“Bagaimana kabarmu Ana?”Sulis menyematkan senyum hangat pada Ana yang kini sudah bisa pulang ke kediamannya. Kondisi tubuh Ana cepat pulih sehingga ia bisa pulang. Adapun tentang penyakit amnesia yang dideritanya masih memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Ana juga harus mengikuti berbagai macam terapi untuk memulihkan ingatannya.Menurut hasil diagnosa dokter yang menanganinya, ingatan Ana hanya kecil kemungkinan akan kembali. Mungkin hanya masalah waktu ia akan pulih. Waktu yang tak tentu!“Baik,” jawab Ana singkat. Wanita bertubuh jangkung itu hanya duduk menatap layar televisi. Ia sedang menonton acara drama Korea favoritnya. Meskipun ia tidak mengingat kebiasaan, namun alam bawah sadarnya masih menghadirkan kebiasaan lamanya. Ana masih melakukan hobi favoritnya dari menonton drama romansa dan bermain piano.Sulis selalu merasa simpatik melihat kondisi adik kekasihnya itu. Sungguh, hatinya ikut teriris melihat kondisinya. Apalagi melihat kondisi kekasihnya-Ali yang kini sangat te
“Mau kemana Sayang?”Hanum bertanya pada Sulis yang menarik koper miliknya. Ia menuruni anak tangga dengan sedikit lesu. Sebetulnya ia merasa tak tega pergi meninggalkan kediaman Basalamah mengingat sikap mereka yang begitu baik padanya.Namun apalah daya, ia merasa semakin hari semakin tersiksa karena sikap Ali yang seakan mengabaikannya. Padahal gadis tomboi itu sudah mencoba menjadi kekasih yang penurut demi mengambil hati Ali. Ironisnya, justru Ali malah mengabaikan keberadaan dirinya dan tidak menghargai usahanya.“Mama, mohon maaf, aku akan pulang. Bapak memintaku untuk pulang ke rumah.”Sulis berkata dengan perasaan serba salah. Sebetulnya ia berdusta. Mana ada ayahnya memintanya untuk pulang. Semenjak Sulis memutuskan keluar rumah, keluarganya bersikap bodo amat padanya. Kecuali sang kakak yang seringkali mengkhawatirkannya meski berujung pada hanya meminta bantuannya.Hanum tergugu mendengar jawaban Sulis yang mengecewakannya. Wanita cantik itu sangat berharap jika Sulis bisa
Aldino kini sudah bisa berada dalam satu ruangan dengan istrinya. Kesehatannya berangsur membaik, kecuali bagian kakinya. Aldino harus mengikuti prosedur operasi pada bagian kakinya yang lumpuh. Saat kecelakaan mobil berlangsung, ada syaraf bagian punggungnya yang bermasalanh hingga menyebabkan bagian kakinya lumpuh.Aldino sudah tak sabar ingin segera melihat baby Al Junior pagi itu. Ia tak pernah bosan melihat bayi mungil yang sedang menjadi penyemangat barunya.Ketika seorang perawat datang sembari membawa bayi lelakinya yang tampan, Aldino sudah melambaikan tangannya pada perawat untuk menyerahkan bayi itu padanya terlebih dahulu. Adapun Malati sedang berada di kamar mandi.“Oalah, anak Papa yang sangat tampan. Kau tidur nyenyak, Sayang.”Aldino berceloteh sembari memangku bayi itu dari tangan perawat. Kemudian ia menggendongnya ala kangguru karena bayinya terbilang prematur dengan berat badan yang dianggap masih kurang.Bayi merah itu menggeliat namun matanya masih terpejam. Bayi
“Ali, setelah kau mandi, Mama ingin bicara denganmu! Mama tunggu di kamar!”Hanum menarik lengan Ali dengan agak keras. Ia merasa geregetan sekaligus kesal pada putranya karena ia tidak pulang semalam tanpa mengabarinya. Ali menghela nafas pelan ketika mendapat tatapan yang menghunus tajam dari ibunya. Ia melirik ke arah Sulis, berharap Sulis bisa mengajak ibunya mengobrol agar ia terbebas dari omelannya.Namun menyadari situasi, Sulis justru tersenyum miring dan ia lebih memilih berjalan menuju dapur bergabung bersama ART untuk membantu mereka menyiapkan makanan untuk makan siang. “Bye, Ali! Semoga harimu menyenangkan!” ucap Sulis saat ia melewati Ali yang diam mematung setelah mendapat tekanan dari sang Ibu.“Ali!” seru Hanum untuk yang ke dua kalinya. “Iya, Mama, aku mau mandi dulu.”Ali pun menjawab dengan sedikit tergeragap. Ia menghela nafas pelan melihat ibunya pergi begitu saja meninggalkannya. ‘ya ampun, Mama pasti menyidangku! Apa Mama yang menyuruh Sulis untuk mencarik
Sulis dilanda gugup sebab tak sengaja ia menguping pembicaraan Ali dan ibunya. Ia berniat ingin mengajak mereka makan siang. Namun tak sengaja ia justru menangkap perbincangan mereka soal lamaran.Gadis bertubuh jangkung itu pun berniat langsung melarikan diri dari sana namun kekasihnya keburu memanggilnya. Otomatis langkah Sulis terhenti kemudian dengan gerakan reflek ia menoleh ke arah si pemanggil.“Sulis!” seru Ali keluar dari kamar ibunya lalu berjalan mendekati kekasihnya.Sulis tampak mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian menarik ke dua busur di wajahnya dan memperlihatkan giginya.“Aku gak dengar kok,” imbuh Sulis cengengesan. Ali hanya mendesah pelan mendengar perkataan Sulis yang mirip seorang anak kecil. Jelas saja, ia mendengar dengan mengatakan itu.“Ali …” imbuh Sulis dengan suara yang pelan. Ia meremat jari jemarinya dengan gugup. Kemudian ia mendekati Ali.“Kenapa?” tukas Ali membelai pipi kekasihnya. Ia bisa melihat raut cemas di wajah Sulis. Namun ia tidak bisa
Hiks, hiks, hiks “Sulis, sudah, sudah, kau jangan menangis! Sejak kapan preman menangis?”Ali memeluk Sulis sembari mengusap-usap punggungnya dengan lembut. Berharap tangisan Sulis akan mereda setelah dihibur olehnya.“Kau tidak akan merasakan apa yang aku rasakan, Ali!” imbuh Sulis mendongak menatap Ali dengan tatapan kesal. Kemudian, reflek, ke dua tangannya mengepal dan memukul-mukul dada bidang Ali.“Ough, ough, sakit, S-Sayang!”Ali mencengkram ke dua pergelangan tangan Sulis dan tawa lolos dari bibirnya. “Kenapa kau menertawaiku?” protes Sulis tak terima dengan sikap kekasihnya yang seakan mengejeknya dan mencemooh dirinya.“Sulis, dengarkan aku sekali saja!” bujuk Ali dengan sabar. Ia memandang lurus Sulis dengan serius. “Dengar, tidak ada yang mengejekmu! Tidak ada! Baik Mama dan Papa sama sekali tidak mempermasalahkanmu karena tak bisa masak.”Kini Ali memegangi ke dua lengannya dengan lembut. Ia tak ingin kekasihnya bersedih hati. Ali yang dingin di luar namun hangat di d
“Ali! Kau tega sekali!”Mendengar pertanyaan Ali, Sulis meradang. Karena kesal berbaur amarah akhirnya Sulis kembali memukul-mukul lengan Ali, meninjunya dengan geram.Sebaliknya, Ali hanya tertawa renyah mendapat respon serius dari kekasihnya. Menjadi hiburan tersendiri ketika bisa menggoda Sulis yang memang sedikit temperamen mirip dirinya.“Udah, Sayang! Ayo! Kita pergi!”Ali menangkap ke dua tangan Sulis kemudian merangkul pundaknya. Kekuatan Ali sebagai seorang pria tentu saja membuat Sulis kewalahan. Mau tak mau tubuh Sulis terseret hingga akhirnya, gadis tomboi itu mengikuti langkah kakinya berjalan menuju kendaraan miliknya.“Jangan marah lagi ya!” imbuh Ali seperti pada seorang anak kecil. Ia membantu Sulis memasang seatbelt.Kemudian Ali mulai memanaskan mesin mobilnya, meninggalkan kediaman Basalamah.Selama perjalanan mereka hanya diam-diaman. Sulis juga malas berkomentar dan bertanya kemana kekasihnya membawanya pergi.“Sulis gak tanya kemana Ali bawa?”Ali bertanya sembar
Ali sudah memasang wajah garang hingga, ingin menghajar pria yang kurang ajar pada kekasihnya. Sial, pria itu berwajah tampan dan terlihat berkelas dari outfit yang dikenakannya. Siapakah dia? Bekerja di manakah dia? Ataukah CEO perusahaan apa?Argh, rasanya Ali tak tega melihat adegan sepersekian detik baru saja. Pipi kekasihnya dicium begitu saja oleh pria itu! “Abang!!! Apaan sih! Pake cium-cium! Bau jigong tau!”Sulis meradang saat mendapat ciuman dan pelukan dari kakaknya yang secara tiba-tiba datang ke sana, menghampirinya. Gadis tomboi itu langsung merangkul leher kakaknya hingga tawa pecah di bibir pria itu. Pemandangan yang sangat dekat untuk seorang adik dan kakak.“Kenapa? Malu ya sama pacarmu?” tukas kakaknya Sulis lalu menatap Ali yang terlihat berwajah dingin padanya. Ia pasti menduga jika adiknya sedang melakukan kencan dengan pria tampan dan kaya raya yang tengah duduk berseberangan dengannya. Sontak, Ali tercenung saat mendengar Sulis memanggil pria tadi dengan seb
Di tempat berbeda, kini pasangan lain pun tengah diberkati kebahagiaan yang luar biasa. Akhirnya setelah hampir setahun lamanya, Aldino kini bisa kembali berjalan. Setelah mengikuti terapi dan pengobatan hingga berbulan-bulan lamanya di Singapura, pria berwajah tampan dan bertubuh bak binaragawan itu akhirnya bisa berjalan normal kembali. Ia sangat bekerja keras selama berada di Singapura.Ia akan pulang dengan memberikan kejutan pada istri tercinta dan putra tampannya yang kini sudah berusia setahun.Hari itu, Malati tengah mengasuh Manggala bermain di ruang bermain yang dibuat khusus, di ruang keluarga kediaman Eyang Waluyo. Cicit tersayang selalu mendapat perhatian lebih dari Eyang buyutnya. Malati dan putra tampannya mendapatkan privilege luar biasa dari Eyang Waluyo hingga keluarga besar lainnya.“Gala! Sini Nak!”Kakek tua yang masih berdiri tegap itu memanggil cicitnya. Meskipun Manggala baru berusia setahun namun anak itu sangat cerdas. Ia sudah bisa berjalan dengan baik dan bi
Ali pun menarik handle pintu kamar pengàntin hingga terbuka. Sulis langsung antusias melihat untuk pertama kali kamar pengàntin yang sangat indah karena dihias sedemikian rupa. “Aa, bagus banget!” Sulis mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamar berukuran presidential suit tersebut. Kamarnya didominasi warna putih dan warna-warna pastel sesuai keinginannya. Matanya berbinar mengamati setiap detail hiasan bebungaan yang berada di atas ranjang. Seketika ia tertawa melihat ada dua ekor angsa yang tergolek di atas ranjang. Angsa yang dibentuk dari selimut berwarna putih. Tangannya terulur mengusap angsa tersebut. “Lucunya! Aku mau foto dulu,”Seketika Sulis mengambil ponselnya lalu memotret ranjang pengàntin yang begitu indah itu dengan senyum yang berseri-seri.“Sini, Aa yang fotoin!” imbuh Ali dari belakang tubuh gadis itu. Sulis mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia senang mendengar usulan Ali. Sulis pun duduk dengan posisi anggun di atas ranjang. Ali pun mengambil ponsel is
Ali berusaha menormalkan perasaannya dalam menyikapi Sulis. Sulis memàng sedang sakit, penyakitnya yang dideritanya juga tidak main-main. Oleh karena itu mungkin ia mulai merasa frustasi.Sulis tidak menyadari jika calon suaminya bertopeng dingin dari luar, padahal hatinya begitu hangat. Pada adiknya saja Ali begitu mengkhawatirkannya saat ia sakit. Tak jauh berbeda pada kekasih hatinya, ia merasakan kekhawatiran yang sama. “Sulis, stop overthinking! Kita akan tetap pada rencana awal kita. Kita akan menikah! Kau juga akan ikut pengobatan.”Ali berbicara tegas. Ia tidak suka sikap Sulis yang mendadak melankolis.Sulis terdiam dengan isak yang tertahan dan menggigit bibir bawahnya, “Ali, aku takut gak bisa hamil! Aku perokok berat. Argh, Shit! Aku mungkin tak subur!”Kini Sulis berkata hal lain yang malah memperkeruh suasana. Ali semakin jengkel mendengarnya, “Terus kau mau hubungan kita berakhir begitu saja? Kita batalkan tunangan begitu?”Sulis mengangguk dengan air mata yang bercucu
Ali tertegun saat mendengar kabar dari dokter bahwa kekasihnya harus menjalani beberapa tes kesehatan di antaranya tes darah dan rontgen. Sebelum jatuh pingsan Sulis sempat muntah darah penyebabnya. Kesimpulannya ada bagian organ dalamnya yang terluka dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.Ali merasa bersalah, telah mengabaikan kekasihnya karena masalah sepele. Sederhananya, mungkin jika tidak ada drama cemburu tadi sore mungkin Sulis akan baik-baik saja. Sungguh, Ali menyesali sikapnya yang tidak dewasa. “Argh, maafkan aku Sulis. Aku kadang egois.”Ali bergumam dengan helaan nafas berat. Pria itu berjalan lesu dari ruangan dokter dan pergi menuju ruangan di mana kekasihnya dirawat malam itu. Perlahan Ali membuka pintu ruang rawat inap gadis itu. Tampak Sulis sedang tertidur pulas mungkin karena pengaruh obat. Untuk sementara ia dirawat karena kurang darah. Namun penyebab yang lebih serius belum diketahui. Ali berjalan mendekati kekasihnya. Ia berdiri di depan ranjang hidrolik s
Dua orang pemuda tampan tengah menahan kesal menunggu kekasih mereka yang sibuk memilih gaun. Sudah lebih dari dua jam lamanya mereka berusaha memanjangkan sumbu kesabaran. Rasa panas menjalari punggung mereka karena terlalu lama duduk di sofa.Meskipun pelayan butik itu melayani mereka dengan istimewa, memberikan minuman hingga camilan, tetap saja tak bisa mengusir rasa jenuh mereka. Mereka bahkan sudah memainkan ponsel masing-masing, men scroll media sosial tak jelas untuk membunuh waktu. Nihil! “Lama banget! Mereka ngapain aja sih?” ucap pemuda berhidung bangir yang tak lain Mustafa Ali Basalamah pada pemuda tampan bermata sipit yang tengah duduk di sampingnya, dr Zain. Ali beringsut berdiri lalu merenggangkan tubuhnya beberapa saat karena rasa pegal akibat duduk lumayan lama di sofa berbentuk letter U. Ia pun memutar lehernya hingga menimbulkan bunyi kretek yang membuat dr Zain meringis mendengarnya. dr Zain hanya mendesah pelan mendengar keluhan calon iparnya. Dokter muda itu
“Mala, sini Bude yang gendong Gala!”Bude Ratna menghampiri Malati yang baru saja menyusui bayi tampannya. Malati gegas mengancingkan kancing bajunya kemudian melepas apron menyusui saat Gala terlihat sudah kenyang menyusu. Biasanya bayi yang memiliki garis wajah mirip sekali ayahnya itu tertidur saat merasa perutnya penuh, namun kali ini ia terjaga seakan ingin bermain dengan neneknya.Malati pun menyerahkan Gala pada pangkuan Bude Ratna. Bayi itu tersenyum dan menatap neneknya dengan mata yang bening. Sungguh terlihat menggemaskan.Bude Ratna menyematkan senyuman yang lebar menatap cucunya itu dengan penuh haru. Bukan tanpa alasan, Gala terlahir saat ke dua orang tuanya mengalami kecelakaan yang mengerikan.Atas kehendakNya, mereka semua selamat kendati ayahnya kini harus menjalani pengobatan di luar negeri. Seminggu sudah kepergian Aldino ke Singapura. Terpaksa, Malati mengikhlaskan kepergian suaminya bersama Bude Gendhis, suaminya dan beberapa pengawal pribadi utusan Eyang Waluyo.
“Bulan depan!”Ali menjawab dengan penuh keyakinan pertanyaan ayah Sulis. Setelah acara lamaran selesai, Hendi-Ayah Sulis bertanya pada Ali tentang hubungan putrinya dan Ali sudah sampai sejauh mana. Hal tersebut bukan tanpa alasan, sebab Hendi mengira jika kedatangan keluarga Basalamah itu untuk acara pertunangan. Bukan lamaran menuju pernikahan.Nyatanya, sebelum mereka benar-benar pergi dari kediaman Sulis, Ali memberanikan dirinya, secara langsung ia mengungkapkan rencananya ingin menikahi Sulis sesegera mungkin. Ali berusaha bernegosiasi dengan calon ayah mertuanya, bahwasanya meskipun hubungan mereka belum lama, namun mereka sudah bisa saling memahami karakter masing-masing sehingga ingin segera melangsungkan hubungan mereka ke arah yang serius. Terlebih usia ke duanya telah matang. Sudah sama-sama dewasa.Hendi menatap Sulis sejenak kemudian kembali menggerakan bibirnya. “Nak Ali, Bapak sebagai orang tua sangat bahagia mendengar rencana baik Nak Ali dengan melamar Sulis untuk d
“Ali, kenapa kau belum datang juga? Kenapa juga kau tidak mengangkat telepon dariku? Argh, awas kalau kabur dari acara pertunangan! Aku tak segan memberi perhitungan padamu!” gumam Sulis dengan perasaan yang teramat gelisah. Saat ini Sulis berada di rumahnya di kota Bandung.Hari itu adalah hari bersejarah baginya. Akhirnya Sulis akan dilamar oleh pria tampan dan kaya raya seperti angan-angannya selama ini. Gadis bertubuh jangkung itu berdiri mematung di taman depan rumahnya, menunggu detik-detik kehadiran Ali bersama keluarga besarnya.Ternyata Ali tidak main-main dengan hubungan yang terjalin di antara mereka. Ia serius ingin meminang Sulis. Lamaran Ali sebetulnya ialah waktu yang tepat untuk menentukan kapan waktu pernikahan mereka akan berlangsung. Sebaliknya, Sulis hanya mengira jika lamaran Ali hanyalah pengikat atau tanda keseriusan Ali atas hubungan percintaan mereka. Atau pertunangan biasa.“Sulis, diam bisa gak?” Dari dalam rumah, sang Ibu memanggil putrinya itu dengan suar
Aldino hanya menghela nafas pelan. Ia sebetulnya tak tega jika harus meninggalkan istri dan bayi tampannya yang baru lahir. Namun niatnya sudah bulat. Ia ingin segera sembuh dan tak ingin merepotkan istrinya atau siapapun. Aldino yakin pengobatan medis di luar negeri lebih baik. Oleh karena itu ia menyetujui usulan Eyang Waluyo untuk berobat di Singapura. Aldino akan mengikuti prosedur operasi di sana dan mengikuti terapi hingga kakinya sembuh seperti sedia kala.“Sayang, udah dong! Ini demi kebaikan kita semua.”Aldino mengusap-usap punggung istrinya yang tenggelam di balik dada bidangnya. Mendengar Aldino akan pergi jauh, Putri Melati terlihat murung. Bahkan ia menangis tersedu sedan.Malati bukan tidak ingin suaminya mengikuti pengobatan di rumah sakit luar negeri. Namun ia ingin ikut bersamanya ke negeri yang terkenal dengan patung Merlionnya.Malati dan baby Gala belum bisa berangkat mengingat usia bayi mereka masih belum siap untuk berpergian jauh. Begitupula dengan Malati yang