“Lalu kenapa kalau dia demam? Bukankah kamu seorang dokter? Kamu tidak bisa menanganinya?” balas Emrys santai sambil masih berbaring memeluk Valerie ketika matahari hampir terbenam.“Bukan masalah apakah aku bisa menanganinya atau tidak. Apa kamu merasa tidak masalah dia di sini?”“Masalahnya di mana?” Emrys mencium kening Valerie saat Valerie minta izin untuk turun dari tempat tidur.“Emrys, kenapa aku merasa kamu memperlakukan Isabelle seperti bukan adikmu? Kamu tidak khawatir padanya?”“Dia hanya demam bukan? Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”“Tapi dia di rumahku.”“Ya, aku tahu itu.”“Dan kamu tahu aku seorang pria yang tinggal sendirian bukan?”“Ya, lalu?”Rick mendengus kesal, tidak percaya dengan apa yang didengarnya. “Emrys, apakah kamu masih mabuk?”Emrys duduk. “Biar aku katakan. Isabelle sakit, dia ada di rumahmu. Benar begitu kan?”“Ya.”“Lalu di mana masalahnya?”Mata Rick membelalak. “Dia adikmu Emrys. Dia wanita dan aku pria. Kami berada dalam ruangan yang sama, apa
Pembicaraan Rick dan Isabelle berhenti karena Isabelle mendadak kembali menggigil. Rick tidak punya pilihan lain selain menggendongnya kembali ke dalam kamar. Setelah menyelimutinya dan menunggu hingga Isabelle kembali tidur, Rick merenung.“Seseorang?” gumamnya sembari menatap wajah Isabelle yang terlelap. “Siapa seseorang itu?” tanyanya, merapikan poni Isabelle dan memindahkan untaian rambut yang jatuh di wajahnya.Rick melipat kedua tangannya lagi dan masih memperhatikan Isabelle. Wajahnya sangat teduh dan hangat, namun dia juga mewariskan ketegasan keluarga Lysander di sana. Bulu matanya lentik walau tanpa harus mengenakan apa-apa. Hidungnya tinggi dengan bibir penuh dan sensual.Rick tergoda untuk menyentuhnya, menyentuh bibir Isabelle yang terlihat ranum walau saat sedang sakit. Namun sinyal peringatan yang muncul dalam dirinya mengingatkan Rick kembali jika Isabelle hanya adiknya dan dia harus memperlakukannya dengan baik. Dia menggeleng, berusaha mengusir bayang-bayang yang ba
“Kamu terlihat buruk,” Emrys berjalan menuju lift khusus ketika baru tiba di perusahaannya. Di belakangnya, Ky mengekor bersama beberapa orang lainnya yang merupakan staff khusus Emrys. Mendapat teguran kecil dari Emrys membuat Ky menengok sebentar pantulan dirinya dari dinding logam yang memantulkan bayangannya di sisi lift.Dia mendesah, setuju pada pendapat Emrys jika dia memang terlihat berantakan. Saat lift terbuka, Emrys dan Ky masuk sementara staff yang lain naik melalui lift yang berbeda. Ky kembali mendesah, lalu bicara. “Apakah hanya aku yang tidak mendapatkan hal positif setelah pesta alkohol malam itu, Tuan?”Emrys menoleh, mengernyit heran. “Maksudmu?”“Bukankah Tuan dan Nyonya berbaikan, lalu Tuan Rick bisa melepas masa lalunya bahkan tidur bersama dengan Nona Isabelle, dan sementara aku..” Ky diam, kembali mendesah. “Lupakan saja.”"Apa katamu?" "Tidak ada, Tuan." Ky buru-buru menggeleng."Berikan aku ponselmu."Ky hendak menolak, namun dia tidak bisa. Emrys memeriksa
“Tuan, Anda baik-baik saja?” Ky buru-buru masuk saat melihat jika wanita yang menjadi tamu rahasia Emrys adalah Victoria. Ky tentu tahu siapa wanita yang sudah membuat tuannya menderita selama beberapa tahun. Dan kedatangannya pasti membangkitkan kembali memori kelam tentang masa lalu Emrys.Emrys terlihat bersandar di kursinya, menatap ke luar dengan tatapan nanar. Dia baru saja bertemu dengan Victoria, gadis yang begitu dipuja dan diagung-agungkannya. Saat dia sudah melupakannya dan menata masa depannya bersama Valerie, dia kembali muncul.Dia seharusnya tidak pernah terlihat di hadapan Emrys lagi.Tidak sekarang, tidak selamanya.“Aku baik-baik saja,” Emrys menarik nafas dalam lalu menegakkan tubuhnya. “Katakan pada Grace jika tidak boleh ada seorang pun lagi yang masuk ke dalam ruanganku tanpa sepengetahuanku. Siapa pun dia.”“Baik, Tuan.”Begitu Ky pergi, Emrys kembali menyandarkan tubuhnya. Dia lama diam memikirkan masa lalunya, lalu tersenyum pahit. Victoria tampak baik-baik sa
Emrys mengetuk jari telunjuknya ke atas meja, berkali-kali dengan irama yang sama. Seharian dia tidak mengerjakan apa pun. Dia menunda semua pertemuan dengan klien dan hanya melakukan satu rapat yang tidak bisa dia elakkan. Kehadiran kembali Victoria sedikit mempengaruhinya, dan dia tidak akan berbohong karena hal itu. Bagaimana pun juga wanita itu sudah menghuni lubuk hatinya selama beberapa tahun. Mustahil dia tidak terpengaruh sedikit pun.Tapi sekarang dia sudah menemukan takdirnya pada seorang gadis bernama Valerie. Dia tidak akan menukarnya dengan apa pun.Emrys memutuskan untuk berterus terang pada Valerie jika Victoria sudah kembali. Walau dia tidak berharap bertemu kembali dengan Victoria di masa depan, dia perlu mengantisipasi banyak hal. Dan hal pertama yang harus dia lakukan adalah menjelaskan semuanya pada Valerie sehingga dia tidak akan salah paham padanya.Valerie sedang memotong beberapa tangkai bunga mawar yang sudah menguning di balkon kamar saat ponselnya berdering
Jantung Valerie nyaris berhenti, begitu pula iringan musik yang merambat memenuhi ruangan itu. Saat dia menoleh pada wanita yang mengulurkan tangannya pada Emrys suaminya, dia mengenalinya. Wanita itu adalah Victoria, mantan kekasih Emrys. Begitu melihatnya, waktu seakan berhenti berputar, begitu pula tubuh khususnya otaknya. Valerie tidak menyangka, jika dia akan bertemu Victoria di sana.“Makan malam kita sudah dihidangkan,” Emrys berbisik, tidak mengacuhkan Victoria lalu menarik tangan Valerie, membimbingnya melintasi lantai dansa menuju meja mereka.Valerie duduk dengan gugup, sesekali masih menoleh ke lantai dansa di mana Victoria berdiri. Wanita itu tersenyum padanya dan Valerie sama sekali tidak menyukainya. Senyuman itu seakan menantangnya dan mengirim sinyal perang padanya.“Nanti steiknya dingin,” Emrys mengingatkan Valerie.Valerie mencoba tersenyum, namun dia tidak tahu kenapa, matanya terus saja menyeretnya untuk menoleh pada Victoria. Melihatnya, Emrys meletakkan kedua t
Dalam perjalanan pulang dari restoran, keheningan merebak di dalam mobil yang dikendarai Emrys. Dia melirik Valerie yang tidak mengucapkan apa pun. Tampak Valerie sedang menatap jauh ke luar, tatapannya menunjukkan kehampaan dan jelas saja dia sedang memikirkan sesuatu. Emrys menghela nafasnya dalam. Ketika mereka melewati sungai yang membelah kota, Emrys menepikan mobilnya.Valerie meliriknya. “Kenapa berhenti?”“Kamu tidak ingin menanyakannya padaku?”Valerie memperbaiki duduknya sehingga dia menghadap Emrys. “Aku menunggumu untuk mengatakannya.”“Baiklah,” Emrys mengangguk paham. Dia menegakkan tubuhnya, menatap Valerie sungguh-sungguh dan menggenggam tangannya. “Maaf kalau situasinya membuat kita tidak bisa makan malam dengan baik.”“Bukan itu yang ingin ku dengar darimu,” Valerie mencoba tersenyum. “Aku tahu. Tapi aku perlu meminta maaf padamu tentang makan malamnya. Tentang Victoria.. Aku juga baru tahu tadi pagi kalau dia kembali. Dia menemuiku di perusahaan dan..”“Kalian ber
“Kenapa kamu tidak memberitahuku jika dia adalah perwakilan dari Jovic Company?” Emrys meradang pada Ky setelah kembali dari ruang rapat. Dia melempar berkas di tangannya ke atas meja, membuat beberapa kertas berserak dan jatuh dari mejanya.“Maaf Tuan, tapi aku juga tidak tahu jika Nona Victoria adalah direktur utama Jovic Company saat ini,” Ky menunduk, merasa sangat bersalah.“Keluar. Tinggalkan aku sendiri,” Emrys berusaha meredam emosinya.Ky mengangguk. Dia meninggalkan Emrys sendiri. Begitu Ky pergi, Emrys duduk di kursinya, memegang kepalanya dengan kedua tangan. Saat rapat pagi tadi, dia sangat terkejut melihat Victoria berjalan memasuki ruang rapat bersama beberapa petinggi utusan dari Jovic Company, perusahaan yang menjalin hubungan kerja sama dengan perusahaannya dua tahun yang lalu. Lysander Kingdom menjalin kerja sama di bidang penelitian terhadap beberapa produk baru dengan Jovic Company. Satu-satunya hal yang membuat Emrys merasa sangat tidak nyaman adalah keberadaan
Hal pertama yang dilakukan Isabelle adalah memeluk erat Valerie ketika dia turun dari sedan yang membawanya kembali ke rumah. Dalam diam, dia menangis sesenggukan, menumpahkan semua rasa sakit hati dan penyesalan yang tak terukur dalam dirinya. Isabelle tidak bisa menggambarkan betapa terlukanya perasaannya dan sedalam apa rasa sakitnya.Rasa sakit itu bukan hanya karena dia berpikir jika dia kehilangan Valerie, namun juga karena rasa cinta yang sudah menggebu-gebu dalam dirinya untuk Rick. Tapi keadaan ini membuat dirinya sendiri tidak mengizinkan cinta itu berbalas. Dia sangat sakit hati hingga dia membatasi dirinya untuk tidak mencintai.“Heh, berikan Grandpa kesempatan.” Isabelle melepas pelukannya. Dia berdiri di sisi Valerie, menyeka air matanya dan membiarkan Grandpa memeluk sosok yang sangat dirindukannya itu.Tangisan Grandpa pecah saat memeluk Valerie. Dia terus mengelus punggung Valerie dan mengatakan maaf, bukan hanya sekali dua kali, namun berkali-kali hingga Valerie pun
“Emrys bunuh diri.” Lucy tergesa-gesa masuk ke dalam rumah Karlis ketika Valerie sedang menonton televisi.Valerie berdiri, kedua bola matanya membulat tak percaya, namun dia kembali duduk dengan santai. "Jangan membohongiku. Aku tidak akan percaya.""Valerie...""Aku tahu kamu selalu memaksaku pulang. Tapi jangan menggunakan cara seperti ini." ujar Valerie."Aku tidak berbohong. Emrys benar-benar bunuh diri." Lucy membuka ponselnya, menunjukkan pesan yang dikirim oleh Ky padanya. “Apa katamu?” desis Valerie.“Setelah mengirim pesan padaku, dia menghubungiku juga. Dia bertanya dimana aku sekarang dan aku berbohong jika aku sedang diluar kota untuk urusan pekerjaan. Dia memintaku untuk menenangkan Isabelle dan memberitahu jika Emrys bunuh diri.”“Ke-kenapa bisa...”“Dia melompat dari tebing yang sama dengan tebing tempatmu nyaris dibunuh. Dalam suratnya yang dia letakkan di meja kamar, dia mengatakan jika dia ingin mengalami sendiri apa yang kamu alami.”“Tapi ini sudah satu setengah
Lucy berguling menghadapkan tubuhnya pada Valerie yang masih terlentang menatap kosong langit-langit kamar. Setiap akhir pekan, Lucy selalu menyempatkan diri untuk melihat Valerie dan bermalam di sana. Valerie selalu mengalami mimpi buruk, berteriak dalam tidurnya untuk diselamatkan. Lucy tahu sahabatnya itu terluka sangat dalam hingga dalam mimpi pun dia masih bergulat. Namun, Lucy juga tidak bisa melakukan apa-apa.“Belum mengantuk?” bisik Lucy.Valerie menggeleng, menarik selimut menutupi dadanya. Dia mendesah panjang. “Bagaimana kondisi perusahaan Emrys?”“Sudah lebih baik.” Lucy memilih duduk. “Sejak aku memutuskan untuk menarik semua produk yang kami luncurkan dan mengembalikan apa yang seharusnya milik Lysander Kingdom berikut hak ciptanya, perusahaan mereka semakin membaik.”“Bagaimana dengan Isabelle?”“Isabelle?” Lucy mengingat-ingat. “Aku tidak terlalu sering bertemu dengannya karena aku sibuk di perusahaan. Tapi Rick mengatakan jika Isabelle masih marah dan menolak dirinya
Sebulan kemudian.Sepasang bola mata yang indah dan teduh itu menatap layar televisi yang ukurannya nyaris seukuran dengan kardus pembungkus mie instan yang biasa dimakannya. Kedua bola mata itu bergerak mengikuti arah gambar yang menayangkan acara komedi. Dia tidak tertawa saat tokoh dalam acara itu menjatuhkan dirinya ke dalam kubangan lumpur. Apapun adegannya, dia tidak tersenyum.Seorang wanita paruh baya masuk ke ruanganya. Dia membawakan semangkuk bubur yang masih mengepul panas dan meletakkannya di atas meja. Dengan lembut wanita itu menarik remote dari tangannya dan mematikan saluran televisi. “Sudah malam, Nak. Makanlah dulu. Kamu perlu tetap hidup demi janin dalam perutmu.”Pemilik mata teduh itu adalah Valerie. Ketika wanita yang menemukannya dan menyelamatkannya itu menyebut janinnya, dia secara naluri memegang perutnya. Di keningnya ada beberapa bekas luka goresan yang belum hilang, begitu pula di tangannya.Dia ingat. Ketika tubuhnya dihempas oleh arus, seseorang tiba-t
“Bagaimana Grandpa, Belle?” Rick dan Zach menghampirinya bersamaan.Isabelle tidak menyahut, pun tidak melirik mereka. Dia melengos begitu saja lalu pergi mengambil beberapa kaleng alkohol dari dalam kulkas dan membawanya ke taman belakang rumahnya. Hati Isabelle benar-benar kacau dan dia masih sakit hati. Semua kebohongan yang mereka lakukan di depannya membuat dia tidak bisa memaksakan diri untuk berbicara pada keduanya.Dia membuka kaleng alkoholnya dan langsung menenggaknya. Dalam sekali tegukan panjang, dia menghabiskan seisi kaleng itu hingga tumpah ke pakaiannya. Isabelle menghela nafas, menyeka sisa alkohol yang membanjiri dagunya. Isabelle mengingat Valerie. Dia menunduk, air matanya jatuh dan dia menangis sesenggukan hingga dadanya terasa sangat sesak. Dia memukul-mukul dadanya yang seolah terhimpit oleh beban berat, berusaha mencari oksigen agar bisa bernafas lebih leluasa. Namun sesak itu bukan karena jantungnya kekurangan oksigen, melainkan karena semua kekacauan dalam h
Angin malam yang kencang membuat tubuh Victoria yang terayun-ayun merasakan kengerian yang teramat besar. Dia berteriak meminta agar Emrys menurunkannya. Rasanya dia nyaris pingsan melihat betapa tingginya posisinya berada hingga benda-benda di bawahnya terasa sangat kecil. Victoria menangis, kembali memohon agar Emrys bermurah hati padanya.Hati Emrys tidak tergugah. Dia sama sekali tidak tergerak. Tekadnya sudah bulat sekalipun dia akan membayar apa yang dilakukannya dengan nyawanya sendiri.Dia akan melakukan apa pun, dia sanggup menukar apa pun, hanya jika Valerie bisa kembali.Ketika Emrys hendak melempar tubuh Victoria dari lantai enam belas bangunan itu, tiba-tiba beberapa anggota kepolisian menghampirinya dan berusaha menahannya.“Emrys, jangan.” Sosok kapten yang ditemuinya di villa tadi malam berdiri di sana. “Jangan kotori tanganmu, ini bukan gayamu.”Air mata Emrys mengalir terus dan dia benar-benar tidak berdaya. Bayang-bayang bagaimana Valerie jatuh menari-nari di kepala
“Siapa yang mengganggu malam-malam begini?” Victoria menggerutu kesal saat mendengar bunyi bel pintu terus berdering. Dengan malas dan setengah pusing dia melangkah dan membuka pintu. Namun begitu melihat Emrys berdiri dengan murka di sana, dia membelalak dan buru-buru menutup kembali pintu kamarnya. Dengan kasar Emrys menendang pintu hingga membuat Victoria terpelanting. Wanita itu beringsut mundur dengan gugup dan gemetar.“Di mana Valerie?” Emrys menunduk, meraih kerah baju Victoria dengan kasar dan tatapan dingin mematikan. Rick dan Ky ada di belakangnya. Ketika Emrys mengabari Ky, Ky juga langsung memberitahu Rick. Ky hanya berpikir mungkin Rick melihat keberadaan Valerie, namun karena Rick juga tidak tahu dimana Valerie, dia memutuskan ikut.“Ada apa, Vic?” Cassiel berseru dari dalam kamar mandi ketika dia mendengar saura ribut-ribut.Victoria hendak berteriak, namun dengan cepat Emrys meninju mulutnya hingga berdarah. Victoria tergeletak di lantai, kesakitan dan berlumuran dar
Lembaran hitam putih itu membuat jantung Emrys memacu. Tangannya gemetar, wajahnya memutih, dan sekujur tubuhnya gemetar luar biasa. Dia melihat nama Valerie tertera di foto USG itu dan hal itu membuktikan jika kertas foto itu adalah benar milik Valerie. Buru-buru Emrys membuka buku harian Valerie dilembaran dimana kertas foto itu jatuh.Air matanya langsung mengalir begitu membacanya, merasakan kepedihan yang teramat besar dan juga rasa penyesalan. Emrys menggeleng, menolak jika Valerie menyiratkan jika dia sudah menyerah dalam tulisan itu. Dan ketika dia membaca tulisan Valerie yang mengatakan dia hamil, buku harian di tangannya langsung jatuh.“Ha-hamil?” Gumam Emrys kaget. “Anakku? Dia hamil anakku?”Emrys berdiri, memegang kepalanya yang berdenyut karena bingung. Foto USG dan tulisan di buku Valerie sangat mempengaruhinya. Dia tidak menyangka bahwa dalam tubuh Valerie ada janin dimana darahnya mengalir. Janin itu adalah bukti pencapaian tertinggi rasa cinta diantara mereka. Tang
“Dia akan mencariku segera ketika mengetahui aku tidak ada di rumah. Apa kamu tidak takut?”Cassiel tertawa. “Takut? apa yang harus ditakuti?”“Jika kamu tidak takut, kenapa kamu bersembunyi selama ini?”Valerie terus bicara, berharap Cassiel kehilangan hasrat untuk membunuhnya. Hanya itu yang bisa dia lakukan saat ini. Dia harus memancing Cassiel terus bicara dan sebisa mungkin tidak menyinggungnya. Jika tidak, meski dengan kekuatan kecil, tubuhnya akan langsung meluncur ke bawah jika Cassiel mendorongnya.“Itu karena perintah pria itu, tahu?” jawab Cassiel santai.“Maksudmu, Dex?” tebak Valerie.Cassiel mengangguk. “Aku harus menuruti ayahku, bukan?”Angin menerbangkan rambut Valerie. Kuncirannya berantakan diterpa angin dan dia kedinginan. Kakinya kaku saat dia menginjak sebuah batu dan batu itu langsung longsor jatuh ke bawah. Valerie memberanikan diri menengok ke bawah. Buih-buih putih terlihat memecah dinding jurang hingga membuat Valerie menelan ludahnya.“Aku tidak ingin mengh