"Maaf, Mbak. Pameran lukisan ini di mana ya?" tanya Lena pada seorang pelayan.
"Di depan itu, Kak. Galery lukisan. Kebetulan pemilik kafe dan galery adalah orang yang sama."
Lena memandang bangunan besar di seberang jalan, tepat di depan kafe. Terlihat banyak orang yang masuk ke dalam bangunan itu dan membuat gadis itu tertarik.
Setelah membayar di kasir, ia memberi tahu Aryo jika akan masuk ke dalam galery tersebut.
Beberapa orang laki-laki dengan pakaian formal berjaga di depan pintu masuk. Dan para tamu yang datang terlihat kebanyakan dari kalangan atas. Lena dengan bebas dapat masuk ke dalam. Ia melihat-lihat lukisan dari jaman dulu yang dilukis hanya menggunakan pensil dan berwarna hitam putih. Ia sangat kagum dengan pelukisnya. Tidak ada sentuhan cat air sama sekali.
"P
Dua orang petugas keamanan datang mendengar teriakkan Lena."Ada apa?" tanya salah satu di antara mereka.Lena bernapas lega melihat kedatangan mereka. Sedangkan Elmer menoleh santai pada mereka, "kekasihku minta jatah, makanya dia berteriak karena marah," sahut Elmer datar."Oh, Tuan Elmer. Maaf, kami tidak tahu," jawab mereka dan mengangguk sopan padanya, lalu beranjak pergi."Hei, mau kemana kalian ...." teriak Lena yang terkejut dengan kepergian mereka. Namun, teriakan itu seketika berhenti saat Elmer membungkamnya dengan sebuah ciuman.Mata Alena melotot dengan wajah tegang. Ia kehabisan napas dan berusaha mendorong tubuh laki-laki itu dan berhasil. Elmer mundur beberapa langkah karena dorongan kuat gadis itu. Ia menyeringai menatap Lena puas.Alena mengusap bibirnya kasar. Netranya berembun dan wajahnya menyiratkan kebencian juga rasa jijik pada lelaki itu. Namun, Elmer tetap bersikap datar dan dingin.
Alena mengambil beberapa roti basah, camilan, mie instan juga beberapa susu kotak dan minuman kaleng. Ia segera membawanya ke kasir. Setelah usai, ia keluar dan masuk kembali dalam mobil. Dengan sigap, Aryo mengemudikan mobilnya kembali.Tidak lama kemudian, mobil masuk ke dalam gerbang kediaman Tuan Mahendra. Alena menghela napas panjang, karena masuk rumah ini, adalah neraka baru baginya. Dan ia harus bisa memerankan lagi sebuah peran yang harus terlihat sempurna di depan semua orang. Kecuali di hadapan Kaindra dan Elmer tentunya.Gadis itu menaiki tangga menuju ke atas saat ia berpapasan dengan Electra yang langsung tersenyum sinis padanya. Saat ini, Lena sangat malas berdebat dengan gadis itu, maka dengan tak acuh, ia melewati begitu saja Electra yang sedikit heran dengannya."Tumben, gada kalimat pedas yang keluar dari mulutnya," gumam Electra.Pintu kamar dibuka dan di tutup kembali dengan cepat. Lena menyandarkan tubuhnya di pintu. Sa
Ucapan Tuan Mahendra sukses membuat Lena dan juga Kai terperangah. Bahkan wajah Lena terlihat sekali pucat seketika."I-itu tidak perlu, Pi." Kai menyahut dengan gugup.Lena tertawa sumbang. "Papi tidak perlu repot-repot untuk kami." Ia lebih gugup dari Kai."Kalian ini kenapa? Papi juga sangat ingin bisa menimang bayi. Sudah lama sekali, rumah ini tidak ada suara tangis bayi. Berikan cucu segera buat papi."Kai dan Lena meneguk ludah dengan susah payah. Bahkan Kai tidak tahu lagi harus bicara apa."Karena minggu depan, kamu ada meeting penting dengan pengusaha Jepang, maka Papi pesankan tiket untuk kalian sepuluh hari ke depan." Laki-laki paruh baya itu tersenyum lembut pada putra dan menantunya sembari memberikan dua buah tiket perjalanan ke Swiss.Lena lemas seketika. Bagaimana mungkin ia akan melakukan perjalanan panjang bersama Kakak iparnya? Sedangkan berada satu kamar dengannya selama tujuh hari ini saja sudah sang
Berkali Aryo melirik majikannya melewati kaca yang sedang duduk di jok bangku belakang dengan gelisah. Laki-laki itu semakin penasaran dengan sikap Vena yang berubah menjadi baik dan lembut. Dan satu lagi yang membuat pria itu semakin heran adalah, Vena kini menjadikannya sopir pribadi."Sudah sampai, Nyonya." Aryo melirik lagi melewati kaca dan tidak sengaja matanya bertemu dengan mata Lena yang terkejut."Oh, sudah sampai ya." Gadis itu kemudian terdiam cukup lama. Matanya menatap gedung di hadapannya dengan gamang. Ia terlihat sekali enggan turun. Tapi, akhirnya Lena memutuskan untuk turun dan masuk ke dalam galery seni milik Elmer.Seorang penjaga menghampirinya saat ia akan masuk melewati pos penjagaan."Mari ikut saya, Nona. Tuan Elmer sudah menunggu Anda," ujar pria kekar itu membuat Lena terkejut.Dengan perasaan gelisah dan tak tenang, ia mengikut pria itu yang membawanya langsung ke ruangan Elmer. Ia membukakan pin
Pria itu mengangguk dan menarik napas panjang. Ia menarik bangku dan duduk di hadapan Tuan Mahendra."Bima, Ayah dari Lena dan Vena tidak berdaya menghadapi Seno, Kakaknya. Seno membawa paksa Lena untuk menggantikan Vena yang hilang. Pria itu mengancam Bima beserta keluarganya. Bahkan dia tak segan menculik Lena saat Bima membawanya kabur agar tidak di manfaatkan oleh Seno."Tuan Mahendra tercenung mendengar penuturan bodyguard yang sudah menjadi tangan kanannya itu."Jadi, si kembar itu bukan putri Seno? Bagaimana orang yang bernama Bima itu?""Bima Arjabrata memilih menjadi pemuda miskin saat dia memutuskan keluar dari rumah mewah Tuan Hamdan Arjabrata, Ayahnya. Pernikahannya dengan seorang wanita biasa dan miskin sangat di tentang oleh keluarga Arjabrata. Itu sebabnya, Bima memilih pergi dan hidup sederhana bersama istrinya, Marini. Mereka mempunyai satu anak laki-laki dan si kembar itu. Tapi, sejak bayi, Vena sering sakit dan masuk r
Suara gebrakan meja terdengar nyaring. Kedua tangan Tuan Dhanu Mahendra mengepal dengan wajah dan rahang mengeras."Kenapa bisa dia lepas dari pengawasan kalian?" geramnya dengan mata merah dan nanar.Dua pria bertubuh kekar di hadapannya hanya diam dan menunduk."Maafkan kami, Tuan." Randy mengangkat wajahnya dan menatap sang Tuan dengan rasa bersalah."Aku percayakan Elmer pada kalian, khususnya kamu, Randy. Tapi bagaimana kalian kecolongan seperti ini?" Wajah Tuan Mahendra terlihat sangat gusar."Lalu di mana mayat perempuan itu?" lanjutnya dengan menatap tajam dua pria di hadapannya."Seperti biasanya, kami menenggelamkan di danau belakang villa, dengan memberi pemberat batu, Tuan," sahut Doni.Tuan Mahendra mengusap wajahnya kasar. Ia menarik napas dalam dan mengembuskannya keras. Wajahnya masih tampak kaku dan memerah karena murka."Aku harus menutupi lagi perbuatan anak itu. Singkirkan semua barang bukti tentang
Alena menatap gedung galeri milik Elmer dengan lega. Hari ini ia datang menepati janji yang terpaksa. Tapi, Adik bungsu Kaindra itu tidak ada di tempat. Ia mengembuskan napas pelan dan tersenyum bahagia karena hari ini bisa terlepas dari tatapan tajam dan menusuk pemuda itu juga kalimat pedas serta ancaman yang selalu keluar dari bibirnya."Kita ke Mall terdekat saja, Yo," ujar Lena dan mendapat anggukan dari pria yang mengemudi di depannya.Mobil meluncur dan meninggalkan galeri seni. Tidak berapa lama kemudian, mobil masuk ke area basemen sebuah Mall.Lena turun dan segera menuju elevator yang menuju ke atas. Uang yang diberikan Davin tempo hari sangat banyak membuat gadis itu bisa membelanjakannya sesuka hati. Namun, ia juga harus menghemat uang itu untuk keperluan selanjutnya, mengingat ia tidak mau mengemis pada keluarga Mahendra meski ia harus kelaparan sekalipun.Lena memasuki beberapa butik pakaian dan membeli beberapa baju. Berkali ia
Suara dering ponsel terdengar nyaring membuat Randy terlonjak. Pria itu mengumpat lalu merogoh saku celananya."Ya. Oke," jawabnya singkat lalu memandang Elmer yang masih termenung sambil mengisap sebatang rokok."Gadis itu datang lagi ke galeri, Tuan."Elmer mengembuskan asap rokoknya sambil menoleh pada Randy. "Dia menepati janji lagi," ujarnya dengan tertawa."Kamu tahu? Aku mulai menyukai gadis itu. Dia sangat berbeda dengan Vena. Meski kita belum tahu kenapa dia mau menjadi istri palsu untuk Kai. Tapi, menurutku sekali lagi pasti karena uang. Bagaimana penyelidikanmu tentang gadis itu? Apa kamu belum menemukan sesuatu?""Tino belum melapor pada saya. Sepertinya dia menemukan sesuatu dan ingin menyampaikan langsung pada Anda. Tapi, dia harus memastikan sesuatu dulu. Itu yang dia katakan di telepon, malam kemarin," jawab Randy."Oke. Aku akan menunggu kabar apa yang dibawa anak buahmu kali ini. Alena … raut ketakutan ga
Empat tahun kemudian."Ah … terimakasih. Ini bagus sekali. Tidak menyangka bertemu dengan orang Indonesia yang menjadi seniman jalanan." Seorang gadis tertawa senang melihat hasil lukisan dengan latar menara Eiffel.Gadis itu menyodorkan selembar uang kertas euro, namun ditolak oleh pria itu. "Tidak. Terimakasih. Itu untuk kenang-kenangan kamu saja," balasnya datar tanpa senyum."Oke, tampan. Siapa namamu? Kelak kita akan ketemu di Indonesia."Pria itu hanya diam sambil sibuk membereskan peralatan gambarnya lalu pergi sengan tak acuh membuat dua gadis yang baru saja di lukisnya termangu.Ia berjalan dengan menenteng kotak peralatan gambar menuju ke sebuah apartemen. Ia masuk ke sebuah lift dan naik ke dalam.Tidak berapa lama, ia membuka sebuah pintu dan yang terhidu hidungnya pertama adalah bau telur goreng."Pas sekali Tuan pulang saat makan siang," teriak Randy."Apa kamu tidak bisa memasak selain telur?" ketusnya sambil menyeduh secangkir cappucino.Randy tertawa kecil dan menghi
Dua pria paruh baya yang dulu pernah mempunyai masa lalu kelam itu duduk saling berhadapan. Pria dengan setelan jas dan terlihat mewah juga berkelas, memandang datar pada pria dengan seragam biru dan ada nomer identitas itu."Apa kabar Seno?""Seperti yang kamu lihat, Dhanu.""Apa yang akan kamu bicarakan padaku?" tanya Dhanu langsung tanpa basa-basi."Kamu tahu bahwa aku telah kehilangan segalanya. Juga kehilangan putra semata wayang ku. Aku di sini tidak akan mengemis padamu atau berharap belas kasihanmu. Tidak Dhanu. Namun … aku hanya ingi kamu tahu tentang putramu. Aku ingin kamu tahu, sebelum kematian merenggut ku.""Apa maksudmu Seno? Putraku siapa?"Pria itu terkekeh. "Tentu saja Elmer. Putra bungsumu itu yang juga telah membunuh putraku, Davin.""Ada apa dengan putraku Elmer?""Kamu terlalu lugu selama ini, Dhanu. Jiwa psikopat dalam tubuh putramu itu bukan kebetulan. Tapi, semua itu ada yang mengendalikan.""Seno, apa maksudmu? Bicaralah yang jelas!" Tuan Dhanu mulai terpanci
"Apa yang membuatmu jadi seperti ini?""Aku tidak tahu. Yang aku tahu, iblis itu telah berhasil menguasaiku.""Kamu bisa mengendalikannya. Kamu masih punya sisi baik jauh dari dalam jiwamu.""Tidak. Aku sudah mencoba dengan sekuat tenaga, tapi hanya kehancuran yang aku berikan pada orang-orang terdekat ku.""Tidak kah kamu tahu, hidup wanita itu hancur?""Aku tahu dan aku lebih hancur darinya. Tapi, paling tidak, aku tidak melihatnya menangis lagi di depan mataku. Karena aku benci melihatnya menangis.""Dan kamu terlalu egois. Sekarang dia tidak hanya menangis, tapi juga hancur. Kamu menghancurkannya Elmer!""Aku tahu! Aku melakukan semua ini demi kebaikannya. Meski dia hancur sekarang, tapi dia tidak akan pernah melihat wajah bengis ku. Tidak akan pernah melihat tatapan nyalangku. Dan yang pasti … aku tidak akan pernah berusaha menyakiti dan membunuhnya. Aku … aku sakit dan selalu terluka melihat sorot ketakutan dan cemas di matanya. Lebih baik aku hidup sendiri dengan cintaku. Cinta
Tuan Dhanu dan Nyonya Merry menyambut kedatangan Alena dengan hangat. Meski mereka kaget kenapa tiba-tiba menantunya ini datang tiba-tiba. Firasat Tuan Dhanu sudah tidak enak dengan kedatangan Lena yang sendiri.Namun, akhirnya ia mengerti setelah Doni menceritakan semuanya."Jadi Elmer hampir membunuh Lena?" Kaindra termangu dengan gusar."Ini yang papi takutkan selama ini. Elmer bisa sewaktu-waktu menyakiti istrinya. Doni … apa menurutmu yang membuat Elmer menjadi beringas seperti itu? Kamu dan Randy yang setiap hari bersamanya."Doni meneguk ludahnya. "Menurut saya dan Randy, penyebabnya adalah ketika Tuan Elmer melihat makam Sonya. Dendam dan sakit hati yang sudah lama terpupuk pada wanita itu dan belum sempat di tuntaskan menjadi penyebabnya. Selama bersama Nyonya Alena, Tuan bisa melupakan wanita itu, karena Nyonya Lena selalu mengalihkan perhatiannya dan selalu membuatnya bahagia.Tapi, karena kejadian itu. Kejadian penyekapan dan penyiksaan terhadap Nyonya Lena dan akhirnya be
Langit sepertinya mengerti perasaan dua anak manusia yang sedang gundah. Ia menurunkan hujannya di siang itu.Rumah yang sebelumnya terlihat ceria karena selalu terdengar senda gurau dan tawa membahana dari kamar sang majikan, kini semuanya terasa senyap.Elmer termangu memandangi tetesan hujan di luar sana melalui jendela kamar Randy. Hatinya sakit dan terluka mengingat kejadian tadi malam. Entah apa yang terjadi padanya. Kenapa kini, ia merasa sisi gelap dalam jiwanya semakin besar dan tak dapat ia kendalikan.Sejak saat itu. Saat ia melihat makam Sonya dan ingin membongkar makamnya dan mencabik-cabik mayatnya yang mungkin sudah menjadi belulang.Sejak saat itu. Saat ia mencekik Vena dan akan membunuhnya kalau tidak di halangi oleh Lena, istrinya.Ia merasa sangat benci pada Lena saat itu karena menghalanginya untuk membunuh Vena. Sisi gelap jiwanya seakan memberontak dan ingin memberi pelajaran pada Lena. Ia ingin Lena tahu, betapa sakit hatinya pada kembarannya itu. Dan ia tidak m
Lena menggeliat karena ia merasa kedinginan. Saat membuka mata, ia tak menemukan Elmer memeluknya seperti biasa. Bahkan suaminya itu juga tidak menyelimutinya sama sekali. Ia beringsut bangun dan mengedarkan pandang ke sekeliling kamar dengan pencahayaan temaram itu.Ia sangat terkejut ketika melihat Elmer duduk diam di sofa. Lena segera mengenakan pakaiannya dan mendekati suaminya."Sayang … kenapa kamu tidak tidur?"Elmer diam tak menjawab. Matanya kosong menatap ke depan."Elmer …." Lena semakin mendekatinya dan kini ia dapat melihat dengan jelas wajah Elmer yang beringas. Ia tersentak dan menelan ludah. *Elmer … sayang." Lena mengulurkan jemarinya perlahan untuk mengusap wajahnya. Namun, laki-laki itu tetap diam dengan raut masih menakutkan.Lena duduk di samping Elmer dan memeluknya. Ia tidak tahu kenapa wajah suaminya kembali seperti itu, karena selama dua hari setelah kejadian di rumah Gurat, Elmer sudah baik-baik saja. Bahkan mereka baru saja mengalami pelepasan hingga tiga k
Alena tidak menyerah dan selalu menemani suaminya. Di balik wajah bengis seorang Elmer, Lena selalu sabar. Kadang ia bercerita, kadang ia bersenandung. Dan kadang ia menciumi wajahnya.Kerja keras Lena membawa hasil. Wajah dan sorot mata Elmer semakin berubah.Hingga suatu ketika, Elmer seperti tersadar dan ia menangis tersedu meminta maaf pada Lena.Mereka berpelukan erat setelah Randy melepaskan ikatannya."Kamu pasti sangat menderita. Maafkan aku sayang. Maaf jika aku tidak bisa mengendalikan iblis dalam diriku. Maafkan aku." Ia terisak dan memeluk erat istrinya.Tidak berapa lama, suara tawa terdengar dari kamar mereka membuat semua orang bernapas lega..Dua pria yang telah lama tidak bertemu itu saling duduk berhadapan."Sekarang kita menjadi besan, Bim," ucap lelaki yang lebih tua satunya."Saya tidak menyangka, kita akan di pertemukan lagi dalam keadaan seperti ini." Bima tersenyum hangat."Bima … atas nama keluarga Mahendra, aku meminta maaf padamu yang dalam atas semua yang
"Apa yang akan kita lakukan dengan mayat mereka?" Wajah Kaindra gusar dan cemas menatap mayat Davin dan Gurat.Elmer hampir saja membunuh Vena meski sudah di halangi oleh Lena. Doni segera menyuntikkan lagi obat padanya. Sedangkan Lena, wanita itu akhirnya jatuh tak sadarkan diri bersama Vena. Suara tangisan bayi mengagetkan mereka. Kai beranjak dari duduknya masuk ke dalam kamar dan menggendong bayi Vena."Sepertinya dia kelaparan, Tuan," ujar Tony. Pria setia itu segera membuatkan susu dalam botol dan segera memberian pada Kai. "Kasihan kamu, Nak. Sekarang kamu menjadi yatim," lirihnya sambil meminumkan susu pada bayi Kevin."Kita kuburkan mereka semua di belakang. Dan kamu Doni. Urus rumah ini agar menjadi milikku. Cari bagaimana caranya meski pemiliknya telah tewas," perintah Tuan Dhanu.Jimmy dan Randy segera memerintahkan para anak buahnya untuk menggali tanah di pekarangan belakang."Tuan, di belakang ada makam Sonya," lirih Jimmy membuatnya terhenyak.Gegas, pria paruh baya i
Setelah pintu terbuka, mereka masuk ke dalam sebuah halaman belakang yang lumayan luas. "Ini makamnya, Tuan." Randy menunjuk sebuah makam dengan sebuah penanda dari kayu bernama Sonya Verawati.Elmer berdiri dengan ekspresi dingin menatap makam itu."Seharusnya malam itu … aku langsung membunuhmu, dan bukan Vella. Sayang … akhirnya kamu membusuk di dalam sana, bukan berakhir dari tanganku."Kemudian ia menoleh ke arah rumah yang terang dan terdengar suara gelak tawa di dalamnya."Tenyata benar, mereka semua di sini." Elmer mendesis dengan mata berkilat kejam.Randy meneguk ludahnya getir. Ia segera mempersiapkan senjatanya untuk kemungkinan paling terburuk.."Lihatlah keluarga suamimu, Lena. Mereka tidak mau memberikan apa yang kami minta. Mereka lebih memilih melihatmu mati daripada melepas aset mereka." Vena tergelak bersama Angga."Nyawamu ternyata tidak ada harganya bagi si psikopat itu. Kamu sungguh bodoh … adikku sayang," ujar Angga menyorot nya nyalang.Alena hanya diam tak b