“Ini gila.” Valerie menyesap kopi di tangannya. Dia mengangguk membenarkan. Memang gila. Pernikahan ini gila dan tak seharusnya dilaksanakan. Awalnya Valerie tidak bisa menolak karena dia juga khawatir dengan keselamatannya. Namun setelah mengetahui jika ternyata Emrys memiliki motif lain, hatinya sangat sakit.“Seharusnya kamu menolak, Vale.” Zach menyentuh lengannya. “Aku pikir pernikahan ini sungguhan. Maksudku, kalian berdua menutupinya dengan sangat baik.” Zach sampai kehabisan kata-katanya.Tidak tahu harus bercerita pada siapa, Valerie memutuskan menghubungi Zach dan meminta bertemu di sebuah cafe tak jauh dari kediaman Emrys. Dia mengatakan semuanya pada Zach secara terang-terangan dan tanpa menutupi satu hal pun.“Dia tidak hanya menipumu, tapi juga memanfaatkanmu.”Dia memang bodoh. Percaya begitu saja jika Emrys sedang berusaha menyelamatkannya dari Cassiel sementara dia juga melakukan rencana lain. Semua kekhawatirannya, semua kata-kata manisnya, ajakan menikahnya. Valerie
“Aku tidak bilang kamu boleh dekat dengan laki-laki lain.”Emrys langsung menghadang Valerie saat dia baru saja tiba di kamar. Valerie mengernyit, tidak paham dengan maksud perkataan Emrys. Dia baru saja tiba dan Emrys sudah ada di kamar. Padahal kata Isabelle, Emrys selalu menghabiskan separuh harinya di perusahaan dan jarang sekali pulang di bawah pukul sepuluh malam.Namun ini masih setengah sembilan, kenapa dia sudah di rumah?“Apa maksudmu?”“Kamu bertemu Zach diam-diam di cafe, benar?”“Kamu memata-mataiku?” Valerie menatap Emrys tidak percaya.“Setiap anggota keluarga Lysander selalu disertai dengan satu dua orang pengawal demi keselamatan mereka. Menurutmu, itu termasuk memata-matai?” Suara berat Emrys membuat darah Valerie berdesir. Dia sedikit takut terlebih ketika Emrys terlihat marah padanya. Wajahnya tidak bersahabat sama sekali, berbeda dengan wajahnya ketika dia memeluk Valerie di rumahnya waktu itu, saat dia mengajak Valerie menikah.“Aku hanya bertemu Zach, bukan or
Sejak tadi malam, hujan turun dengan sangat deras. Badai kali ini benar-benar membuat jalanan sedikit tergenang dan becek. Bahkan pagi ini hujan masih turun walau intensitasnya sudah berkurang. Menggunakan payung, Zach berjalan menuju sebuah restoran yang terletak tak jauh dari lokasinya bekerja.Tadi pagi-pagi buta dia mendapat telepon dari nomor baru yang tidak disangka-sangkanya adalah Emrys. Emrys meminta bertemu dengannya pagi ini sebelum Emrys ke kantor, dan Zach setuju. Dia menutup payungnya, memberikannya pada staff restoran dan langsung diantar ke dalam ruangan privat.Di sana, Emrys sudah duduk menunggunya.“Tuan Emrys.”Zach membungkukkan sedikit tubuhnya menyapa Emrys. Emrys mengangguk. Dia mempersilahkan Zach untuk duduk tepat di hadapannya.“Aku sudah memesan sarapan untukmu.” Ujar Emrys.“Terimakasih banyak, Tuan. Tapi aku sudah sarapan.” Zach menolaknya dengan halus.“Baiklah kalau begitu.” Emrys mengangguk. Dia memotong roti isi di hadapannya dan memasukkan satu poton
Zachary Wellbee lahir di sebuah desa kecil dekat ladang ribuan hektar hutan karet yang membentang mengelilingi desanya. Dia dilahirkan karena sebuah kesalahan, dan kehadirannya tidak diinginkan. Kehidupan di desanya dipenuhi kemiskinan karena pemerintah yang rakus dan haus mengikis semua sumber daya alam mereka, hingga tak tersisa sedikitpun.Bocah kecil yang tak diinginkan itu tumbuh oleh rasa kasihan orang-orang desa yang masih mau menyisihkan sedikit makanan mereka untuknya. Dan saat usianya enam tahun, dia diantar ke sebuah panti asuhan dan tinggal di sana beberapa tahun kemudian.Namun kehidupan panti asuhan juga membuatnya menderita –karena dia selalu dipukuli dan tidak diberi makan, dan dia melarikan diri dari sana setelah usianya delapan tahun. Saat itulah dia bertemu sebuah keluarga dengan nama keluarga Arden. Keluarga itu menemukan bakat jualannya ketika dia berteriak menawarkan barang dagangannya di dermaga yang padat.Tertarik, Joseph Arden, laki-laki paruh baya yang menem
[Ada beberapa hal yang ingin ku tanyakan, namun aku tahu, dan aku mungkin tidak akan pernah mendapat jawaban apa pun. Tentang bagaimana rasanya dicintai juga dipedulikan, apakah seperti semerbak wangi-wangian bunga mawar yang sedang mekar sempurna? Atau seperti manisnya buah persik yang merekah karena sudah waktunya? Di belahan bumi ini, mungkinkah Tuhan menciptakan beberapa manusia namun lupa melimpahkan keberuntungan tentang cinta pada mereka? atau apakah takdir yang tidak bermurah hati pada kisah mereka? aku sungguh tidak tahu.]Valerie berhenti menulis buku hariannya. Jarum jam sudah berada di angka sembilan malam saat dia melirik jam beker di atas meja. Seminggu menikah dengan Emrys, tidak ada yang berubah dalam kehidupan Valerie. Mereka tidak bicara sama sekali kecuali berpura-pura di hadapan Grandpa dan Isabelle.Sikap dingin Emrys begitu membius Valerie, membuat nyalinya ciut di hadapan Emrys. Dia sudah membulatkan tekad untuk bicara pada laki-laki itu, namun saat melihatnya s
“Tahun ini bunga-bunga mawar ini mekar sempurna. Sangat indah dan harum. Aku menyukainya.”Isabelle berjalan di samping Valerie mengitari kebun bunga yang terbentang luas di belakang kediaman keluarga Lysander. Kebun itu diisi oleh berbagai jenis bunga yang disusun sedemikian rupa sesuai jenis dan warna bunganya. Tak tanggung-tanggung, keluarga Lysander menyewa seorang designer khusus untuk mendekorasi taman itu setiap tiga tahun sekali.“Vale, lihat bunga Amarilis itu. Warnanya putih bersih. Kita mungkin bisa memetik beberapa untuk dibawa ke rumah.” Isabelle dengan antusias menunjuk ke deretan bunga Amarilis yang memang sedang berbunga.Sangat indah bagi mata. Namun Valerie sama sekali tidak menikmatinya. Bayang-bayang wanita itu dan bagaimana Emrys mengecup bibirnya terus melekat dalam angan Valerie. Dia juga tidak menginginkan memorinya memutar hal itu saja, namun sekuat apa pun dia mengalihkan perhatiannya, ujung-ujungnya tetap saja dia mengingatnya kembali.“Isabelle, ada yang in
“Duduk! Ada yang ingin ku bicarakan denganmu.”Emrys memunggungi Valerie saat dia kembali ke kamar. Akhir pekan seperti ini, biasanya Emrys memilih lembur di kantor. Namun kali ini dia mungkin tidak memiliki kesibukan lain, sehingga bisa berada di rumah seperti saat ini.“Ada apa?” sahut Valerie dengan polos, tanpa mengetahui jika Emrys sedang diliputi oleh amarah karena dia sudah tahu Valerie memegang barang-barangnya.Emrys memutar tubuh, memegang kotak berisi kenangannya bersama Victoria dan menatap Valerie tajam. Jantung Valerie langsung berdetak lebih cepat seiring dengan hawa panas yang mengalir dari dadanya ke seluruh tubuh.“Kenapa kamu memegang barang-barangku?”Suara Emrys dingin dan berat namun sarat emosi. Kilatan kemarahan terlihat dari kedua bola matanya dan hal itu langsung membuat nyali Valerie ciut. Dia menatap kotak dalam tangan Emrys. Bagaimana dia bisa mengetahuinya? Hanya aku dan Isabelle yang tahu soal kotak itu, dan itupun Isabelle bersamaku setiap waktu.Dia t
Emrys mengangkat wajahnya saat mendengar seruan Isabelle. Dia melihat Valerie melangkah turun dari tangga dengan penampilan yang sangat memukau. Sangat berbeda dengan Valerie yang setiap hari di lihatnya.Gadis itu terlihat sangat dewasa dan berkelas dengan gaun tanpa lengan dengan potongan tali tipis. Menggunakan silk dress dengan cutting berbentuk V di dadanya membuat penampilan Valerie sangat seksi. Belum lagi ketika dia sudah turun dan Isabelle memintanya berputar, Emrys bisa melihat bagian belakang tubuh Valerie yang mulus lewat potongan backless pada gaunnya.Dan darahnya mendidih karenanya.“Astaga, Valerie. Kamu membuatku panas dingin.” seru Isabelle.Wajah Valerie bersemu merah. Dia mengangkat ekor gaun berwarna beige itu dan melangkah mendekati Emrys. “Maaf kalau kalian menunggu sangat lama.” ujarnya penuh semangat.Emrys masih terpaku padanya. Dia sama sekali tidak menyangka jika sosok Valerie yang sederhana akan berubah dewasa dan menawan hanya dalam hitungan jam. Gaun itu
Hal pertama yang dilakukan Isabelle adalah memeluk erat Valerie ketika dia turun dari sedan yang membawanya kembali ke rumah. Dalam diam, dia menangis sesenggukan, menumpahkan semua rasa sakit hati dan penyesalan yang tak terukur dalam dirinya. Isabelle tidak bisa menggambarkan betapa terlukanya perasaannya dan sedalam apa rasa sakitnya.Rasa sakit itu bukan hanya karena dia berpikir jika dia kehilangan Valerie, namun juga karena rasa cinta yang sudah menggebu-gebu dalam dirinya untuk Rick. Tapi keadaan ini membuat dirinya sendiri tidak mengizinkan cinta itu berbalas. Dia sangat sakit hati hingga dia membatasi dirinya untuk tidak mencintai.“Heh, berikan Grandpa kesempatan.” Isabelle melepas pelukannya. Dia berdiri di sisi Valerie, menyeka air matanya dan membiarkan Grandpa memeluk sosok yang sangat dirindukannya itu.Tangisan Grandpa pecah saat memeluk Valerie. Dia terus mengelus punggung Valerie dan mengatakan maaf, bukan hanya sekali dua kali, namun berkali-kali hingga Valerie pun
“Emrys bunuh diri.” Lucy tergesa-gesa masuk ke dalam rumah Karlis ketika Valerie sedang menonton televisi.Valerie berdiri, kedua bola matanya membulat tak percaya, namun dia kembali duduk dengan santai. "Jangan membohongiku. Aku tidak akan percaya.""Valerie...""Aku tahu kamu selalu memaksaku pulang. Tapi jangan menggunakan cara seperti ini." ujar Valerie."Aku tidak berbohong. Emrys benar-benar bunuh diri." Lucy membuka ponselnya, menunjukkan pesan yang dikirim oleh Ky padanya. “Apa katamu?” desis Valerie.“Setelah mengirim pesan padaku, dia menghubungiku juga. Dia bertanya dimana aku sekarang dan aku berbohong jika aku sedang diluar kota untuk urusan pekerjaan. Dia memintaku untuk menenangkan Isabelle dan memberitahu jika Emrys bunuh diri.”“Ke-kenapa bisa...”“Dia melompat dari tebing yang sama dengan tebing tempatmu nyaris dibunuh. Dalam suratnya yang dia letakkan di meja kamar, dia mengatakan jika dia ingin mengalami sendiri apa yang kamu alami.”“Tapi ini sudah satu setengah
Lucy berguling menghadapkan tubuhnya pada Valerie yang masih terlentang menatap kosong langit-langit kamar. Setiap akhir pekan, Lucy selalu menyempatkan diri untuk melihat Valerie dan bermalam di sana. Valerie selalu mengalami mimpi buruk, berteriak dalam tidurnya untuk diselamatkan. Lucy tahu sahabatnya itu terluka sangat dalam hingga dalam mimpi pun dia masih bergulat. Namun, Lucy juga tidak bisa melakukan apa-apa.“Belum mengantuk?” bisik Lucy.Valerie menggeleng, menarik selimut menutupi dadanya. Dia mendesah panjang. “Bagaimana kondisi perusahaan Emrys?”“Sudah lebih baik.” Lucy memilih duduk. “Sejak aku memutuskan untuk menarik semua produk yang kami luncurkan dan mengembalikan apa yang seharusnya milik Lysander Kingdom berikut hak ciptanya, perusahaan mereka semakin membaik.”“Bagaimana dengan Isabelle?”“Isabelle?” Lucy mengingat-ingat. “Aku tidak terlalu sering bertemu dengannya karena aku sibuk di perusahaan. Tapi Rick mengatakan jika Isabelle masih marah dan menolak dirinya
Sebulan kemudian.Sepasang bola mata yang indah dan teduh itu menatap layar televisi yang ukurannya nyaris seukuran dengan kardus pembungkus mie instan yang biasa dimakannya. Kedua bola mata itu bergerak mengikuti arah gambar yang menayangkan acara komedi. Dia tidak tertawa saat tokoh dalam acara itu menjatuhkan dirinya ke dalam kubangan lumpur. Apapun adegannya, dia tidak tersenyum.Seorang wanita paruh baya masuk ke ruanganya. Dia membawakan semangkuk bubur yang masih mengepul panas dan meletakkannya di atas meja. Dengan lembut wanita itu menarik remote dari tangannya dan mematikan saluran televisi. “Sudah malam, Nak. Makanlah dulu. Kamu perlu tetap hidup demi janin dalam perutmu.”Pemilik mata teduh itu adalah Valerie. Ketika wanita yang menemukannya dan menyelamatkannya itu menyebut janinnya, dia secara naluri memegang perutnya. Di keningnya ada beberapa bekas luka goresan yang belum hilang, begitu pula di tangannya.Dia ingat. Ketika tubuhnya dihempas oleh arus, seseorang tiba-t
“Bagaimana Grandpa, Belle?” Rick dan Zach menghampirinya bersamaan.Isabelle tidak menyahut, pun tidak melirik mereka. Dia melengos begitu saja lalu pergi mengambil beberapa kaleng alkohol dari dalam kulkas dan membawanya ke taman belakang rumahnya. Hati Isabelle benar-benar kacau dan dia masih sakit hati. Semua kebohongan yang mereka lakukan di depannya membuat dia tidak bisa memaksakan diri untuk berbicara pada keduanya.Dia membuka kaleng alkoholnya dan langsung menenggaknya. Dalam sekali tegukan panjang, dia menghabiskan seisi kaleng itu hingga tumpah ke pakaiannya. Isabelle menghela nafas, menyeka sisa alkohol yang membanjiri dagunya. Isabelle mengingat Valerie. Dia menunduk, air matanya jatuh dan dia menangis sesenggukan hingga dadanya terasa sangat sesak. Dia memukul-mukul dadanya yang seolah terhimpit oleh beban berat, berusaha mencari oksigen agar bisa bernafas lebih leluasa. Namun sesak itu bukan karena jantungnya kekurangan oksigen, melainkan karena semua kekacauan dalam h
Angin malam yang kencang membuat tubuh Victoria yang terayun-ayun merasakan kengerian yang teramat besar. Dia berteriak meminta agar Emrys menurunkannya. Rasanya dia nyaris pingsan melihat betapa tingginya posisinya berada hingga benda-benda di bawahnya terasa sangat kecil. Victoria menangis, kembali memohon agar Emrys bermurah hati padanya.Hati Emrys tidak tergugah. Dia sama sekali tidak tergerak. Tekadnya sudah bulat sekalipun dia akan membayar apa yang dilakukannya dengan nyawanya sendiri.Dia akan melakukan apa pun, dia sanggup menukar apa pun, hanya jika Valerie bisa kembali.Ketika Emrys hendak melempar tubuh Victoria dari lantai enam belas bangunan itu, tiba-tiba beberapa anggota kepolisian menghampirinya dan berusaha menahannya.“Emrys, jangan.” Sosok kapten yang ditemuinya di villa tadi malam berdiri di sana. “Jangan kotori tanganmu, ini bukan gayamu.”Air mata Emrys mengalir terus dan dia benar-benar tidak berdaya. Bayang-bayang bagaimana Valerie jatuh menari-nari di kepala
“Siapa yang mengganggu malam-malam begini?” Victoria menggerutu kesal saat mendengar bunyi bel pintu terus berdering. Dengan malas dan setengah pusing dia melangkah dan membuka pintu. Namun begitu melihat Emrys berdiri dengan murka di sana, dia membelalak dan buru-buru menutup kembali pintu kamarnya. Dengan kasar Emrys menendang pintu hingga membuat Victoria terpelanting. Wanita itu beringsut mundur dengan gugup dan gemetar.“Di mana Valerie?” Emrys menunduk, meraih kerah baju Victoria dengan kasar dan tatapan dingin mematikan. Rick dan Ky ada di belakangnya. Ketika Emrys mengabari Ky, Ky juga langsung memberitahu Rick. Ky hanya berpikir mungkin Rick melihat keberadaan Valerie, namun karena Rick juga tidak tahu dimana Valerie, dia memutuskan ikut.“Ada apa, Vic?” Cassiel berseru dari dalam kamar mandi ketika dia mendengar saura ribut-ribut.Victoria hendak berteriak, namun dengan cepat Emrys meninju mulutnya hingga berdarah. Victoria tergeletak di lantai, kesakitan dan berlumuran dar
Lembaran hitam putih itu membuat jantung Emrys memacu. Tangannya gemetar, wajahnya memutih, dan sekujur tubuhnya gemetar luar biasa. Dia melihat nama Valerie tertera di foto USG itu dan hal itu membuktikan jika kertas foto itu adalah benar milik Valerie. Buru-buru Emrys membuka buku harian Valerie dilembaran dimana kertas foto itu jatuh.Air matanya langsung mengalir begitu membacanya, merasakan kepedihan yang teramat besar dan juga rasa penyesalan. Emrys menggeleng, menolak jika Valerie menyiratkan jika dia sudah menyerah dalam tulisan itu. Dan ketika dia membaca tulisan Valerie yang mengatakan dia hamil, buku harian di tangannya langsung jatuh.“Ha-hamil?” Gumam Emrys kaget. “Anakku? Dia hamil anakku?”Emrys berdiri, memegang kepalanya yang berdenyut karena bingung. Foto USG dan tulisan di buku Valerie sangat mempengaruhinya. Dia tidak menyangka bahwa dalam tubuh Valerie ada janin dimana darahnya mengalir. Janin itu adalah bukti pencapaian tertinggi rasa cinta diantara mereka. Tang
“Dia akan mencariku segera ketika mengetahui aku tidak ada di rumah. Apa kamu tidak takut?”Cassiel tertawa. “Takut? apa yang harus ditakuti?”“Jika kamu tidak takut, kenapa kamu bersembunyi selama ini?”Valerie terus bicara, berharap Cassiel kehilangan hasrat untuk membunuhnya. Hanya itu yang bisa dia lakukan saat ini. Dia harus memancing Cassiel terus bicara dan sebisa mungkin tidak menyinggungnya. Jika tidak, meski dengan kekuatan kecil, tubuhnya akan langsung meluncur ke bawah jika Cassiel mendorongnya.“Itu karena perintah pria itu, tahu?” jawab Cassiel santai.“Maksudmu, Dex?” tebak Valerie.Cassiel mengangguk. “Aku harus menuruti ayahku, bukan?”Angin menerbangkan rambut Valerie. Kuncirannya berantakan diterpa angin dan dia kedinginan. Kakinya kaku saat dia menginjak sebuah batu dan batu itu langsung longsor jatuh ke bawah. Valerie memberanikan diri menengok ke bawah. Buih-buih putih terlihat memecah dinding jurang hingga membuat Valerie menelan ludahnya.“Aku tidak ingin mengh