Setelah dua hari menjalani masa perawatan pasca melahirkan, Sarah diperbolehkan pulang oleh dokter Roy."Hati-hati, Sayang," ucap Adipati ketika membukakan pintu mobil untuk istrinya. "Iya, Paman." Perlahan Sarah turun dari mobil dengan bantuan suaminya.Sebuah mobil mewah edisi terbaru dari BMW yang terparkir di halaman rumahnya, lengkap dengan pita yang masih terpasang cantik sontak membuatnya terperangah. "Ayo," ujar Adipati menyadarkannya.Sarah melanjutkan langkah mengikuti sang suami yang menuntunnya. Sarah dibuat kembali terkejut setelah memasuki pintu rumah, dia melihat banyak sekali tumpukan kado di ruang tamunya. Disana juga sudah ada Maya dan Dharmawangsa yang berdiri menyambut. Sarah melangkahkan kakinya masuk dan menghampiri mereka dengan lautan kado disana."Selamat datang Sayang," ucap Maya. Dan langsung mengambil alih baby Reyhan ke dalam gendongannya."Sarah, ini adalah hadiah Ayah untuk cucu kesayangan." Dharmawangsa menyerahkan sebuah amplop yang masih tersegel r
"Baby Reyhan menangis? Apa mungkin dia lapar?""Coba kulihat, Paman." Ali memberikan baby Reyhan yang digendongnya pada Sarah. Kemudian Sarah meletakkan baby Reyhan ke sofa, untuk diperiksa diapernya. Rupanya tangisan bayi mungil yang membuat Ali kebingungan itu adalah karena baby Reyhan yang sedang buang air besar.Sarah segera meminta tolong Ali untuk mengambilkan perlengkapan bayi di kamarnya. Segera, Ali berjalan cepat mengambil apa yang diperlukan untuk membersihkan cucunya itu.Dikamar Sarah sedang ada Layla yang membantu membersihkan kamar, agar tidak ads debu yang membuat cucunya bersin-bersin nantinya."Kau sedang mencari apa, Kak?""Cucumu sedang buang air besar. Sarah memintaku untuk mengambil keperluannya. Tapi yang mana ya?" tanya Ali sambil menggaruk keningnya bingung."Biar aku saja yang bawakan." Layla yang juga sudah selesai merapikan kamar itu, langsung mengambil sebuah tas perlengkapan cucunya. Layla membawa tas itu turun untuk diberikan pada Sarah, sedangkan Ali
"Paman, tadi siang Paman Andreas datang. Dan berbicara tentang kelanjutan rencana kita," ujar Sarah sambil menutup kembali bajunya setelah selesai menyusui baby Reyhan."Apa yang dia katakan?" tanya Adipati sambil melonggarkan dasinya.Adipati baru saja pulang kerja, dia hendak mandi dulu sebelum bermain bersama bayi kecil kesayangannya. Seharian ini dia sangat penat berada di kantor. Ada sebuah masalah yang sepertinya merepotkan untuk diatasi. Namun dia tidak bercerita pada Sarah. Adipati tidak ingin membuatnya merasa khawatir."Sebentar lagi akan ada rapat saham. Mungkin itu adalah waktu yang tepat untuk aku dan ibu muncul di hadapan mereka. Bagaimana menurutmu, Paman?""Benar yang Andreas katakan. Aku akan berdiskusi dengan ayah dan ibu. Baiklah, aku akan mandi dulu agar bisa bermain dengan Reyhan," ujar Adipati sambil mengulas senyum.Sarah mengiyakan. Adipati menaruh dasi yang sudah dipakai ke tempat baju kotor yang berada di sudut walking klosetnya. Kemudian dia mengguyur sekuj
"Kenapa? Apa kau tidak suka?"Sarah terkekeh pelan. "Tidak, Pa-,"Adipati mengangkat kedua alisnya, menunggu Sarah mengucapkan nama panggilan barunya penuh harap. Namun Sarah masih merasa kaku karena tidak biasa. "Pa-?" beo Adipati, berharap Sarah meneruskan dengan lengkap.Lagi-lagi Sarah malah terkekeh pelan, dan tidak sanggup melanjutkan ucapannya. "Ah, ini terlalu sulit.""Kau pasti bisa, Ma," ucap Adipati mencontohkan.Namun sayang, contoh yang diberikan lagi-lagi membuat Sarah terkekeh geli. Dia sudah terbiasa di panggil dengan nama. Atau paling romantis, suaminya itu akan memanggilnya 'Sayang.'"Paman, aku geli. Mungkin karena belum terbiasa. Maaf," Sarah masih saja terkekeh kecil. Raut wajah Adipati mulai berubah masam, dia sangat ingin mendengar nama panggilan itu dari istrinya, namun rasanya sangat sulit didapatkan.Adipati beranjak dari sofa itu, Sarah jadi merasa tidak enak. Sarah memperhatikan suaminya yang menuju ranjang dan membaringkan tubuhnya. Adipati juga sudah me
"Hari ini kita akan kedatangan satu orang baby sitter dan dua orang pelayan untuk membantu mengurus rumah juga Reyhan," ujar Adipati di tengah sarapan mereka.Layla sontak menatap Sarah. Sebelumnya Layla tidak setuju saat Sarah ingin mengambil pelayan untuk mengurus rumahnya. Jadi kabar ini sedikit membuat Layla terkejut. Sarah tahu maksud tatapan ibunya. Sarah juga sudah bisa menebak jika ini akan membuat ibunya terkejut. Tadinya Sarah ingin memberitahu sendiri ibunya, tapi Sarah lupa mengatakannya pada Adipati. "Kalian jadi ambil baby sitter? Padahal Ibu masih bisa sedikit membantu." tanya Layla kemudian."Aku dan suamiku tidak bisa terus merepotkan Ibu. Selama ini Ibu selalu melakukan pekerjaan rumah sendiri. Sarah tahu itu sangat melelahkan.""Tapi, Nak. Ibu masih sanggup.""Bu, saat ini aku ingin kita fokus pada tujuan kita. Ibu harus membantu Sarah untuk menghadapi keluarga Arthajaya nanti," imbuh Adipati memberikan pengertian."Benar kata mereka, kamu seharusnya sudah tidak m
Setelah melakukan pengintaian di rumah Mr. Han semalaman, Andreas dan Romi akhirnya mendapat kesempatan untuk menyekap pria itu. Penyekapan dilakukan di rumahnya Mr. Han sendiri. Disana Mr. Han sudah terikat di kursi, di ruang kerjanya. Badannya sudah terasa remuk karena dihajar oleh Romi dan Andreas. Wajahnya juga sudah penuh lebam, bahkan ujung bibirnya juga sudah robek dan terdapat bercak berdarah yang sudah mengering.Glek. Adipati muncul bersama Sarah dan Layla. Pemandangan itu sontak membuat Mr. Han melotot tidak percaya. Setahunya Layla sudah mati bersama Arthajaya seperti yang Roger dan keluarganya katakan. "A-anda Layla 'kan?"Layla tersenyum miring. Dan melangkah lebih dekat dengan pria itu. "Hai, Han. Apa kabar? Ya, aku Layla. Aku senang kamu masih mengingatku.""Tapi, bukankah Anda sudah mati?""Apa itu yang mereka katakan?"Han meneguk salivanya. Teringat saat itu, setelah dua hari kematian Artha, Roger yang merupakan adik tiri Artha datang bersama keluarganya. Merek
"Mengapa saya harus pergi, Tuan?" "Kau tahu alasannya. Tapi jika kau tidak takut hal buruk terjadi padamu dan keluargamu, silahkan saja tetap disini."Handoko bergeming. Dia tahu resiko untuk membantu Layla dan sarah amatlah berat. Namun untuk pergi dari kota ini, negara ini terutama, dia perlu pertimbangan matang. Handoko berencana untuk membicarakan hal ini lebih dulu pada istri dan anaknya. Sehingga dia tidak gegabah mengambil keputusan sendiri."Saya harus berunding dulu dengan keluarga saya.""Itu tidak masalah. Aku akan mengirim uang untuk kompensasi kalian," ujar Adipati yang lalu memanggil Romi mendekat. "Rom, urus kompensasi untuknya.""Baik, Tuan." Romi lalu membawa Handoko sedikit melipir dari mereka untuk berbicara sebentar.Sementara itu Adipati dan lainnya keluar rumah. Andreas tidak bersama mereka. Dia masih menunggu Romi. Andreas sangat berhati-hati dalam bergerak. Andreas tidak ingin jika anak buah Roger lainnya menangkap keberadaannya bersama orang lain di rumah M
"Apa kamu sudah siap, Sayang?" tanya Adipati sambil menghampiri Sarah yang berdiri di depan cermin."Apa ini cocok untukku, Paman?" Sarah mencoba merapikan blouse yang dikenakannya. "Kamu sangat menawan." Dari belakang Adipati benar-benar mengagumi sang istri. Sungguh luar biasa, satu stel baju bermerek ch***l itu sangat cocok melekat di tubuhnya. Adipati mengambil sebuah tas selempang hitam dari merek yang sama untuk melengkapi penampilan sang istri. "Plak plak plak."Adipati bertepuk tangan atas penampilan Sarah yang memukau dirinya. Sarah menoleh ke belakang menatap Adipati, memastikan itu buka tepuk tangan ledekan.Aura mahal seorang pewaris konglomerat memang sudah ada padanya. Meskipun dulu Sarah selalu memakai baju lusuh, kecantikan dan pembawaan dirinya sangat berbeda dengan gadis desa lainnya."Apa kamu sudah siap?"Sarah mengangguk, "Sudah, Paman."Adipati memberikan tangannya, untuk menggandeng Sarah keluar dari walk in closet kamarnya. "Mbak Susi, saya mau keluar. Na