Sudah beberapa minggu ini Mega dan Daffa pindah ke rumah mereka yang berada di samping rumah Rahman dan Sri. Selama itu pun rumah tangga mereka selalu cekcok. Mega merasa kesulitan seorang diri mengerjakan semua tugas pekerjaan rumah karena semua asisten rumah tangga yang ia pekerjakan selalu resign karena tak kuat dengan peringai bidan muda itu. Mega selalu saja bersikap kasar dan seenaknya pada semua asisten rumah tangganya. Akibatnya mereka tak tahan, hingga memutuskan berhenti bekerja. Belum lagi mual dan muntah di pagi hari semakin membuat Mega tersiksa. Tak lupa peringai Daffa yang berubah pun membuat Mega kepikiran. Pria itu kerap marah-marah tak jelas padanya. "Sayang, mana kopi dan sarapanku!" Teriak Daffa, ia baru saja selesai bermain game online. Ya, Daffa mendapatkan skorsing dari pihak maskapai selama beberapa bulan. Jadi waktu skorsing itu ia pakai untuk bermain game online dan berleha-leha di rumah mewahnya. Ia tak pernah sekali pun membantu istrinya yang kesulitan
Lily mematut dirinya di cermin. Kulitnya yang glowing kini kering dan tak terawat. Ia memang sudah tidak bisa membeli cream langganannya lagi di dokter kulit. Selain karena tabungannya habis, Eril juga tak mau memberikan uang untuk perawatan."Mungkin ini yang dirasakan si Sofia dulu!" Lily berdiri dengan susah payah dari duduknya. Maklum saja kini kandungannya sudah memasuki usia tua.Lily keluar dari kamar. Ia melihat suaminya sedang menatap ponselnya dengan wajah nelangsa. Wanita itu merasa heran karena biasanya prianya itu selalu tertawa tawa melihat konten lucu di inst*gram."Kenapa muka kamu ditekuk gitu?" Sapa Lily yang membuat Eril sedikit terkejut karena kehadirannya."Sofia nikah," jawabnya lesu dan tak berbasa-basi."Ya terus kalau dia nikah kenapa?" Lily meradang mendengar ucapan Eril yang seolah tanpa beban dan tak memikirkan perasaannya."Aku sedih padahal aku berharap bisa menikah lagi dengan Sofia," jawabnya gamblang yang membuat Lily tertohok."Kamu ini waras gak sih,
Flashback on....."Rangga, apa yang kamu lakukan?" Ghina tercekat, ia tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Bagaimana tidak, di sana Rangga terlihat sedang memaksa Paula untuk melakukan hal yang dilarang agama. Rangga sedang mengukung Paula di atas ranjang. Dokter Ali pun tak kalah kagetnya, juga Melisa dan Reynard. Mereka kecewa dengan apa yang dilakukan Rangga. Rangga yang terkejut pun segera melepaskan pelukannya dari Paula. Paula bisa bernafas lega, karena ia tak jadi dilecehkan oleh Rangga. "Tolong saya, Tante!" Paula menjauhi Rangga. Dokter cantik itu berjalan tergopoh-gopoh ke arah Ghina. "Ma, Pa, ini gak seperti yang kalian pikirkan!" Rangga berusaha menjelaskan, namun Ghina terlihat kecewa sekali. "Stop di situ, Rangga! Jangan buat kalian jadi tontonan orang!" Dokter Ali terlihat naik pitam. Tangannya mengepal, karena apa yang Rangga lakukan seperti melempar kotoran di wajahnya. Rangga menurut, Rangga hanya diam di tempat ia berdiri. Rangga sangat takut melihat
Reynard membuka matanya terlebih dahulu. Hal pertama yang ia lihat adalah Sofia yang sudah menjadi istrinya itu tengah tertidur pulas dengan selimut yang membungkus tubuh polosnya. Reynard tersenyum mengingat malam yang telah ia lalui bersama Sofia. Ia telah memiliki Sofia seutuhnya. Diusapnya pipi merona sang istri dengan ibu jarinya, ia tersenyum. Merasa sangat bahagia karena Sofia telah menjadi istrinya secara sah. Sentuhan lembut Reynard membangunkan Sofia. Wanita itu menggeliat pelan, ia mengerjapkan matanya khas seseorang yang baru bangun tidur. "Sayang, bangun. Ayo kita mandi!Kita belum shalat shubuh," ucap Reynard dengan lembut. Ia merapikan anak rambut Sofia yang menyentuh dahinya. "Hm, kita masih di hotel?" Sofia membuka matanya dengan sempurna. Ia melihat keadaan sekitar yang tampak asing. "Iya, kita masih di hotel. Bangunlah! Atau perlu aku gendong dan aku mandikan?" Reynard mengedipkan matanya dengan nakal membuat Sofia merinding. "Eh?" Sofia menggaruk puncak ra
Nareswari membereskan semua barang yang ia bisa bawa ke tempat tujuannya. Nareswari memang lulus menjadi pegawai negeri sipil pada seleksi CPNS tahun ini. "Nares, ibu sebenarnya berat melepas kamu ke Nusa Tenggara Barat," ibu dari Nareswari yang bernama Wati masuk ke dalam kamar putrinya. Ia membantu sang putri memasukan pakaian ke dalam koper besar. "Ibu harus ikhlas ya, Bu? Nares di sana mengabdi. Ini juga cita-cita Nares, Bu. Menjadi tenaga pendidik. Ibu kan tahu selama ini Nares lulusan sarjana pendidikan tapi bekeria di sebuah hotel. Sebenarnya hati Nares memberontak, Bu. Tapi apa boleh daya, kalau jadi tenaga pendidik honorer SD, Nares digaji 300 ribu. Nares pasti ngerepotin ibu dengan ongkos ke sekolah dan bekal," Nareswari mengeluarkan uneg-unegnya yang selama ini ia simpan sendiri. "Ya Allah, Nares! Kenapa kamu baru bilang, Nak? Jadi, selama ini kamu tidak jadi guru gara-gara itu? Nak, selama kamu belum menikah, kamu masih jadi tanggungan ibu dan Bapak. Memenuhi kebutuh
Seminggu telah terlewati, Reynard dan Sofia sangat berbahagia dengan kehidupan baru mereka. Semakin hari mereka semakin mesra, nyatanya kesibukan keduanya tak merenggangkan keharmonisan pengantin baru itu. "Sayang, aku berangkat dulu. Kamu hati-hati di rumah! Nanti ada dua pembantu baru yang bantuin kamu di rumah ini," Reynard menyelipkan rambut panjang Sofia ke belakang telinga, mereka telah sarapan bersama. "Iya, kalau ada operasi darurat hubungi aku ya? Aku juga siang nanti mau lihat klinik kecantikan dan toko make-up aku. Gak apa-apa kan, sayang?" Tanya Sofia, ia tersenyum menatap suaminya yang semakin terlihat tampan di matanya. "Hm, boleh. Kalau ada apa-apa kamu juga harus kabarin aku," pesan Reynard yang dibalas anggukan oleh Sofia. Sofia mengantarkan Reynard ke depan, Reynard mencium kening sang istri. Begitupun Sofia yang mencium tangan Reynard dengan takjim. Reynard pun segera melajukan mobilnya. Tak lupa sebelum ia meninggalkan rumah, pria tampan itu memencet klakso
Pagi hari Mega sudah siap-siap berangkat menuju puskesmas, tempatnya bekerja. Terlihat Daffa masih sangat sibuk dengan game online di tangannya. Mega geram, ia tak mungkin membiarkan sang suami terus seenaknya padanya. "Mas!" Panggilnya. Namun Daffa tak menoleh, ia masih anteng dengan gadgetnya itu. Karena tak ada jawaban, Mega mengambil ponsel dari tangan Daffa. Daffa terkejut melihat aksi mega, ia menautkan kedua alisnya. Karena menurutnya tingkah Mega itu sangat tidak sopan. "Apa-apaan kamu ini, Mega? Kembalikan cepat! Aku sedang mabar," bentak Daffa, namun Mega tak mengindahkan perintah Daffa. Mega menyembunyikan ponsel itu di punggungnya. "Cepat nanti aku afk!" Hardiknya lagi. "Kamu yang apa-apaan, Mas? Seharian selalu saja kamu sibuk main game online. Sampe kamu lupa istri kamu ini sedang hamil dan butuh perhatian dari suami!" Ucap Mega dengan nada tinggi. "Aku bosan dan setres. Masih bagus aku bermain game online dan tidak bermain wanita," kelakar Daffa tanpa dosany
Intan dan Dicky mulai membuat strategi untuk mengetahui bagaimana baby sitter yang mereka pekerjakan mengasuh anak mereka. Intan dan Dicky menaruh CCTV pada tempat yang tidak bisa Siska lihat. Tepatnya di dalam kamar sang anak. Selesai memasang kamera tersembunyi, Intan dan Dicky bekerja seperti biasa ke kantor. Sebelum berangkat, Intan memandang wajah kedua anaknya bergantian. Entah mengapa ada perasaan berat meninggalkan keduanya hari ini. Dicky pun sama. Ia seperti enggan pergi ke kantor hari ini. Akan tetapi, bagaimana pun mereka harus pergi bekerja untuk memenuhi segala kebutuhan hidup mereka. "Arsya dan Arsyi baik-baik ya sama Sus Siska?" Intan berjongkok di hadapan kedua anaknya. Arsya dan Arsyi hanya mengangguk lemah. Rizal benar, kedua anaknya kini memang terlihat berbeda. Mereka cenderung menjadi pendiam dan selalu berwajah murung. "Kenapa engga jawab, Nak?" Dicky ikut berjongkok di depan kedua anaknya. "Arsya dan Arsyi pasti anteng main sama Sus Siska ya?" Siska