dia berusaha menghiraukan.Sayangnya mual itu terasa lagi, Namira mencoba memuntahkannya namun sudah tida
Akhirnya pesta pernikahan Amara dan Javas akan dilangsungkan.Setelah sempat mereka bertengkar hebat dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan namun semua itu hanyalah cobaan sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih serius karena nyatanya cinta Amara dan Javas terlalu dalam sampai tidak mampu saling melepaskan.Pernikahan tersebut digelar di Kota Bandung, Amara cinta sekali dengan kota kelahiran bundanya itu sampai mendalami budayanya dan pandai menggunakan bahasa daerah yang disebut bahasa Sunda.Akad nikah dilakukan di tengah hutan pinus yang disulap menjadi sebuah venue dengan dekorasi bunga hidup.Namira yang saat itu menginap di rumah aki dan nini sibuk menyiapkan keperluan suami dan anaknya semenjak pagi sekali.Sampai dia sendiri belum selesai berdandan saat orang-orang sudah siap untuk berangkat ke venue.“Loh … Nami mana?” Bunda yang sudah sangat cantik seperti mempelai pengantin wanita pun bertanya.“Masih dandan, Bunda dan yang lain duluan aja … nanti kami menyusul.” “
Semenjak menjadi nyonya Byantara, Namira yang dulu hanyalah karyawan biasa di Mars Byantara Group sekarang sangat dihormati.Pak Arief saja sampai menganggukan sedikit kepalanya saat menyapa Namira yang baru turun dari mobil sambil menggendong Janu sementara Reyshaka tengah sibuk menurunkan koper dan tas keperluan Janu bersama driver.“Apa kabar Bu Mira.” “Baik, Pak Arief apa kabar?” Namira balas menyapa.“Baik … baik, Bu.” Namira beralih pada Rudi yang ikut juga ke Bali hari ini.Lalu Dimas yang raut wajahnya tampak sendu tidak bergairah semenjak Mala dipindah ke Surabaya.“Kenapa mukanya Pak Dimas,” tegur Namira bercanda.Dimas mengembuskan napas panjang dengan ekspresi nelangsa tapi meraih tangan Janu yang kemudian dia gerak-gerakan.“Percuma punya sohib istri CEO tapi waktu Mala dimutasi enggak bisa bantuin.” Dimas sedang bersarkasme.Namira tertawa renyah mendengarnya. “Yang CEO ‘kan pak Rey bukan aku ….” Dimas mendelik pura-pura sebal, mengulurkan kedua tangan untuk menggendo
Merasa kalau dirinya telah lama tinggal di Bandung meski lahir di Jakarta, Amara memutuskan untuk menganggap dirinya adalah orang Bandung terlebih pertemuannya dengan Javas untuk pertama kali terjadi di kota Kembang jadi acara pertunangannya dengan Javas pun—Amara menginginkan diadakan di Bandung.Tepatnya acara tersebut akan berlangsung di sebuah Cafe yang berada di Punclut yang memadukan tema alam, estetika dan kuliner.Hanya keluarga dekat yang diundang agar acara berjalan dengan khidmat dan intim.Jangan tanya kenapa acaranya tidak diadakan di rumah aki nini yang luas apalagi setelah direnovasi dengan sentuhan gaya arsitektur ayah Archio.Jawabannya adalah karena Amara berani menolak dan mengungkapkan keinginannya.Dia juga melarang aki dan nini membuat pesta besar dengan mengundang wayang golek.Amara memutar otak agar alasan-alasannya dimengerti oleh aki dan nini, kebetulan mereka sudah sepuh jadi tidak memiliki tenaga untuk berdebat juga mewujudkan pesta besar ala kearifan loka
Proyek di Lombok hampir rampung, Reyshaka diundang langsung pemiliknya untuk mengecek ke sana.Selama ini hanya pak Arief dan pak Rudi yang bolak-balik mengawasi untuk kemudian dilaporkan hasilnya kepada Reyshaka.Dan kali ini Reyshaka tidak bisa menolak undangan sang klien.Jadi dia harus pergi bersama tim termasuk Raina, itu kenapa wajah Namira tampak sendu saat menyiapkan keperluan Reyshaka dan memasukannya ke dalam koper.Meski tahu kalau istrinya cemburu kepada Raina namun Reyshaka tidak pernah ingin membahas hal tersebut karena baginya itu tidak penting, dia tidak memiliki rasa apapun terhadap Raina selain profesionalitas antara bos dengan sekertaris. Namira merasakan kedua tangan kekar melingkari pinggangnya disusul kecupan di tengkuk.“Mas … nanti aku enggak selesai-selesai beresin baju Masnya,” tegur Namira dengan suara lembut.Reyshaka tidak menyahut malah semakin dalam mengecup leher Namira.Kedua tangannya berpindah ke dada untuk meremat bagian yang semakin besar itu seme
“Minggir … mohon maaf, ini bukan boneka jangan main asal cubit aja,” tegur Reyshaka menggeser posisi kedua adiknya yang sedang mengelilingi box bayi Janu Ardiaz Byantara.Akhirnya mereka sepakat kalau nama pilihan Namira yang digunakan untuk sang putra pertama mengingat Namira lah yang selama sembilan bulan mengandung dan susah payah mempertaruhkan nyawa untuk melahirkannya ke dunia.“Iiiih … Mas mah, pelit.” Zaviya menjulurkan lidahnya meledek.“Sini … sini, mau Bunda jemur Janu dulu.” Bunda datang menahan tangan Reyshaka yang hendak menggendong Janu.“Minggiiiiir ….” Bunda mendorong box bayi akrilik Janu melewati ayahnya yang tidak bisa memprotes karena Surga ada di bawah telapak kaki beliau.Tidak tampak raut lelah atau mengantuk di wajah mereka setelah semalaman tidak tidur atau hanya tidur sebentar di sofa ruang tunggu, kedua orang tua Reyshaka beserta dua adik perempuannya antusias sekali menyambut kehadiran anggota baru keluarga Byantara.Ayah Archio mengikuti bunda dari belaka
Tidur Reyshaka terusik mendengar suara pintu kamar mandi tertutup.Dia mengerjapkan mata dan mendapati sang istri yang baru saja duduk di tepi ranjang seperti kelelahan setelah berjalan dari kamar mandi tadi.“Sayang …,” panggil Reyshaka parau.“Mas … aku mules tapi enggak keluar apa-apa.” Namira mengeluh.Reyshaka menyalakan lampu utama kemudian bergerak turun dari atas ranjang, memutari setengah bagiannya untuk sampai di depan Namira.Reyshaka berlutut, kedua tangannya mengusap-ngusap perut Namira kemudian mendekatkan wajahnya dengan bagian buncit itu lantas memberikan kecupan.Rambut suaminya yang berantakan justru membuat wajah pria itu terlihat tampan berbahaya.Namira menyisir rambut Reyshaka yang masih menempelkan bibir di perutnya.“Kayanya aku udah mau melahirkan, Mas ….” Namira asal bicara tapi feelingnya mengatakan demikian.Reyshaka mendongak. “Mau ke rumah sakit sekarang?” Namira mengangguk sambil meringis. “Mules lagi, Mas.” Tangannya mengusap-ngusap perut.“Jangan ke k