Sejak keluar meninggalkan ruang konferensi pers, baik Isabelle maupun Rick tidak mengucapkan kata apa pun. Isabelle berjarak dua langkah di depan Rick. Gadis itu berjalan pelan menyusuri jalanan, melayangkan angannya pada rekaman video yang baru dilihatnya. Isabelle tidak mengingat wajah Kate dan Sebastian. Saat orang tuanya meninggal, dia hanya anak yang berusia dua tahun. Bayang-bayang tangisan orang tuanya terus menari di wajahnya, membuatnya merasa ingin menangis juga.Isabelle berpikir jika dia hidup terlalu nyaman. Apa yang dia jalani sekarang, apa yang dia dapat sekarang, adalah hasil air mata, keringat, dan perjuangan orang tuanya. Dia berhenti. Tas mungil yang dipegangnya membuat perasaannya tidak enak. Dia membeli tas bermerek itu dua bulan lalu dan harganya cukup fantastis. Bagaimana bisa aku menghabiskan apa yang diperjuangkan Mom, Dad, dan Emrys dengan sesuka hati?“Kamu baik-baik saja?” Rick berdiri di samping Isabelle.Isabelle menunduk, menghela nafasnya dalam-dalam se
Mereka mendengar suara petir menyambar di luar. Cahayanya menembus tirai yang menutupi kamar hingga membuat Emrys menengok ke arah jendela. Badai sudah tiba. Hanya beberapa detik sejak sambaran petir, mereka mendengar suara hujan menghambur, semakin lama semakin deras. Di langit, petir kembali menyambar menciptakan kilatan cahaya yang membuat kamar mereka terang sejenak. Emrys menarik kepalanya, menatap Valerie serius dengan ekspresi kaget. Apa yang baru saja diungkapkan Valerie benar-benar di luar dugaannya. “Maksudmu?” tanyanya.“Aku tidak bisa terus diam di rumah dan membuatmu berjuang sendiri. Kamu memilikiku,” Valerie menggenggam tangan Emrys erat. “Akan ku lakukan apa pun untuk meringankan bebanmu.”“Tapi...”“Aku tahu aku tidak memiliki background tentang farmasi. Tapi setidaknya aku bisa menyediakan kopi untukmu setiap pagi.”Emrys tersenyum. “Grace bisa melakukannya.”“Grace sekretarismu?” Kening Valerie mengernyit, lalu Emrys mengangguk. “Jadi kamu hanya menghargai kopi bua
Valerie membuntuti Victoria diam-diam menuju toilet saat dia melihat wanita itu bertingkah mencurigakan. Dia mengendap-endap, berusaha untuk tidak menarik perhatian Victoria. Saat Victoria masuk ke salah satu ruangan di toilet, Valerie dengan cepat menyusul dan masuk ke ruang tepat di sampingnya.“Tidak, kita jangan bertemu di sini. Terlalu mencurigakan. Bagaimana jika kita bertemu di luar saja?”Valerie menempel telinganya ke dinding toilet untuk mendengar lebih jelas apa yang dikatakan Victoria.“Baiklah. Sore ini, pulang bekerja. Aku akan pergi ke tempatmu.”Victoria keluar dari ruang toilet, melirik ke arah ruang di sebelahnya yang terkunci dan tentu saja dia tahu siapa di dalamnya. Dia tersenyum culas, berjalan ke wastafel dan menyalakan keran air. Dia membasuh tangannya, kembali menengok ke belakang lalu diam-diam tertawa. Gadis bodoh.Setelah mendengar langkah kaki menjauh, Valerie menarik kunci pengaman toilet lalu keluar. Dia bersedekap, berpikir keras dengan apa yang didenga
“Kamu mau ke mana?” Victoria menahan tangan Emrys ketika dia buru-buru keluar dari ruang rapat.“Bukan urusanmu!” jawab Emrys dingin setelah menepis tangan Victoria dengan kasar.“Tapi pembahasan kita belum selesai Emrys. Ini rapat final, sangat penting, kamu tahu?” sergah Victoria.Emrys berhenti. Rapat ini memang sangat penting baginya dan perusahaan. Peluncuran produk pil penenang yang baru tergantung pada keputusan rapat kali ini dan seharusnya Emrys memang ada di sana. Tapi memikirkan Valerie sedang menghadapi sesuatu di luar yang mungkin sedang membahayakan nyawanya membuatnya tidak bisa berkonsentrasi. Walau pun dia ada di sana di ruang rapat, toh juga dia tidak bisa menyimak dengan baik.“Tuan Emrys, gawat.” Ky menemui Emrys dan Victoria yang sedang bicara.“Ada apa? Apa Valerie dalam bahaya?”“Bukan Tuan,” Ky menggeleng. “Maksudku, aku belum mendapat kabar tentang Nyonya. Ini hal lain.”“Hal lain apa?” Emrys mengernyit. Hal lain apa yang membuat Ky gusar dan gelisah? Dia piki
“Emrys.” Victoria menunjukkan layar ponselnya. “Saat ini Valerie sedang menjadi pusat perhatian. Seseorang mengunggah video Valerie saat bertemu perwakilan dari perusahaan pesaing.” Emrys tidak bergerak. Kedua bola matanya berputar menatap seisi ruangannya, lalu kembali ke layar ponsel Victoria. Jarinya mengepal, rahangnya mengetat. Dia marah luar biasa. Bagaimana bisa mereka membuat opini tak berdasar? Walau Valerie menemuinya, bukan berarti dia sedang menjual data dan produk pada mereka. Valerie tidak akan melakukannya.“Tuan, Grandpa meminta Anda segera pulang.” Ujar Ky.Emrys mengangguk setelah menghela nafasnya dalam-dalam. Dia menatap Victoria. “Kamu pulang saja dulu. Akan ku bereskan masalah ini dengan profesional.”Victoria meninggalkan ruangan Emrys dengan wajah penuh senyum yang tersembunyi. Dia menyeringai bagaikan singa. Setibanya di ruangannya dia duduk membelakangi kamera pengaman, lalu menunduk untuk bisa tertawa dengan bebas.Lihat? Sudah ku bilang aku tidak akan meng
Pembicaraan mereka terhenti di sana. Isabelle berjalan menuju lemari pendingin, mengeluarkan tiga kaleng alkohol kadar rendah dan membawanya ke taman di belakang rumah. Dia memikirkan Valerie, Emrys, Grandpa, dan perusahaan. Dia merasa bersalah karena tidak bisa melakukan apa pun saat ini. Sambil meneguk minumannya, Isabelle menaikkan kedua kakinya, menekuknya dan memeluk dirinya sendiri.Malam semakin dalam dan Isabelle sudah menghabiskan tiga botol minumannya. Dia tidak terlalu kuat untuk minum dan ketiga botol itu sudah membuat kepalanya berputar tapi kesadarannya masih terjaga. Dia membuka ponselnya, mencoba menghubungi Valerie ke sekian kalinya, namun tetap saja tidak tersambung. “Kamu menghabiskan minuman ini sendirian?” Tiba-tiba Rick berdiri di sampingnya, tersenyum manis padanya.Isabelle menyipitkan mata, lalu menengok ke sekitarnya. Dia ada di rumahnya, masih di halaman belakang. Bukankah tadi Rick mengatakan jika dia masih harus melakukan satu operasi lagi? Seharusnya dia
Valerie membuka matanya dan yang pertama di lihatnya adalah dinding plafon putih. Dia memejamkan matanya kembali, mencium bau desinfektan yang sangat khas. Aku di rumah sakit, pikirnya. Bagaimana aku bisa di sini? Siapa yang membawaku?“Kamu sudah bangun?”Suara itu terdengar sangat familiar. Dia sudah lama tidak mendengar suara berat itu, dan dia tahu dia merindukannya. Sangat merindukannya. Valerie kembali membuka matanya saat dia merasakan sentuhan di tangannya. Genggaman erat tangan itu membuatnya kembali membuka matanya.“Zach..” gumam Valerie dengan suara parau.Zach tersenyum, menggenggam tangan Valerie lebih erat. “Aku di sini.”“Aku..” Valerie tiba-tiba ingat dengan kecelakaannya. Dia memegang kepalanya yang dibebat perban. Kakinya tidak bisa digerakkannya dan dia tidak merasakan apa pun, seolah semua tubuhnya mati rasa. “Bagaimana aku bisa berada di sini?”“Seseorang tidak sengaja menemukanmu dan membawamu ke rumah sakit.” jawab Zach. “Kakiku.. Aku tidak bisa merasakannya s
“Aku sudah merobeknya,” gumam Emrys tidak percaya saat Ky tergopoh-gopoh datang ke kediamannya, menunjukkan berita lain yang tak kalah mengejutkan. “Aku jelas-jelas sudah merobek kertas itu di hadapan Grandpa dan Isabelle ketika aku menyatakan keseriusanku pada Valerie. Bagaimana bisa surat itu ada di sana lagi?”“Benar.” Isabelle ikut menimpali. “Aku juga melihatnya. Surat perjanjian kontrak pernikahan itu sudah dirobek olehnya. Kenapa ada yang mengunggahnya?” “Sepertinya ada yang memotretnya sebelum Tuan merobek kertas itu, Tuan.” Ujar Ky. “Hanya itu alasan yang paling masuk akal untuk semua hal ini.”“Tapi siapa?” seru Isabelle marah. “Siapa yang melakukan hal murahan seperti ini?”“Siapa lagi?” Grandpa berteriak dari sofanya. “Sudah kamu tanyakan pada Valerie? Yang memiliki kertas itu hanya kalian berdua, tidak mungkin orang lain memilikinya. Siapa lagi kalau bukan dia yang memotretnya untuk berjaga-jaga?”“Grandpa..” Isabelle menggeleng. “Valerie bukan orang seperti itu. Bukanka
Hal pertama yang dilakukan Isabelle adalah memeluk erat Valerie ketika dia turun dari sedan yang membawanya kembali ke rumah. Dalam diam, dia menangis sesenggukan, menumpahkan semua rasa sakit hati dan penyesalan yang tak terukur dalam dirinya. Isabelle tidak bisa menggambarkan betapa terlukanya perasaannya dan sedalam apa rasa sakitnya.Rasa sakit itu bukan hanya karena dia berpikir jika dia kehilangan Valerie, namun juga karena rasa cinta yang sudah menggebu-gebu dalam dirinya untuk Rick. Tapi keadaan ini membuat dirinya sendiri tidak mengizinkan cinta itu berbalas. Dia sangat sakit hati hingga dia membatasi dirinya untuk tidak mencintai.“Heh, berikan Grandpa kesempatan.” Isabelle melepas pelukannya. Dia berdiri di sisi Valerie, menyeka air matanya dan membiarkan Grandpa memeluk sosok yang sangat dirindukannya itu.Tangisan Grandpa pecah saat memeluk Valerie. Dia terus mengelus punggung Valerie dan mengatakan maaf, bukan hanya sekali dua kali, namun berkali-kali hingga Valerie pun
“Emrys bunuh diri.” Lucy tergesa-gesa masuk ke dalam rumah Karlis ketika Valerie sedang menonton televisi.Valerie berdiri, kedua bola matanya membulat tak percaya, namun dia kembali duduk dengan santai. "Jangan membohongiku. Aku tidak akan percaya.""Valerie...""Aku tahu kamu selalu memaksaku pulang. Tapi jangan menggunakan cara seperti ini." ujar Valerie."Aku tidak berbohong. Emrys benar-benar bunuh diri." Lucy membuka ponselnya, menunjukkan pesan yang dikirim oleh Ky padanya. “Apa katamu?” desis Valerie.“Setelah mengirim pesan padaku, dia menghubungiku juga. Dia bertanya dimana aku sekarang dan aku berbohong jika aku sedang diluar kota untuk urusan pekerjaan. Dia memintaku untuk menenangkan Isabelle dan memberitahu jika Emrys bunuh diri.”“Ke-kenapa bisa...”“Dia melompat dari tebing yang sama dengan tebing tempatmu nyaris dibunuh. Dalam suratnya yang dia letakkan di meja kamar, dia mengatakan jika dia ingin mengalami sendiri apa yang kamu alami.”“Tapi ini sudah satu setengah
Lucy berguling menghadapkan tubuhnya pada Valerie yang masih terlentang menatap kosong langit-langit kamar. Setiap akhir pekan, Lucy selalu menyempatkan diri untuk melihat Valerie dan bermalam di sana. Valerie selalu mengalami mimpi buruk, berteriak dalam tidurnya untuk diselamatkan. Lucy tahu sahabatnya itu terluka sangat dalam hingga dalam mimpi pun dia masih bergulat. Namun, Lucy juga tidak bisa melakukan apa-apa.“Belum mengantuk?” bisik Lucy.Valerie menggeleng, menarik selimut menutupi dadanya. Dia mendesah panjang. “Bagaimana kondisi perusahaan Emrys?”“Sudah lebih baik.” Lucy memilih duduk. “Sejak aku memutuskan untuk menarik semua produk yang kami luncurkan dan mengembalikan apa yang seharusnya milik Lysander Kingdom berikut hak ciptanya, perusahaan mereka semakin membaik.”“Bagaimana dengan Isabelle?”“Isabelle?” Lucy mengingat-ingat. “Aku tidak terlalu sering bertemu dengannya karena aku sibuk di perusahaan. Tapi Rick mengatakan jika Isabelle masih marah dan menolak dirinya
Sebulan kemudian.Sepasang bola mata yang indah dan teduh itu menatap layar televisi yang ukurannya nyaris seukuran dengan kardus pembungkus mie instan yang biasa dimakannya. Kedua bola mata itu bergerak mengikuti arah gambar yang menayangkan acara komedi. Dia tidak tertawa saat tokoh dalam acara itu menjatuhkan dirinya ke dalam kubangan lumpur. Apapun adegannya, dia tidak tersenyum.Seorang wanita paruh baya masuk ke ruanganya. Dia membawakan semangkuk bubur yang masih mengepul panas dan meletakkannya di atas meja. Dengan lembut wanita itu menarik remote dari tangannya dan mematikan saluran televisi. “Sudah malam, Nak. Makanlah dulu. Kamu perlu tetap hidup demi janin dalam perutmu.”Pemilik mata teduh itu adalah Valerie. Ketika wanita yang menemukannya dan menyelamatkannya itu menyebut janinnya, dia secara naluri memegang perutnya. Di keningnya ada beberapa bekas luka goresan yang belum hilang, begitu pula di tangannya.Dia ingat. Ketika tubuhnya dihempas oleh arus, seseorang tiba-t
“Bagaimana Grandpa, Belle?” Rick dan Zach menghampirinya bersamaan.Isabelle tidak menyahut, pun tidak melirik mereka. Dia melengos begitu saja lalu pergi mengambil beberapa kaleng alkohol dari dalam kulkas dan membawanya ke taman belakang rumahnya. Hati Isabelle benar-benar kacau dan dia masih sakit hati. Semua kebohongan yang mereka lakukan di depannya membuat dia tidak bisa memaksakan diri untuk berbicara pada keduanya.Dia membuka kaleng alkoholnya dan langsung menenggaknya. Dalam sekali tegukan panjang, dia menghabiskan seisi kaleng itu hingga tumpah ke pakaiannya. Isabelle menghela nafas, menyeka sisa alkohol yang membanjiri dagunya. Isabelle mengingat Valerie. Dia menunduk, air matanya jatuh dan dia menangis sesenggukan hingga dadanya terasa sangat sesak. Dia memukul-mukul dadanya yang seolah terhimpit oleh beban berat, berusaha mencari oksigen agar bisa bernafas lebih leluasa. Namun sesak itu bukan karena jantungnya kekurangan oksigen, melainkan karena semua kekacauan dalam h
Angin malam yang kencang membuat tubuh Victoria yang terayun-ayun merasakan kengerian yang teramat besar. Dia berteriak meminta agar Emrys menurunkannya. Rasanya dia nyaris pingsan melihat betapa tingginya posisinya berada hingga benda-benda di bawahnya terasa sangat kecil. Victoria menangis, kembali memohon agar Emrys bermurah hati padanya.Hati Emrys tidak tergugah. Dia sama sekali tidak tergerak. Tekadnya sudah bulat sekalipun dia akan membayar apa yang dilakukannya dengan nyawanya sendiri.Dia akan melakukan apa pun, dia sanggup menukar apa pun, hanya jika Valerie bisa kembali.Ketika Emrys hendak melempar tubuh Victoria dari lantai enam belas bangunan itu, tiba-tiba beberapa anggota kepolisian menghampirinya dan berusaha menahannya.“Emrys, jangan.” Sosok kapten yang ditemuinya di villa tadi malam berdiri di sana. “Jangan kotori tanganmu, ini bukan gayamu.”Air mata Emrys mengalir terus dan dia benar-benar tidak berdaya. Bayang-bayang bagaimana Valerie jatuh menari-nari di kepala
“Siapa yang mengganggu malam-malam begini?” Victoria menggerutu kesal saat mendengar bunyi bel pintu terus berdering. Dengan malas dan setengah pusing dia melangkah dan membuka pintu. Namun begitu melihat Emrys berdiri dengan murka di sana, dia membelalak dan buru-buru menutup kembali pintu kamarnya. Dengan kasar Emrys menendang pintu hingga membuat Victoria terpelanting. Wanita itu beringsut mundur dengan gugup dan gemetar.“Di mana Valerie?” Emrys menunduk, meraih kerah baju Victoria dengan kasar dan tatapan dingin mematikan. Rick dan Ky ada di belakangnya. Ketika Emrys mengabari Ky, Ky juga langsung memberitahu Rick. Ky hanya berpikir mungkin Rick melihat keberadaan Valerie, namun karena Rick juga tidak tahu dimana Valerie, dia memutuskan ikut.“Ada apa, Vic?” Cassiel berseru dari dalam kamar mandi ketika dia mendengar saura ribut-ribut.Victoria hendak berteriak, namun dengan cepat Emrys meninju mulutnya hingga berdarah. Victoria tergeletak di lantai, kesakitan dan berlumuran dar
Lembaran hitam putih itu membuat jantung Emrys memacu. Tangannya gemetar, wajahnya memutih, dan sekujur tubuhnya gemetar luar biasa. Dia melihat nama Valerie tertera di foto USG itu dan hal itu membuktikan jika kertas foto itu adalah benar milik Valerie. Buru-buru Emrys membuka buku harian Valerie dilembaran dimana kertas foto itu jatuh.Air matanya langsung mengalir begitu membacanya, merasakan kepedihan yang teramat besar dan juga rasa penyesalan. Emrys menggeleng, menolak jika Valerie menyiratkan jika dia sudah menyerah dalam tulisan itu. Dan ketika dia membaca tulisan Valerie yang mengatakan dia hamil, buku harian di tangannya langsung jatuh.“Ha-hamil?” Gumam Emrys kaget. “Anakku? Dia hamil anakku?”Emrys berdiri, memegang kepalanya yang berdenyut karena bingung. Foto USG dan tulisan di buku Valerie sangat mempengaruhinya. Dia tidak menyangka bahwa dalam tubuh Valerie ada janin dimana darahnya mengalir. Janin itu adalah bukti pencapaian tertinggi rasa cinta diantara mereka. Tang
“Dia akan mencariku segera ketika mengetahui aku tidak ada di rumah. Apa kamu tidak takut?”Cassiel tertawa. “Takut? apa yang harus ditakuti?”“Jika kamu tidak takut, kenapa kamu bersembunyi selama ini?”Valerie terus bicara, berharap Cassiel kehilangan hasrat untuk membunuhnya. Hanya itu yang bisa dia lakukan saat ini. Dia harus memancing Cassiel terus bicara dan sebisa mungkin tidak menyinggungnya. Jika tidak, meski dengan kekuatan kecil, tubuhnya akan langsung meluncur ke bawah jika Cassiel mendorongnya.“Itu karena perintah pria itu, tahu?” jawab Cassiel santai.“Maksudmu, Dex?” tebak Valerie.Cassiel mengangguk. “Aku harus menuruti ayahku, bukan?”Angin menerbangkan rambut Valerie. Kuncirannya berantakan diterpa angin dan dia kedinginan. Kakinya kaku saat dia menginjak sebuah batu dan batu itu langsung longsor jatuh ke bawah. Valerie memberanikan diri menengok ke bawah. Buih-buih putih terlihat memecah dinding jurang hingga membuat Valerie menelan ludahnya.“Aku tidak ingin mengh