“Lo, kenapa gak ngubungin kita. Jadi bini Lo gak akan sibuk. Lo tau, gara-gara ini Gue batal tidur cantik,” rutuk Ferdi.“Cantik, udah ganti Lo sekarang,” timpal burhan.“Maksud Gue tidur enak,” sahut Ferdi.“Hp gue mati, trus pas mau cas. Perawat mengambil casnya di tanah Abang kali. Gak pake balik lagi. Terpaksa Gue kedepan bagian informasi. Numpang di sana, sekalian minta tolong telponin bini Gue yang cantik ini.” Burhan mencubit pipi istrinya.“Lo kan juga gak parah. Gue balik ya. Ngantuk Gue. Jangan lupa kabari bini Lo yang satu lagi. Kasian Gue tadi liat mukanya. Pingin ikut tapi ada bayi.” Ferdi beranjak.[Bel, suami kita tidak apa-apa. Hanya lecet-lecet sama seperti Amel. Yang parah Mama, besok pagi akan dilakukan tindakan operasi.] Nana mengirim pesan pada Bella. Disertai gambar Burhan yang sedang duduk diranjang.Bella lega setelah membaca pesan dari Nana. Dia bisa tidur nyenyak tak lupa memberi tahu Bi Siti.Nana dan Burhan mengunjungi ruang Amel yang bersebelahan dengan ru
Bella dan Bi Siti turut gelisah menunggu kabar dari rumah sakit. Baby Zizi dari pagi sangat rewel menambah kegelisahan kedua orang wanita beda usia itu.Digendong salah diletakkan dalam box bayi juga salah. Tidurnya tidak nyenyak sebentar-sebentar merengek.Bella dan Bi Siti jadi kewalahan menenangkan bayi yang baru saja lepas empat puluh hari.“Bi, Zizi kenapa ya. Dari tadi rewel, biasanya dia tidak,” ucap Bella cemas.“Bibi juga tidak tahu. Kita sudah sama memeriksanya tadi. Perutnya kenyang, tidak gembung,” sahut Bi Siti juga sangat cemas.“Apa kita susul kerumah sakit aja, Bi.”“Jangan, Bibi nanti yang akan kena marah. Apalagi di sana ada Sopie.”“Kita harus menunggu sampai kapan,Bi.”“Berdoa saja, semoga operasinya lancar.”Kedua wanita beda generasi itu sabar menunggu dalam kecemasan.“Bibi ambilkan kamu makan ya. Dari tadi kamu hanya makan sedikit. Kasian bayimu.”Bella memandang punggung wanita yang diyakininya menyimpan rahasia besar.Wanita itu sangat baik dalam keadaan gent
“Burhan, ada apa?” tanya Sopie yang baru saja kembali dari kantin.“Mama sudah, su-sudah pergi menyusul Papa di surga.” Kalimat Burhan terputus, sulit untuknya mengakui kenyataan saat ini.“Mama,” lirih Sopie berbalik memeluk sepasang anaknya berjalan di belakangnya.Amel tidak bisa berkata, diantara dua saudaranya. Dia yang paling dekat dengan sang Mama.Pandangan gadis itu gelap lalu tubuhnya luruh ke lantai.“Aunty,” pekik Akbar.Keadaan semakin menegangkan. Sopie memanggil perawat untuk menangani adiknya tergeletak di lantai.“Kak, tolong jaga Nana. Aku akan menyelesaikan administrasi.” Burhan beranjak dari sana dengan gontai.Wanita yang telah melahirkan dan merawatnya telah pergi untuk selamanya.Tidak ada lagi yang akan menarik telinganya. Atau yang akan mengomelinya.Suara yang dulu bagai kaset kusut. Kini sangat ingin didengarnya.Bella menghentikan aktivitasnya saat daun telinganya. Menangkap suara ambulans mendekat.“Bi, itu ambulans apa?” tanya Bella sengaja menemui Bi Si
“Mama tenanglah disana. Disini Aku akan terus berusaha menjadi saudara laki-laki yang bertanggung jawab terhadap Kak Sopie dan Amel serta suami yang adil untuk Nana kesayangan Mama dan Bella yang telah melahirkan cucu Mama,” gumam Burhan meletakan lembaran papan menutupi jasad wanita hebatnya.Tak pernah terbesit dibenaknya, bahwa kedua tangannya. Akan meletakkan tubuh wanita yang telah berjuang untuknya.Dan kedua saudarinya seorang diri. Secepatnya ini, di tempat peristirahatan terakhir menuju keabadian.Tanah merah mulai memenuhi liang lahat. Hingga tampak gundukan tanah yang dipenuhi siraman bunga.Bagian atasnya ditancapkan nisan oleh Akbar. Putra sulung Sopie cucu kebanggaan Marwa.Sedang Sopie dari awal prosesi pemakaman. Terus berusaha menenangkan Nana dan Amel serta putrinya Hawa.Jauh dalam dirinya wanita bermulut pedas itu. Juga sangat terpukul, tetapi keadaan yang memaksanya untuk tegar.Dia harapan satu-satunya Burhan dalam mengurus semua keperluan pemakaman.Pelayat yang
“Jadi ini Poto yang dimaksud Nana dan Bella waktu itu. Arrgggg,” geram Burhan menjambak rambut di kepalanya.“Aku akan membuat perhitungan dengan gadis tidak tahu terima kasih itu,” erang Burhan lagi.“Mayan masih bisa diganti anti goresnya. Lo itu kalau pingin ganti ponsel baru. Tinggal beli aja jangan yang ini banting, sayang duitnya. Eh, Gue lupa duit Lo banyak, tinggal petik,” omel Ferdi memungut gawai Burhan yang tergeletak di lantai. Ditiupnya bagian yang retak.Pria yang seumuran Nana tapi masih saja setia jadi jomblo akut itu. Sengaja mendatangi ruangan direktur saat mendengar ada kegaduhan di dalamnya.“Buat Gue aja ya,” lanjut Ferdi meletakan bokongnya di sudut meja kerja Burhan.“Lo bisa diam gak,” tuding Burhan mendelik lalu melempar map ke arah Ferdi.“Jangan marah-marah ntah cepat tua. Anak belum besar Lo udah pake tongkat jalan bungkuk.”“Diiammm,” pekik Burhan menggeplak meja.“Masalah apa lagi?” Ferdi bukannya takut justru makin betah diposisikannya.“Lo lihat sendiri
Dia sengaja menguping apa yang tamunya bicarakan. Maya juga belum siap untuk bertatap muka langsung dengan Nana.“Saya ingin tahu maksud anda mengirim foto-foto itu ke saya. Saya tidak punya masalah dengan anda,” ujar Burhan berapi-api saat Maya sudah duduk bersama mereka.“Foto? Foto yang mana.” Maya menautkan alisnya.Dia tidak merasa mengirim apa-apa pada pria itu. Seharian ini dia jarang menyentuh gawainya.Dia hanya menjawab jika ada nomor yang melakukan panggilan. Tak akan mungkin dia mengirimnya dalam keadaan tidak sadar.Kondisi fisiknya sedang tidak sehat. Mengharuskan dia untuk istirahat total, supaya cepat pulih.“Jangan pura-pura tidak tahu. Saya tahu pasti ini anda yang mengirimnya. Saya yakin pasti anda menyimpan nomor saya,” sembur Burhan.“Tary,” sentak Maya melihat keponakannya.“Hmm, itu. A-anu. Eh, Aku yang mengirimnya,” aku Tary gelagapan.“Lancang kau. Pasti kau telah membuka ponselku untuk mengambil nomornya,” bentak Maya.Maya geram dengan tindakan gegabah Tary.
Dua istri pria itu bukan masalah baginya. Perlahan dia akan menyingkirkan mereka setelah dia berhasil menjadi istri Burhan.“Tary!! Hentikan, kau bisa menghabiskan barang-barang milikku,” seru Maya membuka pintu kasar.“Apa kurangnya Aku Tante, Burhan tega menolakku,” pekik Tary frustasi menjambak rambutnya sendiri.“Kau tidak ada kekurangan, hanya Burhan sangat menyanjung Nana.” Maya duduk diranjang.“Apa hebatnya wanita itu, hingga Burhan bertekuk lutut,” erang Tary kembali melempar barang yang bisa dijangkaunya.“Karna Nana wanita yang baik, sama seperti ibunya. Dan itu membuatku muak,” cicit Maya.“Tante jangan halangi, Aku akan menaklukkan Burhan dengan caraku.”“Kau sungguh menyukai laki-laki itu? Pria berisi dua dan kamu rela jadi yang ketiga. Kau waraskan!! Aku memintamu menikah dengannya untuk menyakiti Nana. Saat tujuan kita tercapai kau bisa meninggalkan dia. Bukan menjadi istri sungguhan,” cecar Maya kesal.Keponakannya itu telah terhirup racun Burhan. Seorang Tary menging
Botol bekas minumnya dibuangnya asal kelantai. Dia sengaja memancing amarah Nana. Sebatas mana kesabaran wanita yang sangat disanjung Burhan itu.“Lihat tampilanmu yang begitu, lalat saja akan berpikir untuk hinggap.” Bella semakin geram.Bella ingin tahu berasal dari planet mana gadis ini. Tidak ada malu-malunya padahal dia sudah menghinanya.Ini kali pertama seorang Bella yang santun dan lemah lembut bicara kasar. Orang tuanya tak bosan mengingatkannya untuk menjaga nada bicara saat marah sekalipun.“Dalam kamar juga kau melepaskan semua itukan. Kalau tidak, mana bisa bayi itu lahir.” Tary menunjuk pakaian yang dikenakan Bella dan melirik pada baby Zizi berada dalam gendongan Nana.“Kau, cepat pergi dari sini. Atau Aku akan memanggil security menyeretmu keluar,” usir Bella.“Apa hakmu mengusirku, sedang yang punya rumah ini saja tidak terganggu dengan kehadiranku. Dimana-mana memang pelakor itu selalu ingin menguasai,” papar Tary.“Aku nyonya dirumah ini. Dan Aku tidak suka kau mene
Hati Maya kembali tersayat entah untuk keberapa kalinya.“Tunggu sebentar Nduk,” sahut Mbah Ipeh yang sedang melayani pasiennya dari dalam gubuknya.Tempat Nana terjatuh memang tidak begitu jauh dari tempat tinggal wanita tua itu.Itu sebabnya Maya membawanya kesana. Untuk mendapatkan pertolongan pertama. Sebelum nanti dibawa kerumah sakit yang berjarak cukup jauh dari desa.Maya sudah yang sudah beberapa kali kesana. Tentu sangat hapal jalannya yang masih dipenuhi semak belukar.Ya, wanita itu juga salah satu pasien dukun kampung itu. Yang terkenal mempunyai ilmu hitam yang tinggi.Dalam satu kedipan mata bisa membunuh korbannya. Mereka yang datang kesana pasti mempunyai dendam.“Ini siapa Maya,” tanya Mbah Ipeh keluar menemuinya yang duduk diamben menangku Nana.Sesaat pengguna jasanya pergi dari sana. Dari penampilan bisa ditebak wanita itu merupakan bukan wanita yang baik.“Ini anak tiri saya, Mbah. Itu tadi siapa?” tanya Maya penasaran.“Dia itu yang kerja diwarung dekat kebun it
“Sudah Tante, ayo kita pulang. Jangan buat keributan disini,” bisik Tary yang masih mencekal lengan Maya.“Iya bawa Tantemu, pergi dari sini,” celetuk Bella.“Tunggu dulu Tary, urusanku belum selesai. Burhan harus bertanggung jawab pada apa yang terjadi padamu,” tolak Maya.Burhan melirik kearah Tary, benar dipergelangan tangan kirinya ada luka yang masih diperban.Maya tidak bohong, tapi untuk apa gadis itu melukai diri sendiri. Sebesar apa harapan gadis itu yang dia patahkan.Bella mencubit perut Burhan, saat tahu mata Burhan tidak beralih dari gadis baru datang itu.“Sakit tau,” bisik Burhan menggosok bekas cubitan Bella.“Itu akibatnya tidak bisa menjaga mata,” tekan Bella nada sepelan mungkin.Tary menggunakan seluruh tenaganya untuk membawa Maya pergi dari sana. Maya pun yang hampir terpojok pasrah mengikutinya.Nana berbalik dan merangkul Bi Siti. Pertahanannya roboh seiring perginya Maya dan Tary.“Menangislah luapkan semua kesedihanmu saat ini. Esok kau harus berjanji tidak a
“Maya Cahayadiningrat , saya Nayla Rahmawati binti Abdul Razak. Putri tunggal dari ibu Rahayu. Apa anda mengenali saya. Mama Maya yanby terhormat,” sanggah Nana menggeram.Nana sudah tidak tahan lagi untuk tidak mengangkat suara. Wanita yang dia panggil Mama itu. Semakin mengelunjak tidak berpikir kalimatnya melukai banyak orang.“Nayla Rahmawati, Nanaku sayang Nanaku malang. Kamu mengenali Mama, Nak,” tanya Maya mata mengarah pada wanita yang berusaha tenang.“Apa kurang cukup yang Mama berbuat pada saya dulu, hingga sekarang Mama ingin merampas suami saya.” Nana berdiri mengikis jarak dengan wanita yang dikiranya malaikat.“Baguslah kau sudah tahu, jadi tolong minta suamimu menikahi Tary. Sama yang kau lakukan pada pelakor itu, Mama yakin kalian akan bisa hidup damai. Mama tidak merampas, kau cukup berbagi saja.” Maya menyentuh pipi mulus Nana.“Kembalikan rahim saya,” tekan Nana singkat menepis tangan Maya.“Na, kamu sayang Mama-kan. Bisa kamu mengabulkan permintaan Mama ini,” buju
Tary dari tadi bolak balik dibrankar. Dia SEO diri diruang itu sang Tante sedang mencari makan.“Kita sudah bisa pulangkan, Tante. Aku bosan berada disini,” rutuk Tary saat Maya baru masuk ditangan menenteng kantong plastik. Berisi makanan dan buah yang dibelinya. Pada pedagang yang menjajakan jualannya sekitar rumah sakit.“Harusnya sebelum kau mengiris nadimu. Siapkan mentalmu untuk betah berada disini,” ketus Maya. “Ini makanlah, agar kau punya banyak tenaga untuk menghadapi perceraian orang tuamu.”“Mereka akan berpisah, Tante. Mereka sungguh tidak menganggap keberadaanku,” lirih Tary meraih mangkuk berisi bubur ayam yang sodorkan Maya.“Kamu harus buktikan pada ayah dan ibumu. Kamu bisa sukses tanpa campur tangan mereka,” ungkap Maya membangun semangat dari putri semata wayang kakaknya.“Aku harus membujuk Burhan untuk menyemangati Tary. Tak masalah jika harus memohon asal dia bersedia membantu,” batin Maya.Maya mengatakan pada Tary akan pulang sebentar. Dia harus segera bicara
“Selamat pagi nenek,” sapa Bella mengendong bayinya melintasi dapur.Bayi mungil itu akan berjemur dibawah cahaya matahari pagi.“Eh, cucu nenek sudah wangi,” sahut Bi Siti mendekati Bella.“Yang lain belum bangun, Bi.” Tanya Bella.“Belum, hawa dingin enak buat tidur. Tapi Bibi gak bisa bangun ninggi hari.” Bi Siti mengambil alih baby Zizi.“Aku juga. Makanya kami sudah wangi, Nek.”“Biar Bibi yang jemur cucu sayang ini, Bundanya mamam dulu. Isi bensin yang banyak supaya mik Zizi banyak.” Bi Siti mengecup pipi gembul bayi mungil itu.Bi Siti berjalan kehalaman belakang. Tempat yang lantang terkena sinar matahari.Sedang Bella menikmatinya sarapannya. Yang hambar dilidahnya, seret ditelan.Pikiran tertuju pada Nana, wanita sebaik itu harus mengalami banyak cobaan. Semalam hanya beberapa jam saja dia dapat terlelap.Mandul, kata itu terus mengusiknya. Dia sangat prihatin, andai bisa. Ingin dia donorkan rahimnya untuk Nana.Kakak madunya itu telah memberikan banyak. Namun dia tidak mamp
Nana harus bisa punya anak walau hanya satu orang. Anak itu adalah ahli waris sah atas harta peninggalan mendiang orang tua Kakak madunya ini.Bella sangat paham anaknya tidak ada hak untuk mendapatkan semua ini. Baby Zizi tidak ada hubungan darah dengan sang pemilik harta.“Selain itu dia pesan apa lagi?” tanya Burhan menengahi.“Gak ada hanya itu, dia mengatakan kalau bisa secepatnya. Mengingat umur Nana yang tidak muda lagi. Usia produktifnya tinggal sedikit lagi,” jelas Ferdi.“Menurutmu bagaimana, Dik. Abang rasa sebaiknya kita periksa saja. Kamu mau ya,” ujar Burhan penuh harap.“Aku akan pikirkan lagi, Aku sudah tidak berharap lagi. Toh, sekarang sudah ada Zizi. Dan itu sudah cukup,” timpal Nana berusaha meredam perasaannya.‘MANDUL'Rangkaian lima huruf sangat horor bagi mereka yang dapatkan predikatnya.Tidak terkecuali Nana, nyalinya seketika menciut. Kehadiran anak bagi orang yang telah berumah tangga.Hal yang paling penting, saat bertemu dengan siapa pun yang pertama dita
Maya mulai mengukur dan menghitung. Banyaknya derita hidup yang harus ditanggung Nana. Karna dendam yang tak pernah mendatangkan kepuasan.Maya masih ingin lagi dan lagi menikmati kesengsaraan Nana. Untung untuknya nyatanya juga tidak ada.“Ta-tante.” suara Tary terdengar lemah membuyarkan lamunan Maya.“Kamu sudah sadar,” tanya Maya mengulas senyum.“Aku dimana? Mengapa Tante ada disini. Apa Aku sudah mati.” Tary memindai ruangan ini.“Kamu dirumah sakit. Tadi Tante mendapatkan kamu tergelak dilantai.”“Harusnya Tante biarkan saja Aku mati.” Sudut matanya mengalir cairan bening.“Kalau kau ingin mati jangan dirumahku. Aku tidak ingin disalahkan orang tuamu atas kematianmu,” cecar Maya.“Tidak akan. Mereka saja lupa punya anak. Orang tuaku tidak pernah peduli, Tante,” lirih Tary.“Mereka bukan lupa, hanya sibuk-““Sibuk dengan selingkuhannya masing-masingkan, Tante,” sanggah Tary menghentikan ucapan Maya.“Tary, jangan lakukan hal bodoh. Jangan lukai dirimu sendiri lagi. Tante mohon,”
“Dia diruang kerja. Mau guyur-guyur, nunggu cover boy selesai lama,” sindir Bella menyusui baby Zizi menghadap tembok.“Nak, Mami dan Bundamu jahat. Membiarkan Papi terjebak dengan manusia planet itu,” ucap Burhan yang ingin menyentuh pipi gembul putrinya. Tapi langsung ditepis Nana.“Jangan sentuh anak kita selama masih ada bekas gadis itu. Sana mandi dulu,” sembur Nana.“Iya, sana mandi dulu,” sambung Bella.“Nanti saja, Abang mau tahu ada angin apa gadis itu berani kesini.” Burhan mendaratkan tubuhnya dikarpet. Tulang punggungnya terasa pegal, terlalu lama berdiri.Bella menceritakan semuanya tapi dia tidak serta-merta mengatakan kekesalannya.“Tapi perlu Abang tahu Bundanya Zizi marah sekali, Bang. Dia tidak mau suaminya diambil orang,” ledek Nana.“Siapa yang tidak emosi. Dia dengan yakin mengatakan akan menjadi yang ketiga. Enak saja, gak sudi,” sembur Bella.“Lalu Kakak Nana tercinta apa yang dia lakukan. Oo, Abang tahu, pasti dia diam sambil menahan senyum,” sindir Burhan.“Ko
Botol bekas minumnya dibuangnya asal kelantai. Dia sengaja memancing amarah Nana. Sebatas mana kesabaran wanita yang sangat disanjung Burhan itu.“Lihat tampilanmu yang begitu, lalat saja akan berpikir untuk hinggap.” Bella semakin geram.Bella ingin tahu berasal dari planet mana gadis ini. Tidak ada malu-malunya padahal dia sudah menghinanya.Ini kali pertama seorang Bella yang santun dan lemah lembut bicara kasar. Orang tuanya tak bosan mengingatkannya untuk menjaga nada bicara saat marah sekalipun.“Dalam kamar juga kau melepaskan semua itukan. Kalau tidak, mana bisa bayi itu lahir.” Tary menunjuk pakaian yang dikenakan Bella dan melirik pada baby Zizi berada dalam gendongan Nana.“Kau, cepat pergi dari sini. Atau Aku akan memanggil security menyeretmu keluar,” usir Bella.“Apa hakmu mengusirku, sedang yang punya rumah ini saja tidak terganggu dengan kehadiranku. Dimana-mana memang pelakor itu selalu ingin menguasai,” papar Tary.“Aku nyonya dirumah ini. Dan Aku tidak suka kau mene