“Kamu tidur di tempat tidurku saja, biar aku yang tidur di sini,” Emrys menghampiri Valerie saat dia sedang membuka kotak obat.Valerie malu-malu mengangkat wajahnya, masih teringat dengan kekonyolan yang dia buat. “Memangnya kenapa?”“Kakimu luka. Tubuhmu juga mungkin jadi tidak nyaman, jadi untuk sementara waktu kamu tidur di sana saja.”“Lalu bagaimana denganmu?”“Aku akan tidur di sini,” Emrys menunjuk tempat tidur yang digunakan Valerie.“Ada bulu Rys,” Valerie menggeleng. “Aku tidur di sini saja.”“Kamu yakin?” tanya Emrys.Valerie mengangguk. Dia ingin Emrys segera meninggalkannya karena dia masih merasa sangat malu. Dia tidak ingin Emrys melihat wajahnya yang memerah.“Baiklah. Tapi kenapa kamu membuka kotak obat? Apa kamu kesakitan?” Emrys menunduk.Valerie menggeleng. “Perbannya basah saat aku mandi tadi. Aku hanya ingin menggantinya.”“Biar aku saja,” Emrys meraih perban yang sudah dikeluarkan oleh Valerie.Dia duduk di samping Valerie, lalu meletakkan kedua kakinya di atas
Ketika Emrys bangun, jarum jam menunjukkan angka dua pagi. Dia meregangkan tubuhnya. Astaga, aku tidur selama beberapa jam di luar, sungut Emrys. Dia beranjak, masuk ke dalam kamar untuk melanjutkan kembali istirahatnya. Di tempat tidurnya, Valerie sudah tidur. Rys juga tertidur di kakinya, meringkuk di atas selimut Valerie. Setelah melihat Valerie, tiba-tiba Emrys teringat dengan mimpinya tadi malam. Bisa-bisanya dia bermimpi mencium gadis itu. Dan anehnya, ciuman itu terasa sangat nyata dan membuat jantungnya berdebar.Ya ampun Emrys, apa yang kamu pikirkan?Setelah mengusir pikiran-pikiran aneh dalam dirinya, Emrys memutuskan merebahkan dirinya di tempat tidur. Saat jantungnya masih terus berdebar dan desiran hangat mengalir dalam dirinya ketika dia menatap Valerie, Emrys memutuskan jika itu semua adalah efek alkohol yang diminumnya. *“Untuk apa kamu kemari?” Lucy seakan tidak senang melihat kedatangan Valerie. Valerie merengut. Dia membuntuti Lucy saat dia sedang membersihkan
Saat Emrys mendengar dengungan konstan dari ponselnya yang bergetar di atas nakas, mau tak mau Emrys harus bangun. Dia mengangkat kepalanya sambil meraba-raba di atas nakas untuk menemukan ponselnya, lalu kembali merebahkan diri saat dia sudah menemukan benda pintar itu.Sebuah panggilan dari Ky, namun panggilan itu keburu mati saat dia hendak mengangkatnya. Emrys berusaha mengumpulkan tenaga dan kesadarannya untuk melihat jam di layar ponsel, dan begitu terkejut saat angka sudah menunjukkan pukul tiga sore.“Astaga,” Emrys nyaris melompat.Sudah lewat tengah hari, bahkan ini sudah sore. Bagaimana dia bisa tidur hingga sesiang ini? Dan kenapa Valerie tidak membangunkannya sama sekali? Pantas saja Ky meneleponnya terus menerus.Beberapa detik kemudian, setelah kesadarannya mulai penuh kembali, barulah Emrys ingat jika dia menghabiskan hampir dua botol penuh wine sendirian. Tapi bagaimana bisa dua botol alkohol membuatnya tidur seperti orang mati?Lalu dia ingat mimpinya saat mencumbu V
Musik yang berkumandang sebenarnya sangat merusak gendang telinga. Namun entah kenapa ketika merasa stres atau tertekan, kebanyakan orang akan mencari klub malam sebagai tempat pelampiasan. Mereka akan menari seperti orang gila lalu jatuh tersungkur karena pengaruh alkohol.Dan Ky menyadari jika Emrys terlihat seperti bukan dirinya malam ini. Dia melambaikan tangannya pada pelayan, memesan air soda alih-alih alkohol karena dia harus menyetir. Ky memposisikan dirinya tepat di samping Emrys, diam-diam menyembunyikan senyumnya saat mendengar pertanyaan Emrys. “Maksud Tuan, Nyonya Valerie?”Emrys tidak menyahut, namun ekspresi wajahnya mengatakan jika semua hal yang membuatnya bingung adalah Valerie. Sangat menggelitik hingga rasanya Ky ingin tertawa terbahak-bahak. Jika saja Emrys melihat pantulan dirinya dalam cermin, wajah itu sama sekali tidak menunjukkan jiwa dinginnya selama ini.“Dia bertemu dengan Rick, bukan hanya sekali namun berkali-kali. Dan kedekatannya pada Zach...” Emrys b
Tetesan air mata yang mengalir dari kedua kelopak mata Valerie menunjukkan kekecewaan yang teramat dalam pada Zach. Dia meletakkan foto di tangannya, berdiri, namun kembali duduk. Dia gusar seperti orang linglung, dan terakhir dia meraih gelas berisi air yang tersedia di atas meja. Tangannya gemetar saat dia minum, dan bias kemarahan terasa sangat jelas saat dia meletakkan gelasnya di atas meja dengan kasar.“Jadi anak itu adalah kamu,” Valerie tertawa pelan, namun air mata terus menetes di wajahnya. Dia menatap Zach dengan tajam, dengan bibir bergetar karena emosi yang meluap. “Kenapa kamu meninggalkanku sendirian?” desisnya pelan.Zach menunduk. Air mata membanjiri wajahnya, namun dia berusaha tegar lalu menghapusnya diam-diam. Beberapa detik kemudian dia kembali mengangkat wajahnya, namun air mata itu kembali jatuh menyusuri wajahnya saat melihat ekspresi terluka di wajah Valerie.“Valerie...” Zach berusaha meraih tangan Valerie, namun Valerie langsung menarik tangannya dari atas m
Saat Emrys masuk ke dalam kamar, Valerie sedang duduk di balkon bersama Rys. Anak anjing yang mulai bertambah besar itu terlihat mengigit-gigit jemari Valerie, seakan mengajak gadis itu bermain. Namun Valerie tidak bereaksi apa pun, tatapannya seolah kosong dan hampa.“Kamu baik-baik saja?” Emrys menyandarkan dirinya di ambang pintu.Valerie tidak menyahut. Dari atas dia mendengar deru mesin motor Zach berdengung kencang, semakin lama semakin menjauh dan dia tahu, Zach sudah pergi. Valerie mendesah, menurunkan Rys dan membiarkan anjing itu berkeliaran di sekitar balkon.“Menurutmu anjingmu itu ras apa?” Emrys berusaha mengalihkan perhatian Valerie dan memancingnya untuk bicara.Dan berhasil. Valerie menatap Rys yang berlari bebas, sesekali berhenti tepat di depan mereka berdua, lalu berlari lagi. Dia tersenyum, mencoba mencari tahu ras apa anjing yang dipungutnya dari hutan itu.“Mmm...” Valerie menggumam. Dia turun dari kursi, jongkok sambil mengamati anjing berbulu emas kecokelatan
“Dia hanya demam biasa. Mungkin kelelahan atau sedang stres. Dia akan segera membaik setelah istirahat dan minum obat.”Dokter Frans mengeluarkan beberapa lembar obat-obatan dari dalam kotak obatnya setelah memeriksa keadaan Valerie. Dia menulis pemakaian obat di lembar plastik pembungkusnya, memasukkan obat demi obat ke dalam lalu meletakkannya di atas nakas. “Usahakan dia banyak istirahat setelah ini. Asistenku akan memeriksa infusnya beberapa jam lagi.”Emrys hanya mengangguk. Dia menatap Valerie yang masih tidur, di sampingnya Isabelle dengan setia menjagainya. Sesekali adiknya itu meletakkan tangannya di kening Valerie dan dia terlihat sama khawatirnya dengan Emrys.“Belle, tolong antar Dokter Frans ke luar," ujar Emrys.Setelah Isabelle dan Dokter Frans keluar, Emrys duduk di sisi Valerie, menyelipkan tangan Valerie kembali ke balik selimut, lalu mengelus lembut telapak tangannya yang lain. Perasaan bersalah semakin menjadi-jadi dalam diri Emrys. Berapa kali dia sudah melukai V
Sabtu siang membawa angin sepoi dan langit berawan dengan suhu udara hangat cenderung panas. Beberapa pejalan kaki yang melintas di depan cafe terlihat menggunakan payung sebagai pengaman dari sinar matahari. Menurut Zach, hujan tidak akan turun karena langit terlihat sangat cerah. Sambil berpangku tangan, dia menatap para pejalan kaki yang mulai ramai memenuhi jalanan.Ky menyendokkan sepotong kecil tart ke mulutnya. Dia mengernyit saat indra perasanya mendeteksi rasa yang tidak dia sukai. “Tartnya tidak enak,” seru Ky.“Makan saja mumpung semuanya gratis,” Zach menatapnya datar. “Kamu yang memesannya tadi, jangan banyak protes.”“Ngomong-ngomong, kenapa kamu sangat penasaran dengan kisah Victoria?” tanya Ky.Zach mengetuk jemarinya di atas meja, sedang menimbang-nimbang apakah dia harus jujur pada Ky atau tidak. Tapi Ky sangat dekat pada Emrys, juga terkenal sangat loyal. Dia tidak boleh gegabah. Mungkin sebaiknya dia menyimpan hal ini terlebih dahulu sampai dia benar-benar memastik
Hal pertama yang dilakukan Isabelle adalah memeluk erat Valerie ketika dia turun dari sedan yang membawanya kembali ke rumah. Dalam diam, dia menangis sesenggukan, menumpahkan semua rasa sakit hati dan penyesalan yang tak terukur dalam dirinya. Isabelle tidak bisa menggambarkan betapa terlukanya perasaannya dan sedalam apa rasa sakitnya.Rasa sakit itu bukan hanya karena dia berpikir jika dia kehilangan Valerie, namun juga karena rasa cinta yang sudah menggebu-gebu dalam dirinya untuk Rick. Tapi keadaan ini membuat dirinya sendiri tidak mengizinkan cinta itu berbalas. Dia sangat sakit hati hingga dia membatasi dirinya untuk tidak mencintai.“Heh, berikan Grandpa kesempatan.” Isabelle melepas pelukannya. Dia berdiri di sisi Valerie, menyeka air matanya dan membiarkan Grandpa memeluk sosok yang sangat dirindukannya itu.Tangisan Grandpa pecah saat memeluk Valerie. Dia terus mengelus punggung Valerie dan mengatakan maaf, bukan hanya sekali dua kali, namun berkali-kali hingga Valerie pun
“Emrys bunuh diri.” Lucy tergesa-gesa masuk ke dalam rumah Karlis ketika Valerie sedang menonton televisi.Valerie berdiri, kedua bola matanya membulat tak percaya, namun dia kembali duduk dengan santai. "Jangan membohongiku. Aku tidak akan percaya.""Valerie...""Aku tahu kamu selalu memaksaku pulang. Tapi jangan menggunakan cara seperti ini." ujar Valerie."Aku tidak berbohong. Emrys benar-benar bunuh diri." Lucy membuka ponselnya, menunjukkan pesan yang dikirim oleh Ky padanya. “Apa katamu?” desis Valerie.“Setelah mengirim pesan padaku, dia menghubungiku juga. Dia bertanya dimana aku sekarang dan aku berbohong jika aku sedang diluar kota untuk urusan pekerjaan. Dia memintaku untuk menenangkan Isabelle dan memberitahu jika Emrys bunuh diri.”“Ke-kenapa bisa...”“Dia melompat dari tebing yang sama dengan tebing tempatmu nyaris dibunuh. Dalam suratnya yang dia letakkan di meja kamar, dia mengatakan jika dia ingin mengalami sendiri apa yang kamu alami.”“Tapi ini sudah satu setengah
Lucy berguling menghadapkan tubuhnya pada Valerie yang masih terlentang menatap kosong langit-langit kamar. Setiap akhir pekan, Lucy selalu menyempatkan diri untuk melihat Valerie dan bermalam di sana. Valerie selalu mengalami mimpi buruk, berteriak dalam tidurnya untuk diselamatkan. Lucy tahu sahabatnya itu terluka sangat dalam hingga dalam mimpi pun dia masih bergulat. Namun, Lucy juga tidak bisa melakukan apa-apa.“Belum mengantuk?” bisik Lucy.Valerie menggeleng, menarik selimut menutupi dadanya. Dia mendesah panjang. “Bagaimana kondisi perusahaan Emrys?”“Sudah lebih baik.” Lucy memilih duduk. “Sejak aku memutuskan untuk menarik semua produk yang kami luncurkan dan mengembalikan apa yang seharusnya milik Lysander Kingdom berikut hak ciptanya, perusahaan mereka semakin membaik.”“Bagaimana dengan Isabelle?”“Isabelle?” Lucy mengingat-ingat. “Aku tidak terlalu sering bertemu dengannya karena aku sibuk di perusahaan. Tapi Rick mengatakan jika Isabelle masih marah dan menolak dirinya
Sebulan kemudian.Sepasang bola mata yang indah dan teduh itu menatap layar televisi yang ukurannya nyaris seukuran dengan kardus pembungkus mie instan yang biasa dimakannya. Kedua bola mata itu bergerak mengikuti arah gambar yang menayangkan acara komedi. Dia tidak tertawa saat tokoh dalam acara itu menjatuhkan dirinya ke dalam kubangan lumpur. Apapun adegannya, dia tidak tersenyum.Seorang wanita paruh baya masuk ke ruanganya. Dia membawakan semangkuk bubur yang masih mengepul panas dan meletakkannya di atas meja. Dengan lembut wanita itu menarik remote dari tangannya dan mematikan saluran televisi. “Sudah malam, Nak. Makanlah dulu. Kamu perlu tetap hidup demi janin dalam perutmu.”Pemilik mata teduh itu adalah Valerie. Ketika wanita yang menemukannya dan menyelamatkannya itu menyebut janinnya, dia secara naluri memegang perutnya. Di keningnya ada beberapa bekas luka goresan yang belum hilang, begitu pula di tangannya.Dia ingat. Ketika tubuhnya dihempas oleh arus, seseorang tiba-t
“Bagaimana Grandpa, Belle?” Rick dan Zach menghampirinya bersamaan.Isabelle tidak menyahut, pun tidak melirik mereka. Dia melengos begitu saja lalu pergi mengambil beberapa kaleng alkohol dari dalam kulkas dan membawanya ke taman belakang rumahnya. Hati Isabelle benar-benar kacau dan dia masih sakit hati. Semua kebohongan yang mereka lakukan di depannya membuat dia tidak bisa memaksakan diri untuk berbicara pada keduanya.Dia membuka kaleng alkoholnya dan langsung menenggaknya. Dalam sekali tegukan panjang, dia menghabiskan seisi kaleng itu hingga tumpah ke pakaiannya. Isabelle menghela nafas, menyeka sisa alkohol yang membanjiri dagunya. Isabelle mengingat Valerie. Dia menunduk, air matanya jatuh dan dia menangis sesenggukan hingga dadanya terasa sangat sesak. Dia memukul-mukul dadanya yang seolah terhimpit oleh beban berat, berusaha mencari oksigen agar bisa bernafas lebih leluasa. Namun sesak itu bukan karena jantungnya kekurangan oksigen, melainkan karena semua kekacauan dalam h
Angin malam yang kencang membuat tubuh Victoria yang terayun-ayun merasakan kengerian yang teramat besar. Dia berteriak meminta agar Emrys menurunkannya. Rasanya dia nyaris pingsan melihat betapa tingginya posisinya berada hingga benda-benda di bawahnya terasa sangat kecil. Victoria menangis, kembali memohon agar Emrys bermurah hati padanya.Hati Emrys tidak tergugah. Dia sama sekali tidak tergerak. Tekadnya sudah bulat sekalipun dia akan membayar apa yang dilakukannya dengan nyawanya sendiri.Dia akan melakukan apa pun, dia sanggup menukar apa pun, hanya jika Valerie bisa kembali.Ketika Emrys hendak melempar tubuh Victoria dari lantai enam belas bangunan itu, tiba-tiba beberapa anggota kepolisian menghampirinya dan berusaha menahannya.“Emrys, jangan.” Sosok kapten yang ditemuinya di villa tadi malam berdiri di sana. “Jangan kotori tanganmu, ini bukan gayamu.”Air mata Emrys mengalir terus dan dia benar-benar tidak berdaya. Bayang-bayang bagaimana Valerie jatuh menari-nari di kepala
“Siapa yang mengganggu malam-malam begini?” Victoria menggerutu kesal saat mendengar bunyi bel pintu terus berdering. Dengan malas dan setengah pusing dia melangkah dan membuka pintu. Namun begitu melihat Emrys berdiri dengan murka di sana, dia membelalak dan buru-buru menutup kembali pintu kamarnya. Dengan kasar Emrys menendang pintu hingga membuat Victoria terpelanting. Wanita itu beringsut mundur dengan gugup dan gemetar.“Di mana Valerie?” Emrys menunduk, meraih kerah baju Victoria dengan kasar dan tatapan dingin mematikan. Rick dan Ky ada di belakangnya. Ketika Emrys mengabari Ky, Ky juga langsung memberitahu Rick. Ky hanya berpikir mungkin Rick melihat keberadaan Valerie, namun karena Rick juga tidak tahu dimana Valerie, dia memutuskan ikut.“Ada apa, Vic?” Cassiel berseru dari dalam kamar mandi ketika dia mendengar saura ribut-ribut.Victoria hendak berteriak, namun dengan cepat Emrys meninju mulutnya hingga berdarah. Victoria tergeletak di lantai, kesakitan dan berlumuran dar
Lembaran hitam putih itu membuat jantung Emrys memacu. Tangannya gemetar, wajahnya memutih, dan sekujur tubuhnya gemetar luar biasa. Dia melihat nama Valerie tertera di foto USG itu dan hal itu membuktikan jika kertas foto itu adalah benar milik Valerie. Buru-buru Emrys membuka buku harian Valerie dilembaran dimana kertas foto itu jatuh.Air matanya langsung mengalir begitu membacanya, merasakan kepedihan yang teramat besar dan juga rasa penyesalan. Emrys menggeleng, menolak jika Valerie menyiratkan jika dia sudah menyerah dalam tulisan itu. Dan ketika dia membaca tulisan Valerie yang mengatakan dia hamil, buku harian di tangannya langsung jatuh.“Ha-hamil?” Gumam Emrys kaget. “Anakku? Dia hamil anakku?”Emrys berdiri, memegang kepalanya yang berdenyut karena bingung. Foto USG dan tulisan di buku Valerie sangat mempengaruhinya. Dia tidak menyangka bahwa dalam tubuh Valerie ada janin dimana darahnya mengalir. Janin itu adalah bukti pencapaian tertinggi rasa cinta diantara mereka. Tang
“Dia akan mencariku segera ketika mengetahui aku tidak ada di rumah. Apa kamu tidak takut?”Cassiel tertawa. “Takut? apa yang harus ditakuti?”“Jika kamu tidak takut, kenapa kamu bersembunyi selama ini?”Valerie terus bicara, berharap Cassiel kehilangan hasrat untuk membunuhnya. Hanya itu yang bisa dia lakukan saat ini. Dia harus memancing Cassiel terus bicara dan sebisa mungkin tidak menyinggungnya. Jika tidak, meski dengan kekuatan kecil, tubuhnya akan langsung meluncur ke bawah jika Cassiel mendorongnya.“Itu karena perintah pria itu, tahu?” jawab Cassiel santai.“Maksudmu, Dex?” tebak Valerie.Cassiel mengangguk. “Aku harus menuruti ayahku, bukan?”Angin menerbangkan rambut Valerie. Kuncirannya berantakan diterpa angin dan dia kedinginan. Kakinya kaku saat dia menginjak sebuah batu dan batu itu langsung longsor jatuh ke bawah. Valerie memberanikan diri menengok ke bawah. Buih-buih putih terlihat memecah dinding jurang hingga membuat Valerie menelan ludahnya.“Aku tidak ingin mengh