Suara pintu diketuk membuat Argantara berdecak kesal. Ia segera bangkit dan membuka pintu."Siapa sih?" gerutunya sambil berjalan mendekati pintu."Ada apa?" tanyanya ketus setelah membuka pintu.Aku langsung berpura-pura tidur saat Mbak Sinta menengok ke arahku. Pasti dia mencari Argantara karena nggak ada di kamarnya. Atau mungkin dia sudah tahu kalau Argantara tidur di kamar ini."Kamu jahat, huhuhu," ujarnya diiringi tangis tersedu-sedu.Mulai lagi melakoni drama di pagi hari. Padahal juga baru bangun, eh sudah nangis bombai. Menyebalkan!"Hei, ngapain masuk? Keluar!" teriak Argantara saat Mbak Sinta berjalan ke arahku."Gara-gara kamu malam pertamaku gagal. Awas saja kamu Salma, jangan pura-pura tidur kamu!" Mbak Sinta menyeret selimut yang aku gunakan untuk menutupi tubuh."Lepasin!" Tangannya berusaha berontak ketika Argantara menyeretnya keluar dari kamar ini."Ada apa sih ribut-ribut?" tanya mama mertua.Aku langsung menyambar kerudung dan segera ikut keluar kamar."Ini dia,
Pagi setelah selesai sarapan. Aku diajak Argantara pergi entah kemana."Kita mau kemana?""Yang penting keluar dari rumah. Aku sedang malas berada di rumah," jawabnya lalu menuntunku masuk mobil."Malas karena ada Mbak Sinta?" tanyaku setelah kami berada di dalam mobil."Itu kamu tahu," jawabnya segera melajukan mobil meninggalkan halaman rumah.Selama beberapa menit di dalam mobil. Kami hanya terdiam. Kami sibuk dengan pemikiran masing-masing.Sampai pada akhirnya Arga menepikan mobilnya di sebuah mall. Aku tak tahu mengapa Arga mengajakku ke tempat belanjaan seperti ini."Mau ngapain?" tanyaku saat Arga membukakan pintu untukku."Kamu mau belanja nggak?" tawarnya dan aku menggeleng."Yakin nggak mau?" tanyanya lagi.Aku mengangguk. Tetapi Arga malah menarik paksa agar mau diajak masuk ke mall."Aku ingin kasih kamu hadiah," bisiknya setelah beberapa saat meninggalkan aku sendiri menikmati es krim."Hadiah apa?""Surprise dong," jawabnya lalu mengajakku keliling mall setelah es krim
"Eh, Salma, sudah selesai ambil barangnya?" tanyanya mengulas senyum untuk menyembunyikan kegugupannya."Sudah, Mbak," jawabku."Oh, kalau gitu Mbak pulang dulu," pamitnya kemudian pergi meninggalkan minimarket."Eh Mbak, Mbak, belanjaannya tertinggal," ucap kasir karena Mbak Sinta meninggalkan belanjaannya.Mungkin karena terlalu gugup jadi lupa. Sebenarnya apa yang dia masukkan ke dalam tas tadi?Aku terus menatap kepergiannya. Bahkan saat melewati mobil Arga pun Mbak Sinta sama sekali tidak menoleh dan langkahnya semakin dipercepat hingga kini ia sudah naik ke sebuah mobil taksi. Namun, Mbak Sinta duduk di jok depan, bukan di belakang. Menurutku ini terasa aneh. "Bukankah itu tadi Sinta?" tanya Arga yang kini sudah berdiri di hadapanku yang masih menatap kepergian mobil yang dinaiki oleh Mbak Sinta."Iya, itu Mbak Sinta," jawabku dengan pandangan masih belum beralih dari arah jalan."Beli apa dia? Kok tadi balik lagi?" tanyanya yang mungkin merasa penasaran dengan apa yang dilakuk
Kaki ini melangkah ke dalam kamar Mbak Sinta. Segera aku membuka tas dan melihat isi di dalam kantong kresek hitam. Seketika aku terkejut setelah membuka dan melihat isinya."Iya, Bu, nanti bakalan aku transfer." Suara Mbak Sinta terdengar. Derap langkah kakinya menaiki tangga terdengar hingga ke kamar karena keadaan rumah yang sepi. Gegas aku mengembalikan kantong itu ke dalam tas dan segera keluar kamar sebelum Mbak Sinta marah."Untuk apa dia beli barang itu?" gumamku seraya menutup pintu kamarku sendiri.Langkah kaki Mbak Sinta kian dekat, begitu pun dengan suaranya. Dan dalam hitungan detik pintu kamarku juga terbuka."Sal, ibu butuh uang. Kamu punya atau tidak?" tanyanya ramah. Jika soal uang pasti dia sangat lemah lembut dan baik. Dasar muka dua."Tidak, Mbak. Kan aku sudah nggak kerja. Jadi aku nggak ada uang," sahutku cepat.Bukankah dia punya uang, kenapa malah meminta padaku. Padahal yang minta juga ibunya sendiri, kenapa malah minta sama aku coba. Toh Arga juga memberikan
"Jika Salma di sini tidak bahagia! Biar saya yang bahagiakan dia!" ucapnya lantang terdengar hingga menggema di ruangan ini.Seiring dengan suara menggelegar dan mengagetkan hampir semua orang. Arga pun bangkit. Tangannya mengepal dan satu pukulan melayang tepat di pipi kanan Najas, adik dari majikanku.Merasa tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh Arga. Najas pun membalas pukulan Arga dan pukulan itu tepat mengenai sudut bibirnya.Arga menjilat sudut bibirnya yang mengeluarkan sedikit darah. Ada rasa tak tega, tetapi Arga juga kembali melayangkan pukulan pada Najas. Membalas pukulan Najas berkali-kali.Melihat saling pukul memukul yang tiada henti. Aku berusaha untuk melerai mereka, tetapi gagal, karena mama melarangku. Dia takut jika malah aku yang menjadi terluka."Sudah cukup!" bentakku karena tak tahan dengan kelakuan dua pria di hadapanku saat ini. Akan tetapi, ucapanku hanya bagai angin lalu untuk mereka. Sama sekali mereka tidak menggubris bentakanku barusan dan terus saj
Hingga sore hari, Arga masih mendiamkan aku. Sengaja aku menyapanya saat lewat di depan kamar."Mas," panggilku tetapi dia hanya menoleh saja.Menyebalkan sekali. Panggilanku hanya dianggap angin lalu olehnya. "Emang enak dianggurin."Astaga si lambe turah ikut nimbrung. Mana dia sudah dandan cantik lagi. Apa jangan-jangan dia mau pergi bareng Arga. Ya Tuhan, kenapa aku jadi merasa iri begini."Diem kamu, Mbak, berisik!" sentakku padanya.Melihatku membentak Mbak Sinta, Arga tersenyum. Aku jadi meleyot melihat senyumannya itu."Habis ini aku akan diem, soalnya mau jalan bareng suami," balas Mbak Sinta menggandeng tangan Arga."Apa?" Aku kaget mendengarnya."Aku mau anterin Arga pergi ke luar kota selama satu minggu," sahut Mbak Sinta."Kok nggak ajak aku," jawabku melas."Kan hari ini sampai seminggu ke depan jatahnya Sinta. Jadi aku nggak ajak kamu, kalau minggu ini jatah kamu ya aku akan ajak kamu," balas Arga."Tuh dengerin kata Arga. Minggu ini jatahnya sama aku, baru minggu depa
Ada dua orang sudah menunggu Mbak Sinta di lobi. Gegas aku melangkah mendekat agar lebih jelas. Namun, tetap saja aku tidak bisa mengejar karena mereka langsung naik taksi."Sal, ibu Sofia nyariin," ucap Aldo menepuk punggungku pelan."Eh apa?" Aku seketika kaget karena Aldo yang datang secara tiba-tiba."Ibu Sofia nyariin, emangnya liatin apa sih sampai kaget gitu?" tanyanya dan tentu aku tidak menjawab. Cukup aku saja yang tahu, baru setelah aku mendapat jawaban. Di situ aku akan memberitahu semua orang."Nggak liatin apa-apa. Itu tadi cuma lihat ada orang kecelakaan lukanya parah," jawabku lalu berbalik badan untuk menemui mama mertua."Masih hidup apa udah mati?" tanya Aldi ngawur."Jaga mulutmu, Do. Jangan asal bicara," balasku kesal.Seharusnya yang dia tanya itu bagaimana keadaannya, bukan malah tanya hidup atau mati. Dasar nggak berakhlak."Aku kan tanya, orangnya hidup apa mati," sahut Aldo merasa tidak bersalah sama sekali."Hidup, Do. Oh ya, kamu tungguin antri di apotek ya
Segera aku pergi saat Mbak Sinta menyadari keberadaanku. Kemudian aku berlalu ke dapur untuk membuatkan bubur untuk mama mertua. Hati ini terus saja gelisah selama memasak di dapur, bahkan pelayan yang biasa masak saja sampai menawarkan untuk membantu, tetapi aku menolak."Nggak usah Mbak, aku saja," balasku yang tak tahu kenapa air mata tak mau berhenti menetes setelah mendengar ucapan Mbak Sinta tadi.Kenapa aku selalu cemburu terhadap hubungan mereka. Seharusnya aku bisa mengontrol diri. Bukan malah mellow begini.Gegas aku mengusap air mata. Kemudian pergi ke kamar mama mertua untuk memberinya makan setelah bubur siap disajikan.Setibanya di dalam kamar mama mertua. Ternyata dia sedang melakukan video call. Mama tersenyum melihat kehadiranku, bahkan dia memintaku untuk segera duduk di sampingnya. Entah ada apa?"Sini, duduk di samping mama," pintanya dan aku pun patuh."Sayang." Suara dari sambungan telepon membuat hatiku semakin bergemuruh.Apa maksudnya coba? Setelah dia menelpo