Aku melihat pantulan diriku di dalam cermin. Gaun berwarna biru dengan model bruket menjuntai indah di tubuhku. Di padu padankan dengan hijab bermodel simpel, dan berwarna hitam, menambah kesan anggun.
Tak ada lagi gaun selutut tanpa lengan, atau rambut yang di gelung tinggi. Sebab mulai hari ini, aku memutuskan akan menjadi Muslimah yang sebenarnya. Aku sudah memantapkan hati untuk berhijrah di jalan-Mu, semoga KAU meridai keputusan ini dan menjadikanku selalu Istiqomah.
Aku tersenyum lebar, menyadari hari ini Mas Adit akan mengajakku makan malam bersama, sementara Jovan aku titipkan di tempat Umi.
Kulangkahkan kaki menuruni tangga, kulihat Mas Adit sedang serius dengan phonsel di tangannya.
Beberapa hari ini, suamiku itu sangat sibuk sekali dengan gawai nya. Seperti sedang menunggu pesan yang entah dari siapa. Dia bahkan tak menyadari jika dari tadi aku telah berdiri menjulang di depannya. Kuput
Setelah acara makan malam itu, Mas Adit berubah menjadi lebih posesif. seperti hari ini contohnya. Bagaimana tak membuatku heran, saat aku bangun di ruang tamu sudah ada Dimas yang duduk santai dengan Mas Adit. Mereka bahkan terlihat sangat akrab seolah-olah teman lama yang baru dipertemukan. Yang membuatku merasa geram, Mas Adit bilang jika aku ingin pergi ke mana pun harus ditemani Dimas. Tentu saja itu aneh, mengingat bagaimana dulu dia begitu membenci mantan kekasihku. Mau tak mau aku harus bicara secara langsung padanya. “Kenapa mesti Dimas? Apa Mas nggak khawatir dia akan memintaku kembali?” tanyaku pada Mas Adit saat dia beranjak masuk ke dalam kamar. “Aku percaya pada cintamu untukku, dan aku juga percaya pada cintanya untukmu, makannya aku menyuruh dia menjagamu. Sebab tak akan ada yang berani melindungimu sebaik dia melindungimu.” “Tapi, Mas? Aku ini bisa menjaga diri, nggak harus di
Tak ada kata kebetulan dalam sebuah takdir, Entah itu baik atau buruk. Pada Akhirnya kita akan mengerti dan menyadari apa maksud Allah menciptakan takdir itu untuk kita. ********** Takdir, satu baris kata yang singkat tapi memilik banyak andil untuk hidup kita. Aku pernah dengar, tak ada kata kebetulan dalam sebuah takdir, Entah itu baik atau buruk, pada Akhirnya kita akan mengerti dan menyadari apa maksud Allah menciptakan takdir itu untuk kita. Sama halnya aku, aku tak mengerti apa maksud Allah membuat takdirku begitu rumit. Aku hanya ingin menata hidup baru dengan Kayla, berusaha memperbaiki kesalahan padanya. Tapi lagi-lagi takdir-Nya mempermainkanku. Baru sebentar saja aku menikmati kebersamaan ini. Tapi sudah ada yang mencoba mengusik kebahagiaan kami. Soal Om Danu yang kembali muncul di hidup kami t
Sepanjang jalan aku terus menghubungi Om Jatmiko. Laki-laki itu mengirim beberapa data tentang orang yang menyebarkan berita bohong terkait perusahaanku.Mahesa Adiwarna Tiga puluh dua tahun, bekerja di sebuah perusahaan media masa terkenal di Jakarta. Dan bertindak sebagai tim editor. Sedang membutuhkan biaya banyak untuk pengobatan anaknya yang menderita gagal jantung.Aku tersenyum sinis membaca biodata laki-laki ini.Setelah beberapa jam berkendara, aku tiba di kawasan Jakarta Timur. Mobil melaju memasuki sebuah perumahan. Rumah yang kucari ternyata terlerak agak jauh dari rumah-rumah yang lain.Kulihat Om Jatmiko sudah menunggu dengan beberapa orang suruhannya. Dia membungkuk hormat menyambut kedatanganku.“Di mana orang itu?” tanyaku pada Om Jatmiko.“Ada di dalam, mari.” setelah itu, Om Jatmiko mengajak masuk.
Berita yang baru saja dikabarkan Dimas membuatku tak bisa berpikir waras. Sialnya di jam-jam begini jalanan Jakarta akan mengalami macet. Aku mengumpat dan memukul setir mobil merasa benar-benar frustasi.Aku hanya ingin cepat sampai ke rumah sakit dan melihat keadaan Kayla. Di tengah rasa frustasi, aku melihat seorang laki-laki memarkirkan motor ninja di depan restorant. Buru-buru kubelokkan mobil ke arahnya dan menghampiri laki-laki itu.“Mas, boleh saya minta tolong." Melihat laki-laki di depanku terlihat bingung, aku memutuskan mengatur napas lebih dulu agar bisa menjelaskan maksud pertanyaan barusan.“tolong ... pinjami saya motor. Saya harus cepat-cepat bertemu istri saya. Dia baru saja mengalami kecelakaan,”“jika Mas merasa tak percaya. Ini kartu nama saya, ini mobil saya, akan saya jadikan jaminan. Asal Mas mau meminjamkan motor ini.”Laki-la
Aku mencintaimu karena Allah. Sebab dari awal aku mau memutuskan menikah juga bukan karena harta. Tapi karena aku tulus ingin menggapai sakinah bersamamu************Setelah obrolan dengan Dimasselesai, aku memutuskan kembali ke ruangan Kayla. Saat aku masuk sudah ada Abi di sana. Sementara Kayla sudah terlihat lebih baik.“Abi di sini?”“Kamu kenapa pergi begitu saja tanpa memberi tahu Abi, kalau Kayla kecelakaan?”Abi berkata dengan nada kesal.“Maaf, Bi, Adit tadi terlalu panik. Mendengar kabar tentang Kayla, hingga tak memikirkan hal lain.”“Ya sudah, Abi dan Umi pulang dulu. Jovan biar umi yang jaga. Kamu jangan lupa kabari mertuamu tentang Kayla,” ujar Umi mengingatkan. Yang hanya kujawab dengan anggukan.“Terima kasih
Kupijat pelipis yang terasa berdenyut nyeri. Masalah yang terjadi sekarang ini benar-benar telah menguras energi dan pikiran. Bagaimana tidak? Satu masalah belum selesai muncul lagi masalah baru. Aku bisa terima jika niat Om Danu hanya ingin menghancurkan perusahaan. Tapi masalahnya si keparat itu juga mulai mengancam nyawa Kayla.Aku tak akan pernah memaafkannya jika sampai dia melukai Kayla lebih dari ini. Mau tak mau aku benar-benar harus menyetujui usul Dimas tentang Kayla, demi keamanannya. Setelah obrolan kami tadi, laki-laki itu memutuskan lebih dulu bergegas menuju ke rumah sakit dan membawa barang-barang istriku.Sementara ada hal yang harus kukerjakan terlebih dulu di rumah. Om Jatmiko memberi tahu, ada beberapa kasus kecurangan yang terjadi di daerah pertambangan. Kepalaku benar-bear ingin pecah mendengar kabar itu. Aku teringat pembicaraan dengan Dimas setengah jam yang lalu."Aku pikir keadaan di sini memang s
Sudah dua hari semenjak aku di rawat. Rasanya sangat membosankan berada di sini dan hanya berbaring seperti orang penyakitan. Sementara keadaanku bahkan sehat wal afiat.Aku tak habis pikir dengan sikap Mas Adit yang semakin aneh setiap harinya. Belum lagi masalah Dimas yang tiba-tiba selalu mengikutiku ke mana pun aku pergi. Terlebih setelah pembicaraan kami kemarin. Semakin menambah kecurigaanku mengenai hal yang sedang di sembunyikan Mas Adit. Ingatanku berputar pada kejadian kemarin."Mas ingin kamu tinggal di pesantren Ustaz Fredrik setelah keluar dari sini. Mas akan membicarakan ini dengan Adiba dan ayahnya besok." Aku terdiam dan menatap Mas Adit bingung. Apa maksudnya dia bicara seperti itu?"Pesantern Ustaz Fredrik? Berarti rumah Kak Adiba?" tanyaku memastikan. Barangkali yang dimaksud orang lain. Mas Adit hanya menjawab pertanyaan tadi dengan anggukan kecil. Sambil memainkan rambutku dan sesekali merapikannya.
Mobil yang ku naikin bersama Kak Adiba melaju meninggalkan rumah sakit. Aku terus melafalkan istighfar melihat betapa macetnya Jakarta siang ini. Tak ada celah untuk mobil bergerak sedikit saja, sementara waktu yang kumiliki tak banyak. Mengingat Mas Adit mungkin saja sedang kesusahan menangani para pendemo itu. "Astaghfirallah, ayo lah, Kak! Apa kita nggak bisa menyalip?" Seruku frustrasi. "Sabar, Kay. Kamu kan lihat mobil di depan nggak bergerak dari tadi," jawab Adiba sambil membunyikan klakson, "Kamu yang tenang. Sebentar lagi kita sampai kok," sambungnya, berusaha membuat aku tak panik. Aku menghembuskan napas lelah mendengar ucapan itu. Ini sudah dua jam semenjak kami pergi dari rumah sakit. Perjuanganku mengecoh Dimas dan para anak buahnya juga lumayan sulit. Kenapa mesti terjebak di sini juga. Aku teringat kejadian di rumah sakit tadi. Setelah Dimas Pergi, aku meminta bantuan
Dimas memacu mobilnya menuju perumahan elit daerah Kemayoran. Di sampingnya Adiba duduk dengan tenang tanpa terusik sama sekali. Setelah acara makan siang mereka terganggu dengan kehadiran Aqifa, Dimas mengantar Adiba pulang ke rumah tantenya. "Apa Aqifa itu kekasihmu?" Adiba penasaran dengan hubungan dua polisi itu. Pasalnya semenjak awal Adiba datang ke kantor Dimas, Aqifa selalu memasang wajah judes di depannya. Belum lagi tatapan mata wanita itu pada Dimas yang terlihat jelas menyimpan rasa. Hanya orang bodoh yang tak bisa menyadari itu. Hal itu diperkuat dengan kejadian tadi saat mereka makan. Aqifa bahkan bersikap seolah ia tahu segalanya soal Dimas. Seakan secara tak langsung ingin memberi tahu Adiba jika ia lebih mengenal laki-laki itu. Sebagai sesama wanita, Adiba jelas tahu gelagat seperti itu. Aqifa tengah merasa terancam dengan kehadirannya.“Dari diamnya kamu, aku sudah tahu jawabannya. Dia benar kekasihmu, kan? Sepertinya dia tahu banyak mengenai kamu. Yang Pak Arsen be
Dimas terbangun dari tidur karena merasa ada seseorang yang membelai lembut rambutnya. Ia mengerjapkan mata berusaha melihat siapa gerangan yang mengusik tidurnya tengah malam. Betapa kaget ia mendapati Halimah, almarhumah ibu, sedang tersenyum menatapnya. Pakaian serba putih yang dikenakan wanita itu membuatnya terlihat lebih cantik.Halimah menyentuh bahu putranya. "Ayo, ikut Ibu,” ucap Halimah lembut.Senyum ibunya menenangkan Dimas. Senyum itulah yang dulu selalu menguatkan Dimas saat ia terpuruk dan menemani masa kecilnya. Senyum yang paling Dimas rindukan. "Ke mana, Bu?" Dimas penasaran. "Ibu ingin mengenalkan kamu pada calon istrimu."Jawaban Halimah mengagetkan Dimas. Meski begitu ia tetap mengikuti ibunya. Laki-laki itu merasa dibawa menembus dimensi lain dan tiba-tiba telah berada di sebuah taman yang sangat indah dengan bung-bunga bermekaran sejauh matanya memandang. Seorang wanita mengenakan gaun putih yang menjuntai hingga mata kaki, dengan kerudung besar yang menutupi
Suara tangis kesedihan terdengar memenuhi lorong rumah sakit. Seorang wanita paruh baya menangis di depan jenazah anak perempuannya yang terbujur kaku dengan kondisi mengenaskan karena sudah tak bisa dikenali. Para dokter forensik yang mengelilingi hanya bisa tertunduk, ikut merasakan duka wanita itu. “Aling, bangun! Jangan tinggalkan Mama! Bangun!" May menangis histeris."Sudah, Tante. Ikhlaskan Aling pergi," bujuk Adiba berusaha menguatkan tantenya agar wanita itu tenang."Tante nggak akan pernah tenang sebelum laki-laki brengsek itu mendapat hukuman setimpal!" teriak May lagi. Adiba menarik tantenya ke pelukan. "Ya, laki-laki itu pasti akan mendapat ganjarannya. Tente tenanglah."May berurai air mata dalam dekapan keponakannya. Adiba menepuk-nepuk punggung wanita itu agar tak limbung. Hingga tiba-tiba sepasang suami istri datang dan menginterupsi tangisan mereka."Diba," panggil wanita paruh baya yang mengenakan baju syar'i, lalu berjalan dengan langkah lebar mendekati Adiba dan
Dimas tiba di kantor Bareskrim Mabes Polri. Beberapa anak buahnya sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. "Selamat pagi, Pak," sapa anak buahnya, Hendra, yang terlihat sedang sibuk menata beberapa dokumen. "Pagi." Dimas duduk di kursi kebesarannya. Ia meraih sebuah dokumen dan membukanya. “Akhir-akhir ini banyak sekali kasus pelecehan terhadap anak di bawah umur. Manusia sudah mirip binatang sekarang, miris," sambung Dimas dari ruangannya yang disekat dengan kaca transparan.Seorang wanita mengenakan hijab masuk menenteng plastik keresek hitam di tangannya. "Asalamualaikum." "Waalaikumsalam," jawab semua yang ada di sana serentak. "Eh, ada bidadari surga datang," celetuk Anjar yang duduk di sebelah Hendra.Wanita itu tersenyum, lalu berjalan menghampiri meja Dimas. "Saya membawa sarapan untuk Bapak," ujarnya seraya meletakkan bungkusan yang ia bawa di sebelah papan nama bertuliskan AKP. DIMAS ARSENA."Terima kasih, Fa. Tapi maaf, kebetulan tadi saya sudah sarapan."Senyum w
Dua tahun kemudian ...Seorang laki-laki duduk termenung di atas sajadah. Matanya terpejam, sementara pipinya basah oleh air mata. Kedua tangannya menengadah ke atas sebagai wujud penghambaan diri. Ia sadar dirinya hanyalah makhluk-Nya yang lemah dan butuh Dia lebih dari apa pun.Saat seperti inilah yang selalu membuatnya merasa jauh lebih baik. Saat orang lain terlelap dalam mimpi, sementara ia akan bangun lalu menceritakan segala bentuk keluh kesahnya pada Dzat yang telah memberinya hidup hingga hari ini. Meski hidup yang ia jalani hanya dipenuhi rasa hampa, sebisa mungkin Dimas tak mengeluh. Kepasrahannya sedikit mengurangi rasa hampa yang membawa pada kesepian yang terasa menyesakkan dada.Sudah tiga tahun semenjak ibu kandungnya meninggal, Dimas hidup sendiri di rumah dua lantai itu. Rumah yang dibelinya untuk mendiang sang ibu sekaligus ia persiapkan untuk keluarga kecilnya nanti. Namun, harapan hanya tinggal harapan. Sebab calon istrinya malah menikah dengan laki-laki lain.Dim
PROLOG (Spin Of JoL)Dimas tengah duduk di sebuah bangku taman rumah sakit. Laki-laki itu mengusap wajah gusar, lalu menengadahkan kepala ke atas langit, menatap bulan yang tampak bersinar terang. Malam ini langit begitu cerah, berbanding terbalik dengan hatinya. Tak sebaik yang terlihat, laki-laki bermata tajam itu mengembuskan napas berat. Sudah lima belas hari Kayla dirawat di rumah sakit setelah insiden penculikan. Dimas lega karena setelah semua berakhir, Kayla akan hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Lantas, bagaimana dengan dirinya? Apakah ia akan tetap seperti ini? Terus hidup dalam kesendirian dan kegelisahan?Saat pikiran laki-laki itu tengah gundah, seseorang menepuk lembut bahunya. Dimas mendengkus begitu tahu siapa gerangan yang mengganggu acara melamunnya.“Hey, Polisi Narsis! Sedang apa bengong di sini?” seru Adiba mengagetkan. “Ck! Kepo.”Jawaban singkat Dimas membuat Adiba mengerucutkan bibir. Namun, wanita yang tampak cantik dengan balutan long dress berwarna p
Sudah dua bulan semenjak Adit dan Kayla keluar dari rumah sakit setelah insiden penculikan itu. Hidup mereka menjadi lebih tenang. Berita terakhirnya, Danu dijatuhi hukuman mati atas kepemilikannya mengenai pabrik narkotika dan juga kasus-kasus yang menjeratnya. Kayla dan Adit bernapas lega untuk hal yang satu ini. Kayla menghela napas lelah untuk ke sekian kalinya, berkali-kali kepalanya melirik pintu depan berharap orang yang dia telepon segera datang menjemput. Merasa lelah, wanita itu memutuskan mengirim pesan pada orang yang ditunggu. Mas dimana? jadi menjemput Kay apa tidak? Beberapa saat menunggu, pesan yang dia kirim tak kujung dibalas, Kayla kembali mengembuskan napas lelah. Benar-benar tak mengerti dengan tingkah suaminya. Pasalnya sudah sebulan ini tingkah Adit mulai aneh, setiap kali ada janji dengannya pasti berakhir tak pernah tepat waktu atau bahkan batal. Kayla mulai curiga, di memutuskan untuk menghubungi nomor suaminya saja. Beberapa saat mencoba tetap tak diangga
Kayla mengerjapkan mata, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya yang menembus masuk ke dalam retina. Samar-samar dilihatnya langit-langit kamar berwarna putih dengan bau obat yang sangat menyengat. Kepalanya berdenyut, tubuhnya benar-benar terasa remuk seakan baru saja ditindih batu berton-ton beratnya.Wanita yang kini terlihat pucat itu, mengernyitkan dahi, merasa bingung dengan situasi ini. Pasalnya hal terakhir yang diingatnya adalah saat dia berada di sebuah Villa dengan Danu yang menyekapnya, lalu Adit datang untuk menolong. Hingga dia mendengar suara letusan senjata api. Kayla mulai diserang rasa takut saat mengingat Adit.Menyadari mungkin saja suaminya dalam keadaan tak baik, wanita itu mencoba bangun sambil memegangi kepalanya yang masih terasa berdenyut."Mas Adit," gumam Kayla dengan suara cukup keras, hingga membuat beberapa orang yang ada di kamar itu terlonjak kaget, dan langsung menghampirinya.
Beberapa jam sebelumnya. Danu menatap Kayla dengan wajah merah padam karena menahan amarah. Wanita di depannya benar-benar tak memiliki rasa takut sedikit pun dengan ancaman pria tua itu. Dia bahkan masih saja mengarahkan mata coklatnya dengan berani meski berkali-kali pria itu memukulnya."Jadi, kau benar-benar tak mau menyembah di kakiku dan meminta ampun?" tanya Danu untuk yang terakhir kali."Cih! Jangan mimpi! Aku tak sudi meminta ampun pada manusia bejat sepertimu! Memang kau ini siapa?! Setelah apa yang kau lakukan pada Nazwa, kau berhak untuk sebuah hukuman!""Dasar jalang sialan!" Danu berteriak marah sambil menampar Kayla kuat-kuat, hingga ujung bibir wanita itu berdarah. Kayla bukanya merasa takut, malah semakin menyunggingkan senyum meremehkan ke arah Danu."Dengar aku, Jalang!" Danu menarik rambut Kayla, tapi wanita itu masih tak bergeming, bahkan tetap setia