Bab 1 Permintaan Terakhir Ibu
"Dewa, Ibu mohon menikahlah dengan Gemi!"
Sadewa terperangah tak percaya mendengar permintaan ibunya. "Aku tidak mau, Bu!" Sadewa menolak dengan tegas.
Wajah kekasih hati yang berada di ibu kota melintas dalam benaknya.
Ia tak ingin mengkhianati gadis kota nan cantik jelita yang sudah menjadi tambatan hatinya."Umur Ibu tidak lama lagi, Nak. Anggaplah ini sebagai permintaan terakhir Ibu," bujuk sang ibu dengan tatapan memohon kepada putra tunggalnya.
Sadewa memandangi perempuan paruh baya yang tengah berbaring lemah. Ia menghela napas, "Kenapa harus Gemi, Bu?"
Sadewa protes. Bayangan seorang gadis bertubuh pendek dan gemuk dengan wajah kusam penuh jerawat melintas dalam pikirannya. Ia pun menggeleng.
Pria tampan itu merasa keberatan. Ia sama sekali tidak tertarik dengan gadis desa pilihan sang Ibu. Karena sepotong hatinya sudah dimiliki gadis kota yang sangat dicintainya saat ini.
Devita Faradiba memiliki postur tubuh proporsional, tinggi semampai dan langsing. Kulit wajahnya putih bersih dan glowing. Paras cantiknya membuat banyak lelaki tergila-gila kepadanya.
Lelaki mana yang tidak berhasrat ingin memiliki gadis semenarik itu? Tak terkecuali Sadewa, yang hanya seorang pemuda dari desa yang merantau ke Jakarta itu merasa paling beruntung bisa memiliki Devita.
Sementara Gemi Nastiti, wanita pilihan sang ibu penampilannya sangat jauh berbeda dengan Devita, bagaikan bumi dan langit. Kulit Gemi sawo kematangan cenderung gelap. Maklum dari kecil gadis lugu itu sering ikut neneknya menanam padi di sawah. Jadi sering terpanggang sinar matahari.
Gemi memiliki tubuh pendek dan gemuk. Hingga saat bersekolah ia kerap di-bully dan dipanggil dengan julukan "buntelan".
Bukan hanya postur tubuhnya saja yang membuat Gemi merasa rendah diri. Raut mukanya pun biasa saja, tidak bisa dibanggakan. Kulit wajahnya cokelat tua cenderung gelap dan juga tampak kusam. Noda hitam bekas jerawat memenuhi pipi kiri dan kanannya membuatnya makin insecure, tidak percaya diri.
"Meski secara fisik tak semenarik kekasihmu yang di kota. Ibu jamin Gemi memiliki kecantikan dari hati. Ibu yakin gadis itu akan selalu berbakti kepadamu dan bisa membuatmu bahagia." Bu Gayatri masih berusaha meyakinkan putranya.
Sebelum pergi menghadap Ilahi, perempuan paruh baya itu ingin memastikan putranya tidak salah dalam memilih istri. Saat berkunjung ke ibu kota, ia merasa tidak sreg dengan gadis kota yang diperkenalkan sebagai kekasih putra semata wayangnya itu.
Sadewa dilanda dilema. Ia bimbang antara menuruti permintaan sang ibu atau mempertahankan kesetiaanya kepada sang kekasih hati. Tim medis sudah memberitahunya bahwa umur ibunya tidak akan lama lagi. Bisa hanya tinggal hitungan bulan atau minggu. Bisa juga hanya bertahan beberapa hari saja.
"Baik, Bu," jawab Sadewa pasrah. Ia tidak tega untuk menolak permintaan sang ibu. Toh nanti ia bisa menceraikan Gemi setelah ibunya tiada. Kekasihnya juga tidak akan tahu ia menikahi gadis desa tetangga sebelah rumahnya. Pikir Sadewa.
Bisa jadi ini adalah permintaan terakhir ibunya sebelum pergi menghadap Sang Pencipta. Tentunya sebagai anak yang berbakti ia ingin melihat ibunya pergi dengan tenang. Ia pun tidak ingin didera penyesalan di kemudian hari bila tidak patuh kepada ibunya.
Mengingat sakit ibunya yang kian parah juga pekerjaan Sadewa di Jakarta yang tidak bisa ditinggal lama-lama, pernikahan Sadewa dan Gemi dilakukan secepatnya dan secara sederhana. Tidak ada pesta. Hanya acara ijab kabul saja. Yang terpenting keduanya telah sah sebagai suami istri di mata hukum agama dan negara.
Bab 2 Air Mata di Malam Pertama "Sadewa, Ibu titip Gemi. Jaga dia baik-baik dan jangan pernah kau sia-siakan istrimu," nasihat Bu Gayatri setelah acara ijab kabul baru saja usai.Setelah resmi menjadi istri Sadewa, Gemi memasuki kamar suaminya. Gadis lugu dan polos itu sudah sangat hafal seluk beluk kamar ini. Selama belasan tahun bekerja sebagai ART Bu Gayatri, hampir setiap hari ia selalu bertugas membersihkan kamar ini meski pemiliknya jarang ada di rumah. Setelah menamatkan SMA-nya di desa, Sadewa melanjutkan kuliah dan bekerja di ibu kota. Sekarang Gemi memasuki kamar ini bukan sebagai ART, tetapi sebagai istri dari Sadewa dan menantu Bu Gayatri.Gemi duduk di tepi ranjang yang bertabur bunga mawar merah sembari menitikkan air mata bahagia. Ia tidak pernah menyangka dan menduga impian semasa remajanya yaitu bersanding di pelaminan dengan lelaki yang menjadi cinta pertamanya itu terwujud dengan mudah dan cepat. Terdengar suara pintu dibuka diikuti suara langkah kaki berjalan me
ISTRI PILIHAN IBUBab 3 Istri yang Tak Dianggap Hanya berselang tiga hari setelah ibunya dimakamkan, Sadewa berencana untuk kembali ke Jakarta. Pekerjaannya telah menanti. Begitu pula sang kekasih pujaan hati telah menunggunya."Gemi, sore ini aku akan balik ke Jakarta. Kamu tetap tinggalah di desa saja," perintah Sadewa ketus sembari memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Sadewa menikahi Gemi karena terpaksa demi ibunya. Setelah sang ibu tiada, ia merasa tidak membutuhkan Gemi lagi, istri pilihan ibunya."Mas Dewa, bolehkah aku ikut?" mohon Gemi mengiba. Gemi sudah tidak memiliki orang tua. Dari bayi baru lahir sang nenek yang merawatnya. Namun, setahun yang lalu Mbah Tum, neneknya meninggal.Rumah sang nenek dijual oleh Paklik Man--pamannya-- untuk membayar utang. Gemi tidak enak bila terus menumpang tinggal di rumah pakliknya yang memiliki banyak anak."Nduk, bersabarlah bila nanti Dewa belum bisa menerimamu. Witing tresno jalaran soko kulino. Kecantikan hatimu nantinya akan bisa
Bab 4 Awal Kecemburuan Teringat pesan terakhir almarhum ibunya untuk menjaga Gemi dan tidak boleh menyia-nyiakan gadis desa itu, Sadewa tidak jadi mentalak istrinya. Akhirnya ia mengizinkan istrinya untuk ikut dengannya ke Jakarta. Pukul empat sore Sadewa dan Gemi berangkat menuju Stasiun Solo Balapan. Pukul lima lewat tiga puluh menit, Kereta Api Senja Utama Solo tiba. Di sepanjang perjalanan Sadewa hanya diam saja. Enggan untuk bercakap-cakap. Sikapnya masih cuek terhadap Gemi. Pria tampan itu justru sibuk dengan ponselnya.Tak dianggap sebagai istri, ternyata itu sungguh menyakitkan. Tak sedikit pun Sadewa mau menoleh kepada Gemi yang buruk rupa. Di depan suami tampannya, Gemi merasa tidak percaya diri dengan kekurangan fisiknya.Sadewa justru sibuk berbalas pesan dan kadang bertelepon dengan kekasihnya di sepanjang perjalanan."Iya, Sayang, sekarang Mas sudah di dalam kereta ini.""Mas juga kangen kamu.""Tunggu ya, Sayang ...."Gemi terbakar api cemburu dan sakit hati mendeng
ISTRI PILIHAN IBUBab 5 Istri Rasa Pembantu Gemi kecewa, Sadewa tidak peka, tidak menjaga perasaannya sebagai istri yang sah secara hukum dan agama. Suaminya dengan teganya mengumbar kemesraan di hadapannya. Gemi menyesal telah memaksa ikut suaminya ke ibukota. Bila saja dari awal ia mengetahui suaminya tinggal dengan sang kekasih, ia tidak akan memaksakan diri untuk ikut.Gemi bergegas menuju kamar di dekat dapur. Batinnya perih. Sebagai istri sah yang hanya dianggap sebagai pembantu di rumah suaminya sendiri. Dan kini suaminya malah bermesraan dengan kekasihnya. Sekali lagi Gemi kecewa dengan Sadewa yang ia pikir kumpul kebo dengan kekasihnya, tinggal satu atap dengan seorang wanita tanpa ikatan perkawinan. Seorang perempuan berwajah cantik jelita membukakan pintu rumah, "Siapa perempuan ini, Mas?" tanyanya dengan kening berkerut.Sadewa balik dari kampung dengan membawa seorang gadis desa berpenampilan udik.Gemi Nastiti juga tak kalah syok saat mengetahui ada perempuan lain di
Bab 6 Hilang Rasa Percaya DiriSeingatnya dulu Sadewa rajin mengaji saat masih tinggal di desa. Ia tidak menduga pergaulan ibu kota yang bebas bisa menjerumuskan Sadewa hingga melanggar norma agama dan norma susila.Setibanya di kamar pembantu. Air matanya berdesakan keluar tanpa sanggup ditahannya lagi. "Aku harus bagaimana? Apa lebih baik aku meminta diceraikan saja. Rasanya aku tidak sanggup bila setiap hari melihat suamiku bermesraan dengan wanita lain," isaknya pilu.Gemi tidak percaya diri untuk bisa bersaing dengan kekasih Sadewa yang memiliki kecantikan nyaris sempurna. Sementara ia hanyalah gadis buruk rupa. Ternyata selera Sadewa tinggi, pikirnya. Pantas saja suaminya enggan untuk menyentuhnya. Mungkin suaminya jijik melihatnya. Gemi mulai berpikir untuk menurunkan berat badannya dan akan melakukan perawatan di wajahnya. Ia bertekad akan mengubah penampilannya.Gemi sadar, ini dunia nyata, bukan negeri dongeng seperti kisah Cinderella. Ia harus berpikir realistis dan logis.
ISTRI PILIHAN IBUBab 7 Kado dari Sahabat "Yur ... sayur ...." Teriakan nyaring tukang sayur keliling menyadarkan Gemi yang tengah melamun sambil menjemur pakaian di halaman belakang rumah. Gadis bertubuh pendek dan gemuk itu segera keluar rumah, melangkah cepat menuju jalanan, lalu mengedarkan pandangan ke kanan dan kiri. Tampak gerobak yang penuh terisi berbagai jenis sayur-mayur itu berhenti di pertigaan jalan dikerumuni oleh beberapa perempuan. Gemi ikut bergabung dan memilih-milih sayuran. Gadis desa itu teringat, Bu Gayatri sering memasakkan sayur lodeh dan ayam bacem setiap kali putra tunggalnya pulang dari merantau di ibu kota. Itu adalah makanan kesukaan Sadewa, suaminya. Gemi memilih-milih belanjaan yang akan diolahnya hari ini. "Mbaknya pembantu baru di rumah Pak Dewa, ya?" tegur seorang wanita muda berambut pendek sekuping, menelisik Gemi dari ujung jilbab hingga ujung kakinya yang beralaskan sandal jepit.Gemi mengangguk sambil menarik kedua ujung bibirnya membentuk
Bab 8 Dibutakan Cinta Baru beberapa hari tinggal di ibu kota, Gemi sudah tidak betah dengan sikap dan perilaku Devita yang bossy, suka memerintah dan merendahkan nya. Karena dibutakan oleh cinta, Gemi menjadi wanita lemah yang tidak berdaya. Ia terlalu mencintai Sadewa. Cinta pertamanya. Meski cintanya bertepuk sebelah tangan.Ia rela menderita, dijadikan pembantu demi bisa melihat dan melayani kebutuhan suaminya setiap hari. Entah sampai kapan ia sanggup bertahan.Tinggal di ibu kota baginya lebih baik daripada tinggal menumpang di rumah Pak Lik-nya yang beranak banyak. Hidup menumpang tentu tidaklah enak.Devita sama sekali enggan mengerjakan pekerjaan rumah. Semuanya dikerjakan oleh Gemi. Setiap hari pekerjaan Devita hanya keluyuran pergi ke salon, nongkrong di kafe dengan teman-temannya. Atau berbelanja di pusat perbelanjaan menghabiskan uang suaminya.Sadewa masih seperti biasa. Cuek dan dingin, enggan menatap Gemi. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk bekerja di kantor pe
ISTRI PILIHAN IBU Bab 9 Tak Ada Istri Sempurna"Dev, bangun! Sudah jam tujuh ini. Mas mau berangkat kerja!" Sadewa menepuk-nepuk punggung Devita, istri sirinya. Tidak ada reaksi dan pergerakan dari wanita cantik yang masih meringkuk di bawah selimut.Pria tampan itu lantas melangkah menuju jendela dan menyibak tirai gordennya. Cahaya matahari pagi langsung menerobos masuk melewati kaca jendela. Ruangan kamar berukuran empat kali empat meter itu menjadi terang benderang."Mas ... silau! Tutup gordennya!" seru Devita sambil menutupi wajahnya dengan sebuah bantal. Sadewa yang sudah berpakaian kerja rapi itu menghela napas kasar, mencoba bersabar menghadapi istrinya yang pemalas. Devita selalu bangun kesiangan setiap harinya. Pun ia kerap kali melewatkan sholat Subuh.Semenjak menikah secara siri tiga bulan yang lalu, Devita belum pernah sekalipun bangun pagi untuk menyiapkan semua keperluan suaminya dan juga sarapan, sebelum berangkat kerja. Istrinya begitu pemalas, sering membuat Sad
Bab 60 Akhir Bahagia (Tamat)Dada Sadewa berdebar-debar, dag-dig-dug tak karuan menunggu jawaban dari Gemi. Gelisah, tegang, dan khawatir berpadu jadi satu hingga membuat perutnya terasa mulas seketika.Dulu, ia memang sering menyakiti hati gadis itu saat mereka masih berstatus sebagai suami istri. Pria tampan itu kini ragu, Gemi akan mau menerimanya kembali. Betapa dulu ia begitu jahat dan egois. Namun, bila teringat isi buku catatan harian milik Gemi yang sudah dibacanya, terbit rasa optimis dalam hatinya. Ia tahu betapa Gemi mencintai dirinya sebegitu besar dan dalam selama lebih 10 tahun. Apakah rasa itu masih ada dan masih sama?Gemi menunduk menekuri lantai tegel sambil berpikir dan mempertimbangkan segala sesuatunya sebelum memutuskan. Suasana ruang tamu rumah Siti menjadi hening. Tidak ada perbincangan. Semua orang tengah menunggu jawaban dari Gemi. Dulu Sadewa pernah menorehkan luka di hatinya. Sakit hati Gemi saat suaminya itu lebih memilih Devita, sering mempertontonkan ke
Bab 59 Memaafkan dan Mengikhlaskan "Ayo pulang, Gemi! Banyak orang yang menyayangimu merasa kehilangan dan mengkhawatirkan keadaanmu," bujuk Sadewa. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Keadaanku baik-baik saja. Mas Dewa pulang saja!" Gemi masih bertahan, enggan pulang."Kamu butuh waktu berapa lama lagi, Gemi?" tanya Sadewa seraya menatap lekat perempuan muda di depannya itu.Gemi hanya bergeming. Menunduk. Gadis berkerudung maroon itu merasa belum siap untuk kembali pulang saat ini. Kemarahannya belum sepenuhnya reda. Api yang berkobar di dadanya belum padam sepenuhnya. Kebencian dan dendam masih merasuki alam pikiran dan perasaannya. Ia masih membutuhkan waktu sedikit lagi sampai batinnya benar-benar merasa tenang, ikhlas, dan legowo."Beri aku waktu tiga hari lagi untuk menenangkan diri, Mas Dewa," pinta Gemi Nastiti.Tinggal berlama-lama menumpang di rumah orang tua Siti, sebenarnya Gemi juga merasa tidak enak, takut merepotkan terlalu lama. Ia masih belum siap kembali untuk s
Bab 58 Menenangkan diriKeesokan harinya, Siti mengajak Gemi untuk mengunjungi situs purbakala Musium Sangiran yang berada di Desa Krikilan. Hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit dengan berjalan kaki dari tempat tinggal Siti.Gemi dan Siti beberapa kali mengambil foto secara bersamaan di daerah desa wisata itu. Siti lalu memposting foto dirinya dan Gemi di akun sosial medianya dengan menandai akun Gemi Nastiti."Mbak Gemi apakah perasaannya udah baikan setelah kita berwisata ke sini?" tanya Siti. Siti sengaja mengajak temannya jalan-jalan untuk menghibur temannya yang keadaannya terlihat menyedihkan. Gemi sudah menceritakan kisah hidupnya semua kepada Siti."Alhamdulillah sudah sedikit lebih baik. Makasih ya, Sit." Satu hal yang disyukuri Gemi adalah memiliki teman sebaik Siti.***Haris, Paklik Man, Pak Burhan, dan Sadewa sibuk mencari Gemi ke sana kemari. Ponsel gadis itu tidak aktif sejak kemarin. Mereka khawatir terjadi sesuatu dengan Gemi. Sama sekali tidak ada petunjuk k
Bab 57 Pencarian Saat mengetahui bahwa ia dan Haris tidak mungkin bisa menikah karena saudara sepersusuan, Gemi tampak kecewa dan putus asa. Haris tidak bisa ia jadikan tempat untuk bersandar bagi jiwanya yang lelah. Padahal selama ini sahabatnya itu selalu bisa diandalkan dan dijadikan sandaran.Gadis berkerudung hitam diam menunduk. Pikirannya masih kacau. Ia bingung ke mana harus menumpang tinggal untuk sementara waktu. Ia ingin melarikan diri dari orang yang telah membuatnya kecewa dan sakit hati. Dua fakta mengejutkan membuatnya syok dan terpuruk. Mentalnya langsung down.Gemi tidak mau pulang ke rumah Paklik Man. Ia masih marah dan kecewa dimanfaatkan Pakliknya itu demi memperoleh sejumlah uang setiap bulannya. Seharusnya dari awal adik almarhumah ibunya itu memberitahukan fakta yang sebenarnya. Bukan menutupi demi imbalan uang. Gemi merasa di mata Pakliknya itu uang lebih berharga daripada dirinya. Padahal selama ini hampir semua uang yang ia miliki selalu diberikan kepada Pak
Bab 56 Ke mana perginya?Braaakkk!!!Paklik Man menutup pintu dengan keras hingga menimbulkan suara bedebum, membuat kegaduhan di pagi hari. Sadewa terkejut, spontan memegangi dadanya. Ia lantas duduk di amben--tempat duduk dari bambu--menunggu. Ia bertekad harus mengetahui kabar dan keadaan Gemi. Ia tidak akan tenang sebelum memastikan keadaan Gemi sudah baik-baik saja.Setengah jam menunggu, Paklik Man belum juga membukakan pintu. Deru suara sebuah mobil Pajero warna hitam metalik berhenti tepat di depan rumah Pakliknya Gemi mengalihkan perhatian Sadewa. Seorang lelaki paruh baya keluar dari mobil itu.Sadewa terhenyak dengan kedatangan mantan atasannya itu. Ada perlu apa? Kenapa Pak Burhan sampai jauh-jauh datang ke desa? Sebenarnya apa yang terjadi dengan Gemi? "Apa kabarnya, Pak?" Sadewa menunduk hormat kepada lelaki paruh baya itu sekalian bertanya kabar."Ngapain kamu datang ke rumah Gemi?" tanya Pak Burhan menatap Sadewa dengan sorot mata tajam. Pak Burhan masih tidak menyu
Bab 55 Menghilang Tanpa JejakSadewa meraih kotak kayu itu dari lemari paling bawah lantas membukanya. Ternyata kotak kayu berukir indah itu berisi satu set perhiasan, ada kalung, gelang, cincin, dan anting-anting. Secarik kertas terselip di dalamnya. Pria berpenampilan acak-acakan itu segera membuka lipatan kertas itu dan membaca pesannya.Dewa, tolong berikan kotak perhiasan ini kepada istrimu bila Ibu tidak sempat untuk memberikannya secara langsung kepada menantu kesayangan Ibu.Isi pesan itu singkat, padat, dan jelas. Satu set perhiasan itu harus diberikan kepada Gemi sebagai hadiah pernikahan dari sang ibu. Tepat sehari setelah Ijab Kabul antara Sadewa dan Gemi, Bu Gayatri berpulang sebelum sempat menyerahkan sendiri kotak perhiasan itu kepada menantu pilihannya.Setiap mengingat kegagalan rumah tangganya, Sadewa masih saja menyesali kebodohannya. Ia menyesal telah menyia-nyiakan istri pilihan sang Ibu. Mungkin hidupnya kini berantakan karena ia tidak bisa menjaga amanah ibunya
Bab 54 Penyesalan SadewaSudah lebih dari satu bulan Sadewa tinggal di desa. Setelah Pak Burhan mencabut laporannya di kantor polisi, pria tampan itu terbebas dari jeratan hukum. Semua itu berkat pengorbanan Gemi. Tidak ada lagi yang tersisa di ibu kota. Rumah idamannya sudah disita bank. Mobil Xpander hitam metalik kesayangannya sudah ditarik leasing. Ia pun kehilangan pekerjaannya di PT Buana Aksara. Padahal jabatan terakhirnya sudah lumayan sebagai kepala bagian. Lima tahun ia merintis karier dan hancur karena wanita. Ia sudah melupakan pengkhianatan Devita. Gemi, istri sahnya yang ingin ia pertahankan, satu-satunya yang tersisa dalam hidupnya setelah kehancurannya justru mengajukan gugatan cerai demi untuk menyelamatkan dirinya. Padahal ia rela dipenjara demi memperjuangkan Gemi untuk tetap menjadi istrinya.Sadewa memutuskan untuk kembali ke desa. Masih ada rumah peninggalan kedua orangtuanya beserta sawah dan ladang. Hidup di desa membuatnya merasa tenang dan damai. Masalah de
Bab 53 Memilih PergiMencintai seseorang yang ternyata tidak boleh dicintai, membuat perasaan Haris hancur berkeping-keping. Belasan tahun ia memupuk rasa cintanya hingga perasaan itu tumbuh subur di hatinya. Namun, harus tercerabut dengan paksa membuat hatinya terluka berdarah-darah.Pemuda berkulit sedikit gelap itu merasa dunia tidak adil. Semesta seolah tidak pernah berpihak kepada kebahagiaannya. Mengapa Simboknya harus membuat sebuah kesalahan fatal, menyusui Gemi saat masih bayi? Ia sungguh menyesalkan perbuatan simboknya yang kurang mendapatkan ilmu agama. Impian yang sudah dirajutnya lebih dari sepuluh tahun lamanya nyaris terwujud di depan mata tiba-tiba ambyar, berantakan semua. Dadanya terasa sesak. Haris patah hati sepatah patahnya. Bukan karena Gemi menolak cintanya. Ia bahkan belum sempat untuk mengungkapkan perasaan cintanya kepada sahabatnya itu.Cintanya kepada Gemi, sahabat masa kecilnya ternyata terlarang. Dan itu baru ia ketahui hari ini. Tidak mungkin ia dapat
Bab 52 Haram Menikah "Lho ... ngopo, Nduk, teko-teko nangis?" tanya Mbok Nah terkejut. Simboknya Haris bingung saat Gemi masuk rumahnya dengan air mata yang membanjiri pipinya yang mulus dan glowing.Gemi hanya diam, masih terisak-isak tidak menjawab pertanyaan dari perempuan renta itu."Sek Haris lagi mandi. Minum dulu ini tehnya, Nduk Cah Ayu." Tidak lama kemudian Mbok Nah sudah kembali ke ruang tamu dengan membawa secangkir teh panas yang masih mengepulkan asap.Bagi Mbok Nah, Gemi sudah dianggap seperti anaknya sendiri. Dari bayi Mbah Tum--neneknya Gemi-- sering menitipkan Gemi yang masih bayi ke rumahnya sebelum berangkat bekerja jadi rewang di rumah Bu Lurah Gayatri. Haris saat itu juga masih bayi. Usia Gemi dan Haris hanya berbeda hari saja."Matur suwun, Mbok," ucap Gemi setelah meminum teh dan merasa sudah agak tenang. Tangisnya sudah mereda."Haris nikahi aku secepatnya. Aku nggak mau balik ke Jakarta lagi. Aku benci Pak Burhan," seru Gemi memohon saat Haris baru nongol d