“Khalis … ajak ngobrol Salsa di taman belakang ya, kami mau ngobrol sama Bude sama Pakde dulu.” Bunda mengedipkan satu mata usai berkata demikian membuat Reyshaka mengerti maksud dari semua ini.Reyshaka akan dijodohkan dengan Salsabila.Deg.Jantung Reyshaka berdetak tidak nyaman, wajahnya langsung pucat.Tidak, jangan sampai perjodohan itu terjadi.“Yah ….” Reyshaka menarik tangan ayah yang pergi paling terakhir.“Ngobrol aja dulu, nanti kasih tahu kami cocok atau enggak … tapi kalau bisa sih cocok ya, soalnya bunda udah deket banget sama Salsa.” Ayah berbisik sebelum meninggalkan Reyshaka, beliau tahu keresahan sang putra hanya dari sorot matanya.Reyshaka mengembuskan napas panjang, dia mengusap wajahnya kemudian membalikan badan.Baru ingat kalau Salsabila masih berdiri di sana.Keduanya menjadi canggung dan salah tingkah.“Kita ke sana aja ya,” ajak Reyshaka pada Salsabila yang menurut saja dituntun ke tempat di mana kedua adiknya sedang berkumpul.“Mbak Salsaaaaa.” Zaviya menya
“Ayah … Mira mau ke Mall dulu ya, ada beberapa barang yang harus Mira beli untuk persiapan kembali kerja hari senin nanti,” kata Namira pamit kepada ayah Altezza yang tengah menonton di ruang televisi.“Kamu udah siap bertemu orang-orang itu, Mir?” Ayah menatap sendu Namira dan sang putri tahu siapa orang-orang yang dimaksud ayah Altezza.“Mira enggak tahu, Yah … tapi harus Mira paksakan … seenggaknya sekarang Mira tenang karena ada mas Rey yang akan jagain Mira.” Ucapan Namira tersebut malah menimbulkan kekhawatiran di hati ayah Altezza.“Mir, kamu harus ingat kalau Rey adalah anak Venus … wanita yang pernah ayah sakiti, kamu jangan pernah berharap banyak sama dia … dia hanya menikahi kamu untuk sebuah status … kamu jangan sampai jatuh cinta sama dia ya, Mir … bayangkan bagaimana murkanya dia nanti kalau tahu siapa kamu sebenarnya.” Ayah mengingatkan agar sang putri tidak terlena.Raut wajah Namira berubah tegang, dia memang sempat lupa dan menikmati sikap baik penuh sayang yang Rey
“Selamat pagi, Bu Angela.” Namira menyapa sopan membuat wanita cantik yang tangannya sudah menyentuh handle pintu hendak masuk ke ruang miliknya itu menahan pergerakan.Kepalanya lantas menoleh ke samping ke tempat di mana sofa set berada membuat Bu Angle dan Namira saling tatap selama beberapa detik. “Kamu … Namira ‘kan?” Tanyanya seperti tidak percaya karena Namira yang dia kenal dulu sangat culun dengan pakaian sederhana dan rambut panjang yang menurutnya tidak terurus.Namun sekarang dia tercengang saat melihat Namira yang begitu cantik karena penampilannya telah berubah. Rambutnya dipotong pendek dan pakaiannya Angela tahu kalau yang dikenakan Namira adalah pakaian bermerk.“Betul Bu, saya Namira.” Namira menyahut bersama senyum ramah.“Yuk, masuk ke ruangan saya … kita ngobrol.” Angela menyambut ramah kembalinya Namira karena sudah mendapat pesan dari Reyshaka agar menerima Namira kembali bekerja di perusahaan ini untuk menghemat budget perekrutan karyawan. Diam-diam Namira s
“Selamat pagi pak Arief.”“Oh … ini Namira ya? Yang katanya akan menjadi tim saya?”“Betul, Pak.” “Sama saya juga,” sambar Dimas yang tiba-tiba datang membawa kotak berisi barang-barang miliknya.“Wah … senang sekali saya mendapat tim yang muda-muda,” kata pak Arief sembari tersenyum lebar, beliau berjalan lebih dulu masuk ke dalam ruangan.“Si Mala mupeng, ingin ikut jadi tim kita.” Dimas berbisik kepada Namira dia lantas pergi ke sebuah meja kosong karena meja yang lain sudah ada tas Namira.“Bilang aja sama bu Angela, minta dipindah ke tim kita.” Namira memberi ide.“Mana bisa gitu, memangnya dia istri CEO.”Kalimat Dimas itu membuat Namira tersindir.Pak Arief meminta Dimas dan Namira duduk di depan mejanya untuk melakukan briefing.Sebagai orang yang telah berumur, ternyata pak Arief tidak kaku atau kolot dalam memimpin malah beliau menerima banyak masukan dari Namira dan Dimas.Mereka pun menyepakati beberapa aturan dan prosedur dalam bekerja.Setelah itu Namira dan Dimas kemba
Namira berlari keluar dari lobby melewati pintu gerbang depan lalu berbelok masuk ke dalam gang.Dia masih berlari menyusuri gang sembari menyenggol banyak anak kecil yang tengah bermain di sepanjang gang.Begitu sampai di mulut gang ternyata mobil Reyshaka sudah terparkir di sana.Namira menarik handle pintu lantas masuk ke dalam mobil, dia mengambil tempat duduk di kursi penumpang depan.Detik berikutnya Namira merasakan tubuhnya dipeluk, siapa lagi pelakunya jika bukan Reyshaka.Napas Namira tersengal, jantungnya berdetak kencang sekali disertai mata yang telah basah oleh buliran kristal. “Kamu tenang ya, kamu aman sekarang … ada saya.” Kalimat yang diucapkan suara berat Reyshaka dengan nada rendah yang terdengar penuh perhatian itu berhasil memecah tangis Namira.“Maaas, aku … takut.” Namira mengerang dengan suara tercekat.Pelukan Reyshaka mengerat pada tubuh ringkih yang tengah bergetar itu. Reyshaka tidak meminta Namira untuk berhenti menangis bila itu bisa membuatnya lebih
“Namira memang anak yang baik, enggak pernah marah … sekalipun dibully teman-temannya dulu sewaktu sekolah, dia akan diam tanpa berniat melawan apalagi membalas … Namira juga enggak pernah ngeluh, dia akan mengatakan kalau semua baik-baik aja meski yang dia rasakan sebaliknya.”Suara ayah tercekat, napasnya mulai memburu.“Tapi hari ini Nami hebat, Pak … saya rasa sebentar lagi Nami bisa sembuh dari traumanya.”Ayah tercenung menatap Reyshaka sebelum akhirnya berujar kembali.“Namira menurut sekali sama kamu, Rey … dia seperti ingin selalu menyenangkan kamu … padahal kamu menikahi Namira hanya untuk memberinya status tapi dia serius sekali melakukan perannya sebagai seorang istri … hampir tiap hari Namira masak … katanya takut kamu pulang ke sini ….” Ayah Altezza menjeda, dia menoleh menatap Reyshaka.Reyshaka tahu ke mana arah pembicaraan ayah Altezza.“Tolong ingatkan Namira agar tidak terbawa perasaan karena nanti kalian akan bercerai.” Sesungguhnya ayah Altezza sedang mengingatka
“Ups!” Reyshaka bergumam terkejut karena kancing di lengan kemejanya terlepas jatuh ke lantai lalu menggelinding dan berhenti di kaki Namira.Istrinya yang duduk di meja rias sedang bersiap untuk pergi bekerja itu pun akhirnya membungkuk memungut butir kancing tersebut.“Aku pasangin lagi ya Mas,” kata Namira sembari beranjak dari kursi meja rias.Sementara istrinya pergi ke walk in closet, Reyshaka menjatuhkan bokongnya di sisi ranjang.Namira kembali membawa satu kotak kecil berisi peralatan menjahit.Dia mulai memasukan jarum ke benang dengan lihai kemudian membuat simpul di ujung benang usai memutusnya dari gulungan menggunakan gunting kecil.Reyshaka mengangkat tangannya dan Namira yang berdiri tepat di depan pria itu mulai menjahit bulir kancing di tempat tadi terlepas.“Sini duduk,” kata Reyshaka menepuk pahanya.Namira melirik wajah suaminya yang tampan kemudian melirik paha pria itu dan tanpa bisa dia cegah, pipinya memerah.Yang benar saja, masa dia duduk di atas pangkuan Re
Sekarang posisi Reyshaka dan Raina ada di belakang Sementara Dimas dan Namira di depan pintu lift.“Nanti kamu ikut ke acara charity ya.” Reyshaka baru ingat kalau dia tidak begitu mengenali mengenal wajah orang-orang penting yang harus dia sapa di acara nanti dan Raina bisa memberitahunya.“Baik, Pak … menurut Pak Rey saya pakai gaun malam yang waktu itu Pak Rey beliin aja atau apa perlu saya beli lagi?” Nada suara Raina terdengar manja.Dan entah kenapa tatapan Reyshaka refleks tertuju pada Namira yang bisa dia jangkau sisi wajahnya dari tempatnya berdiri.Pundak Namira menegang, kepalanya menunduk dengan pendar sendu di mata.“Terserah kamu.” Reyshaka bergumam.“Pak Rey mau pakai jas warna apa? Biar nanti saya menyesuaikan … saat makan siang nanti saya beli dulu gaun ke butik, enggak apa-apa pakai duit saya aja, Pak … biar saya punya banyak gaun, soalnya sekarang sering nemenin Pak Rey ke pesta ketemu orang-orang penting.” Raina mengatakannya dengan bangga.“Pake kartu kredit saya
Ayah Archio sudah sampai di Jakarta, beliau bermaksud menjemput Zaviya yang kabur ke rumah Reyshaka.Selama kabur itu, bunda Venus meng-handle semua urusan yang menyangkut restoran kelolaan Zaviya.Ayah jadi tidak memiliki banyak waktu dengan sang istri tercinta karena kesibukannya itu.Sampai di rumah saat hari sudah malam, bunda Venus pasti minta dipijat sampai ketiduran padahal ayah Archio ingin bermanja-manja.Jadi Zaviya harus pulang agar bisa menyelesaikan urusan restoran sebelum akhirnya nanti akan diserahkan kepada seseorang yang mereka rekrut untuk dikelola karena ayah Archio sudah memutuskan untuk menjodohkan Zaviya dengan anak dari sahabatnya semasa sekolah dulu.Ayah Archio datang ke Jakarta tanpa bunda Venus, beliau dijemput supir setibanya di Bandara Soekarno-Hatta.“Langsung ke rumah ya, Pak?” Sang driver memastikan karena siapa tahu beliau ingin ke kantor dulu.“Antar saya ke Sofia at The Gunawarman ya, Pak!” “Baik, Pak!” Ayah Archio memiliki janji temu dengan sahaba
Semenjak Namira dinyatakan mengandung, Janu sudah tidak mau lagi menyusu secara langsung dari dada Namira.Dengan berat hati Namira mengganti kebutuhan gizi yang terdapat pada ASI untuk Janu dengan susu formula.Sebagai ibu, hati Namira sedih karena harus mengorbankan ASI eksclusive Janu yang semestinya sampai dua tahun.Untuk urusan anak, Namira akan selalu melow.Siang ini tiba- tiba Reyshaka pulang ke rumah untuk makan siang tanpa sepengetahuan Namira karena kebetulan dari pagi, pria otu berada di proyek yang jaraknya tidak jauh dari rumah.“Istri saya mana, Bi?” Reyshaka bertanya pada bi Sum.“Di kamar den Janu, Pak.” Reyshaka langsung menuju ke sana.Sekarang Janu memiliki kamar sendiri, kamar yang sudah dipersiapkan Namira sebelum dia lahir.Reyshaka mendorong pintu bercat putih itu dan mendapati Janu yang sedang menyusu dari dot tengah dipangku Namira di sofa santai.Janu tidak tidur justru malah bundanya yang tertidur dengan kepala ditopang tangan yang menumpu pada sandaran t
Namira menegakan punggung, menekan flush lalu keluar dari bilik toilet yang belum sempat dia tutup pintunya.Saat tubuhnya berbalik dan hendak melangkah menuju wastafel untuk berkumur, dia melihat Salsabila dan sepupu perempuan Reyshaka bernama Chika.Namira tahu kalau Chika tidak menyukainya dan gadis itu berhubungan baik dengan Salsabila, dia jadi merasa terkepung.Setelah netra mereka bertiga sempat bertemu melalui pantulan cermin wastafel, Namira memutusnya kemudian melangkah pelan menuju wastafel tanpa menyapa.Untuk apa? Namira sadar diri dan tahu percis kalau Salsabila membencinya.Posisi mereka saat ini adalah Namira berada di tengah sedangkan Salsabila dan Chika berada di kanan dan kirinya.Namira lalu berkumur sementara Salsabila dan Chika sedang mencuci tangan.Mereka menggunakan masing-masing wastafel.Namira merasakan Salsabila dan Chika melirik sinis ke arahnya tapi dia berusaha menghiraukan.Sayangnya mual itu terasa lagi, Namira mencoba memuntahkannya namun sudah tida
Akhirnya pesta pernikahan Amara dan Javas akan dilangsungkan.Setelah sempat mereka bertengkar hebat dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan namun semua itu hanyalah cobaan sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih serius karena nyatanya cinta Amara dan Javas terlalu dalam sampai tidak mampu saling melepaskan.Pernikahan tersebut digelar di Kota Bandung, Amara cinta sekali dengan kota kelahiran bundanya itu sampai mendalami budayanya dan pandai menggunakan bahasa daerah yang disebut bahasa Sunda.Akad nikah dilakukan di tengah hutan pinus yang disulap menjadi sebuah venue dengan dekorasi bunga hidup.Namira yang saat itu menginap di rumah aki dan nini sibuk menyiapkan keperluan suami dan anaknya semenjak pagi sekali.Sampai dia sendiri belum selesai berdandan saat orang-orang sudah siap untuk berangkat ke venue.“Loh … Nami mana?” Bunda yang sudah sangat cantik seperti mempelai pengantin wanita pun bertanya.“Masih dandan, Bunda dan yang lain duluan aja … nanti kami menyusul.” “
Semenjak menjadi nyonya Byantara, Namira yang dulu hanyalah karyawan biasa di Mars Byantara Group sekarang sangat dihormati.Pak Arief saja sampai menganggukan sedikit kepalanya saat menyapa Namira yang baru turun dari mobil sambil menggendong Janu sementara Reyshaka tengah sibuk menurunkan koper dan tas keperluan Janu bersama driver.“Apa kabar Bu Mira.” “Baik, Pak Arief apa kabar?” Namira balas menyapa.“Baik … baik, Bu.” Namira beralih pada Rudi yang ikut juga ke Bali hari ini.Lalu Dimas yang raut wajahnya tampak sendu tidak bergairah semenjak Mala dipindah ke Surabaya.“Kenapa mukanya Pak Dimas,” tegur Namira bercanda.Dimas mengembuskan napas panjang dengan ekspresi nelangsa tapi meraih tangan Janu yang kemudian dia gerak-gerakan.“Percuma punya sohib istri CEO tapi waktu Mala dimutasi enggak bisa bantuin.” Dimas sedang bersarkasme.Namira tertawa renyah mendengarnya. “Yang CEO ‘kan pak Rey bukan aku ….” Dimas mendelik pura-pura sebal, mengulurkan kedua tangan untuk menggendo
Merasa kalau dirinya telah lama tinggal di Bandung meski lahir di Jakarta, Amara memutuskan untuk menganggap dirinya adalah orang Bandung terlebih pertemuannya dengan Javas untuk pertama kali terjadi di kota Kembang jadi acara pertunangannya dengan Javas pun—Amara menginginkan diadakan di Bandung.Tepatnya acara tersebut akan berlangsung di sebuah Cafe yang berada di Punclut yang memadukan tema alam, estetika dan kuliner.Hanya keluarga dekat yang diundang agar acara berjalan dengan khidmat dan intim.Jangan tanya kenapa acaranya tidak diadakan di rumah aki nini yang luas apalagi setelah direnovasi dengan sentuhan gaya arsitektur ayah Archio.Jawabannya adalah karena Amara berani menolak dan mengungkapkan keinginannya.Dia juga melarang aki dan nini membuat pesta besar dengan mengundang wayang golek.Amara memutar otak agar alasan-alasannya dimengerti oleh aki dan nini, kebetulan mereka sudah sepuh jadi tidak memiliki tenaga untuk berdebat juga mewujudkan pesta besar ala kearifan loka
Proyek di Lombok hampir rampung, Reyshaka diundang langsung pemiliknya untuk mengecek ke sana.Selama ini hanya pak Arief dan pak Rudi yang bolak-balik mengawasi untuk kemudian dilaporkan hasilnya kepada Reyshaka.Dan kali ini Reyshaka tidak bisa menolak undangan sang klien.Jadi dia harus pergi bersama tim termasuk Raina, itu kenapa wajah Namira tampak sendu saat menyiapkan keperluan Reyshaka dan memasukannya ke dalam koper.Meski tahu kalau istrinya cemburu kepada Raina namun Reyshaka tidak pernah ingin membahas hal tersebut karena baginya itu tidak penting, dia tidak memiliki rasa apapun terhadap Raina selain profesionalitas antara bos dengan sekertaris. Namira merasakan kedua tangan kekar melingkari pinggangnya disusul kecupan di tengkuk.“Mas … nanti aku enggak selesai-selesai beresin baju Masnya,” tegur Namira dengan suara lembut.Reyshaka tidak menyahut malah semakin dalam mengecup leher Namira.Kedua tangannya berpindah ke dada untuk meremat bagian yang semakin besar itu seme
“Minggir … mohon maaf, ini bukan boneka jangan main asal cubit aja,” tegur Reyshaka menggeser posisi kedua adiknya yang sedang mengelilingi box bayi Janu Ardiaz Byantara.Akhirnya mereka sepakat kalau nama pilihan Namira yang digunakan untuk sang putra pertama mengingat Namira lah yang selama sembilan bulan mengandung dan susah payah mempertaruhkan nyawa untuk melahirkannya ke dunia.“Iiiih … Mas mah, pelit.” Zaviya menjulurkan lidahnya meledek.“Sini … sini, mau Bunda jemur Janu dulu.” Bunda datang menahan tangan Reyshaka yang hendak menggendong Janu.“Minggiiiiir ….” Bunda mendorong box bayi akrilik Janu melewati ayahnya yang tidak bisa memprotes karena Surga ada di bawah telapak kaki beliau.Tidak tampak raut lelah atau mengantuk di wajah mereka setelah semalaman tidak tidur atau hanya tidur sebentar di sofa ruang tunggu, kedua orang tua Reyshaka beserta dua adik perempuannya antusias sekali menyambut kehadiran anggota baru keluarga Byantara.Ayah Archio mengikuti bunda dari belaka
Tidur Reyshaka terusik mendengar suara pintu kamar mandi tertutup.Dia mengerjapkan mata dan mendapati sang istri yang baru saja duduk di tepi ranjang seperti kelelahan setelah berjalan dari kamar mandi tadi.“Sayang …,” panggil Reyshaka parau.“Mas … aku mules tapi enggak keluar apa-apa.” Namira mengeluh.Reyshaka menyalakan lampu utama kemudian bergerak turun dari atas ranjang, memutari setengah bagiannya untuk sampai di depan Namira.Reyshaka berlutut, kedua tangannya mengusap-ngusap perut Namira kemudian mendekatkan wajahnya dengan bagian buncit itu lantas memberikan kecupan.Rambut suaminya yang berantakan justru membuat wajah pria itu terlihat tampan berbahaya.Namira menyisir rambut Reyshaka yang masih menempelkan bibir di perutnya.“Kayanya aku udah mau melahirkan, Mas ….” Namira asal bicara tapi feelingnya mengatakan demikian.Reyshaka mendongak. “Mau ke rumah sakit sekarang?” Namira mengangguk sambil meringis. “Mules lagi, Mas.” Tangannya mengusap-ngusap perut.“Jangan ke k