‘Taktik busuk apalagi yang ingin kau mainkan, Aretha?!’ Anais mendecak dalam hati. Manik hazelnya terpampang tajam, waspada dengan tipuan sang adik yang selalu ingin menjatuhkannya. Namun, di sela itu tatapannya malah tak sengaja menangkap Cosseno yang berada tak jauh di belakang Aretha. Ya, adik Feanton Cossentino tersebut tampak memperhatikan Anais dan Aretha yang tengah beradu tegang. ‘Sial, sedang apa dia di sana?’ batin Anais curiga. Terakhir, Cosseno telah menyebar gosip palsu tentangnya, kali ini Anais tak bisa mengambil risiko jika rekan sesama seniman itu kembali menggali masalah untuknya. Dengan nada sinis, istri Jade Herakles tersebut mendecak, “ikuti aku, kita bicarakan ini di tempat lain.” Aretha seketika menyatukan alisnya, tampak enggan menuruti perintah sang kakak. ‘Dasar, jalang. Aretha yang membawa pesan untuknya, tapi mengapa seolah Aretha yang membutuhkannya?!’ decaknya membatin geram. “Mengapa harus ke tempat lain? Aretha tidak ada waktu untuk meladeni Kak A
“Kau harus melihat wajahmu saat ini, Anais.” Jade sengaja mengejek dengan alis terangkat sebelah.Hal itu semakin membuat Anais membeku, dia pun memastikan bahwa tampangnya kini benar-benar merah.‘Dia berbahaya, aku tidak bisa terus berada di posisi ini!’ batin Anais terus waspada.Tanpa Jade duga, sang istri tiba-tiba mendorong dadanya sembari menyentak sinis. “Menyingkirlah dariku!”Gerakan yang mendadak itu, berhasil membuat Anais terbebas dari kungkungan Jade yang terasa mengintimidasi. Dirinya segera mengambil jarak, netranya juga melayap buncah, tampak jelas sedang mengelak dari pandangan sang suami.‘Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Apa yang membuatnya marah? Oh tunggu, dia memang selalu marah, tapi mengapa dia terus menghindari kontak mataku? Wanita ini bukan tipe pemalu, biasanya dia akan menatapku dengan tajam bahkan saat murka sekalipun.’ Jade bingung dalam hatinya.“Anais—”“A-aku ingin memesan makan malam.” Sang istri lekas memangkas ucapan suaminya yang belum tunta
Raut wajah Jade berubah lebih dingin. Akan tetapi, Anais bukan tipa wanita yang langsung angkat tangan, tak peduli siapapun lawannya.“Apa maksudmu sebenarnya? Mengapa aku tidak boleh bertemu dengan Tuan Hans?” tukas Anais bertanya.Alih-alih langsung menyahut, Jade justru tampak enggan membahas hal tersebut. Pria itu terlihat tenang mengiris bistiknya seolah ingin menyudahi topik yang bahkan baru dimulai beberapa menit lalu.“Astaga, bukankah sebelumnya ada seorang pria yang berkata harus menatap lawan bincang ketika mengobrol?” Anais menyindir keras.Dan itu pun memicu seringai samar menyambangi bibir Jade. “Rupanya kau pandai membalik situasi.” Cucu pertama Hans Herakles tersebut meraih botol wine dan lekas menuangkan cairan merah kehitaman itu ke gelasnya. Dan kala hendak mengisi gelas Anais, sang wanita pun berkata tedas. “Jangan mengubah pembicaraan. Katakan padaku alasan mengapa aku tidak boleh menemui Tuan Hans!”Jade lantas mengangkat pandangan begitu Anais menahan botol an
‘Tidak mungkin!’ tampik Anais membatin.Dirinya segera berpaling, dan maniknya seketika melebar kala melihat sosok yang dulu dihindarinya, kini berdiri di pintu kamarnya.“Ce-cedric?!” tutur wanita itu dengan nada tertahan.Ya, Cedric Devante-seorang pria yang pernah membuatnya menoreh trauma kini kembali mendatanginya.Putra sulung Tigris tersebut melipat kedua tangan ke depan dada sembari berkata sengit. “Cedric katamu? Hei, aku Kakakmu dan aku lebih tua darimu. Berani sekali kau tidak sopan padaku, hah?!”Anais masih tertegun, kata-katanya pun seperti tersangkut di tenggorokan, karena sangat enggan meladeni pria sinting seperti kakak angkatnya itu.Begitu melihat Cedric hendak melangkah masuk kamarnya, Anais pun segera memberang, “berhenti di sana! Jangan pernah mendekat atau aku akan membuatmu menyesal!”“Mengapa kau kaku sekali, Anais? Kita ini bersaudara, mengapa kau memperlakukanku seperti seorang penjahat yang baru keluar dari penjara?” sahut Cedric dengan santainya.“Sial, ha
“Siapa orang-orang itu?” Velma berkata cemas. Beberapa lelaki bersetelan hitam tampak bersitegang dengan penjaga keamanan di depan lobi. Bahkan sebagian dari mereka sudah berhasil masuk ke area dalam galeri. ‘Mengapa tiba-tiba ada segerombolan orang asing mendatangi Dante’s Gallery? Aku tidak pernah membuat janji dengan siapapun. Dan mustahil jika mereka dari pihak yang ingin menyita galeri karena masalah itu sudah tuntas. Lalu, apa tujuan orang-orang itu datang ke sini?’ Anais bertanya-tanya dalam batin. Begitu wanita itu sampai di lantai bawah, dia pun bertanya pada salah satu penjaga di sana. “Siapa mereka?” “Mohon maaf, Nona. Mereka tidak mau memberitahu kami tentang identitas mereka. Orang-orang itu hanya bersikeras ingin masuk dan menemui Anda secara langsung. Jadi kami menahannya karena mereka terlihat mencurigakan,” balas petugas keamanan tersebut. Tentu saja Anais tak bisa menyalahkan pegawainya, bagaimana pun juga mereka telah menerapkan SOP. Sehingga, mau tidak mau Anai
Setiap pasang mata tertuju ke sumber suara yang meneriaki Anais. Dan tepat di arah pintu masuk, sosok wanita dengan wajah garang berjalan mendekat.‘Cosseno?! Untuk apa dia datang ke sini?’ cetus Anais dalam batin. Ya, dari jarak sejauh itu Anais bisa memastikan bahwa orang tersebut memanglah Abigail Cosentino.Dia menderap cepat dengan tatapan yang seolah ingin menerkam Anais. Di belakangnya terlihat dua petugas keamanan yang mengejar, tapi ketika para pria tadi hendak menahannya, Cosseno malah menampik dengan keras.“Minggir kalian semua!” sentaknya geram.Pemandangan itu tentunya menyita banyak perhatian. Orang-orang pun mulai berbisik dengan kening mengernyit.“Ada apa dengannya? Mengapa datang-datang membuat keributan?”“Bukankah dia juga seorang Seniman? Karyanya sangat terkenal, dan sepertinya dia juga mengenal dekat Nona Anais. Apakah mereka sekarang bermusuhan?”Banyak persepsi tak menyenangkan terumbar dari pikiran para tamu. Akan tetapi Cosseno tak peduli sedikitpun, manik
“Apa kau mabuk? Memangnya kau siapa, berani bicara sembarangan tentang Dabin Community?! Bahkan anggota elit dari Dabin saja tidak akan lancang mengusik saya, tapi Anda berkata ingin mengeluarkan saya?!” Cosseno tercengang dengan dahi mengernyit mendengar ultimatum perempuan yang membela Anais.“Ya, saya mengeluarkan Anda karena memang memilik hak penuh atas itu!”Balasan sang lawan bincang seketika mendapat ledakan tawa dari Cosseno. Dirinya terbahak-bahak seakan melihat akrobat badut sirkus, tapi sesungguhnya mengejek perempuan tersebut.“Wah … rasanya aku sekarat karena tak bisa berhenti tertawa. Jika kau pimpinan Dabin Community, maka kau bebas bicara seperti itu, tapi—”“Nona Lariat Anne memang pimpinan Dabin Community! Jadi berhenti bicara dan minta maaflah padanya!” Seorang gadis dengan rambut hitam lurus tiba-tiba menyahut ucapan Cosseno.Seketika, semua orang pun mengubah arah tatapan pada gadis itu dengan mata terbelalak. Bahkan sebagian dari mereka nyaris meragukan pendenga
“Apa saya harus menyingkirkan mereka, pimpinan?” tanya seorang pengawal yang berada di dekat Hans.Ya, Jade Herakles sengaja mengunjungi sang kakek di hari sabtu ini karena penasaran dengan pesan yang diterima sang istri dari Aretha. Sesungguhnya dia tak perlu menyisihkan waktu mendatangi Hans, tapi ada hal lain yang menurutnya terasa janggal.“Tidak perlu, biarkan saja berandal itu.” Hans membalas seiring dengan pandangannya yang beralih lagi ke lapangan.Dirinya melirik ke arah caddie-seseorang yang membantunya membawakan stick golf untuk mengganti tongkat pemukulnya. Hans memilih fokus pada permainannya alih-alih menghiraukan Jade yang datang tanpa pemberitahuan sebelumnya.“Aku akan mencetak ace!” tukas Hans yakin.Dirinya tampak fokus, dan itu membuat Jade yang tak digubris sama sekali menjadi kesal.Pemilik Oran Brewery tersebut mendecak dalam hati. ‘Kakek tua ini benar-benar mengujiku!”Jade menyeringai tipis, tapi bukannya mengamuk, dia malah berjalan mendekat ke arah sang kak
“Putramu sangat menggemaskan. Lebih baik kau bergabung bersama mereka,” tutur Hans tersenyum saat melihat Jade menggandeng anaknya. “Jade sudah menemaninya, aku akan di sini bersama Kakek.” Anais membalas selaras dengan bibirnya yang tertarik ke atas. Meski dia bilang seperti itu, tapi Hans tahu benar bahwa cicitnya lebih membutuhkan Anais. “Bukankah Kakek sudah bilang, Jade tidak ingin putranya berakhir seperti dirinya. Jadi, kau harus membantu suamimu agar dia bisa memberikan kasih sayang yang berlimpah pada anaknya.” Mendengar nasihat Hans, kali ini Anais tak bisa bersikeras. Usai pamit pada kakek mertuanya, wanita itu pun menghampiri Jade dan sang putra yang sudah rapi dengan pakaian berkuda. “Reins!” tukas Anais menyeru. Ya, River Reiner Herakles-yang akrab disapa Reins oleh Anais itu adalah bocah lelaki kecil yang menawan dan energik. Semakin dia tumbuh besar, rupa wajahnya semakin mirip dengan Jade. “Lihat aku, Mommy! Apa aku sudah mirip Daddy?” tukas River memamerkan pen
***“Sebaiknya Anda berhenti minum, Tuan,” tukas seorang lelaki yang merupakan Asisten Pribadi Denver selama di Asia.“Singkirkan tanganmu, sialan!”Alih-alih menurut, Denver malah menampik tangan asistennya seraya mengumpat geram. Dia justru mengisi gelasnya dengan vodka karena pikirannya sangat semrawut. Akan tetapi, lagi-lagi asistennya menahan saat dirinya hendak meneguk minumannya.“Mengapa? Apa kau akan mengadu pada Kakek?!” decak Cucu kedua Hans tersebut.Dia merengkuh kerah sang asisten hingga wajah mereka lebih dekat. “Katakan pada Kakek, bahwa aku hanya bermain-main di sini. Laporkan saja kerjaku tidak becus dan hanya membuang waktu dengan para wanita penghibur. Bukankah itu sudah cukup untuk memenuhi laporanmu tentangku?!”“Tuan, Anda tidak boleh—”“Berisik!” Denver kembali menyambar dan lantas melepas cekalan tangan dari kerah asistennya.Dia menyabit gelas vodkanya, lantas meneguk minumannya hingga tandas. Begitu cairan memabukkan itu mengaliri tenggorokannya, pria itu m
“Dokter, bicaralah dengan jujur. Istri saya sedang dalam bahaya, tapi bagaimana bisa Anda mengatakan sesuatu yang konyol?!” Jade memberang seiring amarah perih menjalari raganya. “Mohon maaf, Tuan. Kami tidak ada pilihan lain, sebab jika kami memaksa melakukan operasi untuk mengeluarkan pelurunya, bayi dalam kandungan istri Anda bisa dalam bahaya. Namun, apabila peluru itu tidak segera dikeluarkan, nyawa istri Anda bisa terancam,” balas Dokter itu dengan raut wajah gelisah. Memang, dirinya seperti menemui jalan buntu. Dia pun tidak bisa mengambil risiko sebab ini menyangkut hidup dan mati seseorang. “Se-sebab itu, kami menyerahkan keputusan pada Anda, selaku suaminya. Apapun pilihan—” “Pilihan?!” Jade lantas menyahut sebelum ucapan tenaga medis itu tuntas. “Apa yang Anda maksud dengan pilihan, Dokter? Anda sama saja meminta saya untuk membunuh salah satu dari mereka!” Manik abu pria tersebut tampak membesar dengan getir. Dirinya sungguh tak bisa mengambil keputusan mengenai perkar
Netra abu Jade membelalak selebar cakram begitu melihat peluru melesat ke dada kiri Anais. Sensasi terbakar bercampur perih, kini seolah menyobek jantung pria itu.“Tidak, Anais!” Dirinya buru-buru menuju istrinya, tapi tanpa dia tahu, Aretha malah mengarahkan pistol padanya.‘Dasar pasangan sialan! Lebih baik kalian ke neraka bersama!’ decak Adik angkat Anais itu dalam batin.Tangannya bersiap menarik pelatuk senjata apinya, tapi Carlein yang berada di belakang Jade, lebih dulu melesatkan tembakan hingga tepat mengenai lengan Aretha. Suara desingan peluru Cerlein sontak membuat semua orang tertegun, tapi Jade tanpa peduli hanya berlari pada Anais.Pria tersebut merengkuh sang istri yang masih terikat di kursi. Gelenyar merah pun merembes dari balik dress putih gading yang wanita itu kenakan. Dan begitu menyadari sang suami tiba, manik Anais pun bergetar seolah menemukan muaranya.“Jade … a-aku tahu kau akan datang. Kau pasti menemukanku di mana pun aku berada.” Anais bertutur dengan
***Nyaris satu jam, akhirnya Jade baru membuka ponselnya. Dan saat itu juga, keningnya mengernyit sebab ada beberapa panggilan tak terjawab dari sang istri. Dirinya yang kini berangkat menuju mansion Herakles, berupaya menelepon Anais kembali, tapi hasilnya nihil sebab istrinya tak mengangkat.“Mengapa dia tidak menerima panggilanku?” gumam Jade terserang bingung.“Mungkin saja Nyonya Anais saat ini sedang berbincang dengan Pimpinan, Tuan. Jadi Nyonya tidak sempat melihat ponselnya.” Carlein pun menyahut untuk menenangkan.Jika dipikir jernih, bisa saja itu benar, sehingga Jade pun membalas, “ya, mungkin. Terlebih lagi, Kakek sangat menantikan kelahiran bayi kami. Pasti Kakek mengajak Anais bicara banyak hal.”Jade menghela napas sembari merebahkan kepalanya di badan kursi mobilnya.‘Walau begitu, aku sangat cemas karena membiarkan Anais be
*** “Hei, mengapa di sini tidak ada minuman?!” Cedric membanting pintu lemari pendingin dengan emosi. Sepasang matanya yang cekung tampak mengerikan di wajahnya yang berang. Dia lantas menendang kursi, sampai membuat Aretha yang sedari tadi melihat sesuatu di laptopnya menjadi terusik. “Hah, sialan! Rumah macam apa ini?! Benar-benar memuakkan!” Cedric kembali mengumpat kasar. Sang adik yang sudah tidak tahan dengan tabiat kakaknya pun menyambar, “apa Kak Cedric buta? Di sana banyak air, apa susahnya minum air itu?!” “Aku tidak butuh air, berengsek! Tapi alkohol, alkohol, sialan! Aku benar-benar stress, jadi setidaknya berikan aku bir!” Putra sulung Tigris Devante itu kembali mendengus dengan amukan berapi-api. Dia yang merupakan seorang pecandu narkotika sudah kesulitan mendapat obat terlarangnya, hingga setiap hari hanya melampiaskannya pada minuman. “Aish, sial! Ini bukan bar. Jika Kakak ingin bir, pergilah ke bar atau club malam. Jadi berhentilah mengeluh dan mengumpat, karen
‘A-apa aku tidak salah lihat?’ Anais membatin seiring dengan maniknya yang berkedip.Dirinya tercengang mendapati Lariat Anne datang bersama seorang pria. Mungkin di mata publik itu adalah hal biasa, tapi bagi Anais ini sungguh tak terduga sebab pria yang tengah menemani Anne tak lain adalah Eldhan Hermeden.‘Apakah selama ini mereka saling kenal? Mengapa Anne bisa datang bersama Eldhan?’ sambung wanita itu dalam hati.Apa saja yang sudah Anais lewatkan? Dia cukup lama tidak melihat Eldhan sejak tahu bahwa pria tersebut memiliki perasaan padanya. Ya, meski saat itu Anais belum jatuh cinta pada Jade, tapi dirinya merasa aneh dan tak bisa menerima hati Eldhan.Dari lawan arah, Lariat Anne mendekat bersama Eldhan di sebelahnya. Dan seperti biasa, penampilan Anne yang glamor, kini diimbangi Eldhan yang tampil dengan setelan jas berkelas.“Selamat atas pelantikan Anda sebagai Presiden Direktur DV Group, Nona,” tuturnya disertai senyum anggun.Anais dengan santun pun membalas, “terima kasih,
“A-apakah pria yang ada di foto waktu itu adalah ayahmu?” Anais bertanya ragu-ragu, dan itu sekejap membuat Jade menaikkan kedua alisnya. “Foto apa yang kau maksud?” balas sang pria bertanya. Ada jeda beberapa saat sebelum Anais menjawab. Dan ya, wanita itu baru sadar bawah dulu dia masuk ke ruang rahasia penthouse Jade tanpa persetujuan suaminya. ‘Aish, mengapa aku jadi mengungkit masalah itu? Harusnya aku tidak usah membahas tentang ayahnya lagi ‘kan? Dia menyembunyikan foto-foto itu pasti karena suatu alasan. Sekarang dia pasti curiga padaku. Apa yang harus aku katakan?’ geming Anais bingung dalam batin. “Apa kau—” “Ma-maafkan aku, Jade.” Anais segera menyahut ucapan sang pria yang belum tuntas. “Saat itu, ketika kau memergoki diriku di ruang rahasia penthouse milikmu, aku tidak sengaja melihat foto anak laki-laki kecil bersama seorang pria. A-aku pikir, itu adalah dirimu dan ayah mertua.” Mendengar penjelasan sang istri, Jade sekarang ingat. Ya, untuk pertama kalinya, dia mel
Jade segera membuka amplop putih dari Carlein. Irisnya memindai penasaran sebab asistennya bilang dia telah ditipu. Dan ya, di bagian akhir surat hasil tes yang kini dipegangnya, Jade melihat jelas bahwa keterangannya negative! Dia bahkan membaca berkali-kali, khawatir bila matanya salah menilik. Akan tetapi, keterangannya memang menunjukan bahwa hasil tes DNA yang dia lakukan bersama Anais tidak cocok. “Apa arti surat ini, Carlein?” tukasnya menuntut penjelasan. Sang asisten segera menjawab dengan tegas. “Ini adalah hasil tes yang sebenarnya, Tuan. Dokter itu telah menipu Anda dengan memalsukan hasil tes menjadi positif karena permintaan seseorang.” Detik itu juga, manik abu Jade tampak menyorot tajam dengan alis saling mendapuk. Tak bisa dipungkiri bahwa dia sungguh senang jika ternyata dirinya dan Anais bukanlah saudara, tapi di sisi lain, pria tersebut pasti akan murka karena ada orang yang ingin main-main dengannya. Namun, Jade tak bisa langsung girang sebelum memastikan semua