Alena berjalan masuk ke dalam kamar dengan mendendangkan sebuah lagu. Ia tampak sekali ceria. Ketika membuka pintu, ia tersentak kaget karena Kai sudah berdiri di hadapannya dengan wajah dingin.
"Darimana kamu?"
"Dari taman, merawat bunga." Lena menunduk dan akan berlalu dari hadapannya.
"Merawat bunga atau bercanda dengan Elmer!" Nada suara Kai terkesan ketus dan tak suka.
Lena mendongak dan menatapnya datar. "Apa salah jika aku berbincang dengan adikmu? Kenapa kamu terlihat tak suka?"
Jawaban Lena membuat Kai tersentak dengan wajah gusar. Pria itu sedikit salah tingkah. Memang sebenarnya bukan urusannya jika Alena dekat dengan Elmer. Karena gadis itu bukan Vena. Namun, entah mengapa Kai tidak suka melihatnya.
"Cepat bersihkan dirimu dan kita turun ke bawah," perintah Kai untuk menutupi kegusarannya.
Lena hanya diam dan segera masuk ke dalam kamar mandi.
.
"Kemarilah, Nak, kita sarapan bersama," sapa Tuan Dh
Elmer mamandang iba pada Lena yang tampak ketakutan. Gadis itu duduk dengan gelisah di taman. Berkali, ia mengusap air matanya. Elmer baru saja menyelamatkan Lena dari amukan sang mami dan kakaknya, Electra."Alena."Gadis itu mendongak dan cepat-cepat menghapus air matanya. Ia mencoba tersenyum pada Elmer, membuat hati lelaki muda itu semakin mencelos."Kamu baik-baik saja?" Elmer mendekati Lena dan duduk di sampingnya.Ia mengangguk pelan. "Terimakasih, Tuan muda.""Untuk apa?""Karena telah membelaku di depan Nyonya Merry dan Nona Electra." Lagi, ia tersenyum tulus.Pemuda itu menelan ludahnya dengan getir. Ingin sekali ia merengkuh gadis rapuh di hadapannya ini."Setelah ini … bagaimana nasibku selanjutnya?" gumam Lena seperti pada dirinya sendiri membuat dada Elmer semakin sesak."Lena …." Elmer menyentuh lembut jemarinya."Waow, ternyata mantan kekasihku ini sekarang menyukai adikku
Ruangan besar yang terasa hangat, dengan rak besar dan tinggi berisi banyak buku-buku tebal menjadi pemandangan Alena saat ini. Ia berada dalam perpustakaan Tuan Dhanu. Terdengar suara detak jam dinding diantara kesunyian dan helaan napas panjang seorang pria yang duduk di hadapannya."Lalu kamu mau kemana?" Terdengar suara lembut Tuan Dhanu setelah beberapa saat hening.Lena menunduk dengan wajah sendu. Jemarinya memilin ujung kemeja dengan gugup. Ia menggeleng lemah. "Saya belum tahu, Tuan. Tapi, yang pasti … saat ini saya akan pergi. Demi kebaikan semua orang.""Ini kota besar. Dan kamu tidak mengenal siapapun di sini, juga tidak mempunyai pengalaman. Kenapa kamu tidak pulang kampung saja?"Sekali lagi Lena menggeleng lemah. "Kak Vena menyuruh saya untuk tidak pulang. Kalau saya pulang, maka Paman akan tahu jika kak Vena telah kembali. Dan itu tidak di inginkan olehnya," sahut Lena lirih dengan suara bergetar.Tuan Dhanu terhenyak m
Setelah menemui ayahnya di ruang kerja untuk melaporkan bahwa Alena telah pergi, dengan lesu Kaindra naik ke atas menuju kamarnya. Entah kenapa hatinya merasa gamang juga sangat merasa bersalah pada gadis itu."Kai …."Pria itu terkejut ketika mengetahui Vena dengan santainya tidur di atas ranjang."Ngapain kamu di sini?""Pertanyaanmu aneh deh. Ini 'kan kamarku juga.""Oh iya, setelah menghilang dan menggantikan posisimu dengan Alena, lalu tiba-tiba kamu datang lagi dan tidak merasa bersalah sama sekali. Bagus sekali kelakuanmu." Kai menyorot sinis.Vena beringsut bangun dan duduk dengan santai di tepi ranjang, hingga gaun malamnya tersingkap. Ia menatap Kai dengan terkekeh, seolah pria di hadapannya ini seorang badut yang lucu."Aku punya alasan sayang. Dan semua yang aku lakukan, untuk kebaikan kita bersama.""Oh ya. Demi kebaikan bersama. Dan aku tidak peduli. Terserah kamu mau apa, yang pasti semua sandiwara mu,
Satu minggu kemudian.Alena mematut penampilannya di depan cermin. Wajahnya terlihat cerah dengan sebuah kemeja berwarna biru tua dengan kombinasi biru muda di lengannya. Ia menyapu tipis wajahnya dengan bedak dan lipstik natural di bibirnya, lalu mengucir rambut agak tinggi ke atas.Sempurna. Ia berdecak senang."Sudah siap?" Vita temannya melongok ke pintu tanpa mengetuk pintu."Sudah dong." Ia tertawa renyah.Dua orang gadis berjalan bersisihan sambil mengobrol hangat menuju jalan besar untuk menunggu angkot. Kini Lena telah mendapatkan pekerjaan di sebuah toko sepatu atas bantuan Vita--gadis yang tak sengaja ia kenal saat di terminal pekan lalu."Nanti selama training, kamu hanya dapat gaji setengah, ya," kata Vita saat mereka duduk bersebelahan dalam angkot."Ga masalah. Yang penting aku dapat kerja," timpal Lena sumringah.Toko sepatu tempat Lena bekerja tidak begitu besar, tapi tempat itu berkualitas de
Siang yang terik dengan mentari tepat di atas kepala. Kaindra keluar dari sebuah kafe kecil di sebuah pusat perbelanjaan. Ia merogoh ponselnya untuk memanggil Tony agar menjemputnya, saat tiba-tiba seseorang merampas ponsel yang baru saja ia tempelkan di telinga."Hei!" Kai berteriak lalu mengejar pria dengan memakai Hoodie hitam itu.Si pria masuk ke dalam gang kecil, yang diapit dinding-dinding tinggi di kiri-kanannya. Kai berhasil mengejar pria itu lalu kakinya menendang si pria hingga ia jatuh terjungkal. Tanpa ampun, Kai menghajar pria yang telah merebut ponselnya itu.Namun, tiba-tiba ….Bugh!Seseorang memukul tengkuknya dari belakang."Hentikan! Dia bisa mati," teriak seorang wanita yang seketika membuat Kai memutar tubuhnya dengan geram ke belakang. Dan terhenyaklah ia, begitupun dengan si gadis hingga keduanya sama-sama tertegun."Kamu!""Kamu!""Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Kai, kem
Alena merapikan beberapa barang dalam laci karyawan dan memasukkan dalam tas. Waktu sudah sore dan saatnya para karyawan yang masuk shift pagi untuk pulang."Alena."Ia menoleh dan mendapati Beta--si manager sudah berdiri tidak jauh darinya."Iya, Kak.""Bagus kerjamu hari ini. Satu orang pelanggan bisa memborong tujuh pasang sepatu sekaligus. Tapi, untuk ke depannya, jangan ketus seperti itu. Untung pria tampan itu baik," ujarnya membuat Lena mengangguk."Oke, pertahankan," lanjut Beta lalu beranjak pergi.Beberapa karyawan lain yang mendengar Lena mendapat pujian, meliriknya sinis dan tak suka. Beberapa di antaranya mulai bisik-bisik entah apa, Lena tak peduli. Ia hanya berpikir kenapa Kaindra seperti itu. Pria itu tidak membalas dendam padanya seperti saat yang lalu."Sudah beberesnya? Kita pulang," ajak Vita yang muncul dari kamar mandi. Lena hanya mengangguk. Mereka keluar lewat pintu belakang."Jangan hiraukan m
Setelah sore yang hangat itu, Elmer mengirimkan kasur busa tebal, sebuah almari, alat untuk memasak nasi dan perabot memasak lainnya, juga makanan yang berlimpah membuat seluruh penghuni kost sangat senang. Terutama Vita. Gadis itu seperti sangat beruntung telah mengenal Lena. Karena ke esokan harinya, sebuah mobil mewah lengkap dengan sopirnya siap mengantar jemput mereka."Tuan muda kenapa melakukan semua ini?" tanya Lena pertama kali saat Elmer mengangkat ponselnya.Bahkan lelaki muda itu juga meninggalkan sebuah ponsel mahal padanya."Hubungi aku jika kamu butuh bantuan. Jangan pernah matikan ponsel dan membuatku panik." Ucapan pria itu seperti sebuah perintah yang harus mau tidak mau ditaati oleh Lena."Karena aku tahu, kamu pasti menolak saat aku menawarkanmu rumah yang layak atau sebuah apartemen," jawab suara di ujung sana.Kembali, hati Lena berdesir hangat. "Tapi ini terlalu berlebihan, Tuan. Kamar ini dirancang sederhana deng
Alena mendesah kasar saat melihat Kai datang lagi dan melihat-lihat sepatu. Ia mundur ke belakang agar tidak terlihat oleh laki-laki itu. Seorang temannya maju dan menyapa Kai dengan ramah."Ada yang bisa saya bantu, Kak?""Gadis yang kemarin melayani aku dimana?" tanya Kai sambil mengedarkan pandang ke sekeliling.Raut wajah gadis itu langsung masam ketika pria tampan dan tajir itu hanya mencari Alena.”Noh, lu dicari," sengaknya terlihat sekali tak suka.Lena menarik napas panjang dan mendekati Kakak iparnya itu dengan terpaksa. Ia hanya diam berdiri dan bergeming tanpa mengucap sepatah kata pun di sampingnya.Kaindra menoleh dan sesaat menatap wajah masam Alena. "Apa pantas seorang pelayan toko dengan wajah ga enak gitu di pandang.""Lalu mau Tuan apa? Kenapa datang lagi ke sini?""Ya aku mau beli sepatu. Emang mau makan?"Gadis itu meliriknya jengah. Ia mengekor di belakang Kaindra yang berjalan sambil meli
Empat tahun kemudian."Ah … terimakasih. Ini bagus sekali. Tidak menyangka bertemu dengan orang Indonesia yang menjadi seniman jalanan." Seorang gadis tertawa senang melihat hasil lukisan dengan latar menara Eiffel.Gadis itu menyodorkan selembar uang kertas euro, namun ditolak oleh pria itu. "Tidak. Terimakasih. Itu untuk kenang-kenangan kamu saja," balasnya datar tanpa senyum."Oke, tampan. Siapa namamu? Kelak kita akan ketemu di Indonesia."Pria itu hanya diam sambil sibuk membereskan peralatan gambarnya lalu pergi sengan tak acuh membuat dua gadis yang baru saja di lukisnya termangu.Ia berjalan dengan menenteng kotak peralatan gambar menuju ke sebuah apartemen. Ia masuk ke sebuah lift dan naik ke dalam.Tidak berapa lama, ia membuka sebuah pintu dan yang terhidu hidungnya pertama adalah bau telur goreng."Pas sekali Tuan pulang saat makan siang," teriak Randy."Apa kamu tidak bisa memasak selain telur?" ketusnya sambil menyeduh secangkir cappucino.Randy tertawa kecil dan menghi
Dua pria paruh baya yang dulu pernah mempunyai masa lalu kelam itu duduk saling berhadapan. Pria dengan setelan jas dan terlihat mewah juga berkelas, memandang datar pada pria dengan seragam biru dan ada nomer identitas itu."Apa kabar Seno?""Seperti yang kamu lihat, Dhanu.""Apa yang akan kamu bicarakan padaku?" tanya Dhanu langsung tanpa basa-basi."Kamu tahu bahwa aku telah kehilangan segalanya. Juga kehilangan putra semata wayang ku. Aku di sini tidak akan mengemis padamu atau berharap belas kasihanmu. Tidak Dhanu. Namun … aku hanya ingi kamu tahu tentang putramu. Aku ingin kamu tahu, sebelum kematian merenggut ku.""Apa maksudmu Seno? Putraku siapa?"Pria itu terkekeh. "Tentu saja Elmer. Putra bungsumu itu yang juga telah membunuh putraku, Davin.""Ada apa dengan putraku Elmer?""Kamu terlalu lugu selama ini, Dhanu. Jiwa psikopat dalam tubuh putramu itu bukan kebetulan. Tapi, semua itu ada yang mengendalikan.""Seno, apa maksudmu? Bicaralah yang jelas!" Tuan Dhanu mulai terpanci
"Apa yang membuatmu jadi seperti ini?""Aku tidak tahu. Yang aku tahu, iblis itu telah berhasil menguasaiku.""Kamu bisa mengendalikannya. Kamu masih punya sisi baik jauh dari dalam jiwamu.""Tidak. Aku sudah mencoba dengan sekuat tenaga, tapi hanya kehancuran yang aku berikan pada orang-orang terdekat ku.""Tidak kah kamu tahu, hidup wanita itu hancur?""Aku tahu dan aku lebih hancur darinya. Tapi, paling tidak, aku tidak melihatnya menangis lagi di depan mataku. Karena aku benci melihatnya menangis.""Dan kamu terlalu egois. Sekarang dia tidak hanya menangis, tapi juga hancur. Kamu menghancurkannya Elmer!""Aku tahu! Aku melakukan semua ini demi kebaikannya. Meski dia hancur sekarang, tapi dia tidak akan pernah melihat wajah bengis ku. Tidak akan pernah melihat tatapan nyalangku. Dan yang pasti … aku tidak akan pernah berusaha menyakiti dan membunuhnya. Aku … aku sakit dan selalu terluka melihat sorot ketakutan dan cemas di matanya. Lebih baik aku hidup sendiri dengan cintaku. Cinta
Tuan Dhanu dan Nyonya Merry menyambut kedatangan Alena dengan hangat. Meski mereka kaget kenapa tiba-tiba menantunya ini datang tiba-tiba. Firasat Tuan Dhanu sudah tidak enak dengan kedatangan Lena yang sendiri.Namun, akhirnya ia mengerti setelah Doni menceritakan semuanya."Jadi Elmer hampir membunuh Lena?" Kaindra termangu dengan gusar."Ini yang papi takutkan selama ini. Elmer bisa sewaktu-waktu menyakiti istrinya. Doni … apa menurutmu yang membuat Elmer menjadi beringas seperti itu? Kamu dan Randy yang setiap hari bersamanya."Doni meneguk ludahnya. "Menurut saya dan Randy, penyebabnya adalah ketika Tuan Elmer melihat makam Sonya. Dendam dan sakit hati yang sudah lama terpupuk pada wanita itu dan belum sempat di tuntaskan menjadi penyebabnya. Selama bersama Nyonya Alena, Tuan bisa melupakan wanita itu, karena Nyonya Lena selalu mengalihkan perhatiannya dan selalu membuatnya bahagia.Tapi, karena kejadian itu. Kejadian penyekapan dan penyiksaan terhadap Nyonya Lena dan akhirnya be
Langit sepertinya mengerti perasaan dua anak manusia yang sedang gundah. Ia menurunkan hujannya di siang itu.Rumah yang sebelumnya terlihat ceria karena selalu terdengar senda gurau dan tawa membahana dari kamar sang majikan, kini semuanya terasa senyap.Elmer termangu memandangi tetesan hujan di luar sana melalui jendela kamar Randy. Hatinya sakit dan terluka mengingat kejadian tadi malam. Entah apa yang terjadi padanya. Kenapa kini, ia merasa sisi gelap dalam jiwanya semakin besar dan tak dapat ia kendalikan.Sejak saat itu. Saat ia melihat makam Sonya dan ingin membongkar makamnya dan mencabik-cabik mayatnya yang mungkin sudah menjadi belulang.Sejak saat itu. Saat ia mencekik Vena dan akan membunuhnya kalau tidak di halangi oleh Lena, istrinya.Ia merasa sangat benci pada Lena saat itu karena menghalanginya untuk membunuh Vena. Sisi gelap jiwanya seakan memberontak dan ingin memberi pelajaran pada Lena. Ia ingin Lena tahu, betapa sakit hatinya pada kembarannya itu. Dan ia tidak m
Lena menggeliat karena ia merasa kedinginan. Saat membuka mata, ia tak menemukan Elmer memeluknya seperti biasa. Bahkan suaminya itu juga tidak menyelimutinya sama sekali. Ia beringsut bangun dan mengedarkan pandang ke sekeliling kamar dengan pencahayaan temaram itu.Ia sangat terkejut ketika melihat Elmer duduk diam di sofa. Lena segera mengenakan pakaiannya dan mendekati suaminya."Sayang … kenapa kamu tidak tidur?"Elmer diam tak menjawab. Matanya kosong menatap ke depan."Elmer …." Lena semakin mendekatinya dan kini ia dapat melihat dengan jelas wajah Elmer yang beringas. Ia tersentak dan menelan ludah. *Elmer … sayang." Lena mengulurkan jemarinya perlahan untuk mengusap wajahnya. Namun, laki-laki itu tetap diam dengan raut masih menakutkan.Lena duduk di samping Elmer dan memeluknya. Ia tidak tahu kenapa wajah suaminya kembali seperti itu, karena selama dua hari setelah kejadian di rumah Gurat, Elmer sudah baik-baik saja. Bahkan mereka baru saja mengalami pelepasan hingga tiga k
Alena tidak menyerah dan selalu menemani suaminya. Di balik wajah bengis seorang Elmer, Lena selalu sabar. Kadang ia bercerita, kadang ia bersenandung. Dan kadang ia menciumi wajahnya.Kerja keras Lena membawa hasil. Wajah dan sorot mata Elmer semakin berubah.Hingga suatu ketika, Elmer seperti tersadar dan ia menangis tersedu meminta maaf pada Lena.Mereka berpelukan erat setelah Randy melepaskan ikatannya."Kamu pasti sangat menderita. Maafkan aku sayang. Maaf jika aku tidak bisa mengendalikan iblis dalam diriku. Maafkan aku." Ia terisak dan memeluk erat istrinya.Tidak berapa lama, suara tawa terdengar dari kamar mereka membuat semua orang bernapas lega..Dua pria yang telah lama tidak bertemu itu saling duduk berhadapan."Sekarang kita menjadi besan, Bim," ucap lelaki yang lebih tua satunya."Saya tidak menyangka, kita akan di pertemukan lagi dalam keadaan seperti ini." Bima tersenyum hangat."Bima … atas nama keluarga Mahendra, aku meminta maaf padamu yang dalam atas semua yang
"Apa yang akan kita lakukan dengan mayat mereka?" Wajah Kaindra gusar dan cemas menatap mayat Davin dan Gurat.Elmer hampir saja membunuh Vena meski sudah di halangi oleh Lena. Doni segera menyuntikkan lagi obat padanya. Sedangkan Lena, wanita itu akhirnya jatuh tak sadarkan diri bersama Vena. Suara tangisan bayi mengagetkan mereka. Kai beranjak dari duduknya masuk ke dalam kamar dan menggendong bayi Vena."Sepertinya dia kelaparan, Tuan," ujar Tony. Pria setia itu segera membuatkan susu dalam botol dan segera memberian pada Kai. "Kasihan kamu, Nak. Sekarang kamu menjadi yatim," lirihnya sambil meminumkan susu pada bayi Kevin."Kita kuburkan mereka semua di belakang. Dan kamu Doni. Urus rumah ini agar menjadi milikku. Cari bagaimana caranya meski pemiliknya telah tewas," perintah Tuan Dhanu.Jimmy dan Randy segera memerintahkan para anak buahnya untuk menggali tanah di pekarangan belakang."Tuan, di belakang ada makam Sonya," lirih Jimmy membuatnya terhenyak.Gegas, pria paruh baya i
Setelah pintu terbuka, mereka masuk ke dalam sebuah halaman belakang yang lumayan luas. "Ini makamnya, Tuan." Randy menunjuk sebuah makam dengan sebuah penanda dari kayu bernama Sonya Verawati.Elmer berdiri dengan ekspresi dingin menatap makam itu."Seharusnya malam itu … aku langsung membunuhmu, dan bukan Vella. Sayang … akhirnya kamu membusuk di dalam sana, bukan berakhir dari tanganku."Kemudian ia menoleh ke arah rumah yang terang dan terdengar suara gelak tawa di dalamnya."Tenyata benar, mereka semua di sini." Elmer mendesis dengan mata berkilat kejam.Randy meneguk ludahnya getir. Ia segera mempersiapkan senjatanya untuk kemungkinan paling terburuk.."Lihatlah keluarga suamimu, Lena. Mereka tidak mau memberikan apa yang kami minta. Mereka lebih memilih melihatmu mati daripada melepas aset mereka." Vena tergelak bersama Angga."Nyawamu ternyata tidak ada harganya bagi si psikopat itu. Kamu sungguh bodoh … adikku sayang," ujar Angga menyorot nya nyalang.Alena hanya diam tak b