“Kamu sengaja melakukannya?” Valerie duduk di sofa panjang ruangan Emrys. Setelah mengangumi dekorasi modern ruangan itu selama beberapa waktu, Valerie akhirnya memusatkan perhatiannya pada hal yang baru saja diumumkan Emrys. Dia tahu Emrys tidak akan melakukannya tanpa alasan. Dan setelah melihat Victoria berdiri di ambang pintu ruangannya, Valerie pun tahu tujuan Emrys memintanya datang.Emrys mengangguk, duduk di samping Valerie. Dia menggenggam tangan Valerie erat lalu berkata, “Apa yang ingin kamu tanyakan?”“Alih-alih bertanya, kenapa kamu tidak mengatakannya secara langsung?”Emrys mendapat kesan kecemburuan pada setiap nada kalimat Valerie, dan dia sangat menyukainya. Emrys tersenyum, membelai wajah Valerie lembut. “Tentang posisi Vic?”“Vic?” Kening Valerie mengernyit, jelas tidak menyukainya. Dia mendengus dengan kesal, menjauhkan dirinya dari Emrys dengan sengaja. “Sepertinya kalian masih sangat dekat.”“Baiklah. Aku tidak akan menggodamu lagi,” Emrys menggeser kembali tub
Valerie menolak mengelilingi setiap bangunan di sana karena sudah lelah. Hari sudah petang, matahari nyaris terbenam dan mereka baru menyisir sepertiga dari bangunan-bangunan itu. Emrys mengatakan masih ada banyak pabrik dan ruangan yang belum dikunjungi Valerie, namun gadis itu langsung menggeleng menolak. Dia sudah lelah dan tubuhnya penat. Di ruangan Emrys, dia langsung menyandarkan tubuhnya di sofa. Emrys hanya tertawa kecil melihatnya. Dia mengeluarkan dua botol minuman dari kulkas, lalu menyerahkannya pada Valerie. Valerie meraihnya. Dalam sekali tegukan panjang, minuman itu habis diminumnya.“Bagaimana caramu mengolah semuanya?” Valerie menatap Emrys. “Bangunan di sini sudah sangat banyak. Belum lagi beberapa kantor cabang yang tersebar di seantero negeri ini. Apa kamu tidak lelah? Kepalamu tidak pecah?”“Memang melelahkan,” Emrys mengangguk. “Setiap hari aku menerima ratusan laporan, baik dari kantor pusat atau cabang. Melihat angka-angka setiap hari nyaris membuatku muntah,
Saat Emrys masuk ke ruangannya, dia melihat sebuah amplop tergeletak di atas mejanya. Emrys melepas jasnya, menggantungnya di gantungan khusus lalu duduk dan membuka amplop berwarna cokelat itu.Keningnya mengerut, saat dia melihat bahwa itu adalah surat pengunduran diri Zach. Dengan cepat dia menekan line telepon yang menghubungkannya ke departemen penjualan. Tak lama,“Ya Tuan?”“Ke ruanganku sekarang!”Emrys membaca sekali lagi surat itu, memastikan jika dia tidak sedang salah membaca judul. Sejauh ini tidak ada masalah di departemen yang dibawahi Zach. Dia melakukan tugasnya dengan sangat baik. Bahkan dalam beberapa bulan terakhir, melalui gebrakan-gebrakan yang dilakukannya, penjualan Lysander Group melesat naik dua puluh persen dari tahun sebelumnya.Melepas Zach tidak ada dalam rencana Emrys. Zach itu ibarat sebuah permata yang amat berharga. Dia tidak akan membuangnya begitu saja karena itu sama saja dia memberikan perusahaan pesaingnya kesempatan memiliki Zach. Emrys menyesap
“Dokter Rick, ada tamu yang menunggumu. Karena dia mengaku teman baikmu, aku memintanya menunggu di ruanganmu.” Seorang perawat berseru pada Rick setelah Rick keluar dari ruang operasi.“Benarkah?” Perawat itu mengangguk. Rick mempercepat langkahnya, entah kenapa dia malah berharap Isabelle yang mendatanginya. Namun ketika dia membuka pintu ruangan dan yang ada di sana adalah Valerie, wajah sumringahnya menghilang begitu saja.“Kenapa ekspresimu seperti itu?” Valerie tertawa. Rick tidak menyahut. Dia sangat kecewa dan kesal pada dirinya sendiri karena sudah terlalu berharap. Sudah seminggu dia tidak bertemu dengan Isabelle, dan dia sangat merindukannya. Namun Rick meyakinkan dirinya jika dia merindukan Isabelle sebagai seorang adik.“Ada perlu apa?” Rick membuka snelli-nya, lalu menggantungnya di gantungan yang terletak di sisi mejanya.“Kamu tidak menyapaku terlebih dahulu?” Valerie menggodanya.Rick meminum air dari botol minumnya, lalu menggeleng. “Maaf, tapi aku tidak mau basa b
“Tuan Emrys.”Ky menemui Emrys sedang berdiri di rooftop perusahaan. Pemandangan kota malam ini begitu indah. Sejauh mata memandang, dia hanya bisa melihat gemerlap lampu-lampu kendaraan atau bangunan-bangunan di bawah sana. Semuanya indah dan menenangkan.“Apa kamu sudah menemukannya?” suara Emrys terdengar berat dan dingin, lebih dingin dari malam yang sudah hampir menyentuh tengah malam. Ky mengangguk. “Zach berada di luar kota. Dia kembali ke daerah asalnya dulu.”“Daerah asal? Maksudmu panti asuhannya atau rumah orang tua angkatnya?”“Orang tua angkat, Tuan.”“Bukankah dia bilang dia tidak akan kembali ke sana?” kening Emrys mengernyit.“Sepertinya dia ingin melakukan sesuatu.”“Sesuatu?”Ky mengangguk, mengeluarkan lembaran kertas dari kantong jasnya. “Aku dan Zach selalu mengunjungi coffe shop yang sama di pagi hari sebelum ke kantor. Pagi ini, saat aku pergi ke sana dan hendak membeli kopi seperti biasa, salah satu pegawainya memberiku kertas ini.”Emrys membaca pesan yang di
Hari sudah berganti menjadi malam yang ditaburi oleh bintang. Bulan bersinar penuh, menggantung rendah di barat langit malam. Victoria hanya mengenakan lingerin yang dibalut oleh selimut kecil ketika dia beranjak duduk ke belakang bangunan tempatnya dan Dex akan menghabiskan satu malam yang luar biasa ini. Dia meletakkan wine-nya, menarik selimut untuk menutup hingga ke lehernya karena udara malam semakin dingin.Tiba-tiba Dex menghampirinya, membelai lehernya sebelum dia duduk di samping Victoria. Wanita itu melempar senyum, dan ketika Dex menepuk pahanya, Victoria beranjak dan duduk di pangkuan Dex. Di atas meja, Dex membawa sebuah map cokelat dan perhatian Victoria langsung tertuju ke sana.“Apa itu?” tanya Victoria.“Tugas untukmu.”“Tugas?”“Mmm,” Dex menggumam. Dia mencium lengan Victoria sebelum mengambil map dan menyerahkannya pada Victoria. Victoria sempat berpikir jika itu adalah surat pengalihan aset yang dijanjikan Dex, namun saat dia membacanya, matanya terbelalak.KASUS
Headline utama pagi ini,Lysander Kingdom Terlibat Dalam Keracunan Obat Massal120 Orang Anak Meregang Nyawa Karena Keracunan Obat, Lysander Kingdom Bertanggung Jawab Dalam Kasus IniMengerikan! Lysander Kingdom Terlibat Dalam Kasus Kematian Misterius 120 Orang Anak di NortpassNortpass, Lysander Kingdom, dan Luka Karena Keracunan Obat MassalKekuasaan, Uang dan Koneksi: Lysander Kingdom Menutup Mulut Keluarga Korban.“Bagaimana ini?” Valerie terlihat gugup saat membaca kabar menggemparkan yang sudah memuncaki trending topik di seluruh saluran berita. Emrys berdiri di balkon rumah dengan tegak. Wajahnya dingin sejalan dengan sorot matanya yang seolah sanggup membekukan semua hal dihadapannya.“Emrys, apa kamu baik-baik saja?” Valerie menyentuh lengannya.Emrys menatap Valerie, tersenyum lalu mengangguk. “Aku tidak apa-apa, Valerie. Aku akan siap-siap dulu.”“Kamu mau ke mana?” Valerie menahan langkahnya.“Ke mana lagi? Aku harus ke perusahaan, Sayang.”“Tapi di bawah ada banyak report
Begitu Ky mengabari rencana Emrys menggelar konferensi pers, Valerie dan Isabelle langsung bergerak menuju perusahaan. Tidak disangka-sangka Rick tiba di kediaman Lysander tepat saat keduanya hendak masuk ke mobil. Karena Rick sudah ada di sana, mereka memutuskan pergi menggunakan mobil Rick.Valerie terus meremas gaunnya. Jantungnya berdentum tak karuan, peluh sesekali jatuh menyusuri keningnya. Dia mencemaskan Emrys. Walau Isabelle sudah meyakinkannya jika Emrys akan menyelesaikannya dengan baik, entah kenapa dia merasa hal ini tidak sesederhana yang terlihat. Ketiganya masuk ke dalam ruangan yang sudah dipadati oleh kebanyakan wartawan. Mereka duduk di kursi yang ditunjuk staff perusahaan, menunggu bersama beberapa orang lainnya. Valerie terus menerus gelisah. Dia berdiri, memutuskan untuk mencari Emrys.Ternyata Emrys masih ada di ruangannya sesuai dengan apa yang dikatakan Grace. Valerie mengetuk pintu dan membukanya walau dia belum mendengar suara Emrys mengizinkannya. Dia meng
Hal pertama yang dilakukan Isabelle adalah memeluk erat Valerie ketika dia turun dari sedan yang membawanya kembali ke rumah. Dalam diam, dia menangis sesenggukan, menumpahkan semua rasa sakit hati dan penyesalan yang tak terukur dalam dirinya. Isabelle tidak bisa menggambarkan betapa terlukanya perasaannya dan sedalam apa rasa sakitnya.Rasa sakit itu bukan hanya karena dia berpikir jika dia kehilangan Valerie, namun juga karena rasa cinta yang sudah menggebu-gebu dalam dirinya untuk Rick. Tapi keadaan ini membuat dirinya sendiri tidak mengizinkan cinta itu berbalas. Dia sangat sakit hati hingga dia membatasi dirinya untuk tidak mencintai.“Heh, berikan Grandpa kesempatan.” Isabelle melepas pelukannya. Dia berdiri di sisi Valerie, menyeka air matanya dan membiarkan Grandpa memeluk sosok yang sangat dirindukannya itu.Tangisan Grandpa pecah saat memeluk Valerie. Dia terus mengelus punggung Valerie dan mengatakan maaf, bukan hanya sekali dua kali, namun berkali-kali hingga Valerie pun
“Emrys bunuh diri.” Lucy tergesa-gesa masuk ke dalam rumah Karlis ketika Valerie sedang menonton televisi.Valerie berdiri, kedua bola matanya membulat tak percaya, namun dia kembali duduk dengan santai. "Jangan membohongiku. Aku tidak akan percaya.""Valerie...""Aku tahu kamu selalu memaksaku pulang. Tapi jangan menggunakan cara seperti ini." ujar Valerie."Aku tidak berbohong. Emrys benar-benar bunuh diri." Lucy membuka ponselnya, menunjukkan pesan yang dikirim oleh Ky padanya. “Apa katamu?” desis Valerie.“Setelah mengirim pesan padaku, dia menghubungiku juga. Dia bertanya dimana aku sekarang dan aku berbohong jika aku sedang diluar kota untuk urusan pekerjaan. Dia memintaku untuk menenangkan Isabelle dan memberitahu jika Emrys bunuh diri.”“Ke-kenapa bisa...”“Dia melompat dari tebing yang sama dengan tebing tempatmu nyaris dibunuh. Dalam suratnya yang dia letakkan di meja kamar, dia mengatakan jika dia ingin mengalami sendiri apa yang kamu alami.”“Tapi ini sudah satu setengah
Lucy berguling menghadapkan tubuhnya pada Valerie yang masih terlentang menatap kosong langit-langit kamar. Setiap akhir pekan, Lucy selalu menyempatkan diri untuk melihat Valerie dan bermalam di sana. Valerie selalu mengalami mimpi buruk, berteriak dalam tidurnya untuk diselamatkan. Lucy tahu sahabatnya itu terluka sangat dalam hingga dalam mimpi pun dia masih bergulat. Namun, Lucy juga tidak bisa melakukan apa-apa.“Belum mengantuk?” bisik Lucy.Valerie menggeleng, menarik selimut menutupi dadanya. Dia mendesah panjang. “Bagaimana kondisi perusahaan Emrys?”“Sudah lebih baik.” Lucy memilih duduk. “Sejak aku memutuskan untuk menarik semua produk yang kami luncurkan dan mengembalikan apa yang seharusnya milik Lysander Kingdom berikut hak ciptanya, perusahaan mereka semakin membaik.”“Bagaimana dengan Isabelle?”“Isabelle?” Lucy mengingat-ingat. “Aku tidak terlalu sering bertemu dengannya karena aku sibuk di perusahaan. Tapi Rick mengatakan jika Isabelle masih marah dan menolak dirinya
Sebulan kemudian.Sepasang bola mata yang indah dan teduh itu menatap layar televisi yang ukurannya nyaris seukuran dengan kardus pembungkus mie instan yang biasa dimakannya. Kedua bola mata itu bergerak mengikuti arah gambar yang menayangkan acara komedi. Dia tidak tertawa saat tokoh dalam acara itu menjatuhkan dirinya ke dalam kubangan lumpur. Apapun adegannya, dia tidak tersenyum.Seorang wanita paruh baya masuk ke ruanganya. Dia membawakan semangkuk bubur yang masih mengepul panas dan meletakkannya di atas meja. Dengan lembut wanita itu menarik remote dari tangannya dan mematikan saluran televisi. “Sudah malam, Nak. Makanlah dulu. Kamu perlu tetap hidup demi janin dalam perutmu.”Pemilik mata teduh itu adalah Valerie. Ketika wanita yang menemukannya dan menyelamatkannya itu menyebut janinnya, dia secara naluri memegang perutnya. Di keningnya ada beberapa bekas luka goresan yang belum hilang, begitu pula di tangannya.Dia ingat. Ketika tubuhnya dihempas oleh arus, seseorang tiba-t
“Bagaimana Grandpa, Belle?” Rick dan Zach menghampirinya bersamaan.Isabelle tidak menyahut, pun tidak melirik mereka. Dia melengos begitu saja lalu pergi mengambil beberapa kaleng alkohol dari dalam kulkas dan membawanya ke taman belakang rumahnya. Hati Isabelle benar-benar kacau dan dia masih sakit hati. Semua kebohongan yang mereka lakukan di depannya membuat dia tidak bisa memaksakan diri untuk berbicara pada keduanya.Dia membuka kaleng alkoholnya dan langsung menenggaknya. Dalam sekali tegukan panjang, dia menghabiskan seisi kaleng itu hingga tumpah ke pakaiannya. Isabelle menghela nafas, menyeka sisa alkohol yang membanjiri dagunya. Isabelle mengingat Valerie. Dia menunduk, air matanya jatuh dan dia menangis sesenggukan hingga dadanya terasa sangat sesak. Dia memukul-mukul dadanya yang seolah terhimpit oleh beban berat, berusaha mencari oksigen agar bisa bernafas lebih leluasa. Namun sesak itu bukan karena jantungnya kekurangan oksigen, melainkan karena semua kekacauan dalam h
Angin malam yang kencang membuat tubuh Victoria yang terayun-ayun merasakan kengerian yang teramat besar. Dia berteriak meminta agar Emrys menurunkannya. Rasanya dia nyaris pingsan melihat betapa tingginya posisinya berada hingga benda-benda di bawahnya terasa sangat kecil. Victoria menangis, kembali memohon agar Emrys bermurah hati padanya.Hati Emrys tidak tergugah. Dia sama sekali tidak tergerak. Tekadnya sudah bulat sekalipun dia akan membayar apa yang dilakukannya dengan nyawanya sendiri.Dia akan melakukan apa pun, dia sanggup menukar apa pun, hanya jika Valerie bisa kembali.Ketika Emrys hendak melempar tubuh Victoria dari lantai enam belas bangunan itu, tiba-tiba beberapa anggota kepolisian menghampirinya dan berusaha menahannya.“Emrys, jangan.” Sosok kapten yang ditemuinya di villa tadi malam berdiri di sana. “Jangan kotori tanganmu, ini bukan gayamu.”Air mata Emrys mengalir terus dan dia benar-benar tidak berdaya. Bayang-bayang bagaimana Valerie jatuh menari-nari di kepala
“Siapa yang mengganggu malam-malam begini?” Victoria menggerutu kesal saat mendengar bunyi bel pintu terus berdering. Dengan malas dan setengah pusing dia melangkah dan membuka pintu. Namun begitu melihat Emrys berdiri dengan murka di sana, dia membelalak dan buru-buru menutup kembali pintu kamarnya. Dengan kasar Emrys menendang pintu hingga membuat Victoria terpelanting. Wanita itu beringsut mundur dengan gugup dan gemetar.“Di mana Valerie?” Emrys menunduk, meraih kerah baju Victoria dengan kasar dan tatapan dingin mematikan. Rick dan Ky ada di belakangnya. Ketika Emrys mengabari Ky, Ky juga langsung memberitahu Rick. Ky hanya berpikir mungkin Rick melihat keberadaan Valerie, namun karena Rick juga tidak tahu dimana Valerie, dia memutuskan ikut.“Ada apa, Vic?” Cassiel berseru dari dalam kamar mandi ketika dia mendengar saura ribut-ribut.Victoria hendak berteriak, namun dengan cepat Emrys meninju mulutnya hingga berdarah. Victoria tergeletak di lantai, kesakitan dan berlumuran dar
Lembaran hitam putih itu membuat jantung Emrys memacu. Tangannya gemetar, wajahnya memutih, dan sekujur tubuhnya gemetar luar biasa. Dia melihat nama Valerie tertera di foto USG itu dan hal itu membuktikan jika kertas foto itu adalah benar milik Valerie. Buru-buru Emrys membuka buku harian Valerie dilembaran dimana kertas foto itu jatuh.Air matanya langsung mengalir begitu membacanya, merasakan kepedihan yang teramat besar dan juga rasa penyesalan. Emrys menggeleng, menolak jika Valerie menyiratkan jika dia sudah menyerah dalam tulisan itu. Dan ketika dia membaca tulisan Valerie yang mengatakan dia hamil, buku harian di tangannya langsung jatuh.“Ha-hamil?” Gumam Emrys kaget. “Anakku? Dia hamil anakku?”Emrys berdiri, memegang kepalanya yang berdenyut karena bingung. Foto USG dan tulisan di buku Valerie sangat mempengaruhinya. Dia tidak menyangka bahwa dalam tubuh Valerie ada janin dimana darahnya mengalir. Janin itu adalah bukti pencapaian tertinggi rasa cinta diantara mereka. Tang
“Dia akan mencariku segera ketika mengetahui aku tidak ada di rumah. Apa kamu tidak takut?”Cassiel tertawa. “Takut? apa yang harus ditakuti?”“Jika kamu tidak takut, kenapa kamu bersembunyi selama ini?”Valerie terus bicara, berharap Cassiel kehilangan hasrat untuk membunuhnya. Hanya itu yang bisa dia lakukan saat ini. Dia harus memancing Cassiel terus bicara dan sebisa mungkin tidak menyinggungnya. Jika tidak, meski dengan kekuatan kecil, tubuhnya akan langsung meluncur ke bawah jika Cassiel mendorongnya.“Itu karena perintah pria itu, tahu?” jawab Cassiel santai.“Maksudmu, Dex?” tebak Valerie.Cassiel mengangguk. “Aku harus menuruti ayahku, bukan?”Angin menerbangkan rambut Valerie. Kuncirannya berantakan diterpa angin dan dia kedinginan. Kakinya kaku saat dia menginjak sebuah batu dan batu itu langsung longsor jatuh ke bawah. Valerie memberanikan diri menengok ke bawah. Buih-buih putih terlihat memecah dinding jurang hingga membuat Valerie menelan ludahnya.“Aku tidak ingin mengh