"Eh, kamar pengantin sudah gelap aja, udah perasaan belum terlalu malam?""Baru pukul sembilan kurang ini. Wah! Pengantinya gerak cepat!""Mungkin pengantinnya kelelahan kali. Kan, mereka pasti kemarin malam tidak bisa tidur karena mau menikah.""Mending kalau mereka kelelahan, jika mereka saat ini sedang menambah kelelahan bagaimana?""Bisa jadi itu."Celetukan para ibu tetangga yang bertamu ke rumah Ayunda dan duduk di ruang tengah, dekat kamar pengantin, sontak membuat penghuni kamar dengan cahaya remang-remang semakin salah tingkah.Entah Ayunda lupa atau bagaimana, kalau ada yang melangsungkan pesta pernikahan, baik di kampung termasuk juga di komplek tempat tinggalnya, tamu akan masih berdatangan meski acara inti sudah selesai.Walaupun tamu yang banyak tidak membludak, tapi tetap saja mereka akan menyempatkan untuk datang, guna sekedar memberi doa restu dan turut membantu sedikit dana yang ditaruh dalam amplop putih.Apa lagi pernikahan di tempat Ayunda itu berlangsung secara me
"Kenapa malah diam? Apa ada yang sedang kamu pikirkan?" pertanyaan yang keluar dari mulut Elang, sontak membuat Ayunda agak gelagapan. Wanita yang sedang memikirkan perbuatan isengnya beberapa menit yang lalu, nampak salah tingkah sampai menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Apaan sih, Mas. Udah cepat bangun dan bersih-bersih, ibadah pagi dulu," karena Elang memasang senyum meledek, Ayunda jadi sengaja bersikap ketus agar suaminya tidak meledeknya dan perbuatan isengnya juga tidak ketahuan."Ibadah ya?" Elang berkata ragu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sudah pasti sikap Elang membuat Ayunda mengerutkan keningnya seketika."Kenapa? Nggak doyan sama yang namanya ibadah?" tanya Ayunda langsung ke intinya tanpa basa-basi sampai suaminya terkesiap dan senyum-senyum tidak jelas."Aku... sudah lupa cara melakukan ibadah," jawab Elang pelan dengan mata yang menatap ke arah mana saja."Astaga! Bagaimana mungkin kamu bisa lupa dengan kewajiban kamu, Mas?" entah kenapa tiba-tiba A
"Wahh, pengantin baru! Udah seger aja nih pagi-pagi. Jalan-jalan Mbak Yun?""Iya, nih, Bu, Mari.""Silahkan, Hati-hati ya, Mbak, nanti suaminya ilang loh. Tuh, banyak mata yang menginginkannya."Celetukan ibu penjual nasi uduk hanya dibalas senyuman oleh Ayunda dan juga Elang. Sepanjang kaki melangkah, sudah banyak mulut iseng para tetangga yang membuat pengantin baru harus bisa menahan diri dari rasa malu karena ledekan yang keluar dari mulut orang-orang yang mereka temui."Kamu di sini cukup terkenal yah, Ay?" tanya Elang sesat kemudian begitu langkah kaki mereka berada di jalan yang agak sepi."Ay?" Ayunda sampai menoleh begitu Elang kembali memanggilnya dengan dua huruf tersebut."Kenapa? Nggak suka aku panggil gitu? Aku lebih enak manggil kamu gitu, gimana dong? Nggak apa-apa kan?" balas Elang mencoba memberi alasan yang masuk akal."Bukannya nggak suka, cuma ya, ngerasa aneh aja. Aku sih nggak masalah Mas Elang manggil aku dengan cara apa," jawab Ayunda yang memang terlihat begi
"Frida," panggil seorang wanita kepada wanita lain yang sedang duduk menunggunya. Wanita yang namanya baru saja disebut tentu saja langsung menoleh. Begitu matanya menangkap sosok yang tadi memanggilnya, wanita bernama Frida seketika tersenyum cukup lebar. "Ya ampun, Mbak Laras," Frida langsung bangkit dari duduknya menyambut kedatangan wanita yang usianya lebih tua dari dirinya. "Mbak Laras apa kabar?" tanyanya antusias sambil menjabat tangan wanita yang menghampiri dirinya."Ya.. seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja," jawab Laras, lalu keduanya duduk di kursi yang sama, yang tadi Frida duduki. "Kamu sendiri bagaimana? Kamu juga dalam keadaan baik, kan?"Frida tersenyum tipis. "Aku sih dalam keadaan baik, Mbak, tapi putriku yang saat ini sedang dalam keadaaan kurang baik," adu wanita itu.Laras seketika tertegun. Untuk sesaaat dia terdiam sembari menatap lawan bicaranya. Lantas Laras pun ikut tersenyum. Tapi senyum yang terkembang pada bibir Laras, adalah senyum dengan peras
"Sebelumnya aku minta maaf, Frida," setelah terdiam untuk beberapa saat, akhirnya Laras mengeluarkan suaranya. Dengan perasaan yang cukup berkecamuk, wanita itu berusaha agar bisa terlihat tenang di hadapan wanita yang sudah lama dia kenal."Sebenarnya, aku datang ke kota ini juga karena permintaan Elang, Da," sambungnya.Frida yang menangkap raut wajah berbeda dari lawan bicaranya sontak menatap Laras dengan tatapan yang butuh penjelasan lebih. Dan pastinya ucapan Laras juga membuat wanita itu jadi penasaran. "Karena Elang? Emang Elang kenapa, Mbak? Apa terjadi sesuatu?"Laras menghela nafasnya secara perlahan untuk melonggarkankan ruang dadanya yang sedikit terasa menyempit. "Di kota ini, ternyata ada wanita yang Elang inginkan dan aku datang untuk melamar wanita itu atas keinginan Elang.""Apa!" pekik Frida syok, "Bagaimana mungkin? Bukankah Mbak Laras bilang...""Aku tahu, aku sendiri juga kaget mendengarnya," terang Laras, "menurutku, ini juga terlalu mengejutkan. Apa lagi aku y
Dengan persaaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, Ayunda melangkah menuju kamarnya. Wajahnya mengisyaratkan kalau wanita itu sedang dalam ambang kebingungan. Bahkan pikirannya, lebih fokus kepada permintaan sang sepupu yang membuatnya cukup heran."Astaga!" pekik Ayunda begitu membuka pintu kamar. Secara spontan dia kembali menutup pintu kamar dan membatalkan masuk ke dalamnya karena di dalam kamar, ada pemandangan yang membuat jiwa wanita dalam diri Ayunda, meronta dan resah secara bersamaan."Kamu kenapa?" Rumana yang baru saja menaruh hidangan dia atas meja, kebetulan melihat tingkah aneh anaknya. Wanita itu sontak melempar pertanyaan, "nggak jadi masuk kamar?""Nggak kenapa-napa, Bu," jawab Ayunda salah tingkah, "Ini mau masuk kok, hehehe...""Kirain ada apa apaan. Itu sarapan sudah ibu siapkan, Ibu mau ke warung Mbak Murni sebentar," ucap Rumana sambil bersiap untuk pergi."Aleta diajak sekalin, Bu.""Nggak usah, cuma sebentar doang. Lagian ngapain ngajak dia? Orang d
"Mas Elang sih kenal Ayunda di mana?" sebuah pertanyaan keluar dari mulut sepupu Ayunda, setelah suasana hening terjadi sejak tiga orang yang ada di rumah itu, duduk bersama mengelilingi meja makan.Dengan keberanian yang cukup tinggi, Aleta berusaha membuka obrolan dengan sebuah pertanyaan basa-basi kepada pria yang sedari tadi dia kagumi secara diam-diam. Senyum termanis bahkan Aleta kembangkan demi menarik pria yang sedari tadi memasang wajah datar dan dingin.Namun sekian detik berlalu, tidak ada tanggappan dari pria yang duduk di hadapannya. Aleta menahan sabar dan dia tetap akan berusaha."Eh, aku manggil kamu Mas nggak apa-apa kan?" karena tidak ada respon sama sekali dari Elang, Aleta kembali bersuara untuk menarik perhatian suami dari sepupunya itu.Ayunda sendiri hanya menoleh dan menatap suami dan sepupunya secara bergantian. Sebagai wanita, Ayunda pastinya tahu kalau sang sepupu tertarik pada suaminya. Maka itu dia memilih diam, daripada mewakili Elang, menjawab pertanyaan
"Pak, Bu, kami berangkat dulu.""Baiklah, hati-hati di jalan. Salam buat keluarga kamu, Lang."Elang mengangguk. Setelah berjabat tangan dengan dua mertuanya, pria itu bersama sang istri segera masuk ke dalam mobil. Tak jauh dari sana, ada seseorang yang menatap pengantin baru itu dengan tatapan iri atas apa yang didapat oleh wanita muda yang usainya lebih tua sedikit dari sosok itu.Tak butuh waktu lama, mobil yang harganya terbilang sangat mahal itu melesat meninggalkan tiga orang yang ada di rumah dan juga beberapa mata tetangga yang menyaksikan kepergian pengantin baru tersebut."Pengantin baru mau kemana itu, Mbak Rum?" tanya salah satu tetangga yang rumahnya persis di hadapan rumah Ayunda. Jiwa ingin tahunya tidak bisa dia tahan, jadi tetangga itu nekat melempar pertanyaan."Mau menemui mertua Ayunda, Mbak. Mereka katanya hari ini mau pulang ke ibu kota," jawab Rumana santai dan apa adanya."Oh begitu. Mungkin sekalian bulan madu kali ya, Mbak. Keluarga Elang kan tinggal di hote
Elang dan Ayunda kini sudah bisa bernafas lega. Setelah tadi berbicara cukup lama dengan orang tua Ayunda, akhirnya Malik dan Rumana mengerti dan memahami alasan Elang menikahi anak mereka.Pada akhirnya, Elang memilih jujur, tentang surat tanah yang dijadikan jaminan untuk mengajak Ayunda menikah. Menurut Elang, dia memang lebih baik jujur saat itu juga karena kalau Elang memilih berbohong, Elang takut akan ada kejadian tidak terduga seperti beberapa hari terakhir ini.Tentu saja Rumana dan Malik cukup kecewa kala mendengar kejujuran dari mulut sang menantu. Bahkan Rumana sempat menangis saat dia tahu dari mulut anaknya sendiri, kalau Ayunda mau menikah dengan Elang semata-mata hanya karena ingin menyelamatkan harta berharga milik orang tuanya.Setelah terjadi sedikit perdebatan, akhirnya secara perlahan, Elang mampu meyakinkan orang tua Ayunda kalau dia akan bertanggung jawab penuh atas kebahagiaan istrinya. Elang juga dengan lantang mengatakan kalau pernikahan yang dia jalani bersa
Untuk beberapa saat Ayunda terdiam sembari menatap salah satu sahabatnya, yang baru saja melempar pertanyaan kepadanya. Ayunda tertegun untuk beberapa saat lalu dia berpikir mengenai pertanyaan tersebut dan berusaha mencari jawaban yang tepat.Tak lama setelahnya Ayunda tersenyum dan melempar pandangannya kepada dua sahabatnya. "Kalaupun selamanya Mas Elang tetap memandangku sebagai mantan istrinya yang meninggal, bukankah itu merupakan hal yang bagus?"Sekarang gantian dua sahabatnya yang tertegun mendengar penuturan Ayunda. "Hal yang bagus? Apa maksudmu?" tanya Yanti.Ayunda masih setia dengan senyumnya yang terkembang. "Bayangkan saja, selama Mas Elang menjadi duda, dia selalu tenggelam dalam bayangan istrinya, bukankah setidaknya itu sesuatu yang bagus? Hal itu menunjukan betapa setianya Mas elang pada satu nama wanita. Lalu, apa aku harus terlalu mempermasalahkan jika Mas Elang menganggapku hanya sebagai pelepas rindu pada mantan istrinya?"Untuk beberapa saat Maya dan Yanti menu
"Kamu ingin bertemu dengan istri Elang?" sontak, Laras langsung bertanya kembali begitu mendengar permintaaan mantan besannya. Dengan kening berkerut dan mata agak menyipit, Laras menatap lawan bicaranya, menuntut alasan dibalik permintaan tamunya itu.Rebeca mengangguk yakin. Wanita berwajah blesteran itu mambalas tatapan Laras dan tatapannya sukar untuk diartikan. "Aku ingin melepas rindu pada anakku, Jeng," ucap Rebeca lirih dan wanita itu sedikit menunduk.Laras semakin menunjukan wajah terkejutnya. Namun setelah pikirannya mencerna untuk beberapa saat, kepala Laras mengangguk beberapa kali sebagai tanda kalau dia memahami tujuan tamunya meski ada perasaan sedikit curiga."Asal tidak ada niat lain, saya sendiri tidak keberatan kamu menemui menantuku," Laras menjawabnya dengan tenang dan pelan, tapi sukses membuat lawan bicaranya menatapnya penuh tanya."Apa maksud kamu?" Rebeca bertanya dengan wajah terlihat bingung."Selama ini, aku sering mendengar, kamu selalu menyalahkan anakk
"Mama!" Bella sedikit memekik kala matanya menangkap sosok wanita yang sudah melahirkannya, berada dalam ruang kerjanya. Dari sorot mata sang mama, Bella dengan jelas melihat amarah yang besar dan Bella bisa menebak kalau amarah itu tertuju kepadanya.Di sana juga ada sosok pria yang menatap Bella dengan pandangan yang cukup membuat Bella semakin gelisah. Bella tidak menyangka kalau pria yang baru saja dia hubungi melalui telephone, ada di kantornya, membuat wanita itu diliputi penuh tanda tanya juga."Mama ngapain di sini?" tanya Bella dengan sikap yang dibuat setenang mungkin. Meski dia sudah tahu tujuan wanita yang akrab dipanggil Marina berada di kantornya, tapi Bella memang harus bisa bersikap biasa saja."Maksud kamu apa, berbuat seperti itu kepada Elang?" Marins langsung melempar pertanyaan yang menjadi sumber kemarahannya. "Berbuat apa sih, Ma?" Bella bertanya seperti orang bodoh dan sikap wanita itu justru semakin membuat sang Mama bertambah murka."Nggak perlu banyak drama
"Mas Erik!" suara Ayunda sedikit meninggi karena dia cukup terkejut dengan kedatangan tamu tak terduga, yang baru saja disebut namanya. Sudah pasti rasa heran tumbuh dalam benak wanita itu dan saat itu juga banyak pertanyaan yang bermunculan dalam pikirannya."Apa kabar, Ayund?" sapa pria yang sudah duduk di kursi, yang ada di teras rumah Ayunda. Pria itu bahkan langsung berdiri dan segera mengulurkan tangan, mengajak Ayunda untuk berjabat tangan. "Baik," jawab Ayunda agak tidak nyaman, meski dia membalas uluran tangan tamunya, lalu dia kembali mengajak pria itu untuk duduk. "Mas Erik tahu darimana rumah saya?" tanya wanita itu penuh selidik karena hal itu salah satu alasan yang membuat Ayunda heran."Dari orang-orang sekitar kota ini. Kebetulan aku sedang ada pekerjaan di kota ini, jadi ya aku sekalian aja pengin mampir. Tidak cukup sulit loh mencari alamat rumah kamu," jawab Erik nampak begitu tenang dengan senyum tipis yang masih terkembang."Terus, bagaimana Mas Erik tahu aku a
"Sayang?" gumam Ayunda lirih dengan kening berkerut. Wanita itu merasa heran serta takjub secara bersamaan, begitu mendengar kata sayang keluar dari mulut Elang. "Apa dia sudah gila?" gumamnya lagi merasa geli dan wanita itu menahan senyumnya agar tidak merekah.Ayunda sungguh terperangah kala menyaksikan sang suami dengan penuh rasa percaya diri mengucapkan kata sayang dalam acara konferensi persnya. Entah apa yang harus Ayunda lakukan saat ini, dia seketika diliputi rasa bingung. "Nggak usah pura-pura kaget gitu," celetuk Rumana yang diam-diam memperhatikan tingkah putrinya sampai Ayunda terkesiap dan menoleh ke arahnya saat itu juga."Apaan sih, bu?" sungut Ayunda menutupi rasa malunya. Wanita itu sedikit salah tingkah karena tatapan dan senyum sang ibu, benar-benar sedang meledeknya."Ya harusnya kamu seneng dong, kalau Elang beneran sayang sama kamu. Berarti dia memang nggak main-main waktu ngajak nikah kamu secara mendadak," ucap Rumana mencoba bersikap bijak dan sedikit mengh
Untuk beberapa detik lamanya, Elang masih berdiri, menatap layar lebar yang menampilkan beberapa foto wajah istrinya. Foto-foto yang Elang pamerkan saat menikmati waktu berdua bersama sang istri, meninggalkan kesan tersendiri dalam benak pria tersebut."Apa anda semua percaya dengan yang namanya tertarik pada pandangan pertama?" suara Elang memecah keheningan ruangan konferensi pers. Setelah tadi hampir semua terdiam karena menunggu Elang berbicara, saat ini ruangan tersebut kembali terdengar riuh begitu Elang mengeluarkan satu pertanyaan.Elang tersenyum, lalu pria itu berbalik badan dan melangkah pelan menuju tempat duduk yang sedari tadi dia gunakan. "Kalian pasti pernah merasakan tertarik kepada seseorang pada pandangan pertama kali bukan?" tanya Elang lagi sembari melangkah.Beberapa suara langsung berkomentar, mengiyakan pertanyaan pria tersebut. "Apa itu yang anda alami kepada istri anda yang sekarang?" tanya salah satu wartawan.Elang kembali menunjukkan senyum bahagianya de
Wanita yang sedari tadi duduk di antara para wartawan, seketika terkesiap kala Elang dengan sangat tenang menunjukan jari ke arahnya. Dia begitu terkejut dan tidak menyangka kalau Elang akan mengetahui kehadirannya dalam jumpa pers kali ini.Saat itu juga, semua mata dan kamera pun langsung mengarah kepada wanita yang namanya baru saja disebut oleh pria yang sekarang berdiri angkuh sembari menunjukkan senyum sinisnya. Bella seketika merasa terpojok dan terlihat begitu salah tingkah.Sungguh, apa yang dilakukan Elang saat ini membuat Bella syok luar biasa. Penyamaran yang menurutnya sempurna, nyatanya tidak bisa mengelabui mata Elang. Bella benar-benar dibuat terkecoh dengan sikap Elang yang sedari tadi nampak tidak memandang ke arahnya."Apa! Kamu menuduhku? Nggak salah?" karena sudah terlanjur tertangkap basah, Bella pun tidak memiliki pilihan lain selain membuka masker dan menunjukan dirinya. Wanita itu juga berpikir cepat untuk membela diri agar terlepas dari tuduhan yang Elang lay
"Wahh, foto apa itu?" seru beberapa orang kala mata mereka menyaksikan beberapa foto yang terpampang pada layar lebar. Bukan hanya orang-orang yang berada dalam satu ruangan pertemuan dimana dalam ruangan tersebut terdapat banyak wartawan, tapi suara penuh keterkejutan juga menggema dari berbagai pelosok, orang-orang yang menyaksikan tayangan konferensi pers seorang pemimpin perusahaan dari berbagai media."Elang? Kenapa dia bisa berbuat nekat seperti itu? Apa sebenarnya yang dia rencanakan?" gumam seseoang, yang sedari tadi duduk di antara para wartawan. Orang yang memilih kursi di deretan paling belakang tersebut benar-benar tercengang dengan apa yang dilakukan Elang saat ini.Berbagai tanggapan dan dugaan pun mulai bermunculan seiring terpampangnya beberapa foto tersebut. Ada yang mengomentarinya dengan cukup bijak, ada juga yang langsung menghina dan memaki serta menvonis dengan segala perkataan buruk. "Ma, kenapa Mas Elang menunjukan foto-foto itu? Apa Mas Elang mau nyari mati?