"Apakah itu Harrison Lee?"PRANGGG!!!Suara benda pecah belah berhasil membuat perhatian mereka semua teralihkan. Juan langsung menghampiri ibunya sambil membawakan sandal."Jangan bergerak mah" perintah Juan. Rachel datang membawakan peralatan untuk membersihkan serpihan kaca dan Juan langsung merapikannya."Kakak bawa mama pelan-pelan ke sofa" Rachel menurut dan menuntun ibunya untuk duduk di sofa.Anetha terdiam. Sudah sekian lama nama Harrison Lee tidak pernah terucap dan pria yang baru saja dikenalnya itu tiba-tiba saja mengucapkan nama tersebut."Kau kenal suamiku?" Anetha bertanya dengan suara bergetar menahan tangis."Harrison Lee suami anda?" Calvin balas bertanya kebingungan. Namun sedetik kemudian pertanyaan itu terjawab oleh anggukan Anetha. Rachel dan Juan hanya menyimak pembicaraan mereka sama sekali tidak tahu menahu tentang hal itu."Lalu ayah mertua anda adalah Javier Lee?" sekali lagi Anetha mengangguk menjawab pertanyaan Calvin."Dimana kau mengenal mereka?""Javier
"Mulai besok jangan masuk kantor!" Perintah Calvin tepat saat mereka tiba di rumah. Rachel mengerutkan dahinya bingung dengan keputusan Calvin."Kenapa""Kau sudah bertemu dengan Xander, cepat atau lambat ia akan mengenalimu sebagai bagian dari keluarga Lee.""Lalu kenapa kalau ia mengenaliku?" tanya Rachel kesal. Bukan hanya Calvin yang terpukul dengan fakta yang baru saja mereka ketahui tapi juga dirinya. Bahkan sekarang ia mulai mencurigai hubungan Andrea Zimmer dengan kematian ayahnya."Aku hanya ingin kau aman, Rachel." Calvin memegang kedua pundak Rachel dan menatap matanya lurus. Pria itu tampak sepeti memohon agar Rachel menuruti dirinya."Tidak! Aku akan menghadapi Andrea Zimmer!" seru Rachel seraya melepaskan pegangan Calvin. Calvin mengusap wajahnya."Rachel" ucap Calvin pelan. Ia sudah bingung harus berkata apa pada Rachel."Ada cerita lucu waktu aku dan Juan masih kecil." ujar Rachel sambil tersenyum getir.
"Ahh, kenapa kau sangat merepotkan" keluh Calvin sambil menatap lurus jalan raya."Aku merepotkan kenapa? Bukankah kau yang menyuruhku untuk pergi ke kantor sekarang juga?" balas Rachel tidak terima."Kau pasti akan merengek kalau aku masih melarangmu pergi ke kantor""Aku tidak merengek!" seru Rachel kesal."Kau juga pasti akan mencari banyak cara dan alasan agar bisa pergi ke kantor." Rachel terdiam. Perkataan Calvin barusan ada benarnya. Ia memang sudah berniat merencanakan situasi agar bisa pergi ke kantor hari ini."Aku benar kan?" Rachel mencibir kesal saat melihat ekspresi Calvin. Pria itu benar-benar menyebalkan."Kalau begitu kenapa kau tiba-tiba berubah pikiran?""Menurutmu apa alasannya?" Calvin balik bertanya."Kau memang aneh" ledek Rachel kesal."Aku tidak mau kau semakin kesulitan dengan pekerjaanmu apalagi sepertinya kamu sangat menyukai pekerjaanmu sekarang ini." ujar Calvin yang langsung membuat Rachel menganga. "A
"Dia harus mengundurkan diri dalam waktu kurang dari satu minggu atau aku yang akan memecatnya."Rachel tidak bisa berkata apa-apa saat mendengar ucapan dingin Calvin. Ia tahu pria itu tidak ingin dibantah apalagi dipertanyakan mengenai hal yang sudah ia putuskan. Tidak lama pintu ruangan Calvin diketuk dan beberapa orang masuk membawakan berbagai jenis makanan. Rachel tidak dapat menahan rasa terkejutnya saat melihat banyaknya makanan yang datang. "Kau akan ikut makan juga kan?" tanya Rachel penuh harap."Kau makan saja dulu aku belum lapar." tanpa melihat Rachel, pria itu menjawab dengan santai.Rachel hanya melongo melihat semua makanan di atas meja. Jumlah hidangan yang tersaji disana 2 kali lipat lebih banyak dari yang tersaji di meja makan saat sarapan di rumah."Kalau tidak mau makan kenapa kau pesan sebanyak ini?" tanya Rachel kesal. Ia tahu pria itu memiliki banyak uang, tapi kenapa harus menghambur-hamburkannya seper
Rachel dan Calvin tiba di kantor polisi. Mereka memutuskan untuk pergi berdua saja karena tidak mau ibunya semakin terguncang.Saat mendengar penjelasan Rachel, Anetha sudah menangis hebat. Sepertinya Wanita itu memang tidak menyangka kalau putranya akan terlibat dengan polisi."Juan!" Seru Rachel panik saat menemukan adiknya di masukan ke dalam sel tahanan sementara di kantor polisi."Wajahmu kenapa?" melihat wajah Juan yang babak belur membuat kekesalan Rachel berubah menjadi rasa khawatir."Kak, maaf aku-""Anda wali Juan Lee?" perkataan Juan terputus saat seorang polisi menghampirinya dan bertanya."Benar. Apa salah adik saya sampai kalian mengurungnya seperti ini? Lalu ada apa dengan wajahnya?" Rachel bertanya tidak terima. Ia memang kesal dengan Juan tapi ia juga tidak menerima perlakukan polisi pada adiknya."Kau kakaknya?" Rachel sedikit terhuyung saat seorang pria mendorong bahunya. Calvin yang melihat kejadian itu segera menangkap Rachel se
Juan menatap Calvin dan Rachel dengan tatapan kesal. Ia merasa dibohongi oleh mereka. Menikah? Benar-benar di luar pikiran terliar Juan sebagai seorang adik."Kalian keterlaluan!" Juan menggebrak meja tempat mereka makan sekarang. Terlalu banyak hal yang harus dibahas tanpa sang ibu, jadi mereka memutuskan untuk berkumpul di tempat makan terdekat."Kau yang keterlaluan! Bagaimana bisa kau bekerja di hotel? Lalu bagaimana kuliahmu?" omel Rachel tidak mau kalah. Calvin dan gadis yang datang bersama Juan tadi hanya diam menyaksikan pertengkaran kakak beradik itu."Lalu bagaimana kau bisa menikah tanpa memberitahu aku dan mama?" Juan terus membalikkan pertanyaan. Kedua saudara sekandung itu saling melempar tatapan tajam. Tidak ada yang berniat untuk mengalah terlebih dahulu."Aku punya alasan sendiri" ujar Rachel kesal. Juan menatap kakaknya tidak terima."Kalau begitu aku juga punya alasan sendiri! Ayo Naomi kita pergi!" Juan bangkit berdiri seraya menarik leng
Juan menatap Calvin yang tiba-tiba saja mengajaknya bertemu di sebuah ruang private restaurant mewah. Sedikit banyak ia sudah bisa mengetahui apa yang akan dibahas oleh kakak iparnya tersebut.Namun ini sudah hampir 15 menit keduanya hanya diam tanpa membicarakan sepatah katapun. Calvin tampak tenang menyantap hidangan di depannya tanpa mempedulikan ekspresi kesal Juan."Kalau kau menemuiku untuk memaksaku kembali kuliah aku akan menolaknya." Ucap Juan membuka pembicaraan mereka."Tidak. Aku tidak memanggilmu untuk itu." tanpa menatap Juan, Calvin menjawab. Pria itu masih sibuk dengan hidangan di depannya."Lalu untuk apa? Kau mau membiayai uang kuliahku?" sarkas Juan."Kau mau seperti itu? Aku tidak masalah, kau butuh berapa?" Masih tanpa melihat Juan, Calvin melemparkan pertanyaan dengan santai. Juan meletakkan alat makan yang ia pegang dengan keras hingga menimbulkan suara dentingan yang berisik. Calvin ikut meletakkan alat m
"Bagaima hasilnya?" Tanya Rachel teoat saat Calvin memasuki mobil. Sedari tadi gadis itu memang menungu di mobil. Rachel tidak bisa menyembunyikan perasaan cemasnya mengetahui Juan begitu keras kepala mengenai studinya."Kita lihat saja nanti" ujar Calvin santai sambil memacu mobilnya meninggalkan restaurant. Rachel terdiam. Ia memutuskan untuk mempercayakan semua pada Calvin."Besok kau ada waktu luang?" Rachel mengerutkan keningnya bingung. Sedikit terkejut Calvin penasaran dengan apa yang akan ia lakukan."Tidak ada kenapa?" Rachel sontak menjerit kaget saat Calvin tiba-tiba berbelok ke arah yang berlawan dari arah jalan pulang ke rumah mereka."Kita mau kemana?" Tanya Rachel panik. Calvin menyeringai."Belanja."***Rachel tidak bisa berkata apa-apa saat Calvin dengan paksa menyeretnya ke pusat perbelanjaan. Pria itu sibuk berkeliling sambil menunjuk semua barang wanita yang menurutnya bagus."Ini semua untuk apa?" Rachel bertanya setengah berbisik pada Calvin namun pria itu sama
"Bagaimana kondisi kakimu hari ini?" Rachel tersentak saat mendengar suara Calvin."Baik, seperti yang kau lihat aku sudah bisa berjalan sendiri." Rachel menunjukkan kakinya pada Calvin. Ia memang sudah bisa beraktivitas dengan normal lagi setelah 2 minggu istirahat dan pemulihan."Bekas lukanya masih ada." Ujar Calvin saat melihat bekas luka jahitan di kaki Rachel yang masih terlihat cukup jelas."Tidak masalah, nanti juga dia akan memudar." Rachel menjawab sekenanya. Sejak membaca pesan singkat dari Rose malam itu, Rachel sudah membuat keputusan. Ia tidak boleh lagi terbuai oleh perhatian dan semua hal romantis yang dilakukan Calvin.Bahkan ia juga sudah mulai menyiapkan diri jika Calvin mulai mengungkit perceraian dengannya."Kau mau kemana?" Calvin mengerutkan dahinya bingung saat menyadari Rachel sudah rapi dengan pakaian semi formal."Kerja, kau pikir apalagi?" Rachel menjawabnya dengan bingung. Ia sudah lama tidak ke kantor apakah pria itu lupa ka
"Apa aku salah kalau perhatian dengan istriku sendiri?""AARRGGHHHHH!!!" Rachel berteriak heboh sambil menjambak rambutnya saat perkataan Calvin kembali terngiang-ngiang di kepalanya.Rachel tidak bisa tidur semalaman memikirkan perkataan Calvin yang berhasil membuat perasaannya kembali goyah. Sampai detik ini juga Rachel masih belum memantapkan hatinya tentang perasaannya pada Calvin.Di satu sisi Rachel merasa dirinya memiliki perasaan untuk pria itu karena perhatian yang selama ini Calvin berikan namun di satu sisi lainnya Rachel merasa semua itu hanyalah sandiwara belaka. Statusnya hanya sebagai istri pura-pura dari seorang Calvin Miguel."Rambutmu kenapa?" Rachel tersnetak kaget saat Calvin tiba-tiba masuk dna memergokinya yang sedang berantakan. Dengan cepat Rachel merapikan rambut menggunakan tangan sebisanya."Ada apa?" Tanya Calvin lagi. Pria itu membuka laci di sebelah ranjang rawat Rachel dan mengambil sebuah sisir.
Calvin menghela napas saat keluar dari kamar rawat Rachel. Pria itu benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan kali ini.Ia memutuskan untuk menghindar sejenak sambil mencari secangkir kopi untuk menyegarkan dirinya."Calvin" Seorang gadis berambut sebahu menghampirinya. Calvin terdiam.Ia tahu gadis yang kini berdiri di hadapannya adalah Rose. Cinta pertamanya."Sedang apa kau disini?" Tanya Calvin dingin. Gadis itu tampak tidak peduli dan memamerkan senyuman manis."Bukankah seharusnya kau senang melihatku disini?" Rose balik bertanya."Aku tidak ingin melihatmua disini." Calvin berniat untuk berjalan mendahului Rose namun gadis itu menghadangnya."Jangan begitu, aku disini untuk menjenguk istrimu." ujar Rose sabtai sambil melambaikan sebuket bunga yang ua bawa sejak tadi."Rachel tidak butuh dijenguk olehmu. Sebaiknya kau oergi dan jangan buat masalah." Rose tertawa sinis."Kau masih sakit hati dengan penolakkanku? Kalau begitu apaka
"Kau sudah bangun?" Rachel mengerjapkan matanya kaget saat mendengar suara Calvin begitu ia membuka matanya.Pria itu sedang duduk di kursi kecil tepat di sebelah ranjang rawatnya sambil memangku laptop. Calvin bertanya tanpa mengalihkan perhatian dari layar laptopnya."Kau tidak ke kantor?" Rachel bertanya dengan kebingungan. Gadis itu berusaha untuk bangun dan duduk bersandar.Melihat Rachel yang kesulitan, Calvin dengan sigap membantu gadis itu. "Aku sudah bilang aku akan terus bersamamu sampai kau benar-benar pulih." Calvin menjawab seraya membantu Rachel mengatur posisi.Selesai membantu Rachel, Calvin kembali mengambil laptopnya namun kali ini pria itu meletakkan laptopnya di atas meja.Calvin mulai menata laptopnya bersamaan dengan banyak berkas-berkas yang menumpuk di sekitarnya. Rachel menatap pria itu kebingungan. Calvin tampak sibuk."Kau sepertinya cukup sibuk, apa tidak sebaiknya kau kembali ke kantor?" Tanya Rachel hati-hati takut menyinggung pria itu lagi."Aku tidak s
"Ceraikan Calvin, aku yang seharusnya ada di posisi ini.""Maksudmu? Siapa kau berani bicara seperti itu?" Rachel bertanya dengan sedikit amarah. Gadis di deoannya begitu santai dan lancar mengatakan hal tersebut seolah itu bukanlah hal yang serius."Posisi Nyonya Miguel milikku. Andai saja waktu itu aku tidak memilih untuk melanjutkan pendidikan ke Canada pasti sekarang aku yang menikah dengan Calvin.""Calvin sudah menikah denganku nona." Rachel tersneyum sinis menbuat gadis di hadapannya menatap tidak suka."Calvin hanya mencintaiku seumur hidupnya, bahkan Diana tidak bisa mendapatkan Calvin setelah semua yang ia lakukan. Sekarang aku sudah kembali, kita lihat saja siapa yang akan Calvin pilih." Gadis itu mengucapkan kata demi kata dengan penuh penekanan. Rachel sedikit terkejut saat gadis itu melemparkan sebuah kertas kecil ke pangkuannya sebelum berbalik pergi."Apa itu?" Tanya Tiara penasaran.Rachel mengambil kertas tersbeut dan membaca isiny
"Kau gila? Kenapa kau melakukan itu?" Tiara meneriaki Rachel setelah Rachel selesai menceritakan kronologi kejadian yang menyebabkan dirinya sekarang terbaring di ranjang rumah sakit.Hari ini Calvin sudah kembali bekerja setelah Rachel membujuknya dengan berbagai macam cara. Tidak mudah untuk membujuk pria itu namun akhirnya Calvin setuju dengan segudang syarat yang harus Rachel penuhi. Salah satunya adalah harus ada orang yang menjaga Rachel disaat Calvin tidak ada.Kali ini Rachel benar-benar bingung dengan sikap Calvin.Ia sadar dan sangat sadar akan posisinya yang hanya sebagai istri pura-pura dari pria itu lalu apa yang menyebabkan pria itu memperlakukannya dengan penuh perhatian seakan ia benar-benar menjadi istrinya?"Tapi pria itu tau cara berterima kasih juga ya, kudengar ini kamar private untuk keluarga Miguel di rumah sakit ini." "Cara berterima kasih?" Rachel tercengang mendengar perkataan Tiara."Lalu kalau bukan cara pria itu untuk berter
"RACHEL!!" Seru Calvin saat melihat lampu itu terjatuh tepat di atas kaki istrinya. Calvin tidak mempedulikan sakit di tubuhnya saat terjatuh akibat dorongan Rachel tadi dan segera menghampiri istrinya yang sudah tidak berdaya."Rachel kau bisa mendengarku?" Calvin menepuk-nepuk wajah Rachel. Celana yang ia kenakan basah. Calvin menoleh melihat ke arah kakinya dan mendapati darah dari kaki Rachel sudah mengalir deras.Calvin semakin panik saat Rachel tidak kunjung menjawab."CEPAT TELPON AMBULANCE ISTRIKU TERLUKA PARAH!!" Seru Calvin keras. Beberapa orang yang sudah mengerumuni tubuh Rachel menganga kaget mendengar itu tapi tidak seorangpun berani mengomentari. Situasi sudah terlalu kacau sekarang.Calvin meletakkan kepala Rachel di pangkuannya dan terus menepuk-nepuk pipi gadis itu. Tanpa pria itu sadari air mata mulai menetes. "Ambulance masih membutuhkan waktu 10 menit lagi untuk tiba, jalan di depan macet sekali." Laporan Nicky membuat Calvin mengu
"Kau diam di situ!"Rachel terkejut mendengar suara yang sanagt dikenalnya. Juan masuk dengan tatapan membunuh."Aku hanya ingin kembali ke acara.""Tidak! Kakak ipar sudah berpesan agar aku memastikan kau tetap disini." Tolak Juan. Rachel hanya bisa menghela napas pasrah. Adiknya keras kepala dan ia sangat tahu hal itu."Kau sudah lebih baik? Mau makan sesuatu?" Juan bertanya seraya mengeluarkan beberapa jenis buah kesukaan Rachel dan meletakkannya di meja makan.Tiba-tiba saja sebuah ide terlintas di kepala Rachel. Ia menemukan cara agar bisa kembali ke gedung acara. "Kau bawa semua buah itu untukku?" Rachel bertanya sambil tersenyum kecil."Tentu saja. Semua ini kesukaan kakak. Aku tidak tahu kakak akan memilih yang mana jadi aku beli saja semua.""Wah uangmu banyak ya." ujar Rachel sedikit mencibir saat memperhatikan jumlah barang bawaan Juan yang cukup banyak."Aku baru saja gajian dan aku hampir
"Bagaimana keadaannya?" Calvin bertanya pada Nicky dengan wajah marah. Ia baru saja mendengar berita istrinya tidak sadarkan diri dan sedang dilarikan ke ruamh sakit.Dalam hati, Calvin merutuki sikapnya tadi saat bertemu dengan Rachel. Seandainya ia lebih memperhatikan gadis itu dan lebih bersikeras menyuruhnya untuk istirahat pasti tidak akan ada kejadian seperti ini."Tenangkan dirimu."Nicky mencoba memperingati Calvin dimana mereka berada sekarang.Calvin tidak peduli. Pria itu terus melangkah dengan cepat bahkan hampir berlari. "Aku akan menggantikanmu melihat kondisi Rachel, kau tunggu saja disini, tidak akan baik saat dilihat oleh para petinggi lain." Nicky lagi-lagi berusaha mencegah Calvin untuk pergi.Bukan karena tidak mengerti situasinya, tapi acara ulang tahun ke 100 Miguel Group merupakan acara penting yang sudah disiapkan sejak tahun lalu dan ia hanya tidak mau Calvin dalam posisi sulit karena dituduh telah lalai dalam menjalankan acara.