Sully hampir setengah melompat mendengar kedua putranya diperbolehkan pulang. Matanya berembun dengan cepat karena haru. Pelukannya terlepas dari Pak Anwar lalu kembali berlabuh pada Wira. Dengan kebiasaan yang terbentuk belakangan hari ini, Wira tidak terlalu sungkan ketika Sully bergelayut memeluk pinggangnya. Wira ikut membalas pelukan Sully dengan mata yang juga mengembun karena bahagia.“Pak…Pak, kenalin ini ayahnya Sulis. Namanya Pak Anwar. Ini istrinya, Bu Dahlia namanya.” Sully membawa kedua orang tuanya di kiri kanan.“Macam mana cara Sulis mengenalkan orang tua. Kok, begitu?” Pak Anwar protes beberapa langkah sebelum tiba di dekat Pak Gagah.“Enggak apa-apa …. Tidak ada yang salah. Sulis anak perempuan yang enggak pernah macam-macam.” Pak Gagah tersenyum ramah memandang Pak Anwar.“Anak perempuan yang enggak pernah macam-macam ya …” Pak Anwar sudah berdiri berhadapan dengan Pak Gagah. Ia juga tersenyum lebar membalas senyum besannya itu. Sambil membayangkan pujian besan terha
Bisa dibilang bahwa saat itu Wira membangun rumah yang amat berbeda dibanding kebanyakan rumah bergelar paling mewah di Desa Girilayang.Rumah di Girilayang yang disebut mewah biasanya dicat lebih dari satu warna. Bisa dua, tiga atau bahkan empat warna. Sedangkan rumah yang disebut Wira sebagai ‘Rumah Sulis’ hanya diwarnai satu warna. Putih. Semuanya berwarna putih. Wira tak pernah memikirkan soal kemungkinan mengecat rumahnya dengan warna kesukaan Sully; merah. Pernah Saptono memberi ide untuk memadukan warna putih dan merah. Wira tetap menolak dengan alasan ia tak mau rumahnya terlihat seperti Kantor Kepala Desa.Rumah Sully berada di ujung jalan buntu, menghadap jalan. Berbeda dengan rumah Pak Gagah yang letaknya di samping jalan, menghadap bagian samping rumah Subardi. Rumah putih Sully berdiri tegak dan kokoh di belakang rumah Pak Gagah. Perpaduan antara tradisional dan modern yang berada dalam satu pekarangan.“Benar kamu enggak pernah lihat ke belakang?” Sari menjajari langkah S
“Bagaimana perjalanan dari rumah ke Girilayang? Pasti seru ya, Pak?” Pak Gagah mengawali perbincangan bersama besannya dengan topik pembicaraan paling umum. “Memang seru. Meriah dan seru,” tegas Pak Anwar seraya terkekeh-kekeh. Matanya menyapu empat wanita yang duduk tak jauh darinya. Bu Dahlia, Utami, Dwi dan Sari berpura-pura tak acuh akan perkataannya. Suasana selama perjalanan tadi masih sangat terasa. Tenggorokannya kering karena rasanya tiap menit harus menjelaskan ini-itu yang ditanya anak perempuannya. Sah-sah saja kalau sekarang ia menyesal karena terlalu perhitungan mengajak empat anak perempuannya jalan-jalan. Bisa dibilang Sully adalah satu-satunya anggota keluarga Pak Anwar yang paling berpengalaman dalam hal menginap di luar rumah. Atau sebut saja kalau Sully satu-satunya anak yang merantau; pergi jauh dari orang tuanya. Cukup unik karena Sully disebut-sebut sebagai anak bungsu paling manja dan paling disayang. Kenyataannya, Sully adalah anak yang berhasil membuktikan k
Wira sempat tertegun sejenak. Bayangan soal sosok Sully yang tertidur kelelahan dengan selebar daster menguap begitu saja. Sully memang mengenakan daster, tapi jauh dari rupa seorang yang kelelahan. Rambut Sully yang masih basah tergerai ke bahu. Kulit wajahnya sedikit mengilap, begitu pula bibirnya yang mengilap dan kemerahan. Sully sedang berdiri di depan meja ganti bayi dan berbicara lirih dengan bayi yang sedang pakaikannya kaus kaki. Wira mendekati Sully.“Anak siapa ini cakep banget? Pasti anak Bu Sulis, ya? Gemesin ...." Sully baru selesai dengan Bima. Sedangkan Sakti sejak masuk ke kamar tadi masih tidur pulas.“Anak Pak Bagus juga ….” Wira mendekati Sully dari belakang. “Saking asyiknya sampai enggak dengar Mas buka pintu.” Kedua tangannya melingkari pinggang Sully.Sully memang tak mendengar suara apa pun. Fokusnya hanya pada jemari putih, mungil dan lembut milik Bima yang sedang ia pijat. Tanpa terkejut, Sully menoleh sebentar ketika mendengar suara Wira. “Lihat ini … aku u
Kemarin-kemarin Sully sempat mengobrol bersama Ajeng soal hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan wanita usai melahirkan. Dan Ajeng sedikit berkomentar soal wewangian yang dikenakan Sully.“Belum empat puluh hari, Lis. Kalau sudah empat puluh hari kamu bisa dandan cantik lagi.” Ajeng mengatakan sepotong hal yang tidak dimengerti sepenuhnya oleh Sully.Kenapa berdandan cantik harus menunggu empat puluh hari? Ia biasa melakukannya setiap hari. Malah usai melahirkan harusnya ia berdandan lebih cantik untuk memperbaiki mood-nya karena jam tidur yang berantakan. Tujuannya berdandan pertama kali adalah untuk menyenangkan dirinya sendiri. Sejak dulu ia tak terlalu repot memikirkan apa yang dipikirkan orang tentangnya. Yang penting ia bahagia. Sore itu, Sully sadar bahwa dandanannya yang sederhana bisa membuat Wira datang mendekat dan menciumnya dengan sangat intim. Wira sempat berbisik, “Istri Mas selalu cantik.”Sebelum menyatukan bibir mereka dalam lumatan, Sully memang selalu merasakan
“Aku boleh masuk? Mas itu ada di dalam? Atau kamu aja yang keluar? Aku tunggu di ruang depan. Mas itu pasti enggak mau kalau ada orang lain di kamar kalian.”Ketukan di pintu menjeda Bima yang belum benar-benar selesai menyusu. Sully berdiri di pintu dengan bayi sulungnya dalam dekapan. “Sakti tidur, Mas itu lagi mandi. Kita ngomong di luar aja. Kalau digendong gini mungkin Bima bisa tidur lebih cepat.” Sully keluar kamar dengan berjalan santai meninabobokan Bima. “Memangnya mau ngomong apa? Penting banget?”“Soal yang aku ceritakan kemarin. Enggak ingat? Aku mau pamit pulang ke kampung kita. Bareng Hendro mau ketemu ibuku.” Oky tak bisa menyembunyikan kegembiraannya saat mengatakan itu.Sully yang tadi menggoyang-goyangkan badannya sontak terdiam. Oky memang pernah mengatakan soal akan pulang menemui ibunya bersama Hendro. Sahabatnya itu ternyata benar-benar sudah menemukan tambatan hatinya.“Kamu enggak apa-apa, kan, kalau aku pergi sekarang-sekarang ini? Enggak apa-apa kalau sement
Oky sebenarnya terkejut, tapi berusaha santai. Di benaknya muncul macam-macam pertanyaan. Apa Pretty sudah tahu hubungannya dengan Hendro? Sudah tahu berapa lama? Apa Pretty kecewa? Marah? Oky memandang sahabatnya itu.Sejak pertama kali tiba di Desa Girilayang, Pretty adalah tempat bertanya banyak hal. Gadis itu ramah dan selalu siap membantu hal apa pun sesuai kesanggupannya.“Kamu … kamu tahu kalau aku ke sini mau ngomong soal Hendro?” Oky masih menatap Pretty. Namun gadis yang ditatapnya tak membalas. Masih mendongak menatap bulan yang bulat sempurna malam itu.“Aku sudah tahu kalau Mbak Oky pacaran sama Mas Hendro. Aku pernah lihat kalian berboncengan naik motor. Mas Hendro itu enggak pernah mau boncengin wanita mana pun. Selain ibunya, tentunya.” Pretty tertawa kecil, lalu kembali diam. Terlihat jelas ia ingin mencairkan suasana. “Mbak Oky pasti tahu kalau aku sudah lama suka dengan Mas Hendro.”“Aku minta maaf. Sama sekali enggak pernah ada maksud….”Pretty kembali terkekeh. “E
“Sudah lama kalian begini?” Pak Anwar menunjuk Sekar dan Ratna bergantian. Kedua gadis itu saling pandang tanpa menjawab. Membuat Pak Anwar bertambah kesal. “Apa kalian sudah lama membenci istrinya Kepala Desa?”Sekar dan Ratna kembali saling pandang lalu berusaha memandang ke tempat lain. Berusaha tidak peduli pada Pak Anwar yang tubuhnya nyaris berputar menghadapi mereka.“Benar-benar tidak sopan. Semenit yang lalu kalian membicarakan istri Kepala Desa seolah-olah kalian korban yang sangat tersakiti. Terutama kamu. Nada bicara kamu seperti wanita yang cintanya bertepuk sebelah tangan. Kamu pasti sudah lama jatuh cinta dengan menantu saya. Benar, kan?”Tuduhan Pak Anwar yang tanpa basa-basi itu membuat Sekar tersentak. “Kami berdua cuma ngobrol antar kami berdua aja. Nggak ada melibatkan siapa pun. Terutama Bapak. Sepertinya Bapak ini orang tuanya Sully ya? Kenapa bapak-bapak jadi ikut-ikutan pembicaraan para wanita.” Sekar akhirnya tertawa terkekeh-kekeh.“Benar-benar tidak sopan ke
Halo ....Selamat pagi Boeboo tersayang pembaca juskelapa. Semoga semuanya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.Di sini saya mau menginformasikan bahwa novel ISTRI NAKAL MAS PETANI sudah tamat di Bab 280. Apabila kemarin ada penulisan TO BE CONTINUED di akhir bab 280 itu adalah kesalahan penulisan dan error revisi yang terlalu lama. Jangan lupa aplikasinya di-update agar mendapat tampilan terbaru dari GOODNOVEL yang semakin kece ya. Nantinya ISTRI NAKAL MAS PETANI akan diberi bonus chapter di saat kita semua sudah rindu.Kabar gembira giveaway-nya adalah MAS WIRA & SULIS akan memberikan merchandise sederhana untuk 50 orang pertama di peringkat GEMS 1-50. Bagi yang namanya tertera di peringkat tersebut bisa mengirimkan alamat ke :ADMIN JUSKELAPA melalui pesan singkat dengan nomor 0 8 2 2 -5 7 8 5-1 2 3 8 dengan menyertakan tangkapan layar peringkat GEMS (vote).AtauBisa kirim pesan melalui sosial media inssstagram ketik : juskelapa_ di pencarian. Buat yang belum beruntung bisa men
Pak Gagah ikut mengangkat gelas teh dan meneguk isinya hampir setengah. Baru menyadari nikmat bertukar cerita yang selama ini diamatinya pada kaum perempuan ternyata juga bisa ia rasakan. Sungguh Pak Gagah ataupun Pak Mangun tidak pernah menyangka bahwa hal yang mereka anggap sebagai tindakan tercela bisa mereka ubah menjadi sesuatu yang membawa masa depan baik untuk desa. “Kamu memang tidak berniat menjodohkan Bagus dan Ratna, kan, Gah?” Pak Mangun meletakkan cangklong di sudut bibirnya. Pak Gagah menggeleng-geleng. “Tidak…tidak. Aku tahu maksud Effendi menekan Ajeng soal hutang dan sertifikat kebun pasti berkaitan dengan Bagus. Ratna itu mondar-mandir terus di dekat rumah sini. Setiap berpapasan jalan yang ditanya Bagus. Tapi Bagus, kan, di Riau.” Pak Mangun tergelak. “Oh, sekarang aku ingat. Karena Ratna sering ke sini kamu jadi kepikiran ide buat ngomong kalau Bagus dijodohkan dengan Ratna.” “Alasan perjodohan itu ditambah dengan banyaknya petani yang terjerat hutang di Effend
Desa Girilayang itu terletak di kaki Merapi. Awalnya desa itu hanya berisi 12 kepala keluarga dengan 34 jiwa. Kakek buyut Pak Mangun dan Pak Gagah disebut-sebut sebagai orang pertama yang tinggal di desa itu untuk pertama kalinya. Secara geografis Desa Girilayang merupakan sebuah punggung bukit yang diisolasi oleh dua jurang di sisi sebelah barat dan timur. Itu sebabnya sebelum pembangunan jembatan seluruh warga desa harus berjalan memutari bukit dan cukup lama berada di jalan untuk bisa sampai ke kota.Pada sebuah peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia Wira pernah menyampaikan pidatonya yang mengatakan bahwa Desa Girilayang adalah tempat di mana semua warganya menjaga adat istiadat yang merupakan warisan leluhur. Juga melestarikan tempat-tempat wisata sejarah berikut pemandangan alam cantiknya untuk mendongkrak kemajuan desa dalam bidang pariwisata.Semua orang setuju dengan apa yang disampaikan Wira dan setuju dengan apa yang dilakukan Kepala Desa Girilayang terpilih itu u
Morning sickness yang dialami Sully berlangsung sampai kehamilannya menginjak usia delapan bulan. Sully mulai kuat terhadap bau-bauan dan bisa makan dalam porsi yang lebih banyak. Jika sebelumnya ia sulit menelan air dingin, masuk bulan kedelapan Sully sudah bisa memanjakan lidahnya dengan es teh manis. Seluruh keluarga besar Pak Gagah ikut senang dengan perubahan baik itu. Sully yang ceria sudah kembali. Pagi hari Sully ikut mendampingi anak-anaknya mandi dan makan. Kerjanya tak hanya bergulung di ranjang saja. Sully sudah mulai rajin seperti biasa. Ia juga mulai menggoda Wira dengan meremas bokongnya atau menggaruk perut pria itu. Wira menyambut bahagia godaan-godaan Sully. Sudah cukup lama pemenuhan kebutuhan batinnya berdasar mood istrinya itu. Menunggu belas kasihan Sully yang mau memberikan dengan sukarela tanpa mulut mengerucut. Memasuki bulan kedelapan mereka sudah kembali bercinta dengan hangat. Kehamilan yang terbebas dari morning sickness, tiga anak laki-lakinya sehat, pa
Kedatangan keluarga Pak Gagah yang hanya berjarak seminggu sebelum pesta pernikahan Oky membuat Pak Anwar menyusun agenda sepadat mungkin untuk mengajak besan berkeliling kampunghalamannya.Hal pertama yang dilakukan Pak Anwar adalah mengajak Pak Gagah melihat kebun kelapa Sully yang dibelikan Wira. Dalam perjalanan menuju kebun itu tak lupa Pak Anwar menunjukkan jalan hasil pengaspalan yang didanai oleh Wira.“Lihat seberapa panjangnya jalan menuju ke kebun kelapa ini, kan? Nah, ini semua Bagus yang mengaspal. Warga yang sudah lama mengharapkan perbaikan jalan bisa ikut menikmati yang dilakukan Bagus. Apa yang dilakukannya ini membawa banyak kebaikan. Bahkan warga yang tidak kenal Bagus secara pribadi malah mengenal namanya. Pernah sekali waktu saya ke kebun kelapa, ada seorang pria yang baru pulang merantau menanyakan soal jalan yang bagus. Orang tuanya langsung mengatakan jalan ini diaspal menantunya Pak Anwar. Namanya Bagus.” Pak Anwar terkekeh-kekeh senang saat menceritakan kisah
Rombongan itu benar-benar ramai. Tiga generasi melalui perjalanan panjang berpindah-pindah moda transportasi. Pak Gagah yang sudah lama tidak melancong jauh bangun paling pagi dibanding yang lain. Pria tua itu mengecek semua bawaan mereka untuk kesekian kalinya.Perjalanan hari itu dimulai dengan Asmari dan seorang supir dari pabrik yang diminta mengantar ke bandara.“Asmari ikut juga, kan, Gus? Masa Hendro resepsi Asmari enggak ikut?” Belum apa-apa Pak Gagah sudah protes karena Asmari yang belakangan dekat dengan Hendro tidak terlihat memiliki tentengan.“Asmari ikut, Pak. Nanti setelah mengantar kita ke terminal keberangkatan dia titip mobil di parkir inap bandara. Asmari berangkatnya satu pesawat bersama Pretty dan ibunya.” Wira baru saja melepas Asmari untuk meletakkan mobil di parkir inap. Pak Gagah yang sedang menggendong Bima pun sepertinya masih punya banyak waktu untuk memperhatikan orang sekitar.“Bapak capek? Bima bisa diletak dulu di stroller. Gantian sama Tika. Dari tadi
Dan bukan Sully namanya kalau segala yang ia lakukan tidak menimbulkan kehebohan orang sekeliling. Malam itu setelah mengutarakan keinginannya dengan cara merajuk, Wira menyanggupi semua hal yang akan dilakukan oleh istrinya itu agar mereka mendapatkan seorang bayi perempuan.Pertama-tama mereka berdua mendatangi praktek Dokter Masayu untuk berkonsultasi. Sully santai saja saat mengutarakan keinginannya. Raut dan gesture-nya sangat percaya diri seperti biasa. Terutama saat Dokter Masayu bertanya, “Sulis sudah mau program bayi perempuan? Awang belum dua bulan.” Dokter Masayu mengingatkan.Wira yang masih mengenakan seragam cokelat mengangguk yakin. “Katanya mau sekarang aja, Dok. Biar sekalian aja.”“Kalau bisa sekarang kenapa harus nanti gitu, Dok. Kemarin hamilnya Awang juga bisa secepat itu. Saya mau tahu tips-tips khusus buat hamil anak perempuan.” Sully bicara dengan kedua tangannya yang melingkari lengan Wira. Ia sudah tidak peduli lagi dengan komentar ketiga kakaknya. Karena jik
Bisa dibilang Sully memasuki masa sedang repot-repotnya. Ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi Wira hadir sendirian. Ulang tahun pabrik yang harusnya bersamaan dengan ulang tahun si kembar ternyata perayaannya harus dilewatkan karena Sully baru melahirkan putra ketiganya.Putra ketiga Sully dan Wira lahir di bulan yang sama dengan kelahiran Bima dan Sakti. Dan keluarga Sully kembali datang dengan formasi yang sama. Sari; kakak Sully adalah orang yang pertama kali tertawa terbahak-bahak setelah mengetahui kehamilan adiknya.Dan hari itu, satu bulan setelah Sully melahirkan Sari kembali datang dengan anak bungsunya yang mulai belajar jalan. Dari ketiga kakak Sully, Sari pulalah yang menggendong putra ketiga adiknya itu sambil mengatakan, “Selamat datang putra ketiga adikku yang dulunya setiap hari ngomong jangan banyak anak.”Karena itu Sully mengerucutkan bibir memandang kakaknya.Keramaian ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi memang senga
Sully sudah melupakan tentang percintaan sore yang dilakukannya dengan penuh semangat dan keringat. Fokusnya sementara hanya tertuju merawat putra kembarnya dan mengerjakan dua tawaran endorsement yang sudah ia sanggupi. Ada dua iklan yang videonya sedang mereka garap. Pil pelancar ASI dan produk korset pelangsing perut. Kedua endorsement itu diterima Sully dengan penuh suka cita. Terlebih tenaga ‘babysitter’ si kembar masih melimpah ruah.Semua orang di rumah sedang berlomba-lomba menjadi sosok yang paling bisa menaklukkan hati si kembar. Semua ingin mendapat sebutan orang yang paling bisa membuat si kembar langsung tenang saat menangis. Termasuk Pak Anwar dan Bu Dahlia yang biasanya sering berdebat kecil. Suami istri itu kini terlihat kompak menjaga cucu laki-laki dari anak bungsu mereka.“Kita harus sering-sering bikin konsep video begini. Biaya produksinya kecil, mengedukasi, juga anti ribet-ribet klub.” Sully sedang membereskan kotak make-upnya.“Konsepnya emang bagus, tapi nggak