Senyuman perlahan hadir. Lesung pipi yang tampak dari wajah Zukaika, membuat Arman terpana. Jemarinya perlahan membelai pipi Zulaika. Wajah mereka sangat dekat. Bibir mereka hampir saja bersatu. Namun, sama-sama menahan. Kedua mata mereka saling menatap tajam. Arman masih saja menahan. Padahal, bibir merah merekah itu sangat membuatnya lapar."Ah ...." Desahan Zulaika sangat ... pelan. Suara yang sudah menembus gendang telinga Arman itu semakin membuatnya hampir lemah dan menyerah."Argh," teriaknya pelan. Arman memalingkan wajahnya. Dia menuruni ranjang, meraih piyama dan memakainya. Tuan Muda membuka balkon kamar, berdiri tepat di depan pagar pembatas. Menatap keindahan gemerlap lampu kota. Zulaika menuruni ranjang dan mengikutinya."Jadi kau bermimpi buruk? Kenapa? Hmm, kau memanggil ayahmu. Apakah dia sekejam dirimu?"Arman menatap Zulaika, menariknya. Kini wanita itu berada di dalam dekapannya. "Untuk apa aku mengatakan masa laluku. Apakah kau mata-mata? Hmm, banyak sekali yang
Ardian semakin tidak percaya. Arman tidak keluar dari kamarnya. Sementara, pengawal masih saja berjaga di depan kamarnya."Kenapa dia tidak segera keluar? Aku ... tidak percaya!" teriak Ardian. "Aku akan mengetuk pintu kamarnya!" lanjutnya sangat kesal. Dengan cepat Ardian melangkah, menuju depan pintu kamar Arman."Apa yang kalian lakukan?" Ardian tidak percaya. Melihat semua pengawal menghadangnya. Ardian sangat emosi. Dia tidak terima dengan perlakuan para pengawal kepadanya."Jangan pernah seperti itu. Apa kalian lupa, aku adalah Tuan Muda!" "Tuan Muda. Maafkan aku. Kami tidak bisa membiarkan Anda ikut. Kami hanya menjalankan perintah.""Ardian. Tolonglah. Jangan pernah melawan Arman. Dia memiliki wanita itu!" Redrich menarik Ardian. Dia tidak ingin anak keduanya itu merebut Zulaika. Ardian akan membuat Arman sangat marah. Bahkan, mereka bisa saling bermusuhan, dan itu sangat berbahaya."Ibu, kau jangan membuatku marah. Kenapa Arman tidak keluar. Dia seharusnya bekerja. Aku tidak
Napas Zulaika tertahan. Arman memainkan perasaannya. Lelaki itu hanya diam, duduk di hadapannya sambil menatap dengan tersenyum."Lihatlah, sekarang aku memiliki tawanan. Hmm, jangan lupa. Aku bisa melakukan apa pun yang aku mau. Kau tidak bisa melawanku, wanita."Arman menepuk tangannya sangat keras. Beberapa pengawal segera masuk ke dalam. Arman spontan berdiri dari duduknya, mendekati pengawalnya dan berbisik. Zulaika mengkerutkan alis sangat dalam. Dia tidak mengerti dengan sikap Arman.Tuan Muda kembali mengambil kemejanya, tanpa ditemani pelayan seperti biasanya. Arman memakai kembali kemeja dan jasnya. Zulaika semakin terkejut. Dia padahal sudah yakin Arman tidak akan pernah keluar kamar."Kau berjanji akan berada di sini, melakukan apa pun yang aku mau. Kenapa kau melanggar?""Itulah aku. Tidak suka melakukan perintah orang lain. Bawa dia!"Zulaika semakin tidak percaya. Kedua pengawal bertubuh tegap membawanya dengan paksa.Kedua pengawal dengan tubuh garang, mengangkat Zulai
Redrich semakin tidak percaya. Lelaki yang selalu diincar Arman akhinya berada di hadapannya. "Kau berada di sini? Ke mana saja kau? Kenapa kau meninggalkan aku dan Malik!" teriaknya keras. Dia melangkah cepat, memukul Agung bertubi-tubi. Dengan sigap Agung menahannya. Dia menarik Redrich dan memeluknya erat."Aku ... mendapatkan perintah dari Malik. Dia ... mengetahui sesuatu. Dia mempercayakan surat warisan itu kepadaku. Dan ... aku mneyimpannya sampai sekarang. Aku harus melakukan sesuatu, dan itu perintahnya. Maafkan aku."PLAK!Redrich menamparnya sangat keras. Dia menekan dadanya yang tiba-tiba sesak. Agung perlahan mengeratkan pelukannya. Beberapa pelayan keluar dan membiarkan mereka berdua.Dengan tersenyum, Agung mentap Redrich yang masih terlihat sangat cantik. Dia memang mencintai wanita itu sejak dulu. Tapi, dia harus menahan hatinya. Tidak mungkin bagi dirinya menyukai wanita Tuan Besar."Aku sangat menderita kehilangan Malik. Aku sangat kesepian sekali. Sementara, Arman
Melia dan Paula saling menolehkan pandangan. Mereka tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Agung telah kembali? Sesosok lelaki yang selalu menjadi kaki tangan Malik selama ini. Agung yang menjadi buronan Arman karena mengetahui semua yang terjadi. Mengetahui siapa pewaris sah sebenarnya. Sebelum meninggal, Malik mengungkap fakta yang sangat mengejutkan. Hanya tiga orang yang mengetahuinya. Agung melarikan diri saat membawa surat warisan. Arman dan lima Bos Besar mengejar, akan membunuhnya. Namun, mereka semua gagal. Agung menghilang seperti ditelan bumi. Arman selama ini sangat resah. Dia tidak bisa menemukan Agung selama lima tahun. Dia tidak menyerah. Semua pengawal masih saja berusaha menemukannya. Hingga Arman akhirnya menghentikan pencariannya. Dia yakin, Agung akan datang dengan sendirinya, dan itu adalah kesempatan buatnya. Selama ini Agung meninggalkan nama buruk di mata semua penghuni kerajaan Maulana. Dia sudah berpelukan dengan Redrich saat wanita itu bersedih meli
Arman tersenyum. Dia menahan Zulaika yang akan menuruni ranjang. Wanita itu menampisnya."Aku ingin mandi. Lepaskan," ucapnya tegas. Zulaika tetap saja menampis Arman yang masih menahan tubuhnya. Lelaki itu tidak menyerah sama sekali. Dia semakin menarik Zulaika dan kembali ke dalam dekapannya "Kenapa kau ingin aku menikahimu? Apa tujuanmu sebenarnya?" tanya Arman menatap Zulaika dengan sangat dekat. Bahkan, kedua kening mereka bersatu."Bukankah setiap wanita menginginkan dirimu? Untuk apa kau bertanya sesuatu yang sudah tahu jawabannya?" balas Zulaika terus menatap tajam kedua mata Arman yang sangat indah. Tidak dipungkirinya, hatinya semakin berdebar. Namun, dia berusaha mengelak. Dia tidak boleh mencintai lelaki itu."Kau tidak seperti mereka. Kau berbeda dengan mereka. Hmm, pasti ada tujuan di balik maksudmu itu. Tentu saja kau memiliki sesuatu yang kau rencanakan, dan itu adalah sesuatu yang sangat besar untukku. Kau tidak bisa membohongiku, Zulaika."Arman kembali mencium Zula
Lelaki itu menarik Zulaika. Menutup mulut dengan kelima jemarinya sangat kuat. Zulaika tidak bisa bergerak sama sekali."Apa kau pikir bisa menjebakku? Kau jalang!" ucapnya dengan melotot. Dia menarik Zulaika sangat kasar. Kini mereka berada di dalam toilet. Lelaki itu menutup pintu dengan sangat kasar. Dia menguncinya dua kali tekanan. PLAK! Zulaika mendapatkan tamparan sangat keras. Dia tersungkur ke lantai. "Aku, akan membuatmu sangat buruk! Kecantikanmu itu tidak akan pernah bisa membuat semua lelaki memandangmu lagi!" Dengan sangat kasar dia menjambak Zulaika. Menamparnya sekali lagi. "Rasakan!" teriaknya. Dia mulai menarik Zulaika berdiri kembali ketika tubuhnya tersungkur di lantai. "Hahaha. Kau, boneka Arman. Kau ... akan mati. Kita lihat saja saat Arman melihatmu melakukan ini kepadaku. Kau ... mati," balas Zulaika."Wanita jalang!" Dia, lelaki itu mencekik Zulaika dengan sangat kuat. Zulaika mulai merasa sesak. Kedua matanya melotot tajam, tidak bisa bergerak. Arman
Zulaika tidak bisa bernapas. Dia tercekik sangat kuat. Lelaki itu memandangnya dengan melotot tajam, merasa puas akan membunuh Zulaika. Hingga, "sret!" Zulaika menarik pisau peninggalan sang ibu yang dia selipkan di pinggangnya dan tertutup kain pita."Argh!" Lelaki itu melepaskan cengkeramannya. Dia menutup wajahnya yang sangat perih. Mata kanannya terluka akibat sayatan Zulaika."Ka-u ... akan mati," ucap Zulaika terpatah-patah. Napasnya masih tercekat di kerongkongan. Dengan berjalan sempoyongan, dia berusaha sampai di tengah pesta. Zulaika terus berjalan sambil menekan dadanya."Aku ti-dak boleh ... kalah."Arman yang semula duduk, spontan berdiri saat melihat Zulaika lebam dan sangat berantakan. Pemain musik menghentikan permainan seketika. Semua tamu menatap Zulaika tidak percaya."Zulaika?" ucap Arman. Dia berjalan cepat menghampiri wanita itu, dan menangkap tubuhnya. "Apa yang terjadi!" teriaknya keras."Aku ... sudah di-perko ... sa. Dia ada di kamar man-di ...," ucap Zulaika
Redrich sadar. Dia harus merelakan ini semua. Zulaika hanya menatap Redrich saat semakin mendekatinya."Aku memang sudah salah. Tapi kini aku sadar. Ya, paling tidak aku berterima kasih kepada Agung yang sudah membiarkan salah satu anakku hidup. Walaupun aku tidak akan pernah tahu kapan bisa menemuinya. Berhati-hatilah, dan kembalilah dengan cucuku. Karena aku akan menunggumu selama itu. Aku meminta izin untuk menjaga Agung. Apa kau akan mengabulkan permintaanku? Kami akan menikah," ucap Redrich dengan menangis. Zulaika mengganggukan kepala kemudian memeluk sang mertua."Aku percayakan semuanya kepadamu, Ibu. Tunggulah aku saatnya tiba," ucapnya kemudian melepaskan pelukannya. Dia kembali akan memasuki mobil. Hingg dia tersenyum saat melihat Melia ternyata berada di depan pintu mobil dan membukakan untuknya."Jangan lupakan aku. Pergilah, dan bawalah kembali sang penguasa yang sangat hebat. Aku akan menunggumu," ucap Melia dengan tersenyum dan membiarkan Zulaika memeluknya."Aku akan
Zulaika mengusap air mata di wajahnya. Dia mengkerutkan alis sangat dalam. Apalagi melihat Melia tertawa kecil saat menatapnya."Apa maksud Ayah?" tanya Zulaika masih mengernyit.Agung mendekatinya dan memberikan sepucuk surat yang ditulis Ardian untuknya. Zulaika segera berdiri, menerima surat itu. Dia membuka lebar kedua matanya yang sembab, dan segera membacanya. Zulaika masih tidak percaya. Namun, hatinya merasa lega. Ternyata Ardian masih hidup."Zulaika bidadariku. Kau adalah yang terindah. Permata hatiku. Aku sangat bahagia bisa menjadi bagian dari hidupmu. Tapi aku harus pergi. Kita akan bertemu saatnya nanti. Satu hal yang aku ingin katakan, aku sangat mencintaimu. Jagalah hatimu untukku. Ardian, cintamu."Agung saat itu menemui Ardian yang selalu menjaga Zulaika saat pingsan di kamar Arman setelah tragedi makan malam.Ardian tidak hentinya menatap sendu Zulaika dan menggenggam telapak tangannya. Bahkan, tuan muda itu tak kuasa menahan air matanya. Ardian memantapkan hatinya
Lesatan peluru membuat Ardian kehilangan nyawa. Zulaika menatap tubuh Ardian dengan tegang. Wajahnya kaku. Dia menarik napas panjang sebelum menurunkan tangannya.Salah satu bos besar tersenyum. Dia bertepuk tangan, diikuti yang lainnya."Tidak aku sangka. Melihat wanita seperti dirimu. Baiklah, ternyata kau memang pantas menjadi pengganti Arman. Aku tidak yakin dia mengalami kecelakaan. Tapi," ucapnya terhenti dan berjalan mendekati Zulaika. "Aku senang jika memang ada wanita yang menghabisinya. Haha. Tidak aku sangka lelaki seperti Arman akan mati di tangan wanita sepertimu," lanjutnya kemudian menatap Ardian yang tergeletak di lantai tanpa nyawa."Yah, ditambah kau menghabisi adiknya," sela bos besar lainnya. "Kami tidak bodoh, Zulaika. Tapi ... kami senang. Akhirnya ada yang berhasil menghabisi dua penguasa kejam itu. Dan, aku tidak menyangka seorang wanita yang menghabisinya," lanjutnya kemudian kembali bertepuk tangan diikuti lainnya."Agung, selamat datang kembali. Aku lebih su
Zulaika terbangun. Dia terkejut berada di dalam kamar Arman yang kini berubah. Tanpa sadar Zulaika sudah tertidur selama 1 hari. Dia segera beranjak dari ranjang kemudian keluar dari kamar. Dia benar-benar terkejut melihat kediaman Maulana sangat berbeda. Semua perabotan, bahkan hiasan dinding yang berada di sana tidak sama dengan sebelumnya."Akhirnya kau sadar juga. Sebaiknya kau beristirahat dulu dan jangan seperti ini," ucap Melia mengejutkan Zulaika dari belakang. Dia segera menangkap tubuh Zulaika yang sangat lemah itu dan segera mengajak duduk di kursi sofa."Sudah 1 hari kau tidak sadar. Kau mengalami depresi yang sangat berat dan ternyata membuatmu seperti itu. Untung saja kau sekarang sadar. Karena aku benar-benar menunggumu," lanjut Melia kemudian memberikan minuman hangat kepada Zulaika."Bagaimana dengan Arman? Bagaimana dengan semuanya? Kejadian malam itu benar-benar sangat mengerikan dan aku sedikit tidak mengingatnya. Lalu, bagaimana dengan Ardian. Di mana Ema? Apakah
Zulaika hanya menatap Arman. Dia semakin terkejut Arman mendadak menangis. Dia tidak mengerti kenapa Arman bersikap seperti itu."Suamiku. Apa yang kau lakukan? Kenapa kau seperti itu? Apa ada masalah? Apa yang terjadi? Katakan kepadaku." Zulaika segera beranjak dari duduknya dan mendekati Arman."Kenapa wajahmu?" Zulaika terkejut. Arman mendadak pucat sekali."Kepalaku." Arman sendiri tidak mengerti kenapa dirinya seperti itu. Dia melotot melihat Zulaika yang masih saja segar bugar. Padahal dirinya sudah memberikan racun di semua makanan itu. Bahkan minuman yang berwarna biru itu adalah racun yang sangat mematikan dan bisa membuat Zulaika binasa dalam sekejap. Arman sangat membenci Zulaika. Makan malam romantis yang semula akan dia sajikan dengan indah, Arman urungkan. Dia memutuskan untuk menghabisi Zulaika dan Ardian. Hati Arman diselimuti kebencian. Arman memerintahkan pelayan wanita menaburkan racun mematikan di semua makanan Zulaika, kecuali minuman anggur kesukaannya. Arman m
Zulaika berusaha mengatasi dirinya. Dia tidak akan pernah memperlihatkan kecemasan sama sekali. Perasaannya benar-benar tidak tenang. Bahkan dia tidak melihat Melia dan Ema di sana. Namun Zulaika terus tersenyum dan mengikuti apa pun yang Arman lakukan untuknya.Arman membawanya menuju ke halaman belakang. Sebuah meja sudah tertata sangat indah di sana. Sarapan sudah disiapkan. Arman memberikan satu mawar putih kepada Zulaika yang masih saja berusaha memperlihatkan senyumannya. Dengan perlahan Zulaika menerima mawar itu dan duduk tepat di sebelah sang suami."Ini adalah makanan yang sangat aku sukai dan aku ingin kau memakannya." Arman memotong sedikit roti yang sudah diberi selai strawberry. Dia menyuapkan ke Zulaika dengan tersenyum. Kemudian mengambil satu gelas jus jeruk dan meminumkan ke bibir Zulaika."Kau pasti sangat lelah sekali. Terlihat dari wajahmu. Apa yang kau lakukan di sana? Kau sangat berkeringat," ucap Arman kemudian mengambil satu lembar tisu dan mengusap keringat y
Hati Arman benar-benar hancur. Di saat dia sangat percaya dengan istrinya, ternyata apa yang dikatakan Ema memang benar. Zulaika keluar bersama Ardian dengan sangat mesra. Mereka berpelukan sebelum akhirnya Agung akan mengantar Zulaika kembali ke kediaman Maulana.Arman masih saja berada di dalam mobil. Kedua matanya menatap sangat tajam. Arman masih belum pergi dari sana dan menahan hatinya yang sangat terluka itu. Pengkhianatan adalah salah satu hal yang sangat dibencinya. Dia tidak akan pernah memaafkan siapa pun itu. Walaupun pengkhianat itu adalah seseorang yang sangat dicintainya, atau pun ibu yang sudah melahirkannya. Arman benar-benar tidak bisa memaafkan Zulaika.Perlahan dia terus mencengkeram kemudi mobil itu, hingga telapak tangannya memerah dan sedikit berdarah. Kemudian dia menyalakan mesin mobil dan melesat sangat kencang menuju ke sungai yang masih saja terlihat sangat indah. Kelopak bunga mawar itu masih saja menghiasi permukaannya. Arman berlari dan masuk ke dalam su
Zulaika perlahan masuk ke dalam rumah lamanya. Dia disambut oleh lelaki yang sangat tampan, menggunakan kemeja putih dan celana hitam. Serta rambut yang sangat rapi dan diarahkan ke belakang. Senyuman Ardian benar-benar sangat luar biasa. Zulaika pun membalas senyuman itu. Tapi, hatinya kini berbeda. Dia seketika mengingat Arman yang sudah bisa membuat hatinya berdebar.Zulaika menarik napas panjang. Dia berusaha mengatasi hatinya. Perlahan dia mendekati Ardian dan menerima uluran tangan tuan muda kedua itu. Ardian memeluk Zulaika dengan erat. Dia sangat merindukan wanita yang sangat dicintainya itu."Aku sangat merindukanmu, Zulaika. Dan aku tidak menyangka ternyata hari ini kita benar-benar akan melakukannya. Aku juga tidak sabar kau mengandung anakku. Aku sangat bahagia kau sudah memilihku, Zulaika," bisik Ardian kemudian perlahan membuka kemeja Zulaika satu persatu.Kedua mata hitam Zulaika yang sangat indah itu tidak pernah terlepas dari wajah Ardian. Dia terus menetap lelaki itu
"Apa-apaan ini? Arman sampai segitunya menyiapkan semuanya?" Zulaika masuk dengan hati berdebar. Apakah dia akan meninggalkan Arman dengan sesuatu yang sangat manis seperti ini, atau dia tetap bersama dengan Arman dan melupakan semuanya? Lalu hidup bahagia karena lelaki itu benar-benar tulus kali ini. Terlihat dari kedua matanya. Tidak ada kebohongan di sana. Zulaika tersenyum menatap semuanya. Dia wanita biasa yang mudah terpana dengan sesuatu yang sangat romantis. Lalu bagaimana dengan semuanya? "Kau benar-benar sangat luar biasa. Apakah ini memang dirimu atau kau hanya berpura-pura. Hmm, memberikan pancingan lagi kepadaku," ucap Zulaika membuat Arman menggelengkan kepala lalu mendekatinya. Memeluknya kembali dengan sangat erat."Tidak ada kebohongan. Zulaika, kau tahu sendiri. Aku sudah melepaskan mereka semua kembali ke orang tua mereka masing-masing. Dan itu adalah sesuatu yang sudah aku lakukan dengan sangat nekat. Semua orang pasti akan membicarakanku. Semua orang pasti akan m